Anda di halaman 1dari 50

Perawatan Jenazah Secara Islami dan Medis

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam ruang lingkup agama Islam, orang Islam yang hidup disyariatkan dan dituntut
untukMenyelesaikan orang muslim yang meninggal dunia, baik masih anak kecil maupun orang
dewasa, laki-laki maupun perempuan. Dalam hal ini, orang yang menyelesaikan dan menshalati
jenazah harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang di syaratkan dalam shalat-shalat
lainnya.
Islam memiliki peradaban yang nyata dengan agama-agama lain di muka bumi ini. Islam
sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan manusia sang Kholik-Nya dan
alam Surga, namun islam memiliki aturan dan tuntunan yang bersifat komprehensif,
harmonis yang jelas, dan logis. Salah satu kelebihan islam yang akan di bahas dalam makalah ini
tentang perihal perspekstifislam dalam mengajarkan tata cara menyelesaikan jenazah, yang
seringkali masyarakat awam kurang mengetahui tentang aturan-aturan serta tata cara
menyelesaikan jenazah dengan baik.
2. Rumusan Masalah
Dari urain di atas dapat ditarik rumusan masalah, antara lain:
1. Apa pengertia merawat jenazah?
2. Apa dasar dan hokum merawat jenazah?
3. Bagaimana cara memandikan jenazah?
4. Bagaimana cara mengkafani jenazah?
5. Bagaimana cara menshalatkan jenazah?
6. Bagaimana cara menguburkan jenazah?
7. Bagaimana tindakan keperawatan dalam meangani jenazah?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari makalah ini, yaitu :
1. Mengetahui pengertian merawat jenzah
2. Mengetahui dasar serta hokum merawat jenazah
3. Mengetahui cara memandikan jenazah
4. Mengetahui cara mengkafani jenazah
5. Mengetahu cara menshalatkan jenazah
6. Mengetahui cara mengukuburkan jenazah
7. Mengetahui tindakan keperawatan dalam meangani jenazah?
4. Manfaat Penelitian
Makalah dengan judul Perawatan Jenazah bertujuan:
1. Menambah pengetahuan penulis mengenai tata cara perawatan jenazah baik secara islami dan
medis dan menambah kreativitas dalam penyusunan makalah
2. Masyarakat lebih mengetahui tata cara perawatan jenazah yang baik dan benar sesuai syariat
islam.
3. supaya pembaca mengetahui dan paham bagaimana cara merawat jenazah dengan baik dan
benar sesuai dengan agama Islam dan medis.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Merawat Janazah
Yang dimaksud merawat janazah ialah Menyelesaikan atau Prosesi akhir sebelum
mengubur janazah, yang diantaranya memiliki beberapa aspek, diantaranya:
1. Memandikan Mayit
2. Mengkafani
3. Menshalati
4. Menguburkan
2. Dasar dan Hukum Merawat Jenazah
1. Al-Qur’an
١٨٥ :‫ ال عمران‬.‫كل نفس ذائقت الموتطوانا توفون اجوركم يوم القيمة‬
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam
syurga, Maka sungguh ia Telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan
yang memperdayakan.”(Ali Imran: 185).
2. Al-Hadits
‫ رواه الترمذي‬.‫ اكثرواذكرهاذم اللذات الموت‬:‫عن ابى هريرة قال النبي صلياهلل عليه و سلم‬
.‫وصححه ابن حبان‬
Dari Abu Hurairah. Nabi SAW. Berkata, “Banyak-banyaklah kamu mengingat hal yang
memutuskan kesenangan, yakni mati.” (Riwayat Tirmizi, dan di nilai shahih oleh Ibnu Hibban.
Hukum Merawat Janazah
Prosesi atau upacara penyiapan mayit ada empat hal, hukumnya fardhu kifayah (bila
tidak ada seorang pun dari penduduk desa atau kota yang melaksanakannya maka semuanya
berdasa). Keempat hal itu adalah:
1. Memandikan Mayit
2. Mengkafani
3. Menshalati
4. Menguburkan
Sedangkan yang berkewajiban melakukan perawatan pada mayit adalah wali mayit, yaitu
orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap mayit di mana dia berada. Semisal anak
pondok meninggal, maka wali mayitnya adalah pengurus pondok. Juga setiap orang yang
mengetahui atau menyangka tentang kematiannya. Bila yang mengetahui hanya satu orang,
maka bagi dia fardhu ‘ain hukumnya.
Keempat prosesi ini hendaknya segera dilakukan, khawatir kondisi mayit berubah atau
membusuk. Imam Ahmad berkata: “Mempercepat perawatan mayit berarti
memuliakannya”. Rasulullah SAW pernah bersabda pada Sayyidina Ali RA. “Tiga hal, jangan
diakhirkan: 1. Shalat jika masuk pada waktunya, 2. Jenazah jika nyata kematiannya, 3. Janda
jika menemukan pasangan yang serasi (kufu’)”. (Imam Turmudzi dan Imam Ahmad).
3. Memandikan Jenazah
Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah adalah sebagai berikut:
 Kapas
 Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
 Sebuah spon penggosok
 Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus – Spon-spon plastik
 Shampo
 Sidrin (daun bidara)
 Kapur barus
 Masker penutup hidung bagi petugas
 Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
 Air
 Pengusir bau busuk dan Minyak wangi Daun Sidr (Bidara)M
Hal yang dilakukan ketika memandikan Jenazah, adalah sebagai berikut:
1. Menutupi aurad mayit
Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya,
serta menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam
kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah kedua
kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.
2. Membersihkan kotoran mayit
Seorang petugas memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila
kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu
kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas
mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya
dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah
memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.
Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau
sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit)
tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
3. Mewudlukan Mayit
Selanjutnya petugas berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca
basmalah. Lalu petugas me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun
tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan
memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu
menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara
atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh
sekujur jasad si mayit.
4. Membasuh Tubuh Mayit
Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan
tengkuknya, kemudian tangan kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan dadanya yang
sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis dan telapak
kaki yang sebelah kanan.
Selanjutnya petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian
membasuh belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas
membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke
sebelah kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh
bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.
Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya satu
kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka ditambah lagi
memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang dibutuhkan). Dan
disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang terakhir, karena bisa
mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah ditambahkannya kapur barus ini
pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak hilang.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika
petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk menghilangkan
kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga
membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si
mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya) dengan
kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang,
serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya)
dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila
jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan
lalu diletakkan di belakang (punggungnya).

Faedah Tata Cara Memandikan Jenazah


1. Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak tujuh
kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian
mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan
jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu
akan sangat merepotkan.
2. Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam
rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah
perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi
wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan
berihram pada saat menunaikan haji.
3. Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun
hendaklah dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula
mereka tidak perlu dishalatkan.
4. Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya
hendaklah dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu ia
hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan
dishalatkan.
5. Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air
atau kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah
ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua
tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si
mayit.
6. Hendaklah petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik
untuk disaksikan pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si
mayit, atau cacat yang terdapat pada tubuh si mayit dll.

Cara Singkat Tata Cara memandikan Jenazah seperti ini:

Pertama-tama, aurat jenazah ditutupi kemudian diangkat sedikit lalu bagian perutnya
dipijat perlahan (untuk mengeluarkan kotorannya, pen.). Setelah itu orang yang memandikannya
memakai sarung tangan atau kain atau semacamnya untuk membersihkannya (dari kotoran yang
keluar, pen.). Kemudian diwudhukan seperti wudhu untuk shalat. Lalu dibasuh kepala dan
jenggotnya (kalau ada) dengan air yang dicampur dengan daun bidara atau semacamnya.
Selanjutnya, dibasuh sisi bagian kanan badannya kemudian bagian kiri. Kemudian basuh seperti
tadi untuk yang kedua dan ketiga kali. Dalam setiap kalinya dipijat bagian perutnya. Bila keluar
sesuatu (kotoran) hendaklah dicuci dan menutup tempat keluar tersebut dengan kapas atau
semacamnya. Kalau ternyata tidak berhenti keluar hendaklah ditutup dengan tanah yang panas
atau dengan metoda kedokteran modern seperti isolasi khusus dan semacamnya.

Kemudian mengulangi wudhunya lagi. Bila dibasuh tiga kali masih tidak bersih ditambah
menjadi lima atau sampai tujuh kali. Setelah itu dikeringkan dengan kain, lalu memberikan
parfum di lipatan-lipatan tubuhnya dan tempat-tempat sujudnya. Lebih baik, kalau sekujur
tubuhnya diberi parfum semua. Kafannya diberi harum-haruman dari dupa yang dibakar. Bila
kumis atau kukunya ada yang panjang boleh dipotong, dibiarkan saja juga tidak apa-apa.
Rambutnya tidak perlu disisir, begitu pula rambut kemaluan-nya tidak perlu dicukur dan tidak
usah dikhitan (kalau memang belum dikhitan, pen.). Karena memang tidak ada dasar-dasar yang
menerangkan hal tersebut. Dan bila jenazahnya seorang perempuan maka rambutnya dikepang
tiga dan dibiarkan terurai ke belakang.

Siapa Yang Berhak Memandikan Jenazah. ?

Orang yang paling berhak untuk memandikan, menshalatkan dan menguburkannya secara
berurutan ialah mereka yang men-dapatkan wasiat untuk itu, kemudian ayah, kakek kemudian
kerabat-kerabat terdekat yang berhak mendapatkan ashabah.

Sementara, untuk jenazah perempuan, yang paling berhak untuk memandikannya ialah
orang yang mendapatkan wasiat untuk itu, kemudian ibu, nenek, lalu kerabat-kerabat perempuan
terdekat.

Bagi suami isteri diperbolehkan bagi salah seorang dari keduanya untuk memandikan
yang lain (suami boleh memandikan isteri dan isteri boleh memandikan suami). Karena jenazah
Abu Bakar As-Shiddiq dimandikan oleh isterinya dan Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu ikut
memandikan jenazah isterinya Fatimah RA.
4. Mengkafani Jenazah
A. Kain Kafan Harus sudah Siap setelah Memandikan Jenazah
Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si
mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya, menunaikan
wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta, maka keluarganya
boleh menanggungnya.
B. B. Mengkafani Jenazah
Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian
didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain
kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak wangi (parfum)
dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di antara kedua pantat jenazah,
serta dikencangkan dengan secarik kain di atasnya (seperti melilit popok bayi).
Kemudian sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua matanya,
kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat sujudnya, yaitu
dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya, ujung-ujung jari kedua telapak
kakinya, dan juga pada kedua lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta pusarnya. Dan
diberi parfum pula antara kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.
Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru
kemudian yang sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul
kemudian lembaran kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian menambatkan
tali-tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan pada
ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas
kakinya (ke arah atas). Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan
mengikat kain kafan tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud
pengikatan itu sendiri agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).

