Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Terlebih – lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang
baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang
sangat peka. Walaupun mata mempunyai system pelindung yang cukup baik seperti
rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya reflex
memejam atau mengedip, mata masih sering mendapatkan trauma dari dunia luar.
Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan
rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit
sehingga menganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan
yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan
mengakibatkan kebutaan.

Trauma tajam mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada


dewasa muda. Kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang
parah.Dewasa muda, terutama pria, merupakan kelompok yang kemungkinan
besar mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan api,
cederaakibat olahraga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang
palingsering menyebabkan trauma mata.
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma okuli) bisa hanya
berupa kelainan ringan saja sampai kebutaan. Trauma okuli dapat dibedakan atas trauma
tumpul, trauma akibat benda tajam/trauma tembus., ataukah trauma fisis. Kelainan yang
diakibatkan oleh trauma mata sesuai berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang
dapat menyerang semua organ structural mata sehingga menyebabkan gangguan
fisiologis yang reversible ataupun non ireversibel. Trauma okuli dapat menyebabkan
perdarahan, adanya laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke bola mata, kelumpuhan
saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola mata.

1
1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka kelompok merumuskan masalah “Apa


pengertian, etiologic, manifestasi klinis, pathway, pemeriksaan diagnostic, dan
asuhan keperawatan pada klien dengan trauma mata.”

1.3. TUJUAN

1.3.1. Tujuan umum

Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan trauma mata secara


komprehensif.

1.3.2. Tujuan khusus

Mahasiswa dapat mengetahui:

a. Pengertian dan tanda gejala trauma mata

b. Etiologi trauma mata

c. Manifestasi klinis trauma mata

d. Pathway trauma mata

e. Pemeriksaan penunjang trauma mata

f. Penatalaksanaan dan komplikasinya, serta

g. Bagaimana managemen keperawatan klien trauma mata.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi Trauma Mata

Trauma mata adalah kondisi mata yang mengalami trauma (rudapaksa) baik
oleh zat kimia ataupun oleh benda tumpul, benda keras, dan tajam.
Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu
A. Fisik atau Mekanik
a) Trauma Tumpul, misalnya terpukul, terkena bola tenis, ketapel.
b) Trauma Tajam, misalnya terkena pisau dapur, gunting, garpu.
c) Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan dan
trauma tajam, terkadang peluru masih tertinggal di dalam bola mata.
Misalnya peluru senapan angin, dan peluru karet.
B. Khemis
a) Trauma Khemis Basa, misalnya sabun cuci, shampo, bahan
pembersih lantai, kapur, lem (perekat).
b) Cuka, bahan asam-asam di laboratorium, gas air mata.
C. Fisis
a) Trauma Termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
b) Trauma Bahan Radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja
radiologi.

2.2. Etiologi
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma:
1) Trauma tajam (perforasi trauma)
Diakibatkan oleh benda tajam atau benda asing lainnya yang mengakibatkan
perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda asing didalam mata. Benda
asing yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan beracn. Benda beracun
contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya kayu.
Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula
menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.

3
2) Trauma tumpul (contusion oculi)
Trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras
dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan
kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau
daerah sekitarnya. Sehingga dapat menimbulkan perlukaan ringan sampai berat,
yaitu perdarahan pada bola mata, terlepasnya selaput retina, atau sampai
gerputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kenutaan menetap.
3) Trauma Khemis/Kimia (trauma asam dan trauma basa)
Trauma kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium,
industry, pekerjaan yang memakai bahan kimia. Trauma kimia pada mata
memerlukan tindakan yang segera, irigasi pada daerah mata yang terkena bahan
kimia harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya penyulit yang berat.
Pembilasan dapat dilakukan dengan memakai garam fisiologik atau air bersih
lainnya selama 15-30 menit. Pada trauma khemis mata nampak merah, bengkak,
keluar air mata berlebihan dan penderita nampak sangat kesakitan. Tetapi trauma
basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata/kornea
secara perlahan.
4) Trauma Fisika
- Trauma radiasi sinar inframerah
- Trauma radiasi sinar ultraviolet
- Trauma radiasi sianr X dan sinar terionisasi
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan seperti kelopak mata,
konjungtivitis, kornea, uvea, lensa, retina, pupil saraf optic dan orbita secara
terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata

2.3. Tanda dan Gejala


Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
a. Trauma Tumpul
- Rongga Orbita: suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang
yang membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila,
platinum dan zigomatikus. Jika pada trauma mengenai rongga orbita
maka akan terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf), perdarahan
didalam rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.

