Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Didalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang berkaitan erat
dengan sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur keseimbangan
tubuh dan mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna dan beracun jika terus
berada didalam tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh kita, karena ginjal bertugas
mempertahankan homeostatis bio kimiawi normal didalam tubuh manusia, dengan
cara mengeluarkan zat sisa melalui proses filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada
saat proses urinasi, bladder berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi
semua fungsi organ tersebut tidak luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana
jika hal itu terjadi dapat menyebabkan suatu masalah atau gangguan, salah satunya
yaitu sindrom nefrotik (Siburian, 2013; Astuti, 2014).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak masih
tinggi yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Angka
kejadian di Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari
100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Mortalitas dan prognosis
anak dengan sindroma nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan
ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan (Betz
& Sowden, 2002).

b. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik dan asuhan
keperawatan yang benar pada pasien dengan sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom
nefrotik yang meliputi definisi sindrom nefrotik, etiologi, anatomi fisiologi
ginjal, patofisiologi, manifestasi klinis, pathways, pemeriksaan penunjang,
dan penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada klien
dengan sindrom nefrotik yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, dan evaluasi keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Sindrom Nefrotik


Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan
kehilangan urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003). Sindroma nefrotik adalah
kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena kerusakan
glomerulus yang difus (Luckman, 1996). Sindrom Nefrotik ditandai dengan
proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine
sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia, hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL), edema, dan
hiperlipidemia (Behrman, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh (1) peningkatan
protein dalam urin secara bermakna (proteinuria) (2) penurunan albumin dalam
darah (3) edema, dan (4) serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas
rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang sangat
merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerulus (Brunner & Suddarth, 2001)

Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :


1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik Sindroma) :
Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindroma nefrotik pada
anak usia sekolah.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder : Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler
kolagen, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid,
glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
3. Sindroma Nefirotik Kongenital : Faktor herediter sindroma nefrotik disebabkan
oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma nefrotik, usia gestasinya
pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten
terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun
pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialisis.

B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012 adalah:
1. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti glomerulonefritis,
dan nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik
lain, seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan amyloidosis

C. Anatomi Fisiologi Ginjal

(Sumber: Astuti, 2013)

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang.
Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea)
dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari
kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi (Astuti, 2013).
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum
pada kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen.
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen.
Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal). Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi
tempat untuk hati.Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas
dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan
lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan (Astuti, 2013).

Unit fungsional ginjal


(Sumber: Astuti, 2013)

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari
satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai
regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara
menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan
tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan
dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil
akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin (Astuti, 2013).
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula
(atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).Setiap
korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang
berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri
aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau
penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari
glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang
mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal.
Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen (Astuti,
2013).
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui
ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat
dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac
output (Astuti, 2013).

D. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini
disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang
sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko
protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas
campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam
tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan
dalam urin. (Latas, 2002 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan
osmotic plasma menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke dalam
intertisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravascular
berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi.
Menurunya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi antideuretik
hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian menjadi retensi natrium dan
air. Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema (Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan
onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi
lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan
lemak akan banyak dalam urin (lipiduria). Menurunya respon imun karena sel imun
tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia,
atau defisiensi seng. (Suriadi dan yuliani, 2001 : 217).

E. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2001),
manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan
cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan di sekitar mata (periorbital),
pada area ekstremitas (sekrum, tumit, dan tangan), dan pada abdomen (asites).
Gejala lain seperti malese, sakit kepala, iritabilitas dan keletihan umumnya terjadi.

(Sumber: Irapanussa, 2015) (Sumber: nursingbegin.com, 2010)

(Sumber: ujeuji.blogspot.co.id) (Sumber: pakarobatherbal.com)

F. Pathways

Virus, bakteri, protozoa inflamasi Perubahan


glomerulus permeabilitas
DM peningkatan viskositas darah membrane
Sistemik lupus eritematous regulasi glomerlurus Mekanisme
kekebalan terganggu proliferasi Kerusakan penghalang
abnormal leukosit glomerlurus protein
Protein & Kegagalan Kebocoran
albumin lolos dalam proses molekul besar
dalam filtrasi & filtrasi (immunoglobuli
masuk ke urine n)
Gangguan Protein dalam Protein dalam Pengeluaran
citra tubuh urine meningkat darah menurun IgG dan IgA
Pembengka Proteinuria Hipoalbuminemia Sel T dalam
kan pada sirkulasi
periorbita menurun
Ekstravaksi SINDROM Gangguan
Mata cairan NEFROTIK imunitas

