BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam ruang lingkup agama Islam, orang Islam yang hidup disyariatkan dan dituntut
untukMenyelesaikan orang muslim yang meninggal dunia, baik masih anak kecil maupun orang
dewasa, laki-laki maupun perempuan. Dalam hal ini, orang yang menyelesaikan dan menshalati
jenazah harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang di syaratkan dalam shalat-shalat
lainnya.
Islam memiliki peradaban yang nyata dengan agama-agama lain di muka bumi ini. Islam
sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan manusia sang Kholik-Nya dan
alam Surga, namun islam memiliki aturan dan tuntunan yang bersifat komprehensif,
harmonis yang jelas, dan logis. Salah satu kelebihan islam yang akan di bahas dalam makalah ini
tentang perihal perspekstifislam dalam mengajarkan tata cara menyelesaikan jenazah, yang
seringkali masyarakat awam kurang mengetahui tentang aturan-aturan serta tata cara
menyelesaikan jenazah dengan baik.
2. Rumusan Masalah
Dari urain di atas dapat ditarik rumusan masalah, antara lain:
1. Apa pengertia merawat jenazah?
2. Apa dasar dan hokum merawat jenazah?
3. Bagaimana cara memandikan jenazah?
4. Bagaimana cara mengkafani jenazah?
5. Bagaimana cara menshalatkan jenazah?
6. Bagaimana cara menguburkan jenazah?
7. Bagaimana tindakan keperawatan dalam meangani jenazah?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari makalah ini, yaitu :
1. Mengetahui pengertian merawat jenzah
2. Mengetahui dasar serta hokum merawat jenazah
3. Mengetahui cara memandikan jenazah
4. Mengetahui cara mengkafani jenazah
5. Mengetahu cara menshalatkan jenazah
6. Mengetahui cara mengukuburkan jenazah
7. Mengetahui tindakan keperawatan dalam meangani jenazah?
4. Manfaat Penelitian
Makalah dengan judul Perawatan Jenazah bertujuan:
1. Menambah pengetahuan penulis mengenai tata cara perawatan jenazah baik secara islami dan
medis dan menambah kreativitas dalam penyusunan makalah
2. Masyarakat lebih mengetahui tata cara perawatan jenazah yang baik dan benar sesuai syariat
islam.
3. supaya pembaca mengetahui dan paham bagaimana cara merawat jenazah dengan baik dan
benar sesuai dengan agama Islam dan medis.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Merawat Janazah
Yang dimaksud merawat janazah ialah Menyelesaikan atau Prosesi akhir sebelum
mengubur janazah, yang diantaranya memiliki beberapa aspek, diantaranya:
1. Memandikan Mayit
2. Mengkafani
3. Menshalati
4. Menguburkan
2. Dasar dan Hukum Merawat Jenazah
1. Al-Qur’an
١٨٥ : ال عمران.كل نفس ذائقت الموتطوانا توفون اجوركم يوم القيمة
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam
syurga, Maka sungguh ia Telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan
yang memperdayakan.”(Ali Imran: 185).
2. Al-Hadits
رواه الترمذي. اكثرواذكرهاذم اللذات الموت:عن ابى هريرة قال النبي صلياهلل عليه و سلم
.وصححه ابن حبان
Dari Abu Hurairah. Nabi SAW. Berkata, “Banyak-banyaklah kamu mengingat hal yang
memutuskan kesenangan, yakni mati.” (Riwayat Tirmizi, dan di nilai shahih oleh Ibnu Hibban.
Hukum Merawat Janazah
Prosesi atau upacara penyiapan mayit ada empat hal, hukumnya fardhu kifayah (bila
tidak ada seorang pun dari penduduk desa atau kota yang melaksanakannya maka semuanya
berdasa). Keempat hal itu adalah:
1. Memandikan Mayit
2. Mengkafani
3. Menshalati
4. Menguburkan
Sedangkan yang berkewajiban melakukan perawatan pada mayit adalah wali mayit, yaitu
orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap mayit di mana dia berada. Semisal anak
pondok meninggal, maka wali mayitnya adalah pengurus pondok. Juga setiap orang yang
mengetahui atau menyangka tentang kematiannya. Bila yang mengetahui hanya satu orang,
maka bagi dia fardhu ‘ain hukumnya.
Keempat prosesi ini hendaknya segera dilakukan, khawatir kondisi mayit berubah atau
membusuk. Imam Ahmad berkata: “Mempercepat perawatan mayit berarti
memuliakannya”. Rasulullah SAW pernah bersabda pada Sayyidina Ali RA. “Tiga hal, jangan
diakhirkan: 1. Shalat jika masuk pada waktunya, 2. Jenazah jika nyata kematiannya, 3. Janda
jika menemukan pasangan yang serasi (kufu’)”. (Imam Turmudzi dan Imam Ahmad).
3. Memandikan Jenazah
Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah adalah sebagai berikut:
Kapas
Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
Sebuah spon penggosok
Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus – Spon-spon plastik
Shampo
Sidrin (daun bidara)
Kapur barus
Masker penutup hidung bagi petugas
Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
Air
Pengusir bau busuk dan Minyak wangi Daun Sidr (Bidara)M
Hal yang dilakukan ketika memandikan Jenazah, adalah sebagai berikut:
1. Menutupi aurad mayit
Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya,
serta menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam
kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah kedua
kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.
2. Membersihkan kotoran mayit
Seorang petugas memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila
kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu
kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas
mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya
dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah
memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.
Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau
sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit)
tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
3. Mewudlukan Mayit
Selanjutnya petugas berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca
basmalah. Lalu petugas me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun
tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan
memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu
menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara
atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh
sekujur jasad si mayit.
