Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

QUR`AN HADIST TARBAWI


TEMA:
PENGERTIAN KODIFIKASI AL-QUR`AN DAN BAGAIMANA
KODIFIKASINYA DI MASA NABI, ABU BAKAR DAN UTSMAN

Dosen Pengampu:
Dr. Khalimi M.ag

Disusun Oleh :
Amna Mauliza (11230183000037)
Holifa Chantika F (11230183000085)
Dewi Kurniawati Pratiwi (11230183000039)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2024

i
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat dan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul
"Pengertian kodifikasi Al-Qur`an dan Bagaimana kodifikasinya di masa nabi, abu Bakar dan
Utsman”. adapun tujuan dari penyusunan dalam tugas makalah ini yaitu untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah "Qur`an Hadist Tarbawi"
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa, makalah ini tidak akan selesai
dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan dan bimbingan dari dosen
pengampu mata kuliah "Qur`an Hadist Tarbawi" bapak Dr. Khalimi M.ag. pada makalah yang
kami susun ini masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, maka kami meminta kritik dan
saran yang sifatnya membangun. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan
bagi kita semua di dalam dunia pendidikan. dan semoga mampu menjadi pendidik yang patut
diteladani oleh anak didik.

ii
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN

Al-Qur’an merupakan kitab pedoman umat islam yang keaslian atau keotentikannya
dijamin langsung oleh Allah Swt. Sebagaimana firmannya dalam surah al-Hijr ayat 9 yang
artinya ”Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti kami (pula) yang
memeliharanya”.

Oleh karena itu, kaum muslimin tidak boleh berlepas tangan atau lepas tanggung jawab
terhadap pemeliharaannya, karena lafaz yang digunakan dalam ayat ini adalah lafaz jamak yang
menunjukkan kemahaesaan Allah Swt, hal ini merupakan petunjuk kepada kaum muslimin akan
kewajiban mereka ikut serta dalam mempertahankan kemurnian kitab suci Al-Qur’an.Salah satu
upaya yang harus dilakukan agar ayat suci Al-Qur’an tidak dilupakan serta terhapus dari ingatan,
dari sejak awal turun hingga akhir turunnya perlu dilakukan beberapa upaya untuk menjaga dan
memelihara ayat- ayat tersebut. Seperti, pada masa Nabi, beliau menghafal ayat, menyampaikan
kepada sahabat kemudian mereka juga menghafal sesuai yang disampaikan Nabi Saw.

Proses kodifikasi Al-Qur’an terjadi dalam dua masa, yakni pada masa Nabi dan pada
masa sahabat. Pada masa sahabat, banyak sekali masalah yang dihadapi, mulai dari pengumpulan
ayat- ayat yang masih tercecer, kemudian penyusunan yang tidak menurut tertib nuzulnya, dan
permasalahan qira’at di tengah kaum muslimin. Di tengah banyaknya masalah yang terjadi pada
masa kodifikasi, para sahabat memberikan teladan kepada kita yang luar biasa dalam menyikapi
setiap permasalahan, berusaha berlapang dada menerima segala perbedaan agar tujuan mulia
terkait kodifikasi Al-Qur’an dapat terwujud. Makalah ini bertujuan untuk memahami lebih
mendalam terkait kodifikasi Al-Qur’an, serta bagaimana proses kodifikasi pada masa Nabi, Abu
Bakar, dan Utsman. Melalui pemahaman yang lebih mendalam pada materi ini, kita dapat
mengetahui bagaimana kodifikasi kitab suci Al-Qur’an.

4
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN KODIFIKASI

Kodifikasi Al-Qur’an yang dijelaskan dalam KBBI merupakan himpunan berbagai peraturan
menjadi undang-undang, hal penyusunan kitab perundang-undangan, pencatatan norma yang
telah dihasilkan oleh pembakuan dalam bentuk buku tata bahasa, seperti pedoman lafal, pedoman
ejaan, pedoman pembentukan istilah, atau kamus. Sedangkan dalam kajian ulumul Qur’an
kodifikasi sangat populer dan dikenal dengan istilah -Jam’ul Qur’an atau pengumpulan Al-
Qur’an. Maka pengertian kodifikasi al-Quran secara istilah yaitu kaidah penulisan kalimat-
kalimat al-Quran yang mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari waktu ke waktu,
hingga tulisan kalamullah itu tercatat sampai saat ini.

