Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA

MATA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

Dosen Pengampu : Ns. Alfrina Hany, S.Kp.,MNg

Oleh : Kelompok 2

1. Devi Octaviana 195070209111016 8. Dinda Amalia O.P. 195070209111023


2. Nur Ida Lathifah 195070209111016 9. Sunarmi 195070209111023
3. Ahmad Umar M. 195070209111017 10. Dewi Luberty W. 195070209111024
4. Muda Wamah 195070209111018 11. Alvin Fitri Hendika 195070209111025
5. Nindy Claudia A. 195070209111019 12. Inggit Fatharani A. 195070209111026
6. Aulia Putri Atisya 195070209111020 13. Anis Mahruniya 195070209111027
7. Wardatul Ummah 195070209111021 14. Nabilah Alwafi T.S. 195070209111028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah- Nya
sehingga sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
trauma mata” dengan tepat waktu.
Menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak secara langsung atau tidak
langsung makalah ini tidak dapat selesai tepat pada waktunya, untuk itu pada
kesempatan ini, disampaikan terima kasih kepada:
1. Alfrina Hany, S.Kp.,MNg selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.
2. Sumber-sumber yang telah mendukung dalam penyusunan makalah.
3. Pihak lain yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah asuhan
keperawatan.
Dengan terselesaikannya Makalah ini, diharapkan dapat memberi manfaat.
Menyadari bahwa makalah ini masih banyak kelemahan dan kekurangan. Untuk itu,
dibutuhkan kritik dan saran yang membangun untuk sempurnanya.

Malang, 1 Oktober
2019

Penulis
1. DEFINISI
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata dan merupakan kasus gawat darurat mata.Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata(Sidarta,
2005).
Trauma mata adalah kondisi mata yang mengalami trauma (rudapaksa) baik oleh zat
kimia maupun oleh benda keras dan tajam (Anas, 2010).
Trauma mata adalah perlukaan/cedera mata yang dapat terjadi dalam bentuk
trauma tumpul, trauma tajam, trauma kimia, trauma termis dan trauma radiasi. Trauma
mengakibatkan kerusakan pada jaringan mata anterior sampai posterior. Trauma mata
merupakan kasus kegawatdaruratan, jika tidak segera ditatalaksana dapat menyebabkan
penurunan visus (low vision) hingga kebutaan.

2. KLASIFIKASI
1) Trauma Mekanik
a. Trauma Tumpul:trauma pada mata akibat benturan mata dengan benda yang
relatif besar, tumpul, keras maupun tidak keras. Taruma tumpul dapat
menyebabkan cedera perforasi dan non perforasi. Trauma tumpul pada mata
dapat mengenai organ eksterna (orbita dan palpebra) atau interna
(konjungtiva, kornea, iris atau badan silier, lensa, korpus vitreus, retina dan
nervus optikus (N.II).
b. Trauma Tajam: trauma pada mata akibat benda tajam atau benda asing yang
masuk ke mata.
2) Trauma Kimia/Khemis
a. Trauma Kimia Asam : trauma pada mata akibat substansi yang bersifat asam.
b. Trauma Kimia Basa : trauma pada mata akibat substansi yang bersifat basa.
3) Trauma Fisis
a. Trauma termal: misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
b. Trauma bahan radioaktif: misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi.

3. ETIOLOGI
Trauma mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :
1) Trauma tumpul disebabkan akibat benturan mata dengan benda yang relative
besar, tumpul, keras maupun tidak keras misalnya terpukul, kena bola tenis, atau
shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
2) Trauma tajam (penetrating injuries) disebabkan benda tajam atau benda asing
yang masuk ke mata seperti kaca, logam, atau partikel kayu berkecepatan tinggi,
percikan proses pengelasan, dan peluru.
3) Trauma Khemis disebabkan akibat substansi yang bersifat asam dan alkali yang
masuk ke mata.
a. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam dilaboratorium (asam sulfat,
asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, asam
hidroflorida).
b. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, shampo, bahan pembersih lantai,
kapur, lem perekat.

