Anda di halaman 1dari 25

ASKEP SISTEM PERSEPSI SENSORI SEMUA USIA PADA KASUS

TRAUMA MATA

DOSEN : KHOTIMAH, S.Kep., M.Kes

KELOMPOK 4 :

1.Andika yudhistira prasetya (7311004)

2.Luxman nul hakim (7311023)

3.Nailatul khairiyah (7311043)

4.Mohammad fikri al fahmi (7311048)

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM JOMBANG
2013
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang lebih mulia selain ungkapan puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah
SWT.karena berkat rahmat dan karunia-Nya penyusun berhasil menyelesaikan asuhan
keperawatan sistem respirasi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan guna memenuhi
tugas kuliah “Sistem Sensorik” yang diberikan oleh ibu Khotim, S.Kep.Ners.,M.Kes, selaku
dosen mata kuliah sistem respirasi.

Tidak lupa pula penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu dalam penyusun makalah ini hingga selesai dan juga saya ucapkan banyak terima
kasih atas bimbingan ibu Khotim, S.Kep.Ners.,M.Kes selaku pebimbing pembuatan asuhan
keperawatan system respirasi. Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penyusun sendiri dan para pembaca pada umumnya.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh
karena itu penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dan
para pembaca sehingga dapat membantu kearah perubahan yang lebih baik di kemudian hari.

Jombang, 09 maret 2013

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk kehidupan
manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan
kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka.Walaupun
mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan
jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih
sering mendapat trauma dari dunia luar.Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola
mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan
atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata
memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang
akan mengakibatkan kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya kawasan
industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah
ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan
akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata.Pada anak-anak kecelakaan mata
biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti
panahan, ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan
sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang.Kejadian trauma okular dialami oleh
pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita.Trauma pada mata dapat mengenai
jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma
dapat mengenai jaringan mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf
optik, dan orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya berupa
kelainan ringan saja sampai kebutaan.Trauma oculi dapat dibedakan atas trauma tumpul,
trauma akibat benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma fisis.Kelainan yang diakibatkan
oleh trauma mata sesuai dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat
menyerang semua organ struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang
reversibel ataupun non-ireversibel.Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya
laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah
atrofi dari struktur jaringan bola mata.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.      Definisi
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata.Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus
polisi.Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan
bahkan kehilangan mata.Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang menimbulkan
perlukaan mata.Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan
mata.Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk
kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia basa dengan pH>7
Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu
A.    Fisik atau Mekanik

a)      Trauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol
tidak dengan alat, ketapel.

b)      Trauma Tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan pertukangan.

c)      Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan trauma tajam, terkadang
peluru masih tertinggal didalam bola mata. Misalnya peluru senapan angin, dan peluru karet.

B.   Trauma kimiawi

a)      Trauma Kimiawi basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem
(perekat).

b)      cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas airmata.

C.     Fisis

a)      Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.

b)      Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi
2.      Epidemologi
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan bahkan
kehilangan penglihatan.Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan,
terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang.Kejadian
trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data
WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3
juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat
cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika
Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih
banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.
3.      Etiologi
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma :
A.    Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda asing
didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan beracun.Benda
beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan
kayu.Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca.Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan
infeksi jika tercemar oleh kuman.
B.     Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara
sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau
sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
C.     Trauma Khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma khemis
basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar airmata berlebihan dan penderita nampak sangat
kesakitan, tetapi trauma basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan
mata/ kornea secara perlahan-lahan.
D.    Trauma Mekanik
a.       Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan menyebabkan kromatolisis
sel.
b.      Reaksi Pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga aliran
darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi
edema.
c.       Reaksi Jaringan. Reaksi Jaringan ini biasanya berupa robekan pada cornea, sclera dan
sebagainya.
4.      Tanda dan Gejala
a.       Tajam penglihatan yang menurun
b.      Tekanan bola mata rndah
c.       Bilikmata dangkal
d.      Bentuk dan letak pupil berubah
e.       Terlihat adanya ruptur pada corneaatau sclera
f.       Terdapat jaringan yang prolapsseperti caiaran mata iris,lensa,badan kaca atau retina
g.      Kunjungtiva kemotis
5.      Patofisiologi
Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang terdepan sampai yang terdalam.
Trauma tembus bola mata bisa mengenai :

