Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ILMU RASM AL-QUR’AN

PERIODESASI PENULISAN MUSHAF, TOKOH DAN METODE PENULISANNYA

Dosen Pengampu: Dr. H. Muhammad Rabith Fuadi, Lc. M. Th.I

Disusun Oleh:
Sidqu Azmie Halilintar Al-Azka (210204110051)
Arnanta Mauluddin (210204110068)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah- Nya kepada kita sehingga kita dapat menunaikan kewajiban untuk belajar dan
mendalami Al- Qur'an, wahyu-Nya yang agung.

Makalah ini disusun sebagai upaya untuk memahami PERIODESASI PENULISAN


MUSHAF, TOKOH DAN METODE PENULISANNYA. Dalam pembelajaran agama,
metode yang digunakan memiliki peran yang sangat penting dalam mempengaruhi
pemahaman, keterampilan, dan penghayatan peserta didik terhadap Al-Qur'an.

Kami berharap makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam
tentang Ilmu Rasm Al-Qur’an, serta menjadi bahan pertimbangan bagi para pembaca yang
tertarik dalam pengembangan dan peningkatan kualitas pembelajaran agama di berbagai
lingkungan pendidikan. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan makalah ini.

Malang, 20 Maret 2024

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Islam dimulai sejak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul
di Makkah dan beliau sendiri sebagai gurunya. Sejarah pendidikan Islam pada masa
Nabi Muhammad SAW terbagi dua periode, yaitu Makkah dan Madinah. Pada periode
Makkah, Nabi Muhammad SAW lebih menitikberatkan pada pembinaan moral dan
akhlak serta tauhid kepada masyarakat Arab yang bermukim di Makkah. Pada periode
Madinah, Nabi Muhammad SAW. Melakukan pembinaan dibidang social dan politik.
Disinilah Pendidikan Islam mulai berkembang pesat. Intisari pendidikan Islam pada
periode itu disandarkan pada Al-Qur‟an dan Sunnah. Pendidikan Islam masa Rasul
menekankan pada pemahaman dan penghafalan Alqur’an.1
Kajian ilmu Al-Qur’an sampai saat ini ternyata tidak berhenti begitu saja.
Banyak pemikir muslim yang terus-menerus menggali keilmuan Al-Qur’an. Sebab,
selain Al-Qur’an sebagai sumber pedoman agama Islam, Al-Qur’an juga lahan basah
bagi pemikir untuk mendapatkan karya penelitian. Ketika menyikap Sejarah
pembukuan Al Qur’an, dimulai sejak zaman Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬sampai oleh
para sahabat dan tabi’in maka yang tidak bisa dipungkiri adalah pembukuan Al Qur’an
dilakukan berulang-ulang dan dilakukan oleh banyak orang. Hampir setiap sahabat
yang dekat dengan Nabi mempunyai riwayat Al-Qur’an namun tak semuanya
mempunyai catatan. Ada sahabat yang hanya menghafalkannya ada pula yang disuruh
langsung oleh Rasulullah untuk menulisnya. Perihal jumlah penulis Al-Qur’an pada
masa Rasulullah para ahli masih simpang siur. Meskipun yang berhasil menghitung
sahabat yang menulis Al-Qur’an sebanyak 44 sahabat..
Al-Qur‟an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan secara bertahap dan
berangsur-angsur. Penurunannya yang secara bertahap dan berangsur-angsur itu
melalui proses dan kurun waktu yang cukup lama, dari ayat pertama hingga ayat
terakhir memakan waktu selama kurang lebih dua puluh tiga tahun. Al-Qur‟an telah
menempuh perjalanan panjang berabad-abad sejak pertama kali diturunkan hingga saat
ini. Meskipun begitu, kemurnian dan keotentikan Al-Qur‟an akan senantiasa terjaga