4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko trauma hampir sama dengan penyebab trauma mata, beberapa faktor
resiko yang dapat menyebabkan trauma mata adalah sebagai berikut :
1) Pekerjaan dengan resiko mengalami kecelakaan kerja
2) Lingkungan yang berbahaya
3) Alat permainan anak yang lancip dan sebagainya
4) Paparan bahan kimia
5) Kelelahan dalam bekerja yang dapat menimbulkan kecelakaan
6) Tidak menggunakan alat pelindung seperti kacamata pada saat bekerja

5. PATOFISOLOGI
Kerusakan akibat trauma tumpul dapat mengenai kelopak mata dan struktur mata
bagian luar sehingga mengakibatkan hematoma kelopak. Jika trauma menembus ke
bagian konjugtiva, maka kemungkinannya akan terjadi hematoma subkonjugtiva akibat
pecahnya pembuluh darah sebagai akibat terkena hantaman benda tumpul dan keras.
Kerusakan yang diakibatkan trauma tajam/tembus akan lebih parah lagi karena
melibatkan kerusakan hingga bagian dalam struktur dan jaringan mata. Kondisi ini
biasanya sampai merusak fungsi mata dan kerusakannya permanen (dapat disembuhkan
hanya melalui operasi). Gangguan mata akibat trauma tajam juga beragam, tergantung
pada organ mata yang terkena dan seberapa besar kerusakannya. Sedangkan pada
trauma khemis/ kimia, jika traumanya akibat asam biasanya hanya akan menyebabkan
kerusakan pada bagian permukaan/superfisial saja karena terjadi pengendapan dan
penggumpalan bahan protein permukaan. Namun pada trauma akibat basa/alkali,
kerusakan yang diakibatkan bisa gawat karena alkali akan menembus kornea dengan
cepat lalu ke bilik mata depan sampai pada jaringan retina. Bahan alkali dapat merusak
kornea dan retina karena bahan alkali bersifat mengkoagulasi sel sehingga akan
menghancurkan jaringan kolagen kornea sehingga memperparah kerusakan kornea
hingga ke retina.
Pada trauma fisis, kerusakan yang ditimbulkan hanya pada permukaan karena
bahan yang merusak hanya mengenai permukaan dan tidak sampai tembus dan juga
adanya mekanisme proteksi pada mata. Namun, walaupun hanya mengenai bagian
permukaan, trauma fisis akan tetap menyebabkan kerusakan pada jaringan walaupun
tidak bersifat permanen.
6. PATHWAY
7. MANIFESTASI KLINIS
A. Manifestasi klinis trauma mata secara umum adalah sebagai berikut:
1) Nyeri
2) Enoftalmia (perpindahan mata yang abnormal kebelakang atau ke bawah
akibat hilangnya isi atau patah tulang orbita).
3) Hematoma palbera
4) Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi
bila terjadi pada kedua mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis
kranii. Penanganan: Kompres dingin 3 kali sehari.
5) Ruptur Kornea
6) Ruptura membran descement
7) adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang sebenarnya
adalah lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea sulit
menjadi jernih kembali.
8) Hifema Perdarahan dalam kamera okuli anterior
9) Iridoparese-iridoplegia
10) Iridodialisis
11) Irideremia
12) Subluksasio lentis- luksasio lentis
13) Hemoragia pada korpus vitreum
14) Glaukoma
15) Ruptura sclera
16) Ruptura retina
B. Sedangkan manifestasi klinis menurut penyebabnya adalah sebagai berikut:
1. Trauma Tumpul
a) Rongga Orbita: suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang
yang membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal,
maksila, platinum dan zigomatikus.Jika pada trauma mengenai rongga
orbita maka akan terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf),
perdarahan didalam rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.
b) Palpebra: Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata,
serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di
depan komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna
untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan
pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada
bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus
yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan kelopak
(lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga
terjadi keratitis.
Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom,
edema palpebra yang dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat
membuka dengan sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata
(lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).
c) Konjungtiva: Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang
dihasilkan oleh sel Goblet.Musin berfungsi membasahi bola mata
terutama kornea.Edema, robekan pembuluh darah konjungtiva
(perdarahan subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi
jika konjungtiva terkena trauma.
d) Kornea: Kornea (Latin cornum - seperti tanduk) adalah selaput bening
mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan
yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari beberapa
lapisan.Dipersarafi oleh banyak saraf.
Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi
kornea tanpa disertai tembusnya kornea keluhan nyeri yang sangat, mata
berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat muncul akibat trauma
pada kornea.
e) Iris atau badan silier: merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea
dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar
posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal
dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang
terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus
lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu
membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar.Uvae posterior
mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang
menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.
f) Lensa: Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa
mempunyai sifat tertentu, yaitu: Kenyal atau lentur karena memegang
peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau
transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di
tempatnya.Secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi
subluksasi lensa mata (perpindahan tempat).
g) Korpus vitreus: perdarahan korpus vitreus.
h) Retina: Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas
penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan
kaca dan koroid. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian
anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai
dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira
ber¬diameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam
penglihatan.Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang
merupakan reflek fovea. Secara patologik jika retina terkena trauma akan
terjadi edema makula retina, ablasio retina, fotopsia, lapang pandang
terganggu dan penurunan tekanan bola mata.
i) Nervus optikus: N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan
kebutaan