a.       Palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator apaneurosis dapat
menyebabkan suatu ptosis yang permanent
b.      Saluran Lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dai pungtum lakrimalis sampai ke rongga
hidung. Hal ini dapat menyeabkan kekurangan air mata.
c.       Congjungtiva
Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan perdarahan sub konjungtiva
d.      Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekana bola mata dan
kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola
mata, bola mata menjadi injury.
e.       Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena fungsi kornea
sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps,
korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat menurunkan visus
f.       Lensa
Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan
daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tisak adekuat.
g.      Iris
Bila ada trauma akan robekan pada akar iris (iridodialisis), sehingga pupil agak
kepinggir letaknya, pada pemeriksaan biasa teerdapat warna gelap selain pada pupil, tetapi
juga pada dasar iris tempat iridodialisis.
h.      Pupil
Bila ada trauma akan menyebabkan melemahnya otot-otot sfinter pupil sehingga pupil
menjadi midriasis
i.        Retina
Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga badan
kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca bisa juga teri
oblaina retina.

5. PATHWAY
6.      PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.       Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa,
terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya,
dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.

b.      Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)

Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning” dari organ
tersebut.

c.       Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata
(normal 12-25 mmHg).

Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,


papiledema, retina hemoragi.

d.      Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit , kemungkinan adanya infeksi sekunder.

e.       Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.

f.       Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi, maupun
funduskopi (Ilyas, S., 2000)

8.      MANIFESTASI KLINIS

A.    Hematoma palpebra

Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada
kedua mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii.

Penanganan: Kompres dingin 3 kali sehari.

B.     Ruptura kornea

Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan suatu
keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.
C.     Ruptura membran descement

Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang sebenarnya
adalah lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih
kembali.

Penanganan: Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan dan tetes


mata kortisol

D.    Hifema

Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau korpus
siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini merupakan
suatu keadaan yang serius.

Pembagian hifema:

a.       Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.

b.      Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

c.       Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi
visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.

Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai
dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu
membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup
dengan verband.

E.     Iridoparese-iridoplegia

Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.

Penanganan: Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan


tetap midriasis maka telah terjadi iridoplegia yang iriversibel.

F.      Iridodialisis

Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan  di sebut
dengan pseudopupil.

Penanganan: Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu
adanya operasi untuk memfixasi iris yang lepas.
G.    Irideremia

Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.

Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi silau.

H.    Subluksasio lentis- luksasio lentis

Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan menimbulkan
glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi gaukoma maka perlu
operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di lakukan secara konservatif.

I.       Hemoragia pada korpus vitreum

Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit pada
korpus siliare, visus akan sangat menurun.

J.       Glaukoma
Di sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di
sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.

Penanganan di lakukan secara operatif.

K.    Ruptura sclera

Menimbulkan penurunan teknan intra okuler.Perlu adanya tindakan operatif segera.