Faedah :
1. untuk jenazah laki-laki dikafani tiga lapis kain putih (satu untuk menutupi bagian bawah -
semacam sarung- satu lagi untuk bagian atas -semacam baju- dan yang terakhir kain untuk
pembungkusnya). Tidak perlu gamis (baju panjang) dan surban. Hal ini, sama seperti apa yang
dilakukan terhadap jenazah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tapi, tidak mengapa jika
dikafani dengan gamis (baju panjang), izar (sema-cam sarung untuk menutupi bagian bawah)
dan kain pembungkus.
2. Adapun jenazah perempuan, dikafani dengan lima lapis: Baju, kerudung, sarung untuk bagian
bawah dan dua kain pembungkus.
3. Dan yang wajib, baik bagi jenazah laki-laki atau perempuan adalah menutupinya dengan satu
lapis kain yang dapat menu-tupinya secara sempurna. Tetapi, bila ada jenazah laki-laki yang
meninggal dalam keadaan ihram, maka dia cukup dimandikan dengan air dan daun bidara.
Kemudian dikafani dengan sarung dan baju yang dipakai atau yang lainnya dan tidak perlu
menutup kepala dan wajahnya, juga tidak usah diberi parfum. Karena pada hari Kiamat nanti dia
akan dibangkitkan dalam keadaan membaca talbiyah: "Labbaik allahumma labbaik" seperti yang
diriwayatkan dalam hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila yang
meninggal dalam keadaan ihram tadi seorang perem-puan maka dia dikafani seperti perempuan
yang lain, hanya tidak perlu diberi wewangian, wajahnya tidak perlu ditutup dengan cadar,
begitu pula tangannya tidak usah dipakaikan sarung tangan, tetapi cukup ditutup dengan kafan
yang membungkusnya, seperti yang disebutkan dalam cara mengkafani jenazah perempuan.
4. Dan anak kecil laki-laki, dikafani dengan satu lapis sampai tiga lapis, sementara anak kecil
perempuan dikafani dengan satu gamis (baju panjang) dan dua kain pembungkus.
5. Cara Menshalatkan Jenazah

Shalat jenazah, dilakukan dengan empat kali takbir. Setelah takbir pertama, membaca
surat Al-Fatihah. Bila ditambah dengan membaca surat pendek lainnya atau dilanjutkan dengan
membaca satu atau dua ayat, hal ini baik dan tidak apa-apa.
Sebab ada hadits shahih yang menyatakan hal tersebut sebagaimana diriwa-yatkan Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhu. Kemudian bertakbir kedua dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam sama seperti dalam tasyahhud. Kemudian bertakbir ketiga dan
membaca do'a:
"Ya Allah, ampunilah orang yang hidup dan orang yang mati di antara kami, orang yang
hadir dan orang yang tidak hadir di antara kami, orang yang muda dan orang yang dewasa di
antara kami, yang laki-laki dan perempuan di antara kami.
Ya Allah orang yang Engkau hidupkan di antara kami, hendaklah Engkau hidupkan dia atas ke-
Islaman, dan orang yang Engkau wafatkan di antara kami, hendaklah Engkau wafatkan dia atas
keimanan.
Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia, maafkanlah dia, muliakanlah tempat
singgahnya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah dia dengan air dan salju. Sucikanlah dia
dari kesalahan-kesalahan sebagaimana dibersihkannya baju putih dari kotoran. Berilah untuknya
rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya. Masukkanlah
ke dalam Surga dan jauhkanlah dia dari adzab kubur dan siksa Neraka. Luaskanlah kuburnya,
berilah dia cahaya di dalamnya.
Ya Allah, janganlah Kau cegah kami (mendapat) pahalanya dan janganlah Kau sesatkan kami
sesudahnya."

Kemudian bertakbir yang keempat dan selanjutnya bersalam satu kali saja ke sebelah
kanan. Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan untuk setiap kali takbir.

Bila yang meninggal masih kanak-kanak, maka sebagai ganti dari permohonan ampun yang
ada dalam do'a di atas, dibaca do'a berikut:
"Ya Allah, jadikanlah dia sebagai simpanan pahala bagi kedua orangtuanya, sebagai
pemberi syafaat yang diterima. Ya Allah, beratkanlah dengannya timbangan amal baik kedua
(orangtua)nya, besarkanlah pahala keduanya, dan kumpulkan dia dengan orang-orang mu'min
shalih yang terdahulu. Jadikanlah dia berada dalam asuhan Ibrahim 'alaihis salam dan
selamatkanlah dia dengan rahmatMu dari siksa Neraka."
Disunnahkan bagi yang menjadi imam shalat jenazah berdiri sejajar dengan kepala bila
jenazahnya laki-laki, dan berdiri di tengah bila jenazahnya perempuan.

Bila jenazah yang dishalatkan lebih dari satu maka yang ada di depan imam adalah
jenazah laki-laki dewasa dan jenazah perempuan dewasa posisinya setelah kiblat. Bila ditambah
dengan jenazah anak-anak, maka jenazah anak laki-laki didahulukan atas jenazah perempuan,
lalu jenazah anak perempuan. Posisi kepala anak laki-laki sejajar dengan kepala jenazah laki-laki
dewasa dan pertengahan jenazah perempuan dewasa sejajar dengan kepala laki-laki dewasa.
Begitu pula anak perempuan, posisi kepalanya sejajar dengan kepala perempuan dewasa.

Posisi makmum semuanya di belakang imam, kecuali bila ada seorang makmum yang tidak
mendapatkan tempat di belakang imam, dia boleh berdiri di samping kanannya.

6. Tata Cara Menguburkan Jenazah

Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa.


Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau
kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.
Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan
binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul
Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada
bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf
U memanjang).

A. Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.

B. Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.

C. Jenazah dimasukkan ke dalam kubur.


Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke
dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah
kiblat.
D. Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan:
“BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah
dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).”
ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam.
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi
miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.
E. Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada
dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit
meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
F. Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari
atasnya (agak samping).
G. Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang
masuk sekaligus untuk menguatkannya.
H. Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur
setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
I. Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
J. Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu
pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.

K. Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan.
Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim).
L. Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab
pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya
dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai
menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit
(dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa
mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Faedah :
Menurut aturan syariat, kuburan itu dibuat dengan kedalaman sampai pertengahan tinggi
seorang laki-laki dan dibuatkan ke dalamnya liang lahad di arah kiblat, dan jenazah diletakkan di
dalam liang lahad dengan bertumpu pada sisi kanan badannya (miring ke kanan, pen.) kemudian
tali-tali pengikat kafan itu dibuka, tidak dicabut tapi dibiarkan begitu saja, dan wajahnya tidak
perlu disingkap baik jenazah laki-laki atau perempuan. Kemudian diberi batu bata besar yang
didirikan dan (celah-celahnya) diberi adonan pasir supaya kuat dan bisa menjaganya (jenazah)
agar tidak ber-jatuhan debu/tanah. Bila sulit mendapatkan batu bata boleh diganti yang lain
seperti; papan, batu atau bambu yang dapat mengha-langi agar tanah tidak masuk ke dalam.
Setelah itu, baru ditimbun dengan tanah. Dan disunnahkan ketika itu membaca:
"Dengan nama Allah dan sesuai dengan ajaran Rasulullah."

Disyariatkan bagi yang belum menshalatkannya untuk menshalatkannya setelah


dikuburkan. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melaksanakan hal tersebut,
tapi dengan catatan hal itu boleh dilakukan dalam jangka waktu satu bulan atau kurang, dari
setelah dikuburkan. Bila sudah lewat dari satu bulan tidak disyariatkan lagi shalat di atas
kuburan. Karena tidak ada keterangan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan shalat
di atas kuburan setelah sebulan dari penguburan.
Tidak boleh bagi keluarga jenazah membuat makanan untuk orang-orang. Berdasarkan
perkataan seorang sahabat yang mulia Jarir bin Abdillah Al-bajali radhiallahu 'anhu
"Dulu kami menganggap, berkumpulnya (orang-orang) di tempat keluarga mayit dan
membuat makanan setelah penguburan, adalah termasuk 'niyahah' (ratapan yang hukumnya
haram)." (HR. Imam Ahmad dengan sanad yang baik).
Adapun membuatkan makanan untuk keluarga yang berkabung atau tamu-tamu mereka
maka tidak apa-apa. Bahkan dianjurkan oleh agama, agar para kerabat dan para tetangga
membuat makanan bagi mereka. Karena, ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar
kabar kematian Ja'far bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu di Syam, beliau meminta keluarga beliau
untuk membuat makanan yang diberikan kepada keluarga Ja'far. Beliau bersabda:
"Sesungguhnya telah menimpa kepada mereka musibah yang telah menyibukkan
mereka."
Keluarga jenazah boleh memanggil para tetangga dan yang lainnya untuk makan makanan
yang telah dihadiahkan bagi mereka dan menurut pengetahuan kami tentang hukum syara', tidak
ada batasan waktu untuk hal itu.

Tidak dibolehkan bagi seorang perempuan berkabung atas kematian seseorang lebih dari
tiga hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya. Saat itu dia harus berkabung selama empat
bulan sepuluh hari, kecuali kalau dia hamil maka sampai dia melahirkan. Berdasarkan hadits
shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini.
Adapun bagi seorang laki-laki tidak boleh mempunyai masa berkabung atas kematian
seorang kerabat dan yang lainnya.
Disyariatkan bagi kaum pria untuk berziarah kubur dari waktu ke waktu. Tujuannya untuk
mendo'akan yang mati, memohon-kan rahmat untuk mereka, juga untuk mengingatkan akan
kematian dan apa yang ada setelah itu. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ziarahilah kubur itu, sesungguhnya dia akan mengingatkan kalian tentang alam akhirat."
(Hadits dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada para sahabatnya apabila
mereka berziarah kubur untuk mengucapkan:
"Keselamatan untuk kalian wahai ahli kubur dari kaum mu'minin dan muslimin, dan
sesungguhnya kami --Insya Allah-- akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah
keselamatan untuk kami dan untuk kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mati lebih
dahulu dari kami dan juga orang-orang yang akan mati belakangan."