2. Trauma Tajam
a) Orbita: kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan
posisi bola mata.
b) Palpebra: ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis).
c) Saluran lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.
d) Konjungtiva: robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.
e) Sklera: pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris, badan
silier dan koroid yang berwarna gelap).
f) Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus : laserasi kornea yan g
disertai penetrasi kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya
luka pada kornea, edema.
g) Koroid dan kornea: luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan
korpus vitreus dan ablasi retina.

3. Trauma Kimia
a. Asam.
Kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel kornea.
b. Basa/Alkali.
a) Kebutaan.
b) Penggumpalan sel kornea atau keratosis.
c) Edema kornea.
d) Ulkus kornea.
e) Tekanan intra ocular akan meninggi.
f) Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar.
g) Membentuk jaringan parut pada kelopak.
h) Mata menjadi kering karena terjadinya pembentukan jaringan parut
pada kelenjar asesoris air mata.
i) Pergerakan mata menjadi terbatas akibat terjadi simblefaron pada
konjungtiva bulbi yang akan menarik bola mata.
j) Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan Fisik: dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman
penglihatan menggunakankartu Snellen dan indikator pengukur ketajaman
penglihatan lain seperti cahaya dan gerak anggota tubuh.
2) Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.
3) Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan
jelas.
4) Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata.
5) Pemeriksaan fundus yang didilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk
mengetahui adanya benda asing intraokuler.
6) Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini
dilakukan dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa,
kemudian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp
dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat
perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.
7) Pemeriksaan CT-Scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui posisi
benda asing.
8) Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada
retina.
9) Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola
mata (normal 12-25 mmHg).
10)Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari
okuler, papiledema, retina hemoragi.
11)Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat
membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.
12)Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan
diagnosa trauma asam atau basa.