1
Nur Munawaroh and Muhammad Kosim, “Pendidikan Islam Masa Khulafaur Rasyidin Dan Perannya Dalam
Pengembangan Pendidikan Islam,” Jurnal Kawakib 2, no. 2 (2021): 78–89.
dan terpelihara, sesuai dengan apa yang telah Allah jaminkan.2
Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. tidak berupa tulisan atau
berbentuk satu jilid yang tersusun rapi, melainkan berupa wahyu Untuk itu, ada dua
cara yang dilakukan oleh umat Islam untuk menjaga dan memelihara kitab suci tersebut
dari kemusnahan, yakni dengan cara hafalan dan penulisan. Dua cara tersebut telah
dilakukan sejak zaman Nabi Muhammad Saw. dan masih berlangsung hingga saat ini.
Sejarah turunnya Al-qur’an memiliki makna yang sangat dalam bagi selueruh
penghuni langit dan bumi sekaligus sebagai rahmat dan petunjuk untuk membimbing
manusia. Dikarenakan kebenaran Al-qur’an sudah sangat nyata dan kita sebagai
manusia yang mempercayainya, maka kita juga harus mengetahui tentang bagaimana
sejarah Al-qur’an tersebut bisa ada diantara kita. Tentang bagaimana Al-qur’an itu
dibukukan dan bagaimana proses pembukuan al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah penulisan mushaf al-Qur’an pada zaman Nabi Muhammad
SAW?
2. Bagaimana Sejarah penulisan pembukuan mushaf al-Qur’an pada zaman Abu
Bakar Ash-Shiddiq?
3. Bagaimana Sejarah penulisan dan pembukuan mushaf al-Qur’an pada zaman
Utsman bin Affan?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar pembaca memahami bagaimana Rasulullah memulai menulis al-Qur’an
pada zamannya,
2. Agar pembaca memahami bagaimana Sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq
menuliskan al-Qur’an setelah zaman Nabi Muhammad SAW.
3. Agar pembaca dan penulis memahami dan menelaah Kembali Sejarah penulisan
mushaf al-Qur’an dan perkembangan pembukuan al-Qur’an dari zaman Nabi
Muhammad SAW hingga Khulafur Rasyidin.

2
Aam Abdillah Billy Muhammad Rodibillah, Ajid Thohir, “Sejarah Penulisan Al-Qur’an Mushaf Sundawi Di
Bandung Tahun 1995-1997,” Historia Madania Jurnal Ilmu Sejarah 2, no. 2 (2018): 26.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penulisan Mushaf di Masa Rasulullah SAW


Al-quran diturunkan oleh Allah s.w.t. pada malam Lailatul Qadar dari Lauh
Mahfuz ke langit dunia. Syekh Manna' Al-qaththan dalam Mabahits fi Ulumil Qur'an
mengatakan bahwa turunnya Al-quran merupakan pemberitahuan untuk alam samawi
yang dihuni malaikat tentang kemuliaan yang dimiliki oleh umat Muhammad dan Al-
quran turun sebagai risalah baru agar menjadi umat yang paling baik. Dengan
mengumumkan kepada penguhuni alam samawi bahwa kitab Al-quran ini merupakan
kitab yang terakhir dari kitab-kitab yang diturunkan dan disampaikan kepada rasul
terakhir untuk umat yang paling mulia.3
Allah s.w.t. menurunkan kitab Al-quran kepada Nabi Muhammad melalui
perantara Malaikat Jibril secara bertahap. Al-quran diturunkan secara bertahap selama
kurang lebih 23 tahun kepada Nabi Muhammad untuk menjadi pedoman dalm
kehidupan. Sejarah turunnya Al-quran dimulai ketika Nabi Muhammad SAW berusia
40 tahun pada 610 Masehi. Pada saat itu, Nabi Muhammad berada di Gua Hira lelu
didatangi oleh Malaikat Jibril yang memberikan wahyu pertama kepada Nabi
Muhammad. Ayat yang pertama kali diturunkan adalah surat Al-Alaq ayat 1-5.
Peristiwa ini sekaligus menjadi pertanda dimulainya kenabian Muhammad. Setelah itu,
Al-quran turun secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun. Turunnya ayat Al-quran
menyesuaikan dengan permasalahan sosial, krisis moral, keagamaan yang sedang
terjadi. Sejarah turunnya Al-quran juga terbagi ke dalam dua periode, yaitu periode
Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah disebut dengan ayat Makkiyah,
sementara periode Madina disebut dengan ayat Madaniyah.
Penulisan Al-Qur’an sudah dimulai pada masa Rasulullhh SAW seiring dengan
penghafalan dan penyebarannya. Penghafalannya mengingat bangsa Arab dikenal
sangat kuat ingatan dan hafalannya, terutama dalam merekam silsilah keturunan dan
riwayat dan sejarah kabilah-kabilah mereka. Pada saat diturunkannya Al-Qur’an,
Rasulullah menganjurkan agar Al-Qur’an itu dihafal, dibaca selalu, dan diwajibkan