Adapun kaum wanita, maka dia tidak boleh melakukan ziarah kubur, karena Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat kaum wanita yang menziarahi kubur. Alasannya adalah
karena takut terjadi fitnah dan tidak mampu menahan kesabaran. Begitu pula, mereka tidak boleh
ikut mengantar jenazah sampai ke kuburan. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga
melarang hal tersebut. Akan tetapi, menshalatkan jenazah --baik di masjid maupun di tempat
lain-- dibolehkan untuk pria dan wanita semuanya.
7.Tindakan Keperawatan Dalam Perawatan Jenazah
Dalam menangani jenazah perawat harus melakukannya dengan hormat dan sebaik-
baiknya. Rasa hormat ini dapat dijadikan prinsip, dengan kata lain, seseorang telah diperlakukan
secara manusiawi dan sama seperti orang lain. Seorang perawat harus memperlakukan tubuh
jenazah dengan hormat. Sebelum kematian terjadi, anggota tubuh harus diikat dan kepala
dinaikkan ke atas bantal. Tubuh harus dibersihkan dengan membasuhnya dengan air hangat
secara perlahan. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh pasien harus dicuci dan dibersihkan
rawatan posmortem,
Perawatan tubuh setelah kematian disebut perawatan postmortem. Hal ini dapat menjadi
tanggung jawab perawat. Perawat akan lebih mudah melakukannya apabila bekerja sama dengan
staf kesehatan lainnya. Adapun hal yang harus diperhatikan :
1. Perlakukan tubuh dengan rasa hormat yang sama perawat lakukan terhadap orang yang
masih hidup.
2. Beberapa fasilitas memilih untuk meninggalkan pasien sendiri sampai petugas kamar
jenazah tiba.
3. Periksa prosedur manual rumah sakit sebelum melanjutkan perawatan postmortem.
a. Perawatan Jenazah
1. Tempatkan dan atur jenazah pada posisi anatomis.
2. Singkirkan pakaian atau alat tenun.
3. Lepaskan semua alat kesehatan
4. Bersihkan tubuh dari kotoran dan noda
5. Tempatkan kedua tangan jenazah di atas abdomen dan ikat pergelangannya (tergantung dari
kepercayaan atau agama)
6. Tempatkan satu bantal di bawah kepala.
7. Tutup kelopak mata, jika tidak bisa tertutup bisa menggunakan kapas basah.
8. Katupkan rahang atau mulut, kemudian ikat dan letakkan gulungan handuk di bawah dagu.
9. Letakkan alas di bawah glutea
10. Tutup tubuh jenazah sampai sebatas bahu
11. Kepala ditutup dengan kain tipis
12. Catat semua milik pasien dan berikan kepada keluarga
13. Beri kartu atau tanda pengenal
14. Bungkus jenazah dengan kain panjang

b. Perawatan Jenazah yang akan Diotopsi


1. Ikuti prosedur rumah sakit dan jangan lepas alat kesehatan
2. Beri label pada pembungkus jenazah
3. Beri label pada alat protesa yang digunakan
4. Tempatkan jenazah pada lemari pendingin

c. Perawatan Jenazah yang meninggal akibat kasus penyakit menular


1. Tindakan di ruangan
a. Luruskan tubuh, tutup mata, telinga dan mulut dengan kapas
b. Lepaskan alat kesehatan yang terpasang
c. Setiap luka harus diplester rapat
d. Tutup semua lubang tubuh dengan plester kedap air
e. Membersihkan jenazah perhatikan beberapa hal :
Perawat menggunakan pelindung :
a. Sebaiknya menggunakan masker penutup mulut.
b. Harus menggunakan sarung tangan karet.
c. Sebaiknya menggunakan apron / untuk melindungi tubuh dalam keadaan
tertentu.
d. Menggunakan air pencuci yang telah dibubuhi bahan desinfektan
e. Mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan jenazah
(sebelum sarung tangan dilepaskan dan sesudah sarung tangan dilepaskan).
f. Pasang label identitas jenazah pada kaki.
g. Keluarga/teman diberi kesempatan untuk melihat jenazah
h.. Memberitahukan kepada petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit
“menular”.
i. Jenazah dikirimkan ke kamar jenazah
2. Tindakan di Kamar Jenazah
a. Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah mengetahui cara memandikan
jenazah yang infeksius.
b. Petugas sebaiknya menggunakan pelindung :
1. masker penutup mulut
2. kaca mata pelindung mata
3. sarung tangan karet
4. apron/baju khusus untuk melindungi tubuh dalam keadaan tertentu
5. sepatu lars sampai lutut (sepatu boot)
c. Menggunakan air pencuci yang telah dibubuhi desinfektan, antara lain kaporit.
d. Mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan jenazah (sebelum dan sesudah sarung
tangan dilepaskan)
e. Jenazah dibungkus dengan kain kafan atau kain pembungkus lain sesuai dengan
kepercayaan/agamanya.
1. Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air bila terkena darah atau cairan tubuh lain.
2. Dilarang menutup atau memanipulasi jarum suntik, buang dalam wadah khusus alat tajam
3. Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam tas plastik
4. Pembuangan sampah dan bahan terkontaminasi dilakukan sesuai dengan tujuan mencegah
infeksi
5. Setiap percikan atau tumpahan darah di permukaan segera dibersihkan dengan larutan
desinfektans, misalnya klorin 0.5 %
6. Peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan: dekontaminasi,
pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi.
7. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka
8. Jenazah tidak boleh dibalsam, disuntik untuk pengawetan dan diautopsi kecuali oleh petugas
khusus.
9. Dalam hal tertentu, autopsi hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari
pimpinan RS

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Jadi, dasar melakukan perawatan jenazah adalah Al Quran dan Alhadist serta berhukum
wajib. Kita sebagai seorang muslim diwajibkan untuk melakukan tindakan perawatan jenazah,
meliputi memandikan, mengkafani, menyolatkan serta mengkuburkan jenazah dengan baik dan
benar secara layak. Sedangkan perawatan jenazah dalam keperawatan selain diperlakukan
dengan baik dan benar jenazah harus dihormati dan diberi pelayanan medis jenazah dengan
layak.
2. Saran
Sebaiknya, sebagai seorang muslim harus ikut serta dalam melakukan perawatan jenazah
terhadap kaum muslim lainnya. Sedangkan bagi para pihak medis hendaknya melakukan
perawatn jenazah dengan sebaik mungkin sesuai dengan syariat agama islam.

Sumber : http://artikelkesehatanmaisyaroh.blogspot.com/2015/02/perawatan-jenazah-secara-
islami-dan.html

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kehilangan adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat unik secara
individual. Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak yang mulai
belajar berjalan mencapai kemandiriannya dengan mobilisasi. Seorang lansia dengan perubahan
visual dan pendengaran mungkin kehilangan keterandalan-dirinya. Penyakit dan perawatan di
rumah sakit sering melibatkan berbagai kehilangan. (potter dan perry)
Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu
ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau
terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan dapat memiliki
beragam bentuk, sesuai nilai dan prioritas yang dipengaruhi oleh lingkungan seseorang yang
meliputi keluarga, teman, atau masyarakat, dan budaya. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata
dan dapat disalah artikan, seperti kehilangan kepercayaan diri atau pretise. Kehilangan dapat
bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat aktual dapat dengan mudah
diidentifikasi, misalnya seorang anak yang temannya pindah rumah dan yang paling nyata adalah
kematian.
Dalam kehidupan setiap individu hanya ada satu hal yang pasti, yaitu individu tersebut
akan meninggal dunia . Kematian merupakan suatu hal yang alami. Saat terjadinya kematian
merupakan saat-saat yang tidak diketahui waktunya. Kematian dapat terjadi singkat dan tidak
terduga seperti seorang anak yang meninggal akibat kecelakaan, kematiaan dapat berlangsung
mendadak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya seseorang yang pingsan dan
dalam waktu 24 jam sudah meninggal, kematian dapat diperkirakan sebelumnya melalui
diagnosis medis tetapi saat kematian itu sendiri biasa terjadi mendadak,atau pasien dapat
mengalami dahulu stadium terminal penyakit dalam waktu yang bervariasi mulai dari berapa
hari hingga berbulan-bulan.
Kematian dari masa lampau sampai saat ini selalu dikhaskan dengan kondisi terhentinya
pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai
dengan terhentinya kerja otak secara menetap. Namun demikian, kemajuan dalam teknologi
kedokteran berlangsung sedemikian cepat sehingga kalau satu atau lebih sistem tubuh tidak
berfungsi, pasien mungkin masih dapat dipertahankan “hidupnya”
dengan bantuan mesin, tindakan ini dapat dilakukan sehubungan dengan pengangkatan organ
tubuh untuk bedah transplantasi.

Kepercayaan yang ada pada agama memberitahukan konsep-konsep yang benar dan yang
salah, dan perilaku yang diharapkan untuk menjadi seseorang yang baik, penuh tenggang rasa
terhadap oranglain serta mempunyai rasa cinta kasih terhadap sesama, baik dalam perkataan
maupun perbuatannya.

Dengan memahami bahwa kematian merupakan suatu yang alami dari proses kehidupan akan
membantu perawatdalam memberikan respon terhadap kebutuhan pasien dengan lebih murah
hati.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini:
1. Mengetahui konsep kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian
2. Mengetahui tindakan asuhan keperawatan perawatan jenazah
3. Mengetahui konsep kematian menurut beberapa agama
4. Mengetahui tidakan perawatan jenazah yang harus dilakukan berdasarkan agama
klien.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Kematian
Kematian suatu keadaan alamiah yang setiap individu pasti akan mengalaminya. Secara
umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, lansia dan akhirnya
mati.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta
hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas listrik otak,
atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau terhentinya
kerja otak secara menetap. . Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah kematian, diantaranya :
1. Algor mortis (Penurunan suhu jenazah)
Algor mortis merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya produksi panas,
sedangkan pengeluaran berlangsung terus menerus, akibat adanya perbedaan panas antara mayat
dan lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi Algor mortis yaitu :
a. Faktor lingkungan
b. Suhu tubuh saat kematian ( suhu meningkat, a.m.makin lama)
c. Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya
d. Aliran udara, kelembaban udara
e. Aktivitas sebelum meninggal, konstitusi tubuh
f. Sebab kematian, posisi tubuh

2. Livor mortis (Lebam mayat)


Livor mortis (lebam mayat) terjadi akibat peredaran darah terhenti mengakibatkan stagnasi
maka darah menempati daerah terbawah sehingaa tampak bintik merah kebiruan.
3. Rigor mortis (Kaku mayat)
Rigor mortis adalah kekakuan pada otot tanpa atau disertai pemendekan serabut otot.
Tahapan tahapan rigor mortis:
0-2 sampai 4 jam : kaku belum terbentuk
6 jam : Kaku lengkap
12 jam : kaku menyeluruh
36 am : relaksasi sekunder
4. Dekomposisi ( Pembusukan)
Hal ini merupakan suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh mengalami
dekomposisi baik yang disebabkan karena adanya aktifitas bakteri, maupun karena autolisis.
Skala waktu terjadinya pembusukan
Mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna kehijauan di perut
kanan bawah (caecum).
Mekanisme:
Degradasi jaringan oleh bakteri → H2S, HCN, AA, asam lemak
H2S + Hb → HbS (hijau kehitaman).
Faktor yang mempengaruhi pembusukan:
1. Mikroorganisme
2. Suhu optimal (21 – 370C)
3. Kelembaban tinggi→cepat
4. Sifat mediumnya udara=air=tanah=(1:2:8)
5. Umur bayi, anak, ortu → lambat
6. Kostitusi tubuh : gemuk (cepat)
7. Keadaan waktu mati kematian :edema(cepat), dehidrasi(lambat)
8. Sebab kematian : radang (cepat)

Berikut ini terdapat beberapa definisi mengenai kematian sebagai berikut :


1. Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi (jantung)
total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel. Pada masa dini kematian
inilah, pemulaian resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi sistem organ vital
termasuk fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal.
2. Mati biologis (kematian semua organ) selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi
jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan. Mati biologis merupakan proses
nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira
1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oaleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama
beberapa jam atau hari.
Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat,
denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi
organisme secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin
untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian normal seperti ini tidak
bertujuan dan tidak berarti.
Henti jantung (cardiac arrest) berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada
organisme yang utuh atau hampir utuh. Henti jantung yang terus berlangsung sesudah jantung
pertama kali berhenti mengakibatkan kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain,
hasil akhir henti jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati mendadak (sudden death).
Diagnosis mati jantung (henti jantung ireversibel) ditegakkan bila telah ada asistol listrik
membandel (intractable, garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah
dilakukan RJP dan terapi obat yang optimal.
3. Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel (nekrosis) serebrum, terutama
neokorteks. Mati otak (MO,kematian otak total) adalah mati serebral ditambah dengan nekrosis
sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah dan batang otak.