9. PENATALAKSANAAN TERAPI
Pada kasus trauma matapenatalaksanaan terapi tidak ditentukan, tapi dilaksanakan
berdasarkan kondisi trauma yang dialami pasien dan juga berdasarkan berat ringannya
gejala yang dialami.
Namun, berikut ini adalah beberapa penanganan yang mungkin dapat digunakan
sebagai pada kasus trauma mata akibat trauma mekanik, antara lain :
1. Penatalaksanaan sebelum tiba di RS, antara lain :
a. Mata tidak boleh dibebat dengan tekanandan diberikan perlindungan tanpa
kontak.
b. Tidak boleh dilakukan manipulasi yangberlebihan dan penekanan bola mata.
c. Benda asing tidak boleh dikeluarkantanpa pemeriksaan lanjutan.
d. Sebaiknya pasien di puasakan untukmengantisipasi tindakan operasi.
2. Penatalaksanaan di RS, antara lain :
Menurut Ilyas (2015) beberapa penatalaksanaan untuk trauma mata adalah
sebagai berikut :
A. Palpebra
1. Hematoma palpebra, pengobatan dilakukan dengan pemberian kompres
dingin untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila
telah lama, untuk memudahkan absorbsi darah dapat dilakukan kompres
hangat kelopak mata.
2. Abrasi dan laserasi palpebra, pengobatan dilakukan apabila terjadi abrasi
karena partikel benda asing harus segera dikeluarkan dengan irigasi. Luka
kemudian diirigasi dengan saline serta ditutup dengan salep antibiotik dan
kasa steril. Bila terjadi laserasi palpebra maka dilakukan tindakan bedah.
B. Konjungtiva
1. Edema konjungtiva
Pengobatan dilakukan dengan pemberian dekongestan untuk mencegah
pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva. Bila terjadi
kemotik konjungtiva dapat dilakukan insisi untuk mengeluarkan cairan
konjungtiva.
2. Hematoma subkonjungtiva
Pengobatan dini ialah dengan kompres hangat. Perdarahan subkonjungtva
akan hilang atau diabsorbsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.
C. Kornea
1. Edema kornea
pengobatan dilakukan dengan pemberian larutan hipertonik seperti NaCl
5% atau garam hipertonik 2-8 %, glukosa 40% dan larutan albumin. Bila
terjadi peninggian tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida.
Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam
penglihatan dengan lensa kontak.
2. Erosi kornea
pengobatan dilakukan dengan pemberian anestesi topikal dapat diberikan
untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit. Untuk
mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotik sprektrum luas seperti
kloramfenikol dan sulfasetamid tetes mata. Bila mengabitkan spasme siliar,
maka diberikan siklopegik aksipendek seperti tropikmida.
D. Uvea
1. Hifema
Pengobatan dilakukan dengan parasentesis atau mengeluarkan darah dari
bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-
tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna
hitam atau bila 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.
(FKUI Edisi V, 2014)
2. Iridodialisis
Pengobatan dilakukan dengan pembedahan dengan melakukan reposisi
pangkal iris yang terlepas.
3. Iridoplegia
Pengobatan dilakukan dengan tirah baring untuk mencegah terjadinya
kelelahan sfingter.
4. Iridosiklitis,
bila terjadi uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid
topikal. Bila terjadi infeksi berat, maka dapat diberikan steroid sistemik.
E. Lensa
1. Luksasi lensa anterior
Penatalaksanaan awal berupa azetasolamida untuk menurunkan tekanan
bola mata dan ekstraksi lensa.
2. Luksasi lensa posterior
Pengobatan dilakukan dengan ekstraksi lensa.
3. Katarak trauma,
Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi
pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya
ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lenda
intraokuler primer atau sekunder. Ekstraksi lensa dilakukan bila terjadi
penyulit seperti glaukoma dan uveitis.
4. Benda asing intraokular
Benda asing pada bagian superfisial cukup dengan irigasi, diambil dengan
pemberian anstesi topikal sebelumnya. Sementara benda asing intraokular
ialah dengan mengeluarkannya dan dilakukan dengan perencanaan 24
pembedahan agar tidak memberikan kerusakan yang lebih berat terhadap
bola mata.
F. Trauma Kimia
a. Trauma asam
Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan
selama mungkin untuk menghilangkan larutan bahan yang mengakibatkan
trauma.