4. Membasuh Tubuh Mayit
Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan
tengkuknya, kemudian tangan kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan dadanya yang
sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis dan telapak
kaki yang sebelah kanan.
Selanjutnya petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian
membasuh belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas
membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke
sebelah kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh
bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.
Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya satu
kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka ditambah lagi
memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang dibutuhkan). Dan
disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang terakhir, karena bisa
mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah ditambahkannya kapur barus ini
pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak hilang.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika
petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk menghilangkan
kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga
membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si
mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya) dengan
kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang,
serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya)
dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila
jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan
lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
Pertama-tama, aurat jenazah ditutupi kemudian diangkat sedikit lalu bagian perutnya
dipijat perlahan (untuk mengeluarkan kotorannya, pen.). Setelah itu orang yang memandikannya
memakai sarung tangan atau kain atau semacamnya untuk membersihkannya (dari kotoran yang
keluar, pen.). Kemudian diwudhukan seperti wudhu untuk shalat. Lalu dibasuh kepala dan
jenggotnya (kalau ada) dengan air yang dicampur dengan daun bidara atau semacamnya.
Selanjutnya, dibasuh sisi bagian kanan badannya kemudian bagian kiri. Kemudian basuh seperti
tadi untuk yang kedua dan ketiga kali. Dalam setiap kalinya dipijat bagian perutnya. Bila keluar
sesuatu (kotoran) hendaklah dicuci dan menutup tempat keluar tersebut dengan kapas atau
semacamnya. Kalau ternyata tidak berhenti keluar hendaklah ditutup dengan tanah yang panas
atau dengan metoda kedokteran modern seperti isolasi khusus dan semacamnya.
Kemudian mengulangi wudhunya lagi. Bila dibasuh tiga kali masih tidak bersih ditambah
menjadi lima atau sampai tujuh kali. Setelah itu dikeringkan dengan kain, lalu memberikan
parfum di lipatan-lipatan tubuhnya dan tempat-tempat sujudnya. Lebih baik, kalau sekujur
tubuhnya diberi parfum semua. Kafannya diberi harum-haruman dari dupa yang dibakar. Bila
kumis atau kukunya ada yang panjang boleh dipotong, dibiarkan saja juga tidak apa-apa.
Rambutnya tidak perlu disisir, begitu pula rambut kemaluan-nya tidak perlu dicukur dan tidak
usah dikhitan (kalau memang belum dikhitan, pen.). Karena memang tidak ada dasar-dasar yang
menerangkan hal tersebut. Dan bila jenazahnya seorang perempuan maka rambutnya dikepang
tiga dan dibiarkan terurai ke belakang.
Orang yang paling berhak untuk memandikan, menshalatkan dan menguburkannya secara
berurutan ialah mereka yang men-dapatkan wasiat untuk itu, kemudian ayah, kakek kemudian
kerabat-kerabat terdekat yang berhak mendapatkan ashabah.
Sementara, untuk jenazah perempuan, yang paling berhak untuk memandikannya ialah
orang yang mendapatkan wasiat untuk itu, kemudian ibu, nenek, lalu kerabat-kerabat perempuan
terdekat.
Bagi suami isteri diperbolehkan bagi salah seorang dari keduanya untuk memandikan
yang lain (suami boleh memandikan isteri dan isteri boleh memandikan suami). Karena jenazah
Abu Bakar As-Shiddiq dimandikan oleh isterinya dan Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu ikut
memandikan jenazah isterinya Fatimah RA.
4. Mengkafani Jenazah
A. Kain Kafan Harus sudah Siap setelah Memandikan Jenazah
Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si
mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya, menunaikan
wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta, maka keluarganya
boleh menanggungnya.
B. B. Mengkafani Jenazah
Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian
didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain
kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak wangi (parfum)
dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di antara kedua pantat jenazah,
serta dikencangkan dengan secarik kain di atasnya (seperti melilit popok bayi).
Kemudian sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua matanya,
kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat sujudnya, yaitu
dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya, ujung-ujung jari kedua telapak
kakinya, dan juga pada kedua lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta pusarnya. Dan
diberi parfum pula antara kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.
Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru
kemudian yang sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul
kemudian lembaran kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian menambatkan
tali-tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan pada
ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas
kakinya (ke arah atas). Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan
mengikat kain kafan tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud
pengikatan itu sendiri agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).
Faedah :
1. untuk jenazah laki-laki dikafani tiga lapis kain putih (satu untuk menutupi bagian bawah -
semacam sarung- satu lagi untuk bagian atas -semacam baju- dan yang terakhir kain untuk
pembungkusnya). Tidak perlu gamis (baju panjang) dan surban. Hal ini, sama seperti apa yang
dilakukan terhadap jenazah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tapi, tidak mengapa jika
dikafani dengan gamis (baju panjang), izar (sema-cam sarung untuk menutupi bagian bawah)
dan kain pembungkus.
2. Adapun jenazah perempuan, dikafani dengan lima lapis: Baju, kerudung, sarung untuk bagian
bawah dan dua kain pembungkus.
3. Dan yang wajib, baik bagi jenazah laki-laki atau perempuan adalah menutupinya dengan satu
lapis kain yang dapat menu-tupinya secara sempurna. Tetapi, bila ada jenazah laki-laki yang
meninggal dalam keadaan ihram, maka dia cukup dimandikan dengan air dan daun bidara.