Penyebab kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya manusia ke
dalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya organ tertentu dari
tubuh manusia.
Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan empat faktor:
(1) berhentinya pernafasan
(2) matinya jaringan otak
(3) tidak berdenyutnya jantung
(4) adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri

Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi pernafasan/paru-paru


dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian batang otak. Dengan
demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara total paru-paru dan jantung atau otak pada
suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran, jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan. Belum dapat
dibuktikan bahwa tubuh dapat dipisahkan dari jiwa dan jiwa itu baka.
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH MENJELANG KEMATIAN DAN
KEMATIAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian masalah ini antara lain adanya tanda klinis saat menghadapi kematian (sekarat),
seperti perlu dikaji adanya hilangnya tonus otot, relaksasi wajah, kesulitan untuk berbicara,
kesulitan menelan, penurunan aktivitas gastrointestinal, melemahnya tanda sirkulasi,
melemahnya sensasi, terjadinya sianosis pada ekstremitas, kulit teraba dingin, terdapat
perubahan tanda vital seperti nadi melambat dan melemah, penurunan tekanan darah, pernapasan
tidak teratur melalui mulut, adanya kegagalan sensori seperti pandangan kabur dan menurunnya
tingkat kecerdasan. Pasien yang mendekati kematian ditandai dengan dilatasi pupil, tidak mampu
bergerak, refleks hilang, nadi naik kemudian turun, respirasi cheyne stokes (napas terdengar
kasar), dan tekanan darah menurun. Kematian ditandai dengan terhentinya pernapasan, nadi, dan
tekanan darah, hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, hilangnya pergerakan otot, dan
terhentinya aktivitas otak.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian (proses sekarat).
2. Keputusan berhubungan dengan penyakit terminal.
C. Perencanaan dan tindakan keperawatan
Hal yang dapat dilakukan dalam perencanaan tujuan keperawatan adalah membantu
mengurangi depresi, mempertahankan harapan, membantu pasien dan keluarga menerima
kenyataan. Rencana yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, antara lain:
1. Memberikan dukungan dan mengembalikan kontrol diri pasien dengan cara
mengatur tempat perawata, mengatur kunjungan, jadwal aktivitas, dan penggunaan
sumber pelayanan kesehatan.
2. Membantu pasien mengatasi kesepian, depresi, dan rasa takut.
3. Membantu pasien mempertahankan rasa aman, percaya diri, dan harga diri.
4. Membantu pasien mempertahankan harapan yang dimiliki.
5. Membantu pasien menerima kenyataan.
6. Memenuhi kebutuhan fisiologis.
7. Memberikan dukungan spiritual dengan memfasilitasi kegiatan spiritual pasien.

D. Tindakan Perawat Dalam Menangani Jenazah


Dalam menangani jenazah perawat harus melakukannya dengan hormat dan sebaik-baiknya.
Rasa hormat ini dapat dijadikan prinsip, dengan kata lain, seseorang telah diperlakukan secara
manusiawi dan sama seperti orang lain. Seorang perawat harus memperlakukan tubuh jenazah
dengan hormat. Sebelum kematian terjadi, anggota tubuh harus diikat dan kepala dinaikkan ke
atas bantal. Tubuh harus dibersihkan dengan membasuhnya dengan air hangat secara perlahan.
Segala sesuatu yang keluar dari tubuh pasien harus dicuci dan dibersihkan rawatan posmortem,
Perawatan tubuh setelah kematian disebut perawatan postmortem. Hal ini dapat menjadi
tanggung jawab perawat. Perawat akan lebih mudah melakukannya apabila bekerja sama dengan
staf kesehatan lainnya. Adapun hal yang harus diperhatikan :
1. Perlakukan tubuh dengan rasa hormat yang sama perawat lakukan terhadap orang yang masih
hidup.
2. Beberapa fasilitas memilih untuk meninggalkan pasien sendiri sampai petugas kamar jenazah
tiba.
3. Periksa prosedur manual rumah sakit sebelum melanjutkan perawatan postmortem.
a. Perawatan Jenazah
1. Tempatkan dan atur jenazah pada posisi anatomis.
2. Singkirkan pakaian atau alat tenun.
3. Lepaskan semua alat kesehatan
4. Bersihkan tubuh dari kotoran dan noda
5. Tempatkan kedua tangan jenazah di atas abdomen dan ikat pergelangannya (tergantung dari
kepercayaan atau agama)
6. Tempatkan satu bantal di bawah kepala.
7. Tutup kelopak mata, jika tidak bisa tertutup bisa menggunakan kapas basah.
8. Katupkan rahang atau mulut, kemudian ikat dan letakkan gulungan handuk di bawah dagu.
9. Letakkan alas di bawah glutea
10. Tutup tubuh jenazah sampai sebatas bahu
11. Kepala ditutup dengan kain tipis
12. Catat semua milik pasien dan berikan kepada keluarga
13. Beri kartu atau tanda pengenal
14. Bungkus jenazah dengan kain panjang

b. Perawatan Jenazah yang akan Diotopsi


1. Ikuti prosedur rumah sakit dan jangan lepas alat kesehatan
2. Beri label pada pembungkus jenazah
3. Beri label pada alat protesa yang digunakan
4. Tempatkan jenazah pada lemari pendingin

c. Perawatan Jenazah yang meninggal akibat kasus penyakit menular


1. Tindakan di ruangan
a. Luruskan tubuh, tutup mata, telinga dan mulut dengan kapas
b. Lepaskan alat kesehatan yang terpasang
c. Setiap luka harus diplester rapat
d. Tutup semua lubang tubuh dengan plester kedap air
e. Membersihkan jenazah perhatikan beberapa hal :
Perawat menggunakan pelindung :
a. Sebaiknya menggunakan masker penutup mulut.
b. Harus menggunakan sarung tangan karet.
c. Sebaiknya menggunakan apron / untuk melindungi tubuh dalam keadaan
tertentu.
d. Menggunakan air pencuci yang telah dibubuhi bahan desinfektan
e. Mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan jenazah
(sebelum sarung tangan dilepaskan dan sesudah sarung tangan dilepaskan).
f. Pasang label identitas jenazah pada kaki.
g. Keluarga/teman diberi kesempatan untuk melihat jenazah
h.. Memberitahukan kepada petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit
“menular”
i. Jenazah dikirimkan ke kamar jenazah

2. Tindakan di Kamar Jenazah


a. Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah mengetahui cara memandikan
jenazah yang infeksius.
b. Petugas sebaiknya menggunakan pelindung :
1. masker penutup mulut
2. kaca mata pelindung mata
3. sarung tangan karet
4. apron/baju khusus untuk melindungi tubuh dalam keadaan tertentu
5. sepatu lars sampai lutut (sepatu boot)
c. Menggunakan air pencuci yang telah dibubuhi desinfektan, antara lain kaporit.
d. Mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan jenazah (sebelum dan sesudah sarung
tangan dilepaskan)
e. Jenazah dibungkus dengan kain kafan atau kain pembungkus lain sesuai dengan
kepercayaan/agamanya.
1. Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air bila terkena darah atau cairan tubuh lain.
2. Dilarang menutup atau memanipulasi jarum suntik, buang dalam wadah khusus alat tajam
3. Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam tas plastik
4. Pembuangan sampah dan bahan terkontaminasi dilakukan sesuai dengan tujuan mencegah
infeksi
5. Setiap percikan atau tumpahan darah di permukaan segera dibersihkan dengan larutan
desinfektans, misalnya klorin 0.5 %
6. Peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan: dekontaminasi,
pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi.
7. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka
8. Jenazah tidak boleh dibalsam,disuntik untuk pengawetan dan diautopsi kecuali oleh petugas
khusus.
9. Dalam hal tertentu, autopsi hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari
pimpinan RS

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah sekarat dan kematian secara umum dapat dinilai dari kemampuan
individu untuk menerima makna kematian, reaksi terhadap kematian, dan perubahan perilaku,
yaitu menerima arti kematian.