L.     Ruptura retina

Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan


operasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I.       Pengkajian
a.      Identitas
1.      Pasien / Klien
         Nama                         : Ny S
         Umur                         : 45 tahun
         jenis kelamin              : perempuan
         TB,                             : 160 cm
         BB,                            : 54 kg
         Alamat                       : rejoso peterongan jombang
         status perkawinan      : kawin
         Agama                       : Islam
         Suku                          : Jawa
         Pendidikan                : SD
         Pekerjaan                   : Ibu Rumah Tangga
2.      Penanggung jawab
         Nama                         : Tn M
         Umur                         : 50
         Jenis kelamin             : Laki-laki
         Alamat                       : Rejoso peterongan jombang
         Status perkawinan     : kawin
         Agama                       : islam
         Suku                          : Jawa
         Pendidikan                : SMP
         Pekerjaan                   : Tani
         Hub.dengan klien     :.Suami
b.      Riwayat Penyakit
1.      Keluhan Utama (saat masuk Rumah Sakit)
Pasien datang dengan keluhan Nyeri pada kedua matanya
2.      Riwayat Kesehatan sekarang
Selama kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, klien merasa nyeri pada kedua
matanya, Kemudian suami klien memberikan obat tetes tetapi tidak ada efeknya juga.
Sehingga suami klien memutuskan untuk membawa klien kerumah sakit pada tanggal 4 mei
2011 jam 11.00 WIB melalui IGD.
3.      Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah menderita penyakit tersebut
4.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak memiliki penyakit seperti yang di alami klien
c.       Pengkajian Fungsional
1.      Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan
Ketika pasien merasa pusing,sesak nafas,jantung berdebar-debar pasien langsung pergi
berobat ke pukesmas
2.      Pola nutrisi dan metabolic
Sebelum sakit, intake makanan : frekuensi 3x sehari dan minum : 6-8 gelas /hari tetapi selama
sakit, intake makanan berkurang menjadi : 2x sehari dengan syarat bebas lemak/kolesterol
dan Minum : 5-7 gelas /hari
3.      Pola eliminasi
Eliminasi Buang Air Besar (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) tidak ada perubahan yaitu
Frekuensi BAK : 4-5x sehari dan BAB : 2x sehari. Tidak ada keluhan terkait dengan pola
eliminasi
4.      Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit klien Tidur jam 21.00-05.00 WIB Lama tidur 8 jam, siang hari 2 jam dan
Selama sakit klien Tidur jam 23.00-03.00 WIB Lama tidur hanya 4 jam, siang hari 1 jam.
5.      Pola aktivitas latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum    
Mandi    
Toileting    
Berpakaian    
Mobilitas di tempat tidur    
Berpindah    
ROM    
0        = mandiri
1        = alat bantu
2        = dibantu orang lain
3        = dibantu orang lain dan alat
4        = tergantung total
6.      Persepsi sensorik / perceptual
Klien mengatakan penglihatannya berkurang karena nyeri pada mata, pendengaran baik
7.      Pola konsep diri
Pasien mengatakan meras sedih karena tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa,
8.      Pola seksual-reproduksi
Pasien mengatakan mempunyai 3 orang anak dan selama berkeluarga tidak pernah
menggunakan alat kontrasepsi
9.      Pola hubungan dan peran
hubungan dengan anak-anaknya, suami dan dengan pasien lain serta perawat lain baik
10.  Pola koping dan stress
Pasien selalu terbuka atas segala masalah pasrah kepada petugas kesehatan dan juga
menyerahkan kesembuhannya pada tuhan YME
11.  Pola nilai dan keyakinan
Klien sering mengikuti pengajian di musola di tempat tinggalnya dan juga setiap sholat
kadang-kadang membaca al quran, sekarang hanya bisa berdoa dengan tiduran di tempat tidur

d.      Pemeriksaan Fisik (Head to toe)


Bentuk kepala             : mesosopal
Rambut                       : hitam, tidak berketombe, sedikit beruban
Mata                            : konjungtiva, sclera putih, dan tidak anemis
Hidung                        : tidak ada polip, bersih
Mulut                          : mukosa kering dan pecah-pecah, tidak berbau, dan tidak
  Caries
Leher                           : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
Dada                           : sebelah kiri terjadi pembesaran, dan tidak ada kelainan
Abdomen                    : terdapat asites, nyeri abdomen
Ekstremitas                 : terpasang kateter,  tidak ada udem
Anus                            : bersih, tidak ada haemorhoid
Tanda-tanda Vital       : T        : 110/70 MMhG
                                      N       : 75x/MENIT
                                      RR     : 20x/MENIT
                                      S        : 37ºC
e.       Data Penunjang Lain
1.      Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami
penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk
retina.
2.      Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral
yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
3.      Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata
(normal 12-25 mmHg).
4.      Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi.
f.       Program Terapi
1.      Terapi farmakologi
2.      Terapi invasif

g.      Data Fokus


TGL/JAM DATA FOKUS
9 maret 2013 S  : Klien mengatakan matanya sakit
jam 09.00 WIB O : klien terlihat menahan sakit dan menutupi matanya
dengan
      telapak tangan
S  : klien mengatakan pusing pada bagian dalam mata
O : klien terlihat mengeluarkan air mata saat nyeri dating
S  : klien mengatakan pandangannya kabur atau tidak jelas
pada
       jarak tertentu
O : klien tidak merespon gerakan lawan bicara
S  : klien mengatakan pendidikannya hanya smpai sekoah
dasar
O : klien terlihat bingung atau tidak paham atas informasi
yang di
      berikan