2. KODIFIKASI PADA MASA NABI

Kodifikasi Pada masa Nabi terbagi menjadi dua macam pengumpulan Al-Qur’an, yang
pertama yaitu pengumpulan dalam bentuk hafalan dan yang kedua dalam bentuk penulisan.
Namun penulisan yang ada di zaman Nabi belum disatukan dalam bentuk kitab. Al-Qur’an
diturunkan kepada seorang nabi yang tumbuh dalam kultur masyarakat ummi, yang dimana
Masyarakat ummi yang ada pada saat itu hanya sedikit yang pandai membaca dan menulis,
sehingga kebanyakan dari mereka mengandalkan hafalan saja.

Rasulullah SAW memberikan perhatian luar biasa terhadap Al-Qur’an. Rasulullah SAW
menghidupkan malam dengan membaca Al-Qur’an di dalam ibadah sembahyang, membacanya
di luar sembahyang, dan merenungkan maknanya sehingga kedua kakinya memar karena terlalu
lama berdiri dalam shalat malam untuk membaca Al-Qur’an sebagaimana keterangan Surat Al-
Muzzammil.Rasulullah SAW sangat mengobarkan semangat untuk menghafalkan Al-Qur’an.
Maka dari sinilah lahir banyak para sahabat penghafal Al-Qur’an. Mereka ditugaskan ke
berbagai penjuru daerah dan kota untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada penduduk setempat.
Kemudian, sebelum peristiwa hijrah, Rasulullah SAW mengutus sahabatnya yaitu Mush’ab bin
Umair dan Abdullah bin Ummi Maktum ke Madinah. Rasulullah SAW juga pernah mengutus
sahabat Mu’adz bin Jabal ke Makkah setelah peristiwa hijrah. Dalam hadits dijelaskan "Setiap
kali ada orang yang berhijrah, Rasulullah akan membelokkan orang tersebut kepada kami untuk
diajari Islam dan Al-Qur’an," kata Ubadah bin Shamit. (HR Ahmad dan Al-Hakim). (M Abdul
Azhim Az-Zarqani, Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an, [Kairo, Darul Hadits: 2017 M/1438 H],
halaman 194-195).

Abu Ubadi dalam Kitab Al-Qira’at menyebutkan sejumlah ahli Al-Qur’an dari kalangan
sahabat muhajirin ada empat, yakni khalifah rasul, Thalhah, Sa’ad, Ibnu Mas’ud, Hudzaifah,
Salim, Abu Hurairah, Abdullah bin Sa’ib, abadilah arba’ah atau empat Abdullah (yang terdiri
atas Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin Ash, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin
Zubair), Aisyah, Hafshah, Ummu Salamah. (Al-Qaththan, tanpa tahun: 117-118). Adapun ahli
Al-Qur’an dari kalangan sahabat Ansor adalah Ubadah bin Shamit, Mu’adz, Majma’ bin Jariyah,
Fadhalah bin Ubaid, Maslamah bin Makhlad, dan banyak sahabat lainnya. (Al-Qaththan, tanpa
tahun: 118).Di antara sahabat yang paling banyak menuliskan Al-Qur’an pada masa ini adalah
Zaid bin Tsabit
3. KODIFIKASI PADA MASA ABU BAKAR

Kodifikasi Al-Qur’an di masa Rasulullah SAW merupakan fase pertama kodifikasi Al-
Qur’an yang dilakukan umat Islam. Setelah Rasulullah SAW selesai menyampaikan risalah,
mengemban amanah, serta membimbing keberagamaan umat dan wafat pada 11 H atau sekira
632 M, kepemimpinan umat beralih kepada sahabat Abu Bakar As-Shiddiq RA. Di masa
kepemimpinannya, Abu Bakar menghadapi berbagai tantangan sosial politik yang luar biasa.

Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh Sayyidina Abu Bakar RA adalah peperangan
sahabat terhadap kelompok pembangkang beberapa suku di Arab pengikut Musailamah Al-
Kadzdzab. Pertempuran di Yamamah (daerah yang terletak di tengah jazirah Arab) yang
kemudian disebut dengan Perang Yamamah (12 H) yang selanjutnya berhasil ditumpas oleh
panglima Khalid bin Walid.

Pertempuran Yamamah berlangsung sangat sengit. Banyak sahabat ahli Al-Qur’an terkemuka
gugur dalam penumpasan kelompok pembangkang tersebut. Jumlah ahli Al-Qur’an yang gugur
mencapai 70 sahabat. Peristiwa ini tentu saja menyusahkan umat Islam. (As-Shabuni, 2016 M:
54). Sebagian ahli sejarah mencatat ahli Al-Qur’an yang gugur mencapai 500 orang.Keresahan
ini meresahkan Sayyidina Umar bin Khattab RA. Kemudian Sayyidina Umar bin Khattab
menemui khalifah Abu Bakar RA yang didapatinya dalam keadaan sedih dan duka mendalam. Ia
menyampaikan pendapat kepada khalifah Abu Bakar RA untuk melakukan kodifikasi terhadap
Al-Qur’an karena khawatir akan musnahnya Al-Qur’an yang lebih banyak tersimpan dalam
hafalan dan ingatan para sahabat, karena para sahabat penghafal Al-Qur’an banyak yang gugur di
pertempuran Yamamah. pada awalnya khalifah Abu Bakar RA sempat bimbang dan ragu pada
usulan sahabat Umar bin Khattab RA. Kemudian ia mulai yakin setelah sahabat Umar RA
menjelaskan segi kemaslahatannya. Hati dan pikiran Abu Bakar RA terbuka. Umar RA berhasil
meyakinkan sahabat Abu Bakar RA. Ia memanggil sahabat Zaid bin Tsabit dan memintanya
untuk mengodifikasi Al-Qur’an dalam sebuah mushaf. Zaid bin Tsabit juga awalnya bimbang
dan ragu, tetapi kemudian pikiran dan hatinya terbuka sebagaimana riwayat Bukhari. (As-
Shabuni, 2016 M: 54).

Pada masa ini Al-Qur’an dituliskan dengan beberapa kekhususan yaitu:

1. Setelah melalui tahapan penelitian yang akurat dan mendalam, maka setiap ayat-ayat
yang terkumpul kemudian dituliskan dalam satu kitab.
2. Menghilangkan setiap ayat yang telah mansukh.
3. Hanya menuliskan A yat yang telah diakui kemutawatirannya.
4. Qira’at yang dipakai dalam pembukuan ini berjumlah tujuh Qira’at yang disandarkan
pada riwayat yang shahih.(Abubakar & Ismail, 2019).

Kemudian lembaran-lembaran mushaf Al-Qur’an tersebut disimpan dengan baik oleh


Khalifah Abu Bakar RA hingga wafat. Lembaran mushaf itu kemudian berpindah ke tangan
Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA hingga ia wafat. Lembaran mushaf Al-Qur’an itu
selanjutnya untuk sementara dirawat oleh Hafshah binti Umar RA. (HR Bukhari).
4. KODIFIKASI PADA MASA UTSMAN BIN AFFAN

kodifikasi Al-Qur’an di masa khalifah Utsman bin Affan menghasilakn produk Al-Qur’an
beberapa mushaf yang sangat terbatas. Sejumlah mushaf versi resmi ini kemudian terkenal
dengan sebutan Mushaf Utsmani atau Al-Imam. Mushaf Utsmani atau Al-Imam merupakan fase
ketiga dalam sejarah kodifikasi Al-Qur’an. Pada masa khalifah Abu Bakar RA, Sayyidina Umar
RA tercatat sebagai orang yang mengusulkan kodifikasi Al-Qur’an kepada pemerintah.
Sedangkan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA, sahabat Hudzaifah ibnul Yaman
adalah orang yang mengusulkan kodifikasi Al-Qur’an kepada pemerintah dengan sebab yang
berbeda.