2.3. Konsep Perawatan Jenazah Menurut Beberapa Agama


A. Konsep Kematian Menurut Agama Islam
Orang disebut “mati” apabila nyawanya telah meniggalkan tubuh. Oleh karena itu, manusia
dan hewan juga mengalami kematian. Dalam ajaran islam, mati hanyalah masa istirahat untuk
mejelang hidup yang abadi di akhirat nanti. Suatu masa hidup yang tidak berkesudahan.
Seperti yang tercantum dalam ayat “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian
hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” (QS. 29:57) tiap orang yang pernah hidup di muka
bumi ini ditakdirkan untuk mati. Tanpa kecuali, mereka semua akan mati, tiap orang. Saat ini,
kita tidak pernah menemukan jejak orang-orang yang telah meninggal dunia. Mereka yang saat
ini masih hidup dan mereka yang akan hidup juga akan menghadapi kematian pada hari yang
telah ditentukan. Walaupun demikian, masyarakat pada umumnya cenderung melihat kematian
sebagai suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja.
Ketika kematian dialami oleh seorang manusia, semua “kenyataan” dalam hidup tiba-tiba
lenyap. Tidak ada lagi kenangan akan “hari-hari indah” di dunia ini. Renungkanlah segala
sesuatu yang anda dapat lakukan saat ini: anda dapat mengedipkan mata anda, menggerakkan
badan anda, berbicara, tertawa; semua ini merupakan fungsi tubuh anda. Sekarang renungkan
bagaimana keadaan dan bentuk tubuh anda setelah anda mati nanti.
Manusia yang diciptakan seorang diri haruslah waspada bahwa ia juga akan mati seorang
diri. Namun selama hidupnya, ia hampir selalu hidup untuk memenuhi segala keinginannya.
Tujuan utamanya dalam hidup adalah untuk memenuhi hawa nafsunya. Namun, tidak seorang
pun dapat membawa harta bendanya ke dalam kuburan. Jenazah dikuburkan hanya dengan
dibungkus kain kafan yang dibuat dari bahan yang murah. Tubuh datang ke dunia ini seorang diri
dan pergi darinya pun dengan cara yang sama. Modal yang dapat di bawa seseorang ketika mati
hanyalah amal-amalnya saja.
Dunia adalah tempat ujian dan cobaan. Bagi orang yang tunduk dan patut kepadanya maka
surga sebagai balasannya. Kita juga tidak tahu kapan dan dimana akan datangnya maut. Bahkan
apa yang kita peroleh pada hari esok, belum tahu apa yang terjadi. Adanya kematian yang
menimpa seseorang, berarti akan memutus kelezatan dunia. Manusia tinggal menunggu balasan
amal perbuatannya ketika masih di dunia.
B. Konsep Kematian menurut Agama Kristen
Antropologi Perjanjian Lama menjelaskan bahwa manusia bukan berasal dari Allah
melainkan diciptakan oleh Allah (Kej 1:27) atau dibentuk oleh Allah dari debu tanah dan diberi
kehidupan setelah Allah menghembus nafas hidup ke dalam hidungnya (Kej. 2:7). Bila manusia
disebut ciptaan maka di dalam manusia ada unsur ketidakkekalan (mortality). Dalam Kej. 2:16-
17 terdapat larangan makan buah pengetahuan yang baik dan jahat dengan akibat ”mati. Perintah
Allah itu itu dilanggar sssmanusia sehingga manusia mati dalam pengertian terpisah dengan
Allah atau mati rohani. Rasul Paulus juga berbicara bahwa manusia mati (nekros) karena
pelanggaran dan dosa (Ef 2:1, Rm 7:9). Selain itu dalam Roma 6:23, Rasul Paulus mengatakan
bahwa upah dosa adalah maut (thanatos). Akibat dosa, manusia terputus hubungannya dengan
Allah. Dalam Kej 2:7 dikatakan bahwa Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah. Allah
memasukkan nafas (neshamah) ke dalam bentuk jasmani, dan dengan cara itu manusia menjadi
makhluk hidup (nefesh chayyah). Tetapi bukan berarti manusia menerima jiwa atau roh
ilahi (divine soul or spirit).
Paham immortalitas jiwa tidak dikenal dalam Alkitab. Manusia mengalami
kematian bukan karena Tuhan, tetapi karena kemauan manusia sendiri yang hendak menjadi
sama seperti Allah. Dosa utama ini yang membawa kematian dalam hidup manusia. Pandangan
rohani yang dalam ini berasal dari konflik antara tradisi Yahwis berhadapan dengan konsepsi
dunia Timur kuno. Manusia yang terdiri dari tubuh, roh dan jiwa disebut sebagai manusia
seutuhnya; manusia sebagai suatu totalitas. Manusia yang utuh ini yang Allah ciptakan dan
sekaligus diselamatkan Allah setelah jatuh dalam dosa. Keselamatan yang Allah berikan
bukanlah keselamatan untuk jiwanya saja, tetapi keselamatan untuk tubuhnya juga. Kalau
manusia mati, ia mati seluruhnya sebagai tubuh dan jiwa. Allah bersama-sama manusia dalam
hidupnya dan Allah juga bersama-sama dengan manusia pada waktu manusia mati dan sesudah
manusia mati. Jelas bahwa manusia mati sebagai manusia dalam totalitas dirinya. Ia mati sebagai
diri yang rohani dan badani. Maka kematian badani adalah lambang yang tepat yang menjelaskan
lebih mendalam bahwa maut adalah akibat dosa dan tidak terelakkan. Bila dosa mengakibatkan
kematian, maka Kristus telah diutus Allah untuk menghapuskan dosa manusia sehingga di dalam
Kristus manusia didamaikan dengan Allah. Dengan jalan itu, Allah memberikan kepada manusia
kemungkinan baru untuk hidup sebagai partnerNya.
(Stephen. 2007. Perspektif dan Sikap Theologis. Diakses dari :
http://www.sabdaspace.org/kematian
C. Konsep Kematian Menurut Agama Hindu
Manusia pada umumnya selalu takut datangnya kematian, manusia dengan segala cara
selalu menjaga kesehatannya dengan harapan proses kematian jangan terlalu cepat sehingga
dapat lama menikmati kehidupan ini. Rasa takut manusia menghadapi kematian adalah suatu
pertanda bahwa sudah banyak penderitaan yang lain pada saat matinya dalam kehidupan yang
sebelumnya. Agama Hindu mengatakan setelah mati tubuh hancur, kembali menjadi panca maha
buta. Sedangkan jiwa mungkin mencapai moksha atau lahir kembali ke dunia ini.
Salah satu kitab dalam yang disakralkan oleh umat Hindu adalah kitab Upanishad. Kitab
Upanishad mengajarkan bahwa di luar dunia ini, "brahmanatman"lah (sesuatu seperti Allah)
satu-satunya yang benar-benar ada dan berarti. Apa yang
manusia lihat, dunia ruang, dan waktu adalah maya. Maya sifatnya hanya sementara dan tidak
memiliki makna yang nyata. Namun, semua yang hidup dan bernapas memiliki "atman" atau
jiwa yang merupakan bagian dari "paramatman" atau dunia arwah. Setiap "atman", saat berada
dalam dunia maya, mencoba untuk kembali ke "paramatman".
Kitab Upanishad menyatakan bahwa jalan satu-satunya bagi "atman" untuk kembali ke
asalnya adalah melalui "punar-janman" atau reinkarnasi. "Atman" (jiwa) seseorang mungkin
berawal dari cacing, kemudian melalui kematian dan kelahiran kembali, jiwa itu menjadi sesuatu
yang lebih tinggi derajatnya sampai menjadi manusia. Saat "atman" menjadi manusia,
"atman" itu harus tumbuh dengan mencapai kelas sosial yang lebih tinggi. Manusia mencapai
kelas sosial yang lebih tinggi dengan mengikuti darmanya -- tugasnya untuk melakukan sesuatu
hal tertentu sesuai dengan kelasnya. Tugas tersebut meliputi tugas moral, sosial, dan agama --
ketiganya sangat penting dalam agama Hindu.
Cara lain untuk membebaskan jiwa adalah melalui yoga -- kedisiplinan yang menahan
hasrat jasmani di bawah penguasaan diri sehingga "atman" dapat lolos dari lingkaran kematian
dan kelahiran kembali untuk kemudian bergabung ke "paramatman" (dunia arwah). Sekalinya
"atman" dapat masuk ke "paramatman" (kenyataan yang sebenarnya), maka "atman" tersebut
telah diterima di nirwana. Kemudian yang ada hanyalah hidup yang lebih tinggi. Ia berhasil
masuk ke dalam keabadian.
Orang Hindu meyakini bahwa dunia ini tidak bermakna karena dunia ini hanya sementara
dan satu-satunya realitas adalah sesuatu yang dapat ia lihat sekilas melalui disiplin dan meditasi
yang intensif. Mereka percaya bahwa jiwa mereka telah melalui lingkaran kelahiran, kematian,
kelahiran kembali yang panjang dan akan terus begitu sampai menemukan kelepasan di nirwana
(keabadian). Orang Hindu percaya bahwa Upanishad memberi mereka hikmat yang mereka
perlukan untuk menolak dunia agar jiwanya dapat mencapai"paramatman" yang kekal.
Hinduisme ini mengajarkan bahwa keselamatan dapat diperoleh melalui salah satu dari
tiga cara, yakni dengan menjalankan darma atau tugas; pengetahuan yang diajarkan Upanishad;
dan pengabdian kepada salah satu dewa, misalnya Wisnu atau Siwa. Cara yang terakhir adalah
cara yang paling banyak digunakan orang-orang dari kelas bawah (mayoritas orang India) karena
cara itu menawarkan kemudahan bagi jiwa mereka untuk mencapai kelas yang lebih tinggi, dan
akhirnya nirwana.
Menurut agama Hindu, setelah mengalami tahap-tahap kehidupan yang sempurna dan
melewati reinkarnasi, mereka akan bertemu dengan Dewa Brahma (Pencipta).
(Kebenaran Reinkarnasi. Diakses dari :
http://www.Hindubatam.com/kebenaranreinkarnasi.html)
D. Konsep Kematian menurut Agama Budha
Kematian menurut definisi yang terdapat dalam kitab suci agama Buddha adalah
hancurnya Khanda. Khanda adalah lima kelompok yang terdiri dari pencerapan, perasaan,
bentuk-bentuk pikiran, kesadaran dan tubuh jasmani atau materi. Keempat kelompok yang
pertama adalah kelompok batin atau NAMA yang membentuk suatu kesatuan kesadaran.
Kelompok kelima adalah RUPA, yakni kelompok fisik atau materi. Gabungan batin dan jasmani
ini secara umum dinamakan individu, pribadi atau ego. Sebenarnya apa yang ada bukanlah
merupakan suatu individu yang berwujud seperti itu. Namun dua unsur pembentuk utama, yakni
NAMA dan RUPA hanya merupakan fenomena belaka. Kita tidak melihat bahwa kelima
kelompok ini sebagai fenomena, namun menganggapnya sebagai pribadi karena kebodohan
pikiran kita, juga karena keinginan terpendam untuk memperlakukannya sebagai pribadi serta
untuk melayani kepentingan kita.
Kita akan mampu melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, bilamana memiliki
kesadaran dan keinginan untuk melakukannya, yakni bila kita ingin melihat ke dalam pikiran
sendiri dan mencatat dengan penuh perhatian (Sati). Mencatat secara objektif tanpa
memproyeksikan suatu ego ke dalam proses ini dan kemudian mengembangkan latihan tersebut
untuk waktu yang cukup lama, sebagaimana telah diajarkan oleh Sang Buddha
dalam SATIPATHANA SUTTA. Maka kita akan melihat bahwa kelima kelompok ini bukan
sebagai suatu pribadi lagi, melainkan sebagai suatu serial dari proses fisik dan mental. Dengan
demikian kita tidak akan menyalah-artikan kepalsuan sebagai kebenaran. Lalu kita akan dapat
melihat bahwa kelompok-kelompok tersebut muncul dan lenyap secara berturut-turut hanya
dalam sekejap, tak pernah sama untuk dua saat yang berbeda; tak pernah diam namun selalu
dalam keadaan mengalir; tak pernah dalam keadaan yang sedang berlangsung namun selalu
dalam keadaan terbentuk. Kelompok materi atau jasmani berlangsung sedikit lebih lama, yakni
kira-kira tujuh belas kali dari saat berpikir tersebut. Karena itu setiap saat sepanjang kehidupan
kita, bentuk-bentuk pikiran muncul dan lenyap. Lenyapnya yang dalam waktu sekejap mata ini
merupakan suatu bentuk dari kematian.
Lenyapnya elemen-elemen dalam waktu sekejap ini tidaklah jelas, karena kelompok-
kelompok yang berturutan akan muncul dengan segera untuk menggantikan yang lenyap, dan
mereka inipun muncul dan lenyap sebagaimana terjadi dengan hal-hal terdahulu. Inilah yang kita
katakan sebagai —Terus berlangsungnya kehidupan“. Namun dengan berjalannya waktu, maka
kelompok materi atau jasmani kehilangan kekuatannya dan mulai terjadi kelapukan. Saatnya
akan tiba di mana kelompok-kelompok ini tidak dapat berfungsi lebih lanjut, dan istilah yang
biasa dipakai inilah akhir dari suatu kehidupan yang kita sebut sebagai terjadinya kematian.