H. analisa Data
tgl dan jam data etiologi problem
9 maret 2013 S  : Klien mengatakan imflamasi pada kornea Nyeri akut
Jam 09.00 matanya atau peningkatan tekanan
WIB       sakit intraokular.
O : klien terlihat
menahan sakit
      dan menutupi
matanya
      dg telapak tangan
S  : klien mengatakan peningkatan kerentanan Risiko tinggi
pusing sekunder terhadap infeksi
      pada bagian dalam interupsi permukaan
mata tubuh.
O : klien terlihat
mengeluarkan
      air mata saat nyeri
dating
S  : klien mengatakan gangguan penerimaan Gangguan
      pandangannya sensori / status organ Sensori
kabur atau indera. Lingkungan Perseptual
      tidak jelas pada secara terapetik dibatasi.
      jarak tertentu

O : klien tidak
merespon gerakan
lawan bicara
S  : klien mengatakan keterbatasan informasi. Kurangnya
      pendidikannya pengetahuan
hanya smpai
      sekoah dasar
O : klien terlihat
bingung atau
      tidak paham atas
informasi
      yang diberikan

II.    DIAGNOSA KEPERAWATAN (sesuai prioritas)


1.      Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan
intraokular.
2.      Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap
interupsi permukaan tubuh.
3.      Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ
indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi.
4.      Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasan informasi.

III.RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


No Diagnose Tujuan Intervensi Rasional
D
X
1 Nyeri akut Nyeri berkurang atau        Lakukan tindakan
1.      Tindakan

berhubunga hilang. penghilangan nyeri penghilangan nyeri


n dengan Kriteria hasil : Klien yang non invasif dan yang non invasif dan
imflamasi akan : non farmakologi, nonfarmakologi
pada kornea        Melaporkan penurunan seperti berikut memungkinkan klien
atau nyeri progresif dan
1.      Posisi : Tinggikan untuk memperoleh
peningkatan penghilangan nyeri bagian kepala tempat rasa kontrol terhadap
tekanan setelah intervensi. tidur, berubah-ubah nyeri.
intraokular.        Klien tidak gelisah. antara berbaring pada
2.       Klien kebanyakan
punggung dan pada mempunyai
sisi yang tidak sakit. pengetahuan yang
mendalam tentang
2. Distraksi
nyerinya dan tindakan
3. Latihan
penghilangan nyeri
relaksasi
yang efektif.

 Bantu 3.       Untuk beberapa klien


klien
dalam terapi farmakologi
mengidentifik diperlukan untuk
asi tindakan memberikan
penghilangan penghilangan nyeri
nyeri yang yang efektif.
efektif. 4.       Tanda ini
menunjukkan
 Berikan
peningkatan tekanan
dukungan
intraokular atau
tindakan
komplikasi lain.
penghilangan
nyeri dengan
analgesik yang
diresepkan.

2 Risiko Tidak terjadi infeksi.        Tingkatkan  Nutrisi dan


tinggi Kriteria hasil : Klien penyembuhan luka: hidrasi yang
infeksi akan : optimal
1. Berikan
berhubunga meningkatkan
 Menunjukkan dorongan
n dengan kesehatan
penyembuhan untuk
peningkatan secara
kerentanan keseluruhan,
tanpa gejala mengikuti diet
sekunder yang
infeksi. yang
terhadap meningkatkan
interupsi  Nilai seimbang dan
penyembuhan
Labotratorium : asupan cairan
permukaan luka
SDP  normal, yang adekuat.
tubuh. pembedahan.
kultur negatif. 2. Instruksikan
Memakai
klien untuk
pelindung
tetap menutup
mata
mata sampai
meningkatkan
diberitahukan
penyembuhan
untuk dilepas.
dengan
menurunkan
 Gunakan
kekuatan
tehnik aseptik
iritasi.
untuk
meneteskan
 Tehnik aseptik
tetes mata :
meminimalka
n masuknya
Cuci tangan sebelum
mikroorganise
memulai.
dan
1. Pegang alat mengurangi
penetes agak risiko infeksi.
jauh dari mata.
 Drainase
2. Ketika
abnormal
meneteskan,
memerlukan
hindari kontak
evaluasi medis
antara mata,
dan
tetesan dan
kemungkinan
alat penetes.
memulai
 Beritahu penanganan
dokter tentang farmakologi.
semua
 Mengurangi
drainase yang
reaksi radang,
terlihat
dengan
mencurigakan.
steroid  dan
 Kolaborasi
menghalangi
dengan dokter
hidupnya
dengan
bakteri,
pemberian
dengan
antibiotika dan
antibiotika.
steroid..