4
- Palpebra: kelopak atau palpebral mempunyai fungsi melindungi bola mata,
serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di
depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk
melindungi mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.
Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di
bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva
tarsal. Gangguan penutupan kelopak (lagoftalmos) akan mengakibatkan
keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitits. Jika pada palpebral
terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom, edema palpebral yang
dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan sempurna
(ptosis), kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat menutup secara
sempurna).
- Konjungtiva: konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan
kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang
dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama
kornea. Edema, robekan pembuluh darah konjungtiva (perdarahan
subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika konjungtiva
terkena trauma.
- Kornea: kornea (latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari beberapa lapisan.
Dipersarafi oleh banyak saraf. Edema kornea, penglihatan kabur, kornea
keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea dengan
keluhan nyeri yang sangat, mata berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang
dapat muncul akibat trauma pada kornea.
- Iris atau badan silier: merupakan bagian dari uvea. Perdarahan uvea
dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar
posterior longus yang masuk menembus sclera di temporal dan ansal dekat
tempat masuk saraf optic dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2
pada setiap otot superior,medial inferior, satu pada rektus lateral. Arteri siliar
anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis
mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15-20
buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sclera di sekitar tempat

5
masuk saraf optic. Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialis (irir
terlepas dari insersinya) merupakan tanda patologik jika trauma mengenai
irirs.
- Lensa: lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa
mempunyai sifat tertentu, yaitu: kenyal atau lentur karena memegang
peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau
transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di
tempatnya. Secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi
lensa mata (perpindahan tempat).
- Korpus vitreus: perdarahan korpus vitreus.
- Retina: retina adalah suatu membrane yang tipis dan bening, terdiri atas
penyebaran daripada serabut – serabut saraf optic. Letaknya antara badan
kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina
yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan macula lutea (bintik kuning)
kira – kira berdiameter 1-2 mm yang berperna penting untuk tajam
penglihatan, ditengah macula lutea terdapat bercak mengkilat yang
merupakan reflek fovea. Secara patologik jika retina terkena trauma akan
terjadi edema macula retina, ablasio retina, fotopsia, lapang pandang
terganggu dan penurunan tekanan bola mata.
- Nervus optikus: N. II terlepas atau putus (avulsion) sehingga menimbulkan
kebutaan.
b. Trauma tajam
- Orbita: kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbita), perubahan posisi
bola mata
- Palpebra: ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis)
- Saluran lakrimal: gangguan sistem ekresi air mata
- Konjungtiva: robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva
- Sklera: pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea )(iris, badan
silia dan koroid yang berwarna gelap)
- Korena, irirs, badan silia, lensa, korpus vitreus: laserasi kornea yang disertai
penetrasi kornea, prolapse jaringan iris, penurunan TIO, adanya luka pada
kornea, edema.

6
- Koroid dan kornea: luka perforasi cukup luas pada sclera, perdarahan korpus
vitreus dan ablasi retina
c. Trauma kimia
- Asam (kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel kornea)
- Basa/Alkali (kebutaan, penggumpalan sel kornea atau keratosis, edema
kornea, ulkus kornea, tekanan intra okuler akan meninggi, hipotoni akan
terjadi bila terjadi kerusakan pada badan silia, membentuk jaringan parut
pada kelopak, mata menjadi kering karena terjadinya pembentuka jaringan
parut pada kelenjar asesoris air mata, pergerakan mata menjadi terbatas
akibta terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang akan menarik bola
mata, lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa).
Makan dikatakan Trauma Mata jika ada Tanda dan Gejala:
a. Tajam penglihatan yang menurun
b. Tekanan bola mata rendah
c. Bilik mata dangkal
d. Bentuk dan letak pupil berubah
e. Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera
f. Terdapat jaringan yang prolas seperti cairan mata iris, lensa, badan kaca atau retina
g. Konjungtiva kemotis