Menurut agama Budha, kematian dapat terjadi disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Kematian dapat disebabkan oleh habisnya masa hidup sesuatu makhluk tertentu.Kematian
semacam ini disebut —AYU-KHAYA“.
2. Kematian yang disebabkan oleh habisnya tenaga karma yang telah membuat
terjadinya kelahiran dari makhluk yang meninggal tersebut. Hal ini disebutKAMMA-
KHAYA“.
3. Kematian yang disebabkan oleh berakhirnya kedua sebab tersebut di atas, yang
terjadi secara berturut-turut. Disebut —UBHAYAKKHAYA“.
4. Kematian yang disebabkan oleh keadaan luar, yaitu: kecelakaan, kejadian-
kejadian
yang tidak pada waktunya, atau bekerjanya gejala alam dari suatu karma akibat kelahiran
terdahulu yang tidak termasuk dalam butir (c) di atas(UPACHEDAKKA).
Ada suatu perumpamaan yang tepat sekali untuk menjelaskan keempat macam kematian
ini, yaitu perumpamaan dari sebuah lampu minyak yang cahayanya diibaratkan sebagai
kehidupan.Cahaya dari lampu minyak dapat padam akibat salah satu sebab berikut ini:
1. Sumbu dalam lampu telah habis terbakar. Hal ini serupa dengan kematian akibat berakhirnya
masa hidup suatu makhluk.
2. Habisnya minyak dalam lampu seperti halnya dengan kematian akibat berakhirnya tenaga
karma.
3. Habisnya minyak dalam lampu dan terbakar habisnya sumbu lampu pada saat bersamaan, sama
halnya seperti kematian akibat kombinasi dari sebab-sebab yang diuraikan pada kedua hal di
atas.
4. Pengaruh dari faktor luar, misalnya ada angin yang meniup padam api lampu. Sama halnya
seperti yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar.

Oleh karena itu karma bukan merupakan satu-satunya sebab dari kematian. Dalam
Anguttara Nikaya dan Kitab-kitab lainnya, Sang Buddha menyatakan dengan pasti bahwa karma
bukan merupakan penyebab dari segala hal.

E.Konsep kematian menurut agama konghucu

Kematian adalah bagian dari setiap orang dan makluk ciptaan Tuhan, yang tidak mungkin
dihindari. Ia begitu menyengat nyawa, tidak memandang ras, ekonomi, usia, jabatan, dan
Agama. Alkitab secara “konsisten” mengaitkan kematian itu dengan dosa atau maut. (bnd Kej.
2:17; Maz 90:7-11; Rm 5:12; 6:23; 1 Kor 15:21 dan Yak 1:1-5).

Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja (Ibr Manusia ditetapkan untuk mati
hanya satu kali saja (Ibr 9:27), walaupun sering kita mendengar orang mengatakan ada yang mati
dan hidup lagi, biasanya itu yang disebut dengan mati suri. Sebenarnya kematian itu tidak sesuai
dengan kodrat manusia, hal ini disebabkan oleh pemberontakkannya kepada Allah. Bruce
Milne, menambahkan bahwa ini merupakan salah satu bentuk hukuman ilahi. Namun menurut
firman Tuhan , walaupun kematian itu tak terelakkan, bukan merupakan akhir dari segala
sesuatu. Itu sebabnya pada masa manusia itu diberi kesempatan untuk hidup, haruslah
mempergunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.

Kematian bagi kalangan Tionghoa dalam hal ini orang Tionghoa tradisi masih
sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber
“malapetaka” atau “sial”. Itulah sebabnya perlu ditangani dengan ritual keagamaan yang benar
sehingga kelak mereka tidak diganggu oleh roh yang meninggal itu.

a. Hubungan Anak dan Orangtua

Tradisi Tionghoa sangat menuntut agar anak-anaknya senantiasa menghormati orangtua.


Tradisi ini sebenarnya wajar dilakukan jikalau orangtua yang dimaksud masih hidup. Yang
menjadi tidak wajar adalah tatkala orang tersebut sudah matipun harus dihormati dan diangap
sekan-akan masih hidup. Parrinder menjelaskan bahwa, yang dimaksud dengan menghormati
orangtua yang sudah mati adalah dengan cara menjalankan kewajiban memberikan mereka
korban dan makanan. Atau ada juga yang mengirimkan mereka rumah, pakaian, uang, mobil,
computer (laptop) dan sebaginya.

Penghormatan terhadap orangtua disebut Hao (Hshiao)yang bagi mereka harus disertai
sikap hormat pada orang-orang yang lebih tua sebagai pernyataan kasih. Sikap hormat ini
berlangsung setiap hari kepada mereka yang masih hidup dan setelah meninggal dilakukan
dengan cara yang berbeda. Oleh sebab itu seorang anak sangat dipentingkan oleh keluarga orang
Tionghoa, terutama anak laki-laki. Bagi mereka anak bukan hanya untuk melanjutkan marga
(She) dan membawa berkat (Hokky) , tetapi yang terutama untuk mengganti sang ayah
merawat abu leluhur.

Menurut Nio Joe Lan, ada dua macam pendapat tentang pemujaan terhadap arwah leluhur
:
1. Arwah manusia itu hidup terus, dengan memujanya maka diharapkan arwah
leluhur itu akan melindungi keturunannya dari malapetaka.
2. Pemujaan terhadap arwah leluhur semata-mata hanya merupakan peringatan
terhadap leluhur, yakni mereka yang telah memberi hidup pada generasi masa kini. Jadi
dengan kata lain, memelihara “meja abu” tersebut hanya untuk mengenang orangtua
yang sudah meninggal.
Seorang anak laki-laki yang tidak mengurus “abu leluhur”, disebut Put Hao (tidak berbakti),
bahkan yang lebih dahsyat lagi keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki juga digolongkan
sebagai Put Hao. Itu sebabnya ada kelurga yang terpaksa mengadopsi anak laki guna memenuhi
syarat ini, bahkan yang lebih celaka konsep ortodox mereka, seorang suami diijinkan menikah
lagi demi untuk mendapat anak laki-laki.

b. Konsep Kematian bagi orang Tionghoa

Sampai saat ini orang Tionghoa masih menganggap kematian ini merupakan suatu hal
yang tabu untuk dibicarakan, apalagi pada saat seseorang yang lagi merencanakan menikah atau
melahirkan anak. Bagi orang Tionghoa, seseorang yang sudah meninggal secara otomatis
statusnya berubah menjadi dewa, bahkan umurnya boleh ditambah tiga tahun (satu tahun untuk
Bumi, satu tahun untuk udara dan satu tahun untuk laut),oleh sebab itu orang tersebut harus
disembah terutama oleh mereka yang lebih muda, termasuk anak cucu.

Penyembahan dilakukan di kubur, selain itu dapat juga dilakukan di rumah dengan cara
memanggil roh arwah tersebut di depan altar ( Hio Lo)-nya. Biasanya Hio Lo ini dipasang di
rumah putra sulung, kecuali atas persetujuan keluarga maka boleh ditempatkan di rumah anak
yang lain. Jaman ini tersedia fasilitas khusus untuk meletakkan abu leluhur, dan ada orang-orang
volunteer yang bersedia mengurusnya. Untuk mengetahui apakah roh yang dipanggil itu sudah
hadir atau belum maka diadakan Puak Poi yakni dengan melemparkan dua keping uang logam.
Apabila jatuhnya berlainan sisi sebanyak tiga kali berturut-turut, itu berarti roh arwah yang
dipanggil sudah hadir.

Menurut kepercayaan mereka, orang yang mati secara tragis misalnya, tabrakan,bunuh
diri, dan dibunuh, rohnya akan gentayangan; karena belum tiba saatnya dipanggil masuk dunia
orang mati. Nama mereka belum tercantum di dalam kerajaan maut (Im Kan) yang dikuasai raja
Giam Lo (Ong = raja). Roh gentayangan inilah yang biasanya disembah mereka pada hai Cui
Ko, yakni bulan ke tujuh tanggal lima belas.
b.Tempat Persemayaman

Pada jaman dulu, mengurus jenazah orang mati selalu menjadi tugas keluarga. Saat itu
banyak orang yang matinya di rumah bukan di rumah sakit. Anggota keluarga memandikan dan
menyiapkan tubuh itu sebelum dimakamkan, tukang kayu setempat membuat peti mati, pesuruh
gereja menggali lubang; sedangkan upacara diadakan di gereja atau di rumah. Dengan dihadiri
sanak famili dan kerabat-kerabat, tubuh (Jenazah) dibaringkan dipekuburan milik gereja atau
halaman rumah.

Menurut tradisi Tionghoa, jikalau seseorang meninggal, maka mayatnya harus


disemayamkan bebrapa hari sambil mengadakan upacara-upacara sembahyang dan pada malam
hari mayatnya harus tetap dijaga, sebab menurut kepercayaan mereka apabila mayat tersebut
dilangkahi kucing maka mayat itu bisa bangkit berdiri. Pada saat inilah sanak keluarga
mengadakan penyembahan kepada roh orang yang meninggal sebagai suatu penghormatan
(Hao).

Tempat persemayaman jenazah biasanya dilakukan di rumah, namaun sekarang orang


lebih senang memakai rumah sosial, di Surabaya misalnya Yayasan Sosial Adi Jasa dan
sebagainya. Sebenarnya bagi orang Tionghoa tradisi, menyemayamkan orang mati di rumah
sendiri itu lebih baik, hal ini jugga untuk menunjukkan Hao mereka, namun karena pada masa
sekarang karena masalah keamanan, rumah yang tidak memadai, parkir, membuat orang-orang
memakai rumah sosial.

2.4. Perawatan Jenazah Menurut Beberapa Agama


A. Perawatan Jenazah menurut Agama Islam
Perawatan jenazah menurut Islam meliputi memandikan jenazah, mengkafani, menyolatkan
dan menguburkan.
1. Memandikan jenazah
Syarat-syarat jenazah wajib dimandikan adalah:
a. Jenazah itu harus orang Islam
b. Didapati tubuhnya walaupun sakit
c. Bukan mati syahid
d. Bayi lahir sebelum waktunya dan belum ada tanda-tanda hidup, misalnya belum menangis,
belum bernafas dan denyut nadi belum bergerak.
e. Orang yang meninggal karena kecelakaan yang fatal sehingga tubuhnya nyaris rusak/hancur.
Bila jenazah disemayamkan lebih dari 24 jam sebaiknya tidak dimandikan tetapi cukup
dilap dengan kain yang agak basah sampai kering, kemudian diberi borehan dengan alkohol atau
spiritus. Sesudah itu diberi bedak dengan maksud agar mayat tetap kering an tidak mendatangkan
bau yang kurang sedap.
Orang-orang yang berhak memandikan jenazah:
a. Jika mayat telah mewasiatkan kepada seseorang untuk memandikannya maka orang itulah
yang berhak.
b. Jika mayat tidak mewasiatkan maka yang berhak adalah ayahnya atau kakeknya atau anaknya
laki-laki atau cucunya laki-laki.
c. Jika tidak ada yang mampu keluarga mayat boleh menunjuk orang yang amanah yang
terpercaya buat mengurusnya.
Persiapan sebelum memandikan jenazah:
a. Menutup aurat si mayat dengan kain basahan atau handuk besar.
b. Melepas pakaian yang masih melekat di tubuhnya.
c. Menggunting kuku tangan dan kaki kalau panjang.
d. Mencukur bulu ketiak dan merapikan kumis.
e. Membersihkan hidung dan mulut serta menutupnya dengan kapas ketika dimandikan lalu
dibuang setelah selesai.