3 Gangguan          Dengan mengetahui


Hasil yang diharapkan /        Tentukan ketajaman
Sensori kriteria evaluasi – penglihatan, catat ketajaman dan
Perseptual : pasien akan : apakah satu atau penyebab penglihatan
Penglihatan kedua mata terlibat. dapat menetukan
Meningkatkan
b/d        Orientasikan pasien langkah intervensi
ketajaman penglihatan
gangguan terhadap lingkungan,         Pendekatan pasien
dalam batas situasi
penerimaan staf, orang lain di dapat dapat
individu.
sensori / areanya. mendorong
Mengenal gangguan
status organ kesembuhan
sensori dan        Observasi tanda –
indera.          Tetes mata yang
berkompensasi tanda dan gejala-
Lingkungan tidak dengan resep
terhadap perubahan. gejala disorientasi:
secara dokter dapat
Mengidentifikasi / pertahankan pagar
terapetik membuat kabur dan
memperbaiki potensial tempat tidur sampai
dibatasi. iritasi mata
bahaya dalam benar-benar sembuh

lingkungan. dari anestasia.

       Pendekatan dari sisi


yang tak dioperasi,
bicara dan menyentuh
sering, dorong orang
tedekat tinggal
dengan pasien.
4 Kurangnya Pasien dan keluarga        Jelaskan          Mengurangi stress,
kembali
pengetahua memiliki pengetahuan tentang keadaan mencegah kabur dan
n yang memadai tentang pasien, rencana iritasi mata
(perawatan) perawatan. perawatan         
dan Mengurangi rasa
berhubunga prosedur tindakan nyeri, mengurangi
n dengan yang akan di lakukan. resiko penekanan
keterbatasa        Jelaskan pada pasien pada mata
n informasi. agar tidak
menggunakan obat
tetes mata secara
senbarangan.

       Anjurkan pada pasien


gara tidak membaca
terlebih dahulu,
“mengedan”, “buang
ingus”, bersin atau
merokok.

       Anjurkan pasien


untuk tidur dengan
meunggunakan
punggung, mengtur
cahaya lampu tidur.

       Observasi
kemampuan pasien
dalam melakukan
tindakan sesuai
dengan anjuran
petugas.

IV.  IMPLEMENTASI
No Tanggal implementasi Respon Pasien Paraf
DX dan Jam Perawat
1 9/03/13 1.      Mengkaji tindakan
1.      Klien dapat mengontrol
08.00 penghilangan nyeri yang rasa nyeri
non invasif dan non
farmakologi, 2.      Myeri bagian mata
2.      Menanyakan ketidak
nyamanan
2 9/03/13 1.      Mengkaji nutrisi dan cairan
1.      Nutrisi dan cairan ke
08.30 yang masuk ke dalam tubuh dalam tubuh berkurang
karena nyeri pada mata
2.      Menggunakan teknik
2.      Klien mengatakan lebih
aseptic untuk meneteskan nyaman
tetes mata