7
2.4. Pathway

Mekanik
Trauma Tumpul Non Mekanik
Trauma Tajam Trauma Kimia
Trauma Benda Trauma Termik
Asing Trauma Radiasi

Pengeluan
Trauma Organ Mata Inflamasi
Media Kimia

Perdarahan menembus Gangguan Kelopak


sepanjang orbita mata Rangsang nosi septor

Kerusakan jaringan
Hematoma kelopak Kelumpuhan Nervus
mata VII Speiral Cora
Erosi Kornea

Resiko cidera Resiko Infeksi Informasi Cortex Cerebra


Laseransi kornea
bagian sentral
Nyeri Akut
Kerusakan Kornea
Kerusakan sudut titik
mata depan
Perubahan persepsi
sensori
Kerusakan sudut titik
mata depan
Harga Diri
Rendah
Penaikan tekanan bola
mata
Ansietas

Glaucoma Traumatik

Mual muntah

Resiko Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan

8
2.5. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Fisik: dimulai dengan pegnukuran dan pencatatan ketajaman


pengelihatan

2. Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata

3. Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.

4. Tonometri : untuk mengetahui tekanan bola mata.

5. Pemeriksaan yg di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk mengetahui


adanya benda asing intraokuler.

6. Tes seidel : untuk mengetahui cairan yg keluar dari mata.

7. Pemeriksaaan ctscan dan usg b scan : digunakan untuk mengetahui benda asing.

8. Electroretinography(ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina.

9. Kartu snellen : pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin


mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous/kerusakan pada
system suplai untuk retina.

10. Pengukuran tekanan IOL dengan tonogrpahy : mengkaji nilai tekanan bola
mata(normal12-25mmHg)

11. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop : mengkaji struktur internal dari


okuler,papiledema,retina hemoragi.

12. Pemeriksaan radiologi ; pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu
dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.

13. Kertas lakmus : pada pemeriksaan ini sangat dalam menegakkan diagnose trauma
asam atau basah

2.6. Penatalaksanaan

1. Trauma tumpul

- Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan gravitasi


guna membantu keluarnya hifema darimata

9
- Berikan kompres es

- Pemantauan tajam penglihatan

- Batasi pergerakan mata selam 3-5 hari untuk menurunkan kemungkinan


perdarahan ulang

- Batasi membaca dan melihat tv

- Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna

- Berikan stimulasi sensoribentuk lain seperti music,perbincangan

- Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.

- Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.


- Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
- Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, mungkin indikasi
perdarahan ulang.
- Persiapan parasintesis (pengeluaran hifema)

Indikasi parasintesis:

 Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam.


 Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan
konvensional selama 5 hari.
 Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak
diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaukoma.
 Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.
2. Trauma tajam

Penatalaksanaan sebelum tiba di RS:

- Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.


- Tidak boleh melakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata.
- Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
- Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.

Penatalaksanaan setelah tiba di RS:

- Pemberian antibiotik spektrum luas.

10
- Pemberian obat sedasi, antimimetik, dan analgetik sesuai indikasi.
- Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
- Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata intak).
- Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cidera.

3. Trauma kimia

- Irigasi (30 menit) dan periksa pH dengan kertas lakmus.


- Diberi pembilas: idealnya dengan larutan steril dengan osmolaritas tinggi seperti
larutan amphoter (Diphoterine) atau larutan buffer (BBS atau Ringer Laktat). Larutan
garam isotonis.
- Irigasi sampai 30 menit atau pH normal. Bila bahan mengandung CaOH berikan
EDTA.
- Pemeriksaan oftamologi menyeluruh.
- Cedera ringan: pasien dapat dipulangkan dengan diberikan antibiotik tets mata,
analgesik oral dan perban mata.
- Luka sedang diberi siklopegi.
- Steroid topikal untuk mencegah infiltrasi sel radang.
- Vitamin C oral: untuk membentuk jaringan kolagen.

Catatan:

6 tahap penatalaksanaan trauma mata:

- Irigasi
- Repitalisasi kornea
- Mengendalikan proses peradangan
- Mencegah terjadinya infeksi
- Mengendalikan TIO
- Menurunkan nyeri: saklopegik

2.7. Komplikasi

- Jangka pendek: glaukoma, corneal blood stain, asynechia dan Symphatetic


Ophthalmia.
- Jangka panjang: atropi iris (darah menekan lama), optikatropi (TIO meningkat),
Heterocronitis-uveitis, hemophthalmitis.