Tata cara memandikan jenazah:


a. Jenazah dibaringkan di tempat yang tinggi.
b. Jenazah dimandikan di tempat tertutup.
c. Ketika dimandikan dipakaikan kain basah.
d. Bersihkan isi perut dengan tangan kiri yang telah terbalut.
e. Jenazah dibersihkan dari nazis yang melekat di tubuhnya atau yang keluar dari duburnya.
f. Setelah dibersihkan lalu dengan menggunakan air, sabun mandi, seluruh tubuh dari rambut
sampai telapak kaki dimandikan sampai bersih. Disunnahkan jenazah tersebut dimandikan tiga
kali atau lima kali.
g. Setelah jenazah selesai dimandikan, kemudian badannya dikeringkan dengan memakai handuk.

2. Mengkafani jenazah
Tata cara mengkafani jenazah adalah:
Jenazah laki-laki atau wanita minimal dibungkus dengan selapis kain kafan yang menutupi
seluruh tubuhnya. Namun untuk jenazah laki-laki sebaiknya dibungkus tiga lapis dan untuk
wanita lima lapis yaitu kain basahan, baju, tutup kepala, kerudung dan kain kafan yang menutupi
seluruh tubuhnya.

3. Menyolatkan jenazah
Syarat-syarat sah sholat jenazah adalah:
a. Menutup aurat, suci dari hadas besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya serta
menghadap kiblat.
b. Mayat sudah dimandikan dan dikafani.
c. Letak mayat sebelah kiblat orang yang menyolatinya, kecuali kalau sholat dilakukan di atas
kubur atau sholat gaib

B.Perawatan Jenazah menurut Agama Kristen


a. Cara merawat jenazah
Tindakan ini dilakukan untuk menjaga privasi keluarga sekaligus merawat jenazah
supaya tahan lama dan kelihatan bersih dan menghargai jenazah.
1. Perlengkapan memandikan jenazah
Adapun perlengkapan yang diperlukan dalam memandikan jenazah:
a. Air bersih secukupnya
b. Sabun mandi untuk membersihkan
c. Sarung tangan atau handuk untuk membersihkan kotoran-kotoran
d. Lidi atau sebagainya untuk membersihkan kuku
e. Handuk untuk mengeringkan badan atau tubuh jenazah setelah selesai dimandikan

2. Cara-cara memandikan jenazah


a. Bujurkan jenazah di tempat yang tertutup, tetapi jika jenazah dapat didudukkan di kursi bisa
didudukan dikursi.
b. Seandainya jenazah perempuan maka yang memandikan perempuan demikian juga sebaliknya.
c. Lepaskan seluruh pakaian yang melekat dan menutup
d. Tutup bagian auratnya
e. Lepaskan logam seperti cincin dan gigi palsu seandainya ada.
f. Bersihkan kotoran nazisnya dan meremas bagian perutnya hingga kotorannya keluar, hal ini
dialakukan dalam keadaan duduk.
g. Bersihkan rongga mulut
h. Bersihkan kuku, jari dan tangannya
i. Diusahakan menyiram air mulai dari anggota yang kanan, diawali dari kepala bagian kanan
terus ke bawah, kemudian bagian kiri terus kebawah dan diulang sampai bersih

3. Cara pelaksanaan memandikan jenazah


a. Mulai menyiram anggota tubuh secara urut, tertib segera dan rata hingga bersih minimal 3 kali
serta dimulai anggota tubuh sebelah kanan.
b. Menggosok seluruh tubuh dengan air sabun.
c. Menyiram beberapa kali sampai bersih.
d. Setelah bersih seluruh tubuh dikeringkan dengan handuk kering hingga kering.
e. Pakailah baju jenazah dengan warna gelap atau pakaian kesukaannya.
f. Diangkat ke rumah di ruang tengah dimana dialasi tikar pandan.
4. Hal-hal yang diperhatikan
a. Dilarang memotong rambut, hal ini dihindari karena dianggap menganiaya jenazah dengan
menimbulkan kerusakan atau cacat tubuh.
b. Saat menyiram air pada wajah dan muka tutuplah lubang mata, hidung, mulut dan telinganya
agar tidak kemasukan air.
c. Apabila anggota tubuh terluka dalam menggosok dan membersihkan bagian terluka supaya
hati-hati dilakukan dengan lembut seakan memperlakukan pada waktu masih hidup.

b. Cara memformalin jenazah


Formalin yang digunakan 70% sebab dapat membunuh bakteri dengan membuat jaringan
dalam bakteri dehidrasi kekurangan air, sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan
baru dipermukaan, hal ini bertujuan untuk melindungi lapisan dibawah, supaya tahan terhadap
serangan bakteri lain.
Formalin digunakan kurang lebih 4 liter supaya tahan lama kurang lebih satu minggu,
untuk tiga hari jumlah 2 liter dimana konsentrasinya sama 70%, untuk penyuntikan formalin
dipercayakan kepada pihak RS atau bidan. Jika di RS penyuntikan ini dipercayakan kepada
perawat sedang di luar RS dipercayakan kepada bidan. Ini disuntikan pada tubuh jenazah. Salah
satu tempatnya di bagian yang banyak mengandung air dan berongga contohnya di bagian sela-
sela iga. Formalin juga dapat dimasukkan ke pembuluh vena saphena magna. Pembuluh ini
letaknya di atas persendian kaki supaya tidak merusak organ tubuh lainnya. Ada juga yang
disuntikkan di pelipatan paha. Namun, di dunia kedokteran sudah menggunakan standar di kaki
karena selain mencarinya mudah juga pembuluh sudah kelihatan.

C.Perawatan Jenazah menurut Agama Hindu


a. Terlebih dahulu jenazah harus dimandikan dengan air tawar yang bersih dan sedapat mungkin
dicampur dengan wangi- wangian.
b. Setelah itu diberi secarik kain putih untuk menutupi bagian muka wajah dan bagian alat
kelaminnya.
c. Kemudian barulah diberi pesalin dengan kain atau baju yang baru (bersih), rambutnya
dirapikan (perempuan : rambutnya digulung sesuai dengan arah jarum jam), posisi tangan
dengan sikap "menyembah" ke bawah. Setelah itu dibungkus dengan kain putih.
d. Pada saat membungkus jenazah tersebut supaya diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Bila
jenazah itu laki- laki maka lipatan kainnya: yang kanan menutupi yang kiri, dan bila perempuan
maka lipatan kainnya: yang kiri menutupi yang kanan. Setelah terbungkus rapi ikatlah bagian
ujung (kepala dan kaki) serta bagian tengah jenazah yang bersangkutan dengan benang atau
sobekan kain pembungkus tadi. Setelah selesai perawatan di atas, barulah jenazah tersebut
disemayamkan di tempat yang telah ditetapkan.

D.Cara Perawatan Jenazah menurut Agama Budha


1. Mempersiapkan perlengkapan memandikan jenazah
a.Meja atau dipan untuk tempat memandikan jenazah
b.Air basah
c.Air kembang
d.Air yang dicampur dengan minyak wangi
e.Sabun mandi dan sampo
f.Sikat gigi
g.Handuk.

2. Mempersiapkan pakaian
a.Pakaian harus bersih dan rapi, dan yang paling penting adalah bahwa baju yang dikenakan pada
jenazah merupakan pakaian yang paling disenanginya sewaktu masih hidup
Sarung tangan dan kaos kaki yang berwarna putih
b.Pakaian yang disesuaikan dengan adat masing-masing, misalnya dengan menggunakan kain
putih
3. Tindakan Perawatan Jenazah
a.Sesaat setelah almarhumah/almarhum menghembuskan nafas yang terakhir, badannya digosok
dengan air kayu cendana, atau dengan menaruh es balokan di bawahnya agar jenazah tidak kaku
b.Setelah itu jenazah diletakkan di atas meja dan ditutupi kain setelah itu baru dibacakan paritta-
paritta atau doa-doa

4. Pelaksanaan Pemandian
a.Jenazah setelah disembahyangkan kemudian diusung ke tempat pemandian yang telah
disiapkan
b.Jenazah dimandikan dengan air bersih terlebih dahulu, kemudian air bunga, lalu dibilas dengan
air yang sudah dicampur dengan minyak wangi.
c.Jenazah dikramasi rambutnya dengan sampo, kemudian disabun seluruh badannya dan giginya
disikat dan kukunya dibersihkan, setelah itu dibilas lagi dengan air bersih
d.Sehabis itu jenazah dilap dengan handuk.

5. Pemakaian pakaian
a.Jenazah laki-laki
Pakaian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang paling disenangi oleh
almarhum sewaktu masih hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua
tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.

b.Jenazah Perempuan
Pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain
(pakaian adat daerah) dan khuusnya pakaian yang disenangi olehnya sewaktu dia hidup.
Mukanya diberi bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu
kedua tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.

c.Jenazah Khusus Pandita


Pakaian khusus Pandita adalah memakai jubah berwarna kuning dan tangannya diberi sarung
tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.

6. Sikap Tangan Jenazah


Sikap tangan diletakkan di depan dada, tangan kanan di atas tangan kiri, dan sambil
memegang tiga tangkai bunga, satu pasang lilin berwarna merah, tiga batang dupa wangi, yang
sudah diikat dengan benang merah. Sikap kedua kakinya biasa, dengan telapak kaki tetap ke
depan.

(Pemuda dan mahasiswa Buddhis.1999. Petunjuk Teknis Perawatan Jenazah bagi Umat
Beragama Buddha di Indonesia. Diakses dari :
http://groups.yahoo.com/group/pemuda_buddhis/message/126.

E.Perawatan jenazah menurut agama konghucu

Perlengkapan-perlengkapan dalam Perkabungan

1. Pakaian

- Pakaian orang mati

Pakaian ini mulai disediakan tatkala seseorang anggota keluarga itu lanjut usia. Biasanya
karena penyakit ketuaan yang diderita bertahun-tahun, sehingga si sakit meminta anak cucunya
untuk menyediakan pakaian itu baginya. Untuk membeli pakaian ini, harus memeilih hari dan
bulan baik yang dibaca melalui buku Thong Su (semacam ensiklopedi Tioinghoa). Nama pakaian
itu Sui I (Baju panjang umur). Mernurut Martin C. Yang, pakaian tersebut dapat segera
dikenakan pada si sakit apabila diperkirakan orang itu sudah hampir menghembuskan nafasnya
yang terakhir.