3 9/03/13 1.      Mengkaji ketajaman


1.      Penglihatan klien masih
09.00 penglihatan klien kabur
2.      Mengkaji lingkungan
2.      Lingkungnnya berdebu
tinggal klien
4 9/03/13 1.      Menjelaskan keadaan
1.      Klien merasa cemas
10.00 pasien
2.      Menganjurkan agar klien
2.      Klien menggunakan
tidak menggunakan obat obat tetes resep dari
tetes sembarangan dokter
1 10/03/13 1.      Mengidentifikasi tindakan
1.      Menggunakan terapi
08.00 penghilangan nyeri yang farmakologi rasa nyeri
efektif klien berkurang
2.      Melatih relaksasi 2.      Klien mengikuti
dengan menahan nyeri
2 08.40 1.      Menganjurkan klien untuk
1.      Klien memakai kain
mmakai penutup mata yang diberikan perawat
2.      Menginstruksikan klien
2.      Klien merasa nyaman
untuk tetap menutup mata saat menutup mata
sampai diberitahukan untuk
dilepas.
3 09.00 1.      Bila perlu berikan penkes1.      Klien menyadari
tentang kesehatannya
4 09.30 1.      Menganjurkan pasien agar
1.      Mata merasa nyeri
tidak membaca dulu
1 11/03/13 1.      Memberikan dukungan
1.      Nyeri berkurang
08.00 tindakan penghilangan nyeri setelah makan obat
dengan analgesic yang analgesik
diresepkan

2 08.30 1.      Memegang alat penetes


1.      Klien berhati-hati
mata agak jauh dari mata menggunakan tetes mata
3 09.00 1.      Mengobservasi tanda dan
1.      Ketajaman mata kabur
gejala dan iritasi
4 09.30 1.      Mengobservasi
1.      Klien dapat
kemampuan klien dalam melakukan kegiatan
melakukan tidakan yang ringan

V.    Evaluasi
Tanggal Diagnose SOAP Perkembangan Paraf
dan jam
11/03/1 Nyeri akut berhubungan dengan S : klien mengatakan
3 imflamasi pada kornea atau penglihatan rabun karena nyeri
13.30 peningkatan tekanan intraokular. mata
O : tingkatan nyeri 5
A : Nyeri akut berhubungan
dengan imflamasi pada kornea
atau peningkatan tekanan
intraocular belum teratasi
P : berikan terapi farmakologi
secara rutin, lanjutkan
intervensi
11/03/1 Risiko tinggi infeksi S : klien ditetesi obat mata
3 berhubungan dengan resep dari dokter
13.30 peningkatan kerentanan O : Klien sebelumnya ditetesi
sekunder terhadap interupsi obat mata sembarangan
permukaan tubuh. menyebabkan iritasi
A : Risiko tinggi infeksi
berhubungan dengan
peningkatan kerentanan
sekunder terhadap interupsi
permukaan tubuh belum
teratasi
P : berikan tetes obat sesuai
resep dokter, lanjutkan
intervensi
11/03/1 Gangguan Sensori Perseptual : S : klien lebih menjaga
3 Penglihatan b/d gangguan kebersihan lingkungan
13.30 penerimaan sensori / status O : lingungan klien
organ indera. Lingkungan secara sebelumnya kotor, penuh debu
terapetik dibatasi. dan ketajaman penglihatan
masih rabun
A : Gangguan Sensori
Perseptual : Penglihatan b/d
gangguan penerimaan sensori /
status organ indera belum
teratasi
P : melatih ketajaman mata,
lanjutkan intervensi
11/03/1 Kurangnya pengetahuan S : klien membaca dengan
3 (perawatan) berhubungan duduk
13.30 dengan keterbatasan informasi O : sebelumnya klien
membaca dengan tiduran dan
mata menjadi merah
A  : pengetahuan (perawatan)
berhubungan dengan
keterbatasan informasi teratasi
P : pertahankan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.Ed. 2.Jakarta :
EGC

Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.

Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996).Perawatan Mata.Yogyakarta : Yayasan Essentia


Media.

Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata.Jakarta : FKUI Jakarta.

Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata.Jakarta : FKUI Jakarta

http:///www.rusdi .blogspot.com
.             Carpenito, L.J. (2007). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.Ed. 10.Jakarta : EGC

Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.

Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996).Perawatan Mata.Yogyakarta : Yayasan Essentia Media.

  Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata.Jakarta : FKUI Jakarta


http:///www.rusdi .blogspot.com
        

Anda mungkin juga menyukai