Kemudian dikafani dengan sarung dan baju yang dipakai atau yang lainnya dan tidak perlu
menutup kepala dan wajahnya, juga tidak usah diberi parfum. Karena pada hari Kiamat nanti dia
akan dibangkitkan dalam keadaan membaca talbiyah: "Labbaik allahumma labbaik" seperti yang
diriwayatkan dalam hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila yang
meninggal dalam keadaan ihram tadi seorang perem-puan maka dia dikafani seperti perempuan
yang lain, hanya tidak perlu diberi wewangian, wajahnya tidak perlu ditutup dengan cadar,
begitu pula tangannya tidak usah dipakaikan sarung tangan, tetapi cukup ditutup dengan kafan
yang membungkusnya, seperti yang disebutkan dalam cara mengkafani jenazah perempuan.
4. Dan anak kecil laki-laki, dikafani dengan satu lapis sampai tiga lapis, sementara anak kecil
perempuan dikafani dengan satu gamis (baju panjang) dan dua kain pembungkus.
5. Cara Menshalatkan Jenazah
Shalat jenazah, dilakukan dengan empat kali takbir. Setelah takbir pertama, membaca
surat Al-Fatihah. Bila ditambah dengan membaca surat pendek lainnya atau dilanjutkan dengan
membaca satu atau dua ayat, hal ini baik dan tidak apa-apa.
Sebab ada hadits shahih yang menyatakan hal tersebut sebagaimana diriwa-yatkan Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhu. Kemudian bertakbir kedua dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam sama seperti dalam tasyahhud. Kemudian bertakbir ketiga dan
membaca do'a:
"Ya Allah, ampunilah orang yang hidup dan orang yang mati di antara kami, orang yang
hadir dan orang yang tidak hadir di antara kami, orang yang muda dan orang yang dewasa di
antara kami, yang laki-laki dan perempuan di antara kami.
Ya Allah orang yang Engkau hidupkan di antara kami, hendaklah Engkau hidupkan dia atas ke-
Islaman, dan orang yang Engkau wafatkan di antara kami, hendaklah Engkau wafatkan dia atas
keimanan.
Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia, maafkanlah dia, muliakanlah tempat
singgahnya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah dia dengan air dan salju. Sucikanlah dia
dari kesalahan-kesalahan sebagaimana dibersihkannya baju putih dari kotoran. Berilah untuknya
rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya. Masukkanlah
ke dalam Surga dan jauhkanlah dia dari adzab kubur dan siksa Neraka. Luaskanlah kuburnya,
berilah dia cahaya di dalamnya.
Ya Allah, janganlah Kau cegah kami (mendapat) pahalanya dan janganlah Kau sesatkan kami
sesudahnya."
Kemudian bertakbir yang keempat dan selanjutnya bersalam satu kali saja ke sebelah
kanan. Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan untuk setiap kali takbir.
Bila yang meninggal masih kanak-kanak, maka sebagai ganti dari permohonan ampun yang
ada dalam do'a di atas, dibaca do'a berikut:
"Ya Allah, jadikanlah dia sebagai simpanan pahala bagi kedua orangtuanya, sebagai
pemberi syafaat yang diterima. Ya Allah, beratkanlah dengannya timbangan amal baik kedua
(orangtua)nya, besarkanlah pahala keduanya, dan kumpulkan dia dengan orang-orang mu'min
shalih yang terdahulu. Jadikanlah dia berada dalam asuhan Ibrahim 'alaihis salam dan
selamatkanlah dia dengan rahmatMu dari siksa Neraka."
Disunnahkan bagi yang menjadi imam shalat jenazah berdiri sejajar dengan kepala bila
jenazahnya laki-laki, dan berdiri di tengah bila jenazahnya perempuan.
Bila jenazah yang dishalatkan lebih dari satu maka yang ada di depan imam adalah
jenazah laki-laki dewasa dan jenazah perempuan dewasa posisinya setelah kiblat. Bila ditambah
dengan jenazah anak-anak, maka jenazah anak laki-laki didahulukan atas jenazah perempuan,
lalu jenazah anak perempuan. Posisi kepala anak laki-laki sejajar dengan kepala jenazah laki-laki
dewasa dan pertengahan jenazah perempuan dewasa sejajar dengan kepala laki-laki dewasa.
Begitu pula anak perempuan, posisi kepalanya sejajar dengan kepala perempuan dewasa.
Posisi makmum semuanya di belakang imam, kecuali bila ada seorang makmum yang tidak
mendapatkan tempat di belakang imam, dia boleh berdiri di samping kanannya.
K. Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan.
Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim).
L. Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab
pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya
dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai
menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit
(dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa
mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Faedah :
Menurut aturan syariat, kuburan itu dibuat dengan kedalaman sampai pertengahan tinggi
seorang laki-laki dan dibuatkan ke dalamnya liang lahad di arah kiblat, dan jenazah diletakkan di
dalam liang lahad dengan bertumpu pada sisi kanan badannya (miring ke kanan, pen.) kemudian
tali-tali pengikat kafan itu dibuka, tidak dicabut tapi dibiarkan begitu saja, dan wajahnya tidak
perlu disingkap baik jenazah laki-laki atau perempuan. Kemudian diberi batu bata besar yang
didirikan dan (celah-celahnya) diberi adonan pasir supaya kuat dan bisa menjaganya (jenazah)
agar tidak ber-jatuhan debu/tanah. Bila sulit mendapatkan batu bata boleh diganti yang lain
seperti; papan, batu atau bambu yang dapat mengha-langi agar tanah tidak masuk ke dalam.
Setelah itu, baru ditimbun dengan tanah. Dan disunnahkan ketika itu membaca:
"Dengan nama Allah dan sesuai dengan ajaran Rasulullah."
Tidak dibolehkan bagi seorang perempuan berkabung atas kematian seseorang lebih dari
tiga hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya. Saat itu dia harus berkabung selama empat
bulan sepuluh hari, kecuali kalau dia hamil maka sampai dia melahirkan. Berdasarkan hadits
shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini.