Penumpukan Volume Resiko infeksi


Oedema
cairan ke ruang intravaskuler
intestinum ADH Reabsorbsi
air

Penekanan Paru-paru Asites Kelebihan


pada tubuh volume cairan
terlalu dalam Efusi pleura Tekanan Menekan
abdomen diafragma
Nutrisi & O2 Ketidakefektifan meningkat
bersihan jalan Mendesak
Otot pernafasan
nafas rongga lambung
tidak optimal
Anoreksia,
Hipoksia Metabolism nausea, vomitus Nafas tidak
jaringan anaerob adekuat
Iskemia Produksi asam Gangguan Ketidakefektif
laktat pemenuhan an pola nafas
Nekrosis nutrisi
Menumpuk di Ketidakseimba Volume urin
otot ngan nutrisi yang diekskresi
Ketidakefek
kurang dari
tifan perfusi Kelemahan, Oliguri
kebutuhan
jaringan keletihan, tubuh
perifer mudah capek
Intoleransi
aktivitas

Absorbsi air oleh usus Hipovolemia Tekanan arteri

Feses mengeras Sekresi renin Granulasi sel-


sel glomerulus
konstipasi Mengubah
angiotensin Aldosterone
menjadi
angiotensin I & Merangsang
II reabsorbsi Na+
Efek dan air
vasokontriksi Volume plasma
arterioral
perifer
Tekanan darah

Beban kerja
jantung

Penurunan
curah jantung
(Sumber: Nurarif dan Kusuma, 2015)
G. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan
klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan
penunjang berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein
urin, albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis,
USG renal, biopsi ginjal, dan darah, dimana :
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam
24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020
menunjukkan penyakit ginjal. Protein urin meningkat (nilai normal negatif).
Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+
atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam
sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau
lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam nephrotic range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel
yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit,
torak hialin dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai
dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat,
total protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria
diagnosis. Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin
dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari
sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8
tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat
manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya,
biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi
penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan
prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease
pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease
memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid. Prosedur ini digunakan untuk
mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian akan diperiksa di
laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai berikut :
a. Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh petugas
radiologi untuk mengetahui letak ginjal.
b. Anestesi (lokal).
c. Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat menggunakan
jarum model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d. Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
e. Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu untuk
pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f. Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi tengurap
pasien mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan pada posisi duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan
pemeriksaan lab urin lengkap.
g. Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien dipulangkan.
Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi biopsi sore pulang
(one day care ).

8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat
tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah
nerah). Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein
dan albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan
penurunan sintesis karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum
meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada
pemeriksaan kimia darah dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1
gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-
0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal
(N: 0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml), rasio
albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120
mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal. (Siburian, 2013)

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan sindrom nefrotik adalah sebagai berikut.
1. Pemantauan cairan dengan mengkaji ketidakseimbangan elektrolit, seperti
hipokalemia, hiponatremia, dan hipernatremia.
2. Pemberian nutrisi yang adekuat, yaitu tinggi kalori, tinggi protein dan menurunkan
jumlah natrium (mengurangi makanan yang mengandung tinggi natrium).
3. Pemberian perawatan kulit dengan memandikan anak dengan sering, mengeringkan
daerah yang lembap, mengatur atau mengubah posisi dengan sering, serta
menggunakan bantal penopang untuk menghindari kerusakan pada daerah
penonjolan.
4. Penatalaksanaan medis dalam pemberian kortikosteroid, diuretik, dan retriksi
natrium.
Morbili
Merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus yang dapat menyerang pada
anak. Terjadinya penyakit ada tiga stadium, diantaranya stadium kataris yang
berlangsung 4-5 hari dengan gejala flu, batuk demam, terjadi konjungtivitis, nyeri
tenggorok, pembesaran kelenjar getah bening, dan terjadi bercak koplik, yaitu bercak
putih kelabu yang dikelilingi daerah kemerahan. Stadium kedua adalah stadium erupsi
yang merupakan stadium pada morbili yang ditandai dengan adanya titik merah pada
palatum durum dan palatum mole, kemudian adanya bercak makulopapular pada muka,
serta tubuh dan anggota gerak. Stadium ketiga adalah stadium
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal. Menjaga pasien
dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk
meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Masukan protein ditingkatkan untuk
menggantikan protein yang hilang dalam urin dan untuk membentuk cadangan protein
di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium. Diuretik diresepkan
untuk pasien dengan edema berat, dan adrenokortikosteroid (prednison) digunakan
untuk mengurangi proteinuria (Brunner & Suddarth, 2001).
Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik mencakup
agens antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, Leukeran, atau
siklosporin), jika terjadi kambuh, penanganan kortikosteroid ulang diperlukan
(Brunner & Suddarth, 2001).
Diet bagi klien sindrom nefrotik
1. Tujuan Diet
a. Mengganti kehilangan protein terutama albumin.
b. Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh.
c. Memonitor hiperkolesterolemia dan penumpukan trigliserida.
d. Mengontrol hipertensi.
e. Mengatasi anoreksia.
(Almatsier, 2007)
2. Syarat Diet
a. Energi cukup, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif yaitu
35 kkal/kg BB per hari.
b. Protein sedang, yaitu 1 g/kg BB, atau0,8 g/kg BB ditambah jumlah protein
yang dikeluarkan melalui urin. Utamakan penggunaan protein bernilai
biologik tinggi.
c. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energy total.
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energy total
e. Natrium dibatasi, yaitu 1-4 gr sehari, tergantung berat ringannya edema.
f. Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila ada peningkatan
trigliserida darah.
g. Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui urin
ditambah 500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan
pernafasan.
(Almatsier, 2007)