- Pakaian Berkabung

Orang yang berkabung (istilahnya Hao Lam) mengenakan pakaian serba putih, topi putih
yang terbuat dari kain blacu. Mereka yang lebih kental tradisinya lagi memakai pakaian serba
hiam. Selain itu juga dipasang Ha di lengan baju kiri tanda berkabung. Tujuan mereka memakai
pakaian berkabung adalah untuk meringankan penderitaan orang yanag meninggal, semakin
kental tradisi itu dijalankan maka semakin ringan penderitaannya. Sedangkan dampaknya bagi
yang berkabung, mereka akan mendapat pengaruh baik atau Hokky , semakin lama masa
berkabung, maka semakin banyak pengaruh baiknya.

-Peti Mati
Peti mati yang dipakai orang Tionghoa tradisi kelihatannya menyeramkan, sebab selain
ukurannya besar, berat ditambah lagi banyak ukir-ukiran kuno. Merupakan kebanggan
tersendiri, apabila sanak keluarga mampu membeli sendiri peti mati, sebab ada kepercayaan
mereka siapa yang yang membeli, dialah yang akan mendapat banyak rezeki. Bagi mereka peti
mati merupakan sarana untuk menghantar orang mati ke dalam kuburnya, oleh sebab itu semua
barang-barang kesayangan almarhum supaya dimasukkan juga ke dalamnya. Pembelian peti
mati yang mahal juga merupakan salah satu bukti Hao nya anak-anak, dan ada kebiasaan peti
tersebut tidak boleh ditawar harganya.

- Tempat Dupa

Tempat dupa (Hio Lo), merupakan sebuah bokor kecil yang fungsinya sebagai tancapan
dupa. Benda ini mempunyai dua buah kuping, sedangakan pada bagian depannya terukir sebuah
kata Hi (bahagia). Lazimnya Hio Lo itu terbuat dari timah, namun sekarang ini tidak jarang kita
lihat Hio Lo yang terbuat dari tanah liat. Hio Lo itu diisi abu dapur yang kemudian dipercayai
sebagai abu leluhur dan harus dipelihara sampai generasi turun-temurun. Dupa (Hio) merupakan
alat sembahyang yang dibakar dan mengeluarkan bau-bau harum. Makna yang terkandung dalam
pembakaran dupa ialah menemukan jalan suci. Dalam konteks kematian seperti
ini Hiomenyatakan bahwa yang bersangkutan hadir dalam acara perkabungan. Melalui Hio ini
akan terjalin komunikasi antara hidup dan yang mati.

- Lilin
Lilin merupakan tanda duka-cita, tetapi juga merupakan tanda bahwa para pelayat tidak
membawa sial. Menurut kepercayaan mereka tetesan air lilin ini tidak boleh kena tubuh kita,
karena akan membawa sial seumur hidup.

- Foto Almarhum

Foto Almarhum diletakkan di depan peti mati yang kemudian setelah pemakaman dibawa
pulang oleh putra sulung untuk di sembah. Foto juga dipakai sebagai iklan di Surat Kabar,
supaya sanak famili, handai-taulan mengetahui beliau ini sudah meninggal. Sering terjadi
percekcokkan hanya karena nama seseorang famili lupa dicantumkan, oleh sebab itu
memerlukan ketelitian.

Tata Cara Pemakaman

Tata-cara Pemakaman orang Tionghoa sebenarnya dengan mengubur, sedangkan kremasi


dikenal oleh kalangan yang beragama Hindu. Namun pada saat ini akibat memudarnya budaya
(detradisionalisasi), kremasi ternyata bukan cara yang asing lagi bagi orang Tionghoa.

Tata-caranya secara umum sebagai berikut :

- Sembahyang Tutup Peti

Selama persemayaman, jenazah tersebut sudah mulai disembah dengan dipimpin oleh padri
(Sai Kong) atau Bikhu/Bikhuni. Sanak keluarga dikumpulkan dengan mengenakan pakaian
berkabung, mereka diminta untuk membakar dupa, berlutut dan mengelilingi peti mati berulang-
ulang sebagai tanda hormat. Anak sulung (laki-laki) memegang “Tong Huan” sebagai alat
sembahyang selama ritual itu.

Setelah ditetapkan hari dan jamnya, maka jenazah tersebut segera dimasukkan ke dalam peti
sambil diisi barang-barang kesukaan almarhum dan kemudian dipenuhkan dengan uang kertas
sembahyang. Sesudah jenazah dimasukkkan ke dalam peti, maka diadakan sembahyang
“memaku peti jenazah” . Pada saat itu padri mengucapkan kalimat “It thiam teng, po pi kia sai”
artinya paku pertama diberkatilah anak menantu”, dengan demikian seterusnya sampai paku ke
empat. Setelah itu diadakan doa dengan harapan agar meringankan dosa yang diperbuat oleh
orang yang meninggal itu. Selain itu bagi mereka, cara menggeser peti mati itu juga ada
syaratnya, tidak boleh menyentuh kosen pintu rumah, sebab menurut kepercayaan mereka roh
almarhum itu akan tinggal di tempat yang tersenggol dan itu akan mengganggu aktivitas hidup
sehari-hari.

- Perjalanan ke tempat pemakaman

Pemberangkatan jenazah ke tempat pemakaman dimulai dengan sembahyang. Kali ini semua
sanak famili mempersembahkan korban berupa daging, buah-buahan atau kue-kue, yang setelah
selesai acaranya boleh dibawa pulang untuk dimakan bersama, supaya mendapat berkat dan
rezeki. Pada saat yang sama menantu laki mengadakan ritualnya dengan
mempersembahakan “Leng Ceng”

Bagi mereka yang masih memegang ketat tradisi, untuk menunjukkan rasa cinta anak pada
orang tua, maka mereka diharuskan telanjang kaki berjalan samapi persimpangan jalan barulah
boleh masuk ke mobil jenazah yang mengantar sampai ke kubur. Namun belakangan ini tradisi
seperti ini jarang dilakukan, sebab selain udara yang panas juga mengganggu lalu-lintas jalan.
Selain itu juga diadakan pemecahan guci, semangka dan sebagainya, semua ini tujuannya supaya
mendapatkan berkat.

- Sembahyang di kubur
Ritual penyembahan di kubur (kremasi) dilakukan dengan cara membakar dupa, berlutut,
mengelilingi peti jenazah yang dipimpin kembali oleh padri. Setelah selesai sembahyang, maka
dilakukan secara teratur tabur bunga yang dimulai oleh sanak keluarga dan famili yang diikuti
oleh pelayat. Pada saat ini juga, famili, cucu luar mengambil kesempatan membuang (Ha),
dengan demikian mereka sudah boleh memakai pakaian bebas.

Di kubur juga ada ritual lain seperti pelepasan burung merpati, lalu ada yang meguburkan
boneka di samping kuburan tersebut, dengan tujuan supaya adayang menemani arwah itu, dan
tujuan lain supaya arwah tersebut tidak mengajak pasangannya yang masih hidup.

- Perjalan pulang ke rumah

Perjalanan pulang dari tempat pemakaman (kremasi), dilakukan setelah semua upacaranya
selesai. Pihak berkabung membagi-bagikan Ang Pao kepada para pelayat sebagai tanda ucapan
terima klasih. Sementara itu anak sulung membawa Hio Lo sambil dupanya tetap dinyalahkan
dan anak yang lain memegang foto almarhum.

Dalam sepanjang perjalanan itu, anak-anak almarhum harus memberi komandao, misalnya
tatkala meliwati jembatan. Komando ini diucapkanm serentak kepada roh yang mereka bawa
melalui Hio Lo, supaya roh tersebut tidak tersesat pulang ke rumah. Hio Lo inilah yang
kemudian diletakkan di rumah anak sulung supaya disembah oleh semua sanak keluarga.

Para pelayat yang yang sudah tiba di rumah duka atau rumah almarhum, biasanya
disediakan air bunga untuk cuci wajah dan disediakan makanan ala kadarnya.

Pada dasarnya melalui uraian ini dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa kematian
bagi orang Tionghoa tradisi merupakan sesuatu yang tabu, mengerikan dan penuh misteri.
Mereka percaya ada kehidupan setelah kematian, namun sayang semuanya penuh ketidak-
berdayaan dan penderitaan, sehingga orang-orang yang meninggal justru memerlukan
pertolongan dari sanak keluarga, misalnya dalam memenuhi kebutuhan makanan,pakaian, rumah
serta uang. Herannya dalam ritual yang lain, sanak keluarga menganggap bahwa orang yang mati
itu sudah menjadi dewa, sehingga mereka datang kepada arwah tersebut untuk mohon berkat
(rejeki).

BAB III
PENUTUP

III.1. KESIMPULAN

Kehilangan adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat unik secara
individual. Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak yang mulai
belajarKehilangan mencapai kemandiriannya dengan mobilisasi. Seorang lansia dengan
perubahan visual dan pendengaran mungkin kehilangan keterandalan-dirinya. Penyakit dan
perawatan di rumah sakit sering melibatkan berbagai kehilangan. Kematian merupakan salah
satu contoh kehilangan yang nyata.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah,
serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas listrik
otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau
terhentinya kerja otak secara menetap.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatannya, perawat harus mengetahui konsep
kematian berdasarkan agama pasien. Perawat memiliki peranan dalam perawatan jenazah.
Perawatan yang dilakukan terhadap jenazah berbeda sesuai dengan agama pasien. Perawatan
jenazah pada pasien beragama Kristen antara lain memandikan jenazah dan memformalin
jenazah. Perawatan jenazah pasien beragama Islam antara lain, membujurkan jenazah,
memandikan jenazah, mengkafani jenazah, dan menyolatkan jenazah. Sedangkan perawatan
jenazah pasien beragama Hindu antara lain memandikan jenazah dan membungkus jenazah
dengan kain putih.
Dalam melakukan perawatan jenazah, perawat harus mengetahui penyebab kematian
pasien, apakah karena penyakit menular atau tidak. Jika, pasien tersebut meninggal karena
penyakit menular, maka perawat harus menggunakan alat pelindung diri saat melakukan
perawatan jenazah.
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. Buku Ajar Fundamental keperawatan volume 1. Edisi 4. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran
Kozier dkk. Fundamental of nursing concepts, process and practice. Edisi 7.
Karim, H. A. Abdul. 2002. Petunjuk Merawat Jenazah dan Shalat Jenazah. Jakarta : Amzah

Stephen. Kematian: Perspektif Dan Sikap Teologis.http://www.sabdaspace.net/kematian.


http://buletin-narhasem.blogspot.com/2010/01/artikel-arti-dan-makna-kematian.html
Pemuda dan mahasiswa Buddhis.1999. Petunjuk Teknis Perawatan Jenazah bagi Umat Beragama
Buddha di Indonesia. Diakses dari
http://groups.yahoo.com/group/pemuda_buddhis/message/126.

http://sites.google.com/a/saumimansaud.org/www/kematian
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/11705
http://groups.yahoo.com/group/debat-alkitab/message/12003?var=1

Anda mungkin juga menyukai