Adapun bagi seorang laki-laki tidak boleh mempunyai masa berkabung atas kematian
seorang kerabat dan yang lainnya.
Disyariatkan bagi kaum pria untuk berziarah kubur dari waktu ke waktu. Tujuannya untuk
mendo'akan yang mati, memohon-kan rahmat untuk mereka, juga untuk mengingatkan akan
kematian dan apa yang ada setelah itu. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ziarahilah kubur itu, sesungguhnya dia akan mengingatkan kalian tentang alam akhirat."
(Hadits dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada para sahabatnya apabila
mereka berziarah kubur untuk mengucapkan:
"Keselamatan untuk kalian wahai ahli kubur dari kaum mu'minin dan muslimin, dan
sesungguhnya kami --Insya Allah-- akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah
keselamatan untuk kami dan untuk kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mati lebih
dahulu dari kami dan juga orang-orang yang akan mati belakangan."
Adapun kaum wanita, maka dia tidak boleh melakukan ziarah kubur, karena Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat kaum wanita yang menziarahi kubur. Alasannya adalah
karena takut terjadi fitnah dan tidak mampu menahan kesabaran. Begitu pula, mereka tidak boleh
ikut mengantar jenazah sampai ke kuburan. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga
melarang hal tersebut. Akan tetapi, menshalatkan jenazah --baik di masjid maupun di tempat
lain-- dibolehkan untuk pria dan wanita semuanya.
7.Tindakan Keperawatan Dalam Perawatan Jenazah
Dalam menangani jenazah perawat harus melakukannya dengan hormat dan sebaik-
baiknya. Rasa hormat ini dapat dijadikan prinsip, dengan kata lain, seseorang telah diperlakukan
secara manusiawi dan sama seperti orang lain. Seorang perawat harus memperlakukan tubuh
jenazah dengan hormat. Sebelum kematian terjadi, anggota tubuh harus diikat dan kepala
dinaikkan ke atas bantal. Tubuh harus dibersihkan dengan membasuhnya dengan air hangat
secara perlahan. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh pasien harus dicuci dan dibersihkan
rawatan posmortem,
Perawatan tubuh setelah kematian disebut perawatan postmortem. Hal ini dapat menjadi
tanggung jawab perawat. Perawat akan lebih mudah melakukannya apabila bekerja sama dengan
staf kesehatan lainnya. Adapun hal yang harus diperhatikan :
1. Perlakukan tubuh dengan rasa hormat yang sama perawat lakukan terhadap orang yang
masih hidup.
2. Beberapa fasilitas memilih untuk meninggalkan pasien sendiri sampai petugas kamar
jenazah tiba.
3. Periksa prosedur manual rumah sakit sebelum melanjutkan perawatan postmortem.
a. Perawatan Jenazah
1. Tempatkan dan atur jenazah pada posisi anatomis.
2. Singkirkan pakaian atau alat tenun.
3. Lepaskan semua alat kesehatan
4. Bersihkan tubuh dari kotoran dan noda
5. Tempatkan kedua tangan jenazah di atas abdomen dan ikat pergelangannya (tergantung dari
kepercayaan atau agama)
6. Tempatkan satu bantal di bawah kepala.
7. Tutup kelopak mata, jika tidak bisa tertutup bisa menggunakan kapas basah.
8. Katupkan rahang atau mulut, kemudian ikat dan letakkan gulungan handuk di bawah dagu.
9. Letakkan alas di bawah glutea
10. Tutup tubuh jenazah sampai sebatas bahu
11. Kepala ditutup dengan kain tipis
12. Catat semua milik pasien dan berikan kepada keluarga
13. Beri kartu atau tanda pengenal
14. Bungkus jenazah dengan kain panjang
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Jadi, dasar melakukan perawatan jenazah adalah Al Quran dan Alhadist serta berhukum
wajib. Kita sebagai seorang muslim diwajibkan untuk melakukan tindakan perawatan jenazah,
meliputi memandikan, mengkafani, menyolatkan serta mengkuburkan jenazah dengan baik dan
benar secara layak. Sedangkan perawatan jenazah dalam keperawatan selain diperlakukan
dengan baik dan benar jenazah harus dihormati dan diberi pelayanan medis jenazah dengan
layak.
2. Saran
Sebaiknya, sebagai seorang muslim harus ikut serta dalam melakukan perawatan jenazah
terhadap kaum muslim lainnya. Sedangkan bagi para pihak medis hendaknya melakukan
perawatn jenazah dengan sebaik mungkin sesuai dengan syariat agama islam.
Sumber : http://artikelkesehatanmaisyaroh.blogspot.com/2015/02/perawatan-jenazah-secara-
islami-dan.html
BAB I
PENDAHULUAN
Kepercayaan yang ada pada agama memberitahukan konsep-konsep yang benar dan yang
salah, dan perilaku yang diharapkan untuk menjadi seseorang yang baik, penuh tenggang rasa
terhadap oranglain serta mempunyai rasa cinta kasih terhadap sesama, baik dalam perkataan
maupun perbuatannya.