b. Trauma basa
Pengobatan dilakukan dengan secepatnya melakukan irigasi dengan garam
fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin, Penderita diberi
siklopegiam antibiotika, EDTA untuk mengikat basa.
G. Trauma radiasi
a. Trauma sinar infra merah
Pengobatan dilakukan dengan steroid sistemik dan lokal diberikan untuk
mencegah terbentuknya jaringan parut pada maukla atau untuk
mengurangi gejala radang yang timbul.
b. Trauma sinar ultra violet,
Pengobatan dilakukan dengan siklopgia, antibiotik lokal, analgetik, dana
mata ditutup selama 2-3 hari.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien meliputi nama, usia (dapat terjadi pada semua usia), pekerjaan,
jenis kelamin (kejadian lebih banyak pada laki-laki daripada wanita).
2. Keluhan utama : Klien biasanya mengeluh adanya penurunan penglihatan, nyeri
pada mata, danketerbatasan gerak mata.
3. Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat penyakit yang mungkin diderita klien seperti DM yang dapat
menyebabkan infeksi yang pada mata sulit sembuh.
4. Riwayat penyakit sekarang : Yang perlu dikaji adalah jenis trauma, bahan yang
menyebabkan trauma, lama terkena trauma, dan tindakan apa yang sudah
dilakukan pada saat trauma terjadi dan sebelum dibawa ke RS.
5. Riwayat psikososial : Pada umumnya klien mengalami berbagai derajat ansietas,
gangguan konsep diri dan ketakutan akan terjadinya kecacatan mata, gangguan
penglihatan yang menetap atau mungkin kebutaan. Klien juga dapat mengalami
gangguan interaksi sosial.
6. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda Vital (nadi, suhu, tekanan darah, dan pernapasan)
b. Pemeriksaan persistem
a) B1(Breath) :disertai gangguan pernapasan jika trauma menyebar ke
mukosa hidung.
b) B2 (Blood) :perdarahan jika trauma melibatkan organ tubuh lain selain
struktur mata.
c) B3 (Brain) :pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan
TIO (tekanan intraokular).
d) B4 (Bladder) :kebutuhan eliminasi dalam batas normal.
e) B5 (Bowel) :idak ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal.
f) B6 (Bone) :ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan adanya kelainan.
c. Pemeriksaan khusus pada mata :
a) Visus (menurun atau tidak ada)
b) Gerakan bola mata ( terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian
pergerakan bola mata)
c) Adanya perdarahan, perubahan struktur konjugtiva, warna, dan memar.
d) Kerusakan tulang orbita, krepitasi tulang orbita.
e) Pelebaran pembuluh darah perikornea.
f) Hifema.
g) Robek kornea
h) Perdarahan dari orbita.
i) Blefarospasme.
j) Pupul tidak beraksi terhadap cahaya, struktur pupil robek.
k) Tes fluoresens positif.
l) Edema kornea.
m) Nekrosis konjugtiva/sklera.
n) Katarak.
d. Data Penunjang Lain
a) Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin
mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau
kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
b) Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa,
trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan
jaringan pembuluh darah akibat trauma.
c) Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal
tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
d) Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal
dari okuler, papiledema, retina hemoragi.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan
tekanan intraokular dan kerusakan jaringan mata.
2. Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori /status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi.
3. Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit,
prognosis.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan intraokular dan kerusakan jaringan
mata.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri yang dirasakan berkurangatau dapat diadaptasi oleh klien

NOC: SkalaNyeri 3 - 4 NIC


Pain Management (4092)
Skala outcome 1 2 3 4 5 1. Lakukan pengkajian komprehensif mengenai nyeri klien (nyeri pasien tersebut

Penggunaan analgesik  terjadi pada saat pasien menelan makanan)


2. Minimalkan faktor yang menimbulkan nyeri padaklien
Melaporkan nyeri yang  3. Ajarkan mengenai managemen nyeri (teknikdistraksi misalnya, napas dalam)
4. Ajarkan klien untuk memonitor nyeri (respon yang dilami oleh pasien sendiri
terkontrol
dapat diidentifikasi)
Mengenali serangan nyeri  5. Anjurkan untuk istirahat agar meminimalkan nyeri
6. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan professional untuk pemberian analgesic
Melaporkan perubahan gejala 
efektif untuk Pereda nyeri
nyeri pada profesional
kesehatan
Keterangan penilaian
1: sangatberat
2: berat
3: cukup
4: Ringan 5: Tidakada

2) Diagnosa keperawatan : gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan persepsi diri
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x24 jam ....