3
Sindy Widiarti and Khairul Fahmi, “Jejak Wahyu : Sejarah Proses Pengumpulan Ayat Al- Qur ’ an Hingga
Menjadi Mushaf,” Indonesian Journal of Multidisciplinary Scientific Studies (IJOMSS 1, no. 2 (2023): 40–45.
membacanya dalam shalat.4
Rasulullah mengambil para penulis untuk menuliskan wahyu setelah beliau
mendapatkan wahyu dari Allah. Para penulis tersebut berjumlah 19 orang. Penulis
yang paling banyak menulis wahyu adalah Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah. Rasulullah
Saw mengangkat beberapa orang sahabat, yang bertugas merekam dalam bentuk tulisan
semua wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. Di antara mereka ialah Abu
Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin
Tsabit, Ubay bin Ka’ab,5 dan beberapa sahabat lainnya.
Adapun alat yang digunakan untuk menulis wahyu pada saat itu masih sangat
sederhana. Para sahabat menulis al-Qur’an pada ‘usub (pelepah kurma), likhaf (batu
halus berwarna putih), riqa’ (kulit), aktaf (tulang unta), dan aqtab (bantalan dari kayu
yang biasa dipasang di atas punggung unta). Salah seorang sahabat yang paling banyak
terlibat dalam penulisan al-Qur’an pada masa nabi adalah Zaid bin Tsabit. Dan juga Ia
terlibat dalam pengumpulan dan pembukuan al-Qur’an masing-masing di masa Abu
bakar dan Utsman bin Affan.
Untuk menghindari kerancuan akibat bercampuraduknya ayat-ayat alQur’an
dengan lainnya, misalnya hadis Rasulullah, maka Beliau tidak membenarkan seseorang
sahabat menulis apapun selain al-Qur’an. Larangan Rasulullah untuk tidak menuliskan
selain al-Qur’an ini, oleh Dr. Adnan Muhammad, yang disebutkan oleh Kamaluddin
Marzuki dalam bukunya, dipahami sebagai suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk
menjamin nilai akurasi (keakuratan) al-Qur’an.
Setiap kali turun ayat al-Qur’an, Rasulullah memanggil juru tulis wahyu dan
memerintahkan sahabatnya agar mencatat dan menempatkan serta mengurutkannya
sesuai dengan petunjuk Beliau. Pada masa Rasulullah, Keseluruhan al-Qur’an telah
ditulis, namun masih belum terhimpun dalam satu tempat artinya masih berserak-serak.
Mengingat pada masa itu belum dikenal zaman pembukuan, maka tidaklah
mengherankan jika pencatatan al-Qur’an bukan dilakukan pada kertas-kertas seperti
dikenal pada zaman sekarang, melainkan dicatat pada benda-benda yang mungkin
digunakan sebagai sarana tulis-menulis.
Dengan demikian terdapatlah di masa Rasulullah Saw tiga unsur yang saling