Dengan memahami bahwa kematian merupakan suatu yang alami dari proses kehidupan akan
membantu perawatdalam memberikan respon terhadap kebutuhan pasien dengan lebih murah
hati.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini:
1. Mengetahui konsep kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian
2. Mengetahui tindakan asuhan keperawatan perawatan jenazah
3. Mengetahui konsep kematian menurut beberapa agama
4. Mengetahui tidakan perawatan jenazah yang harus dilakukan berdasarkan agama
klien.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Kematian
Kematian suatu keadaan alamiah yang setiap individu pasti akan mengalaminya. Secara
umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, lansia dan akhirnya
mati.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta
hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas listrik otak,
atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau terhentinya
kerja otak secara menetap. . Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah kematian, diantaranya :
1. Algor mortis (Penurunan suhu jenazah)
Algor mortis merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya produksi panas,
sedangkan pengeluaran berlangsung terus menerus, akibat adanya perbedaan panas antara mayat
dan lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi Algor mortis yaitu :
a. Faktor lingkungan
b. Suhu tubuh saat kematian ( suhu meningkat, a.m.makin lama)
c. Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya
d. Aliran udara, kelembaban udara
e. Aktivitas sebelum meninggal, konstitusi tubuh
f. Sebab kematian, posisi tubuh
Penyebab kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya manusia ke
dalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya organ tertentu dari
tubuh manusia.
Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan empat faktor:
(1) berhentinya pernafasan
(2) matinya jaringan otak
(3) tidak berdenyutnya jantung
(4) adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah sekarat dan kematian secara umum dapat dinilai dari kemampuan
individu untuk menerima makna kematian, reaksi terhadap kematian, dan perubahan perilaku,
yaitu menerima arti kematian.
Menurut agama Budha, kematian dapat terjadi disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Kematian dapat disebabkan oleh habisnya masa hidup sesuatu makhluk tertentu.Kematian
semacam ini disebut —AYU-KHAYA“.
2. Kematian yang disebabkan oleh habisnya tenaga karma yang telah membuat
terjadinya kelahiran dari makhluk yang meninggal tersebut. Hal ini disebutKAMMA-
KHAYA“.
3. Kematian yang disebabkan oleh berakhirnya kedua sebab tersebut di atas, yang
terjadi secara berturut-turut. Disebut —UBHAYAKKHAYA“.
4. Kematian yang disebabkan oleh keadaan luar, yaitu: kecelakaan, kejadian-
kejadian
yang tidak pada waktunya, atau bekerjanya gejala alam dari suatu karma akibat kelahiran
terdahulu yang tidak termasuk dalam butir (c) di atas(UPACHEDAKKA).
Ada suatu perumpamaan yang tepat sekali untuk menjelaskan keempat macam kematian
ini, yaitu perumpamaan dari sebuah lampu minyak yang cahayanya diibaratkan sebagai
kehidupan.Cahaya dari lampu minyak dapat padam akibat salah satu sebab berikut ini:
1. Sumbu dalam lampu telah habis terbakar. Hal ini serupa dengan kematian akibat berakhirnya
masa hidup suatu makhluk.
2. Habisnya minyak dalam lampu seperti halnya dengan kematian akibat berakhirnya tenaga
karma.
3. Habisnya minyak dalam lampu dan terbakar habisnya sumbu lampu pada saat bersamaan, sama
halnya seperti kematian akibat kombinasi dari sebab-sebab yang diuraikan pada kedua hal di
atas.
4. Pengaruh dari faktor luar, misalnya ada angin yang meniup padam api lampu. Sama halnya
seperti yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar.
Oleh karena itu karma bukan merupakan satu-satunya sebab dari kematian. Dalam
Anguttara Nikaya dan Kitab-kitab lainnya, Sang Buddha menyatakan dengan pasti bahwa karma
bukan merupakan penyebab dari segala hal.
Kematian adalah bagian dari setiap orang dan makluk ciptaan Tuhan, yang tidak mungkin
dihindari. Ia begitu menyengat nyawa, tidak memandang ras, ekonomi, usia, jabatan, dan
Agama. Alkitab secara “konsisten” mengaitkan kematian itu dengan dosa atau maut. (bnd Kej.
2:17; Maz 90:7-11; Rm 5:12; 6:23; 1 Kor 15:21 dan Yak 1:1-5).
Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja (Ibr Manusia ditetapkan untuk mati
hanya satu kali saja (Ibr 9:27), walaupun sering kita mendengar orang mengatakan ada yang mati
dan hidup lagi, biasanya itu yang disebut dengan mati suri. Sebenarnya kematian itu tidak sesuai
dengan kodrat manusia, hal ini disebabkan oleh pemberontakkannya kepada Allah. Bruce
Milne, menambahkan bahwa ini merupakan salah satu bentuk hukuman ilahi. Namun menurut
firman Tuhan , walaupun kematian itu tak terelakkan, bukan merupakan akhir dari segala
sesuatu. Itu sebabnya pada masa manusia itu diberi kesempatan untuk hidup, haruslah
mempergunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.
Kematian bagi kalangan Tionghoa dalam hal ini orang Tionghoa tradisi masih
sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber
“malapetaka” atau “sial”. Itulah sebabnya perlu ditangani dengan ritual keagamaan yang benar
sehingga kelak mereka tidak diganggu oleh roh yang meninggal itu.
Penghormatan terhadap orangtua disebut Hao (Hshiao)yang bagi mereka harus disertai
sikap hormat pada orang-orang yang lebih tua sebagai pernyataan kasih. Sikap hormat ini
berlangsung setiap hari kepada mereka yang masih hidup dan setelah meninggal dilakukan
dengan cara yang berbeda. Oleh sebab itu seorang anak sangat dipentingkan oleh keluarga orang
Tionghoa, terutama anak laki-laki. Bagi mereka anak bukan hanya untuk melanjutkan marga
(She) dan membawa berkat (Hokky) , tetapi yang terutama untuk mengganti sang ayah
merawat abu leluhur.
Menurut Nio Joe Lan, ada dua macam pendapat tentang pemujaan terhadap arwah leluhur
:
1. Arwah manusia itu hidup terus, dengan memujanya maka diharapkan arwah
leluhur itu akan melindungi keturunannya dari malapetaka.