3. Diet yang Dianjurkan dan Dihindari


Jenis Bahan
Dianjurkan Dibatasi
Makanan
Sumber Nasi, bubur, bihun, roti, gandum, Roti, biskuit dan kue-kue
karbohidrat makaroni, pasta, jagung, yang dibuat
kentang, ubi, talas, singkong, menggunakan garam
havermout dapur dan soda.
Sumber Telur, susu skim/susu rendah Hati, ginjal, jantung,
protein lemak, daging tanpa lemak, limpa, otak, ham, sosis,
hewani ayam tanpa kulit, ikan babat, usus, paru,
sarden, kaldu daging,
bebek, burung, angsa,
remis, seafood dan
aneka. Protein hewani
yang diawetkan
menggunakan garam
seperti sarden, kornet,
ikan asin dan sebagainya
Sumber Kacang-kacangan dan aneka Kacang-kacangan yang
protein nabati olahannya diasinkan aatu diawetkan
Sayuran Semua jenis sayuran segar Sayuran yang diasinkan
atau diawetkan
Buah-buahan Semua macam buah-buahan Buah-buahan yang
segar diasinkan atau diawetkan
Minum Semua macam minuman yang Teh kental atau kopi.
tidak beralkohol Minuman yang
mengandung soda dan
alkohol: soft drink, arak,
ciu, bir
Lainnya Semua macam bumbu Makanan yang
secukupnya berlemak, penggunaan
santan kental, bumbu:
garam, baking powder,
soda kue, MSG, kecap,
terasi, ketchup, sambal
botol, petis, tauco,
bumbu instan, dan
sebagainya

II. Konsep Asuhan Keperawatan pada Sindrom Nefrotik


2. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah
(3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh
dan kelainan genetik sejak lahir.
2) Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6
tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada
fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan
dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi
kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa
ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini
nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
3) Agama
4) Suku/bangsa
5) Status
6) Pendidikan
7) Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut
membesar (adanya acites)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
3) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
4) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
5) Kaji adanya anoreksia pada klien
6) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
f. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
1) Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
2) Pola eliminasi: Diare, oliguria.
3) Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
4) Pola istirahat tidur: Susah tidur
5) Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptif
6) Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
g. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan
nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada
fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola
nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya
azotemia pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan
asites pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari
edema tungkai dari keletihan fisik secara umum
h. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas
membran glomerulus.(Astuti, 2014; Munandar, 2014)

I. Diagnosis/Masalah Keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan sindroma nefrotik
adalah sebagai berikut
1. Kelebihan volume cairan
2. Risiko tinggi kekurangan cairan intravaskuler
3. Risiko infeksi
4. Gangguan integritas kulit
5 Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan)
6 Gangguan gambaran tubuh
7 Intoleransi aktivitas
8. Perubahan proses keluarga
3. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom
nefrotik diharapkan sebagai berikut :

a. Kelebihan volume cairan teratasi


b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Meningkatnya citra tubuh
d. Bersihan jalan nafas efektif
e. Perfusi jaringan perifer efektif
f. Pola nafas efektif
g. Aktivitas dapat ditoleransi
h. Curah jantung mengalami peningkatan
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan
protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini
diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr. Nursalam, dkk. 2009).
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012 adalah
primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, dan sekunder, yaitu yang
diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan
osmotic plasma menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke dalam
intertisial. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis yaitu urinalisis,
pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin serum, pemeriksaan
serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan
darah.

B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena masih
banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari makalah ini. Oleh
karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan literatur lain untuk
menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC
NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediAction

Bulechek, Gloria, dkk. 2013. Nursing Intervensions Classification (NIC) Edisi


Bahasa Indonesia, Edisi Keenam. Mosby: Elsevier Inc.

2010. Askep Sindrom Nefrotik. http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)

Munandar, Riza. Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindrom Nefrotik. 2014.


http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)

NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi


2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.

Siburian, Apriliani. 2013. ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK


KESEHATAN MASYARAKAT PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI
LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI.
http://www.google.com/lib.ui.ac.id (Diunduh pada tanggal 15 September
2017)

Wati, Nur Ekma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN


GANGGUAN SISTEM NEFROLOGI : SINDROMA NEFROTIK
DI RUANG MINA RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA. http://
(Diunduh pada tanggal 15 September 2017)

Anda mungkin juga menyukai