Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN AN. YA DENGAN DESCEMETOCELE,


PERFORASI KORNEA OKULUS SINISTRA DAN EVISERASI OKULUS SINISTRA

A. Definisi
Descemetocele adalah lesi kornea berupa destruksi yang mencakup epitelium dan
stroma yang menyisakan membran descemet dan lapisan endotelium. Sifat alami lapisan ini
yang sangat elastis dan disertai adanya tekanan intraokular, menyebabkan membran descemet
menonjol ke arah anterior dan membentuk defek menyerupai kubah dengan membran
transparan. Pada kondisi ini, kornea menjadi sangat rentan untuk mengalami perforasi.
Ketika kondisi seperti diskontinuitas terjadi di seluruh lapisan kornea dan terdapat
hubungan antara bilik mata depan dan permukaan bola mata maka kondisi telah terjadi
perforasi kornea (Widihastha, 2020).
Perforasi kornea berhubungan dengan kerusakan jaringan dan dampak visual
yang memerlukan tindakan dan terapi yang cepat karena dapat menyebabkan infeksi,
kelainan anatomi segmen anterior, lepasnya perlekatan retina, ptisis bulbi, dan
kebutaan (Dharmayanti, 2020).

B. Etiologi

Penyebab descemetocele (Shankar, 2022), yaitu:

1. Keratitis mikroba (Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus aerus,


Staphylococcus epidermidis, Kandida)
2. Keratitis neurotropik
3. Cedera kimia/termokimia
4. Trauma
5. Sindrom Steven-Johnson
6. Penyakit mata kering
Sedangkan trauma mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1. Trauma tumpul disebabkan akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar,
tumpul, keras maupun tidak keras misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock,
membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
2. Trauma tajam (penetrating injuries) disebabkan benda tajam atau benda asing
yang masuk ke mata seperti kaca, logam, atau partikel kayu berkecepatan tinggi,
percikan proses pengelasan, dan peluru.
3. Trauma Khemis disebabkan akibat substansi yang bersifat asam dan alkali yang
masuk ke mata.
a. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam dilaboratorium (asam sulfat,
asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, asam hidroflorida).
b. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, shampo, bahan pembersih lantai, kapur,
lem perekat.

C. Patofisiologi
Kerusakan akibat trauma tumpul dapat mengenai kelopak mata dan struktur
mata bagian luar sehingga mengakibatkan hematoma kelopak. Jika trauma menembus
ke bagian konjugtiva, maka kemungkinannya akan terjadi hematoma subkonjugtiva
akibat pecahnya pembuluh darah sebagai akibat terkena hantaman benda tumpul dan
keras.
Kerusakan yang diakibatkan trauma tajam/tembus akan lebih parah lagi karena
melibatkan kerusakan hingga bagian dalam struktur dan jaringan mata. Kondisi ini
biasanya sampai merusak fungsi mata dan kerusakannya permanen (dapat
disembuhkan hanya melalui operasi). Gangguan mata akibat trauma tajam juga
beragam, tergantung pada organ mata yang terkena dan seberapa besar kerusakannya.
Sedangkan pada trauma khemis/ kimia, jika traumanya akibat asam biasanya
hanya akan menyebabkan kerusakan pada bagian permukaan/superfisial saja karena
terjadi pengendapan dan penggumpalan bahan protein permukaan. Namun pada
trauma akibat basa/alkali, kerusakan yang diakibatkan bisa gawat karena alkali akan
menembus kornea dengan cepat lalu ke bilik mata depan sampai pada jaringan retina.
Bahan alkali dapat merusak kornea dan retina karena bahan alkali bersifat
mengkoagulasi sel sehingga akan menghancurkan jaringan kolagen kornea sehingga
memperparah kerusakan kornea hingga ke retina.
Pada trauma fisis, kerusakan yang ditimbulkan hanya pada permukaan karena
bahan yang merusak hanya mengenai permukaan dan tidak sampai tembus dan juga
adanya mekanisme proteksi pada mata. Namun, walaupun hanya mengenai bagian
permukaan, trauma fisis akan tetap menyebabkan kerusakan pada jaringan walaupun
tidak bersifat permanen.
D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis perforasi kornea (Shankar, 2022), yaitu:

1. Mata merah
2. Nyeri
3. Penglihatan kabur
4. Silau
5. Bengkak pada kelopak mata
6. Keluar cairan berupa darah/cairan putih/kekuningan dari mata
Adapun manifestasi klinisnya berdasarkan trauma yang terjadi adalah sebagai
berikut:
1. Trauma Tumpul
a. Rongga Orbita: suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang
yang membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila,
platinum dan zigomatikus. Jika pada trauma mengenai rongga orbita maka akan
terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf), perdarahan didalam rongga
orbita, gangguan gerakan bola mata.
b. Palpebra: Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata,
serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan
komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi
bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak
mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang
ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan
kelopak (lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga
terjadi keratitis.
Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom, edema
palpebra yang dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan
sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat menutup
secara sempurna).
c. Konjungtiva: Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang
dihasilkan oleh sel Goblet.Musin berfungsi membasahi bola mata terutama kornea.
Edema, robekan pembuluh darah konjungtiva (perdarahan subkonjungtiva) adalah
tanda dan gejala yang dapat terjadi jika konjungtiva terkena trauma.
d. Kornea: Kornea (Latin cornum - seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup
bola mata sebelah depan dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi oleh banyak
saraf.
Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa
disertai tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata berair, fotofobi
adalah tanda dan gejala yang dapat muncul akibat trauma pada kornea.
e. Iris atau badan silier: merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea dibedakan
antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus
yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf
optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior,
medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini
bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae
posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang
menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.
Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas dari insersinya)
merupakan tanda patologik jika trauma mengenai iris.
f. Lensa: Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa
mempunyai sifat tertentu, yaitu: Kenyal atau lentur karena memegang peranan
terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan
karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di tempatnya.
Secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi lensa mata
(perpindahan tempat).
g. Korpus vitreus: perdarahan korpus vitreus.
h. Retina: Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas
penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan
koroid. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior berakhir pada
ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan
terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira ber¬diameter 1 - 2 mm yang
berperan penting untuk tajam penglihatan. Di tengah makula lutea terdapat bercak
mengkilat yang merupakan reflek fovea.
Secara patologik jika retina terkena trauma akan terjadi edema makula retina,
ablasio retina, fotopsia, lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola
mata.
i. Nervus optikus: N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan
kebutaan
2. Trauma Tajam
a. Orbita: kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan posisi
bola mata.
b. Palpebra: ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis).
c. Saluran lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.
d. Konjungtiva: robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.
e. Sklera: pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris, badan silier
dan koroid yang berwarna gelap).
f. Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus: laserasi kornea yan g disertai
penetrasi kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya luka pada kornea,
edema.
g. Koroid dan kornea: luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan korpus
vitreus dan ablasi retina.
3. Trauma Kimia
a. Asam.
Kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel kornea.
b. Basa/Alkali.
1) Kebutaan.
2) Penggumpalan sel kornea atau keratosis.
3) Edema kornea.
4) Ulkus kornea.
5) Tekanan intra ocular akan meninggi.
6) Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar.
7) Membentuk jaringan parut pada kelopak.
8) Mata menjadi kering karena terjadinya pembentukan jaringan parut pada
kelenjar asesoris air mata.
9) Pergerakan mata menjadi terbatas akibat terjadi simblefaron pada konjungtiva
bulbi yang akan menarik bola mata.
10) Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa.
E. Penatalaksanaan
Penanganan yang cepat dari penyakit yang mendasarinya untuk menekan
peradangan yang sedang berlangsung perlu dilakukan. Tujuan utama pengobatan
adalah pemulihan integritas okuler. Berbagai pilihan perawatan dapat dilakukan yaitu
perekatan jaringan, transplantasi membran amnion, pencangkokan membran fibrin
yang kaya trombosit, transpalntasi tempelan tali pusat, cangkok kornea, dan
keratoplasti (Shankar, 2022).
F. Komplikasi
G. Konsep Asuhan Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Dhamayanti. 2020. Ulkus Kornea Perforasi dan Prolaps Iris Oculi Sinistra. Fak
Kedokteran Universitas lampung: BandarLampung.
Shankar, et al. 2022. Managemen of descemetocele: Our experience and simplified
treatment algorithm. PMC: India.

Anda mungkin juga menyukai