2. Pemujaan terhadap arwah leluhur semata-mata hanya merupakan peringatan
terhadap leluhur, yakni mereka yang telah memberi hidup pada generasi masa kini. Jadi
dengan kata lain, memelihara “meja abu” tersebut hanya untuk mengenang orangtua
yang sudah meninggal.
Seorang anak laki-laki yang tidak mengurus “abu leluhur”, disebut Put Hao (tidak berbakti),
bahkan yang lebih dahsyat lagi keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki juga digolongkan
sebagai Put Hao. Itu sebabnya ada kelurga yang terpaksa mengadopsi anak laki guna memenuhi
syarat ini, bahkan yang lebih celaka konsep ortodox mereka, seorang suami diijinkan menikah
lagi demi untuk mendapat anak laki-laki.
Sampai saat ini orang Tionghoa masih menganggap kematian ini merupakan suatu hal
yang tabu untuk dibicarakan, apalagi pada saat seseorang yang lagi merencanakan menikah atau
melahirkan anak. Bagi orang Tionghoa, seseorang yang sudah meninggal secara otomatis
statusnya berubah menjadi dewa, bahkan umurnya boleh ditambah tiga tahun (satu tahun untuk
Bumi, satu tahun untuk udara dan satu tahun untuk laut),oleh sebab itu orang tersebut harus
disembah terutama oleh mereka yang lebih muda, termasuk anak cucu.
Penyembahan dilakukan di kubur, selain itu dapat juga dilakukan di rumah dengan cara
memanggil roh arwah tersebut di depan altar ( Hio Lo)-nya. Biasanya Hio Lo ini dipasang di
rumah putra sulung, kecuali atas persetujuan keluarga maka boleh ditempatkan di rumah anak
yang lain. Jaman ini tersedia fasilitas khusus untuk meletakkan abu leluhur, dan ada orang-orang
volunteer yang bersedia mengurusnya. Untuk mengetahui apakah roh yang dipanggil itu sudah
hadir atau belum maka diadakan Puak Poi yakni dengan melemparkan dua keping uang logam.
Apabila jatuhnya berlainan sisi sebanyak tiga kali berturut-turut, itu berarti roh arwah yang
dipanggil sudah hadir.
Menurut kepercayaan mereka, orang yang mati secara tragis misalnya, tabrakan,bunuh
diri, dan dibunuh, rohnya akan gentayangan; karena belum tiba saatnya dipanggil masuk dunia
orang mati. Nama mereka belum tercantum di dalam kerajaan maut (Im Kan) yang dikuasai raja
Giam Lo (Ong = raja). Roh gentayangan inilah yang biasanya disembah mereka pada hai Cui
Ko, yakni bulan ke tujuh tanggal lima belas.
b.Tempat Persemayaman
Pada jaman dulu, mengurus jenazah orang mati selalu menjadi tugas keluarga. Saat itu
banyak orang yang matinya di rumah bukan di rumah sakit. Anggota keluarga memandikan dan
menyiapkan tubuh itu sebelum dimakamkan, tukang kayu setempat membuat peti mati, pesuruh
gereja menggali lubang; sedangkan upacara diadakan di gereja atau di rumah. Dengan dihadiri
sanak famili dan kerabat-kerabat, tubuh (Jenazah) dibaringkan dipekuburan milik gereja atau
halaman rumah.
2. Mengkafani jenazah
Tata cara mengkafani jenazah adalah:
Jenazah laki-laki atau wanita minimal dibungkus dengan selapis kain kafan yang menutupi
seluruh tubuhnya. Namun untuk jenazah laki-laki sebaiknya dibungkus tiga lapis dan untuk
wanita lima lapis yaitu kain basahan, baju, tutup kepala, kerudung dan kain kafan yang menutupi
seluruh tubuhnya.
3. Menyolatkan jenazah
Syarat-syarat sah sholat jenazah adalah:
a. Menutup aurat, suci dari hadas besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya serta
menghadap kiblat.
b. Mayat sudah dimandikan dan dikafani.
c. Letak mayat sebelah kiblat orang yang menyolatinya, kecuali kalau sholat dilakukan di atas
kubur atau sholat gaib
2. Mempersiapkan pakaian
a.Pakaian harus bersih dan rapi, dan yang paling penting adalah bahwa baju yang dikenakan pada
jenazah merupakan pakaian yang paling disenanginya sewaktu masih hidup
Sarung tangan dan kaos kaki yang berwarna putih
b.Pakaian yang disesuaikan dengan adat masing-masing, misalnya dengan menggunakan kain
putih
3. Tindakan Perawatan Jenazah
a.Sesaat setelah almarhumah/almarhum menghembuskan nafas yang terakhir, badannya digosok
dengan air kayu cendana, atau dengan menaruh es balokan di bawahnya agar jenazah tidak kaku
b.Setelah itu jenazah diletakkan di atas meja dan ditutupi kain setelah itu baru dibacakan paritta-
paritta atau doa-doa
4. Pelaksanaan Pemandian
a.Jenazah setelah disembahyangkan kemudian diusung ke tempat pemandian yang telah
disiapkan
b.Jenazah dimandikan dengan air bersih terlebih dahulu, kemudian air bunga, lalu dibilas dengan
air yang sudah dicampur dengan minyak wangi.
c.Jenazah dikramasi rambutnya dengan sampo, kemudian disabun seluruh badannya dan giginya
disikat dan kukunya dibersihkan, setelah itu dibilas lagi dengan air bersih
d.Sehabis itu jenazah dilap dengan handuk.