Kodifikasi Al-Qur’an pada era khalifah Utsman didorong oleh situasi yang berbeda dari
situasi yang dihadapi khalifah Abu Bakar, yaitu banyaknya penaklukan kota-kota dan sebaran
umat Islam di berbagai kota-kota yang jauh. Kondisi darurat tersebut mendorong Khalifah
Utsman bin Affan RA untuk mengatasi situasi sosial yang semakin memburuk. Dengan Mushaf
Utsmani, khalifah Utsman RA mengatasi konflik sosial, menyudahi pertikaian, dan melakukan
perlindungan terhadap orisinalitas dan otentisitas Al-Qur’an dari penambahan dan penyimpangan
seiring dengan peralihan zaman dan pergantian waktu. Solusi-solusi yang diambil Sayyidina
Utsman RA berangkat dari kecerdasan pikiran dan keluasan pandangannya untuk mengatasi
konflik sosial sebelum memuncak. Ia kemudian memanggil para sahabat terkemuka ahli Al-
Qur’an untuk mencari akar masalah dan mencoba mengatasinya.Pada masa ini terdapat beberapa
persyaratan yang diputuskan oleh Usman terhadap mushaf yang akhirnya beredar dan menjadi
pedoman kaum muslimin:

1. Ayat yang dituliskan hanya berdasarkan riwayat mutawatir.


2. Ayat yang tidak dibaca kembali pada saat pembacaan terakhir, serta ayat-ayat yang
bacaannya dinasakh maka ayat itu diabaikan.
3. Susunan mushaf Usman seperti susunan ayat dan surah yang ada sekarang. Dan ini berbeda
dengan susunan mushaf pada masa Abu Bakar.
4. Bentuk penulisan yang digunakan mampu melingkupi tujuh qiraat yang berbeda sesuai
dengan lafadz Al-Qur’an ketika turun.
5. Tulisan sahabat pada mushaf, yang berisi Penjelasan makna ayat, nasikh dan Mansukh
dihapuskan (Marzuki, 1992).

Usman menamai naskah pertama yang disalin dengan nama al-Imam, kemudian disalin lagi
menjadi 4 mushaf, yakni untuk kota Makkah, Kufah, Basrah dan Syria masing masing dikirim
satu mushaf untuk dijadikan mushaf pedoman. Adapun mushaf yang sudah terlanjur beredar di
masyarakat selain dari yang sudah di standarkan maka beliau perintahkan untuk di sita kemudian
di bakar, demi menyatukan Kembali ummat pada qira’at-qira’at yang diterima dari kodifikasi
masa Nabi, selain itu agar supaya ummat hanya berpedoman pada mushaf yang telah tersusun
sempurna demi menghindari perselisihan qira’at yang semakin besar. Kemudian Kerja kodifikasi
Al-Qur’an yang melahirkan Mushaf Utsmani atau Al-Imam di era sahabat Utsman bin Affan ini
menarik simpati dan apresiasi dari kalangan sahabat. Berikut ini pengakuan Sayyidina Ali RA
atas kerja kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan Utsman bin Affan RA. "Kalau aku penguasanya,
niscaya aku akan melakukan hal yang sama dengan Sayyidina Utsman RA," kata Sayyidina Ali
RA mengapresiasi kerja kodifikasi Al-Qur’an Utsman melalui Mushaf Utsmani. (As-Suyuthi,
2006: 192-193).

DAFTAR PUSTAKA

https://www.duniasantri.co/sejarah-kodifikasi-al-quran/?singlepage=1

https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/sejarah-kodifikasi-al-qur-an-di-masa-rasulullah-saw-
FS4sO

https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/kodifikasi-al-qur-an-di-masa-sahabat-abu-bakar-ra-ooLns

https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/kodifikasi-al-qur-an-di-masa-utsman-bin-affan-ra-YQbsl

Anda mungkin juga menyukai