NOC: citra tubuh NIC


Peningkatan citra tubuh (3220)
Skala outcome 1 2 3 4 5 1. Gunakan bimbingan antisipatif menyiapkan pasien terkait dengan perubahan-
perubahan citra tubuh yang telah diprediksikan
Gambaran internal diri 
2. Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan-perubahan bagian tubuh
Kesesuaian antara realitas  disebabkan adanya penyakit atau pembedahan dengan cara yang tepat
tubuh dan edeal tubuh 3. Bantu pasien untuk mendiskusikan stresor yang mempengaruhi citra diri
dengan penampilan tubuh
terkait kondisi kngenital, cedera, penyakit atau pembedahan
Deskripsi bagian tubuh yang 
4. Monitor frekuensi dari pernyataan mengkritisi diri
terkena dampak
5. Tentukan persepsi pasien dan keluarga terkait dengan perubahan citra diri dan
Penyesuaian terhadap 
perubahan tampilan fisik realitas
6. Tentukan apakah perubahan citra tubuh berkontribusi pada peningkatan
Penyesuaian terhadap 
perubahan fungsi tubuh isolasi sosial

Penyesuaian terhadap 
perubahan tubuh akibat
cedera
Keterangan penilaian
1: sangatberat
2: berat
3: cukup
4: Ringan 5: Tidakada

3) Diagnosa Keperawatan : Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatanberhubungan dengan gangguan penerimaan sensori /status organ indera.
Lingkungan secara terapetik dibatasi.
Tujuan : klien melaporkan kemampuan yang lebih baik untuk proses rangsang penglihatan dan mengkomunikasikan perubahan visual.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengidentifikasi faktor-faktor yang memperngaruhi fungsi penglihatan.
b. Klien mengidentifikasi dan menunjukan pola-pola alternatif untuk menigkatkan penerimaan rangsang penglihatan.
Intervensi
a. Kaji ketajaman penglihatan klien.
b. Dekati klien dari sisi yang sehat.
c. Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi penglihatan :
 Orientasikan klien terhadap ruang rawat
 Letakan alat yang sering digunakan di dekat klien atau pada sisi mata yang lebih sehat.
 Berikan pencahayaan cukup.
d. Hindari cahaya menyilaukan.
e. Anjurkan penggunaan alternatif rangsang lingkungan yang dapat diterima : auditorik, taktil.

4) Diagnosa Keperawatan : Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama ....... x 24 jam kecemasan berkurang atau hilang
NOC: Tingkat Kecemasan NIC
Pengurangan kecemasan
Skala outcome 1 2 3 4 5 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
2. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan dirasakan yang mungkin
Tidak dapat beristirahat  dialami klien selama prosedur.
3. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat.
Rasa takut secara lisan  4. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi, dan ketakutan.
 5. Berikan aktivitas pengganti yang bertujuan untuk mengurangi tekanan.
Menarik diri
6. Dukung penggunaan mekanisme koping yang sesuai.
 7. Kaji untuk tanda verbal dan non verbal kecemasan
Peningkatan pernafasan
Gangguan Tidur 
Keterangan penilaian
1: sangatberat
2: berat
3: cukup
4: Ringan
5: Tidakada

5) Resiko jatuh
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan pasien tidak jatuh
NOC NIC
Fungsi sensori Pencegahan jatuh
1. Identifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik dari
Skala 1 2 3 4 5
Outcome (Sangat (banyak (cukup (sedikit (Tidak pasien yang mungkin meningkatkan potensi jatuh pada
terganggu) terganggu) terganggu) terganggu) terganggu) lingkungan tertentu.
Lapang 2. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi
pandang
risiko jatuh.
(kiri)
3. Sediakan permukaan tidur yang dekat dengan
Lapang
pandang permukaan lantai sesuai dengan kebutuhan.
(kanan) 4. Sediakan pencahayaan yang cukup dalam rangka
Respon meningkatkan pandangan
terhadap 5. Pindahkan objek yang bisa menyebabkan pasien jatuh
stimulus 6. Dorong pasien untuk mengeksplorasi kegelapan dengan
pandangan
Keamanan lingkungan perawatan kesehatan tepat.
Skala Outcome 1 2 3 4 5 7. Tetap nyalakan lampu disesuai kebutuhan.
(tidak (sedikit (cukup (sebagian (sepenuhnya 8. Fasilitasi keluarga agar dapat menemani anak di RS.
adekuat) adekuat) adekuat) besar adekuat)
adekuat)
Penyediaan
pencahayaan
Tempat tidur
dengan posisi
yang rendah
Penyusunan
barang untuk
mencegah
terjadinya
risiko

Anda mungkin juga menyukai