5. Pemakaian pakaian
a.Jenazah laki-laki
Pakaian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang paling disenangi oleh
almarhum sewaktu masih hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua
tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.
b.Jenazah Perempuan
Pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain
(pakaian adat daerah) dan khuusnya pakaian yang disenangi olehnya sewaktu dia hidup.
Mukanya diberi bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu
kedua tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.
(Pemuda dan mahasiswa Buddhis.1999. Petunjuk Teknis Perawatan Jenazah bagi Umat
Beragama Buddha di Indonesia. Diakses dari :
http://groups.yahoo.com/group/pemuda_buddhis/message/126.
1. Pakaian
Pakaian ini mulai disediakan tatkala seseorang anggota keluarga itu lanjut usia. Biasanya
karena penyakit ketuaan yang diderita bertahun-tahun, sehingga si sakit meminta anak cucunya
untuk menyediakan pakaian itu baginya. Untuk membeli pakaian ini, harus memeilih hari dan
bulan baik yang dibaca melalui buku Thong Su (semacam ensiklopedi Tioinghoa). Nama pakaian
itu Sui I (Baju panjang umur). Mernurut Martin C. Yang, pakaian tersebut dapat segera
dikenakan pada si sakit apabila diperkirakan orang itu sudah hampir menghembuskan nafasnya
yang terakhir.
- Pakaian Berkabung
Orang yang berkabung (istilahnya Hao Lam) mengenakan pakaian serba putih, topi putih
yang terbuat dari kain blacu. Mereka yang lebih kental tradisinya lagi memakai pakaian serba
hiam. Selain itu juga dipasang Ha di lengan baju kiri tanda berkabung. Tujuan mereka memakai
pakaian berkabung adalah untuk meringankan penderitaan orang yanag meninggal, semakin
kental tradisi itu dijalankan maka semakin ringan penderitaannya. Sedangkan dampaknya bagi
yang berkabung, mereka akan mendapat pengaruh baik atau Hokky , semakin lama masa
berkabung, maka semakin banyak pengaruh baiknya.
-Peti Mati
Peti mati yang dipakai orang Tionghoa tradisi kelihatannya menyeramkan, sebab selain
ukurannya besar, berat ditambah lagi banyak ukir-ukiran kuno. Merupakan kebanggan
tersendiri, apabila sanak keluarga mampu membeli sendiri peti mati, sebab ada kepercayaan
mereka siapa yang yang membeli, dialah yang akan mendapat banyak rezeki. Bagi mereka peti
mati merupakan sarana untuk menghantar orang mati ke dalam kuburnya, oleh sebab itu semua
barang-barang kesayangan almarhum supaya dimasukkan juga ke dalamnya. Pembelian peti
mati yang mahal juga merupakan salah satu bukti Hao nya anak-anak, dan ada kebiasaan peti
tersebut tidak boleh ditawar harganya.
- Tempat Dupa
Tempat dupa (Hio Lo), merupakan sebuah bokor kecil yang fungsinya sebagai tancapan
dupa. Benda ini mempunyai dua buah kuping, sedangakan pada bagian depannya terukir sebuah
kata Hi (bahagia). Lazimnya Hio Lo itu terbuat dari timah, namun sekarang ini tidak jarang kita
lihat Hio Lo yang terbuat dari tanah liat. Hio Lo itu diisi abu dapur yang kemudian dipercayai
sebagai abu leluhur dan harus dipelihara sampai generasi turun-temurun. Dupa (Hio) merupakan
alat sembahyang yang dibakar dan mengeluarkan bau-bau harum. Makna yang terkandung dalam
pembakaran dupa ialah menemukan jalan suci. Dalam konteks kematian seperti
ini Hiomenyatakan bahwa yang bersangkutan hadir dalam acara perkabungan. Melalui Hio ini
akan terjalin komunikasi antara hidup dan yang mati.
- Lilin
Lilin merupakan tanda duka-cita, tetapi juga merupakan tanda bahwa para pelayat tidak
membawa sial. Menurut kepercayaan mereka tetesan air lilin ini tidak boleh kena tubuh kita,
karena akan membawa sial seumur hidup.
- Foto Almarhum
Foto Almarhum diletakkan di depan peti mati yang kemudian setelah pemakaman dibawa
pulang oleh putra sulung untuk di sembah. Foto juga dipakai sebagai iklan di Surat Kabar,
supaya sanak famili, handai-taulan mengetahui beliau ini sudah meninggal. Sering terjadi
percekcokkan hanya karena nama seseorang famili lupa dicantumkan, oleh sebab itu
memerlukan ketelitian.
Selama persemayaman, jenazah tersebut sudah mulai disembah dengan dipimpin oleh padri
(Sai Kong) atau Bikhu/Bikhuni. Sanak keluarga dikumpulkan dengan mengenakan pakaian
berkabung, mereka diminta untuk membakar dupa, berlutut dan mengelilingi peti mati berulang-
ulang sebagai tanda hormat. Anak sulung (laki-laki) memegang “Tong Huan” sebagai alat
sembahyang selama ritual itu.
Setelah ditetapkan hari dan jamnya, maka jenazah tersebut segera dimasukkan ke dalam peti
sambil diisi barang-barang kesukaan almarhum dan kemudian dipenuhkan dengan uang kertas
sembahyang. Sesudah jenazah dimasukkkan ke dalam peti, maka diadakan sembahyang
“memaku peti jenazah” . Pada saat itu padri mengucapkan kalimat “It thiam teng, po pi kia sai”
artinya paku pertama diberkatilah anak menantu”, dengan demikian seterusnya sampai paku ke
empat. Setelah itu diadakan doa dengan harapan agar meringankan dosa yang diperbuat oleh
orang yang meninggal itu. Selain itu bagi mereka, cara menggeser peti mati itu juga ada
syaratnya, tidak boleh menyentuh kosen pintu rumah, sebab menurut kepercayaan mereka roh
almarhum itu akan tinggal di tempat yang tersenggol dan itu akan mengganggu aktivitas hidup
sehari-hari.