11
2.8. Diacharge planning

Trauma mata dapat dicegah dengan menghindarkan terjadinya trauma seperti:

1. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma tajam


akibat alat pekerjaannya.
2. Setiap pekerja yang bekerja di tempat bahan kimia sebaiknya mengerti bahan kimia
apa yang dipakainya, asam atau basa.
3. Pada pekerja las sebaiknya melindungi matanya dari sinar dan percikan las.
4. Awasi anak yang sedang bermain yang ungkin bebahaya untuk matanya.
5. Pada olahragawan seperti tinju ataupun beladiri lainnya, harus melindungi bagian
matanya dan daerah sekitar lainnya dengan alat pelindung.

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian
1. Identitas klien: nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, pendidikan
terakhir, pekerjaan, diagnosa medis, dll.
2. Riwayat Keperawatan
- Keluhan utama: Klien dapat mengeluh adanya penurunan penglihatan,
nyeri pada mata, keterbatasan gerak mata.
- Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit yang mungkin diderita
klien seperti DM dapat menyebabkan infeksi yang terjadi pada mata
sulit sembuh, hipertensi.
- Riwayat penyakit sekarang: yang perlu dikaji adalah trauma
disebabkan karena trauma tumpul, tajam, atau mekanik, tindakan apa
yang sudah dilakukan saat trauma terjadi.
- Riwayat psikososial: pada umumnya klien mengalami berbagai derajat
ansietas, gangguan konsep diri dan ketakutan akan terjadinya
kecacatan mata, gangguan penglihatan yang menetap atau mungkin
kebutaan. Klien juga dapat mengalami gangguan interaksi sosial.

3.2 Pemeriksaan fisik


1. B1 (Breath), pada pasien ini tidak didapatkan kelainan (tidak ada gangguan
pada sistem pernafsan).
2. B2 (Blood), tidak ada gangguan perfusi, adanya peingkatan nadi/tekanan
darah dikarenakan pasien takut dan cemas.
3. B3 (Brain), pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan TIO.
4. B4 (Bladder), kebutuhan eliminasi dalam batas normal.
5. B5 (Bowel), tidak ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal.
6. B6 (Bone), ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan adanya kelainan.
7. Pemeriksaan khusus pada mata:

13
a) Visus (menurun atau tidak)
b) Gerakan bola mata (terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian
pergerakan bola mata), konjungtiva bulbi (adanya hiperemi atau
adanya nekrosis)
c) Kornea (adanya erosi, keratitis sampai dengan nekrosis pada kornea)
3.3 Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada kornea atau peningkatan TIO
b) Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder
terhadap interupsi permukaan tubuh atau proses pembedahan
c) Resiko cidera berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ
indera
d) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
e) Ansietas berhubungan dengan tindakan yang dilakukan/kejadian yang dialami
f) Gangguan Sensori Perseptual: Penglihatan berhubungan dengan gangguan
status organ indera
3.4 Intervensi keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada kornea atau peningkatan TIO

Tujuan: nyeri hilang atau berkurang

Kriteria Hasil: klien akan:

- Melaporkan penurunan nyeri dan penghilangan nyeri setelah intervensi


- Klien tidak gelisah

Intervensi:

1. Lakukan tindakan penghilangan nyeri yang non infasif dan non


farmakologi, seperti berikut:
- Posisi: tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah-ubah antara
berbaring pada punggung dan pada sisi yang tidak sakit
- Distraksi
- Latihan relaksasi

14
R/ Tindakan penghilangan nyeri yang non infvasif dan non
farmakologi memungkinkan klien untuk memperoleh rasa kontrol
terhadap nyeri

2. Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang


efektif

R/ Klien kebanyakan mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang


nyerinya dan tindakan penghilangan nyeri yang efektif

3. Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan analgesik yang


diresepkan

R/ Untuk beberapa klien terapi farmakologi diperlukan untuk


memberikan penghilangan nyeri yang efektif

4. Beritahu dokter jika nyeri tidak hilang setelah 1/2 jam pemberian obat,
jika nyeri bertamah

R/ Tanda ini menunjukkan peningkatan tekanan intraokuler atau


komplikasi lain

b. Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder


terhadap interupsi permukaan tubuh atau proses pembedahan

Tujuan: tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil: klien akan:

- Menunjukkan penyembuhan tanpa gejala infeksi


- Nilai laboratorium: SDP normal, kultur negatif

Intervensi:

1. Tingkatkan penyembuhan luka


- Ajarkan klien diet yang seimbang dan asupan cairan yang adekuat
- Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai diberitahukan
sampai dilepas

15
R/ Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara
keseluruhan, yang meningkatkan penyembuhan luka pembedahan.
Memakai pelindung mata meningkatkan penyembuhan dengan
menurunkan kekuatan iritas

2. Gunakan teknik aseptik untuk meneteskan obat tetes mata


- Cuci tangan sebelum memulai
- Pegang alat penetes agak jauh dari mata
- Ketika meneteskan, hindari kontak antara mata, tetesan dan alat
penetes
- Ajarkan teknik ini kepada klien dan anggota keluarganya

R/ Teknik aseptik meminimalkan masuknya mikroorganisme dan


mengurangi resiko infeksi

3. Observasi tanda dan gejala infeksi


- Kemerahan, edema pada kelopak mata
- Injeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol)
- Drainase pada kelopak mata dan bulu mata
- Materi purulen pada bilik anterior (kornea dan iris)
- Peningkatan suhu
- Nilai laboratorium normal (misal: peningkatan SDP, hasil kultur)

R/ Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk


meminimalkan keseriusan infeksi

4. Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan

R/ Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan kemungkinan


memulai penanganan farmakologi

5. Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian antibiotika dan steroid

R/ Mengurangi reaksi radang, dengan steroid dan menghalangi


hidupnya bakteri, dengan antibiotika

c. Ansietas berhubungan dengan tindakan yang dilakukan/kejadian yang dialami

16
Tujuan: ansietas dapat teratasi

Kriteria Hasil:

- Klien mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk


mengurangi ansietas
- Klien mendemonstrasikan pemahaman proses penyakit

Intervensi:

1. Observasi tingkat ansietas pasien

R/ Untuk mengetahui tingkat ansietas

2. Diskusikan metode penanganan ansietas

R/ Pemilihan pemecahan masalah yang tepat dapat mengurangi


kecemasan klien

3. Anjurkan klien mengungkapkan ansietas

R/ Pengungkapan pokok masalah membantu meringankan beban pikiran

4. Pertahankan lingkunag yang tenag

R/ Lingkungan yang tenang dapat mengurangi stress

5. Berikan dukungan emosional

R/ Dukungan dari orang keluarga dan teman sangatlah penting untuk


penyembuhan lebih awal

6. Tempatkan seluruh barang-barang yang dibutuhkan dalam jarak yang


dapat dijangkau

R/ Mempermudah jangkauan klien terhadap barang-barang kebutuhannya

7. Pastikan bahwa bantuan terhadap aktivitas sehari-hari akan ada

17
R/ Memberikan penjelasan tentang prosedur fungsi perawat dalam
therapy penyembuhan sehingga tidak menimbulkan ansietas berlebih
terhadap klien

8. Bantu atau ajarkan teknik relaksasi, nafas dalam, meditasi

R/ Merupakan teknik untuk mengurangi ansietas berkelanjutan


penyembuhan sehingga tidak menimbulkan ansietas berlebih terhadap
klien

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Trauma mata merupakan kasus kegawatdaruratan pada mata dimana trauma


okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan
sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular
dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma okuli dapat
dibedakan atas trauma tumpul, trauma kaibat benda tajam/trauma tembus, ataukah
trauma fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat
ringannya serta jenistrauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ struktural
mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel atupun non-
ireversibel

18
B. SARAN

Saran yang dapat diberikan kepada pembaca khususnya penderita trauma mata
adalah dengan mengurangi aktivitas yang terlalu berat membahayakan untuk
mengurangi resiko terjadinya trauma mata ataupun komplikasi lainnya dan untuk
pekerja yang berbahaya sebaiknya memakai alat pelindung diri saat bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Aries Mansjoer dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Aesculapius fakultas
kedokteran universitas Indonesia.

Evelyn. 2013. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Kusuma, hardi & Nuratif, amin Huda, 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
MediAction.

Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit. Alih Bahasa Adji
Dharma, Edisi ii.

19

Anda mungkin juga menyukai