Pemberangkatan jenazah ke tempat pemakaman dimulai dengan sembahyang. Kali ini semua
sanak famili mempersembahkan korban berupa daging, buah-buahan atau kue-kue, yang setelah
selesai acaranya boleh dibawa pulang untuk dimakan bersama, supaya mendapat berkat dan
rezeki. Pada saat yang sama menantu laki mengadakan ritualnya dengan
mempersembahakan “Leng Ceng”
Bagi mereka yang masih memegang ketat tradisi, untuk menunjukkan rasa cinta anak pada
orang tua, maka mereka diharuskan telanjang kaki berjalan samapi persimpangan jalan barulah
boleh masuk ke mobil jenazah yang mengantar sampai ke kubur. Namun belakangan ini tradisi
seperti ini jarang dilakukan, sebab selain udara yang panas juga mengganggu lalu-lintas jalan.
Selain itu juga diadakan pemecahan guci, semangka dan sebagainya, semua ini tujuannya supaya
mendapatkan berkat.
- Sembahyang di kubur
Ritual penyembahan di kubur (kremasi) dilakukan dengan cara membakar dupa, berlutut,
mengelilingi peti jenazah yang dipimpin kembali oleh padri. Setelah selesai sembahyang, maka
dilakukan secara teratur tabur bunga yang dimulai oleh sanak keluarga dan famili yang diikuti
oleh pelayat. Pada saat ini juga, famili, cucu luar mengambil kesempatan membuang (Ha),
dengan demikian mereka sudah boleh memakai pakaian bebas.
Di kubur juga ada ritual lain seperti pelepasan burung merpati, lalu ada yang meguburkan
boneka di samping kuburan tersebut, dengan tujuan supaya adayang menemani arwah itu, dan
tujuan lain supaya arwah tersebut tidak mengajak pasangannya yang masih hidup.
Perjalanan pulang dari tempat pemakaman (kremasi), dilakukan setelah semua upacaranya
selesai. Pihak berkabung membagi-bagikan Ang Pao kepada para pelayat sebagai tanda ucapan
terima klasih. Sementara itu anak sulung membawa Hio Lo sambil dupanya tetap dinyalahkan
dan anak yang lain memegang foto almarhum.
Dalam sepanjang perjalanan itu, anak-anak almarhum harus memberi komandao, misalnya
tatkala meliwati jembatan. Komando ini diucapkanm serentak kepada roh yang mereka bawa
melalui Hio Lo, supaya roh tersebut tidak tersesat pulang ke rumah. Hio Lo inilah yang
kemudian diletakkan di rumah anak sulung supaya disembah oleh semua sanak keluarga.
Para pelayat yang yang sudah tiba di rumah duka atau rumah almarhum, biasanya
disediakan air bunga untuk cuci wajah dan disediakan makanan ala kadarnya.
Pada dasarnya melalui uraian ini dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa kematian
bagi orang Tionghoa tradisi merupakan sesuatu yang tabu, mengerikan dan penuh misteri.
Mereka percaya ada kehidupan setelah kematian, namun sayang semuanya penuh ketidak-
berdayaan dan penderitaan, sehingga orang-orang yang meninggal justru memerlukan
pertolongan dari sanak keluarga, misalnya dalam memenuhi kebutuhan makanan,pakaian, rumah
serta uang. Herannya dalam ritual yang lain, sanak keluarga menganggap bahwa orang yang mati
itu sudah menjadi dewa, sehingga mereka datang kepada arwah tersebut untuk mohon berkat
(rejeki).
BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
Kehilangan adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat unik secara
individual. Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak yang mulai
belajarKehilangan mencapai kemandiriannya dengan mobilisasi. Seorang lansia dengan
perubahan visual dan pendengaran mungkin kehilangan keterandalan-dirinya. Penyakit dan
perawatan di rumah sakit sering melibatkan berbagai kehilangan. Kematian merupakan salah
satu contoh kehilangan yang nyata.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah,
serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas listrik
otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau
terhentinya kerja otak secara menetap.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatannya, perawat harus mengetahui konsep
kematian berdasarkan agama pasien. Perawat memiliki peranan dalam perawatan jenazah.
Perawatan yang dilakukan terhadap jenazah berbeda sesuai dengan agama pasien. Perawatan
jenazah pada pasien beragama Kristen antara lain memandikan jenazah dan memformalin
jenazah. Perawatan jenazah pasien beragama Islam antara lain, membujurkan jenazah,
memandikan jenazah, mengkafani jenazah, dan menyolatkan jenazah. Sedangkan perawatan
jenazah pasien beragama Hindu antara lain memandikan jenazah dan membungkus jenazah
dengan kain putih.
Dalam melakukan perawatan jenazah, perawat harus mengetahui penyebab kematian
pasien, apakah karena penyakit menular atau tidak. Jika, pasien tersebut meninggal karena
penyakit menular, maka perawat harus menggunakan alat pelindung diri saat melakukan
perawatan jenazah.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. Buku Ajar Fundamental keperawatan volume 1. Edisi 4. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran
Kozier dkk. Fundamental of nursing concepts, process and practice. Edisi 7.
Karim, H. A. Abdul. 2002. Petunjuk Merawat Jenazah dan Shalat Jenazah. Jakarta : Amzah
http://sites.google.com/a/saumimansaud.org/www/kematian
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/11705
http://groups.yahoo.com/group/debat-alkitab/message/12003?var=1