4
Anisa Maulidya and Mhd Armawi Fauzi, “Tarbiatuna: Journal of Islamic Education Studies Sejarah Penulisan
Dan Pembukuan Al-Qur’an,” Tarbiatuna: Journal of Islamic Education Studies (In Press) 3, no. 1 (2023): 129–
136,
5
Pakhrujain Pakhrujain and Habibah Habibah, “Jejak Sejarah Penulisan Al-Qur’an,” MUSHAF JOURNAL: Jurnal
Ilmu Al Quran Dan Hadis 2, no. 3 (2022): 224–231.
terkait dalam pemeliharaan al-Qur’an yang telah diturunkan, yaitu: Hafalan dari
mereka yang hafal al-Qur’an, Naskah-naskah yang ditulis untuk nabi, dan naskah-
naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka
masing-masing.
Setelah para penghafal dan menguasai dengan sempurna, para hafizh (penghafal
ayat-ayat al-Qur’an) menyebarluaskan apa yang telah mereka hafal, mengajarkan-nya
kepada anak-anak kecil dan mereka yang tidak menyaksikan saat wahyu turun, baik
dari penduduk Makkah maupun Madinah dan daerah sekitarnya.
B. Penulisan Mushaf di Masa Abu Bakar
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat baik dari kalangan Anshar maupun
Muhajirin sepakat mengangkat Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah bagi kaum
muslimin. Pada masa awal pemerintahannya, banyak di antara orang-orang Islam yang
belum kuat imannya. Terutama di Yaman banyak di antara mereka yang menjadi murtad
dari agamanya, dan banyak pula yang menolak membayar zakat. Di samping itu, ada
pula orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi seperti Musailamah al-Kahzab.
Musailamah mengaku nabi pada masa Rasulullah.6
Melihat fenomena yang terjadi, Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah
mengabil ketegasan dengan memerangi mereka yang yang ingkar zakat dan mengaku
sebagai nabi beserta pengikutnya. Maka terjadilah peperangan yang hebat untuk
menumpas orang-orang murtad dan pengikut-pengikut orang yang mengaku dirinya
nabi. Peperangan itu dikenal dengan perang Yamamah. Perang Yamamah yang terjadi
pada tahun 12 H ini menyebabkan banyak sahabat dari kalangan penghafal AlQur’an
terbunuh. Menurut riwayat, sekitar 70 penghafal Al-Qur’an gugur dalam peperangan
tersebut. Padahal beberapa peperangan pun pernah terjadi sebelumnya, seperti
peperangan bi’ru ma’unah yang mengakibatkan hal serupa. Melihat kejadian ini, Umar bin
Khattab langsung menemui Abu Bakar serta mengusulkan untuk segera menghimpun
atau mengumpulkan Al-Qur’an yang saat itu masih dihafalkan oleh para sahabat, karena
khawatir akan lenyap seiring dengan banyaknya para penghafal Al-Qur’an yang
meninggal.7
Ada sebuah riwayat menyebutkan bahwa untuk kegiatan yang dimaksud yaitu
pengumpulan dan pembukuan al-Qur’an, Abu Bakar mengangkat semacam panitia

6
Muhammad Ichsan, “Sejarah Penulisan Dan Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Nabi Muhammad SAW Dan
Sahabat,” Substantia 14, no. 1 (2012): 1–8.
7
Ichsan.
yang terdiri dari empat orang dengan komposisi kepanitiaan sebagai berikut: Zaid bin
Tsabit sebagai ketua, dan tiga orang lainnya yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib
dan Ubay bin Ka’ab, masing-masing sebagai anggota.
Dalam menanggapi usulan Umar tersebut, Abu Bakar merasa ragu lantaran pada
masa Rasulullah hal tersebut tidak lazim dilakukan. Akan tetapi karena desakan
Umar, akhirnya Abu Bakar menyetujui dan menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai ketua tim
kodifikasi al-Qur’an. Awalnya Zaid merasa ragu dan penuh pertimbangan dalam
memenuhi tugas ini.
Hingga Zaid menuturkan pikirannya saat mendengar penugasan
itu, “Demi Allah, seandainya ia menugasiku untuk memindahkan sebuah
gunung, tidak akan lebih berat dibanding tugas untuk mengumpulkan al-Qur’an. Maka
setelah itu aku mengumpulkan al-Qur’an dari pelepah kurma, lempengan batu, dari
ingatan orang-orang, dari potongan kulit hewan, dan dari tulang-tulang hingga aku
menemukan akhir surat at-Taubah pada Abu Khuzaimah al-Anshari. Ayat itu tidak
kutemukan di tempat dan orang lain, selain dia. Terjemah ayat tersebut berbunyi:
Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu,
amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. hingga akhir surat
at-Taubah.
Namun, kecintaannya terhadap al-Qur’an telah menghapus keraguannya, dan
menggerakkan Zaid untuk melacak dan menghimpun lembaran-lembaran al-Qur’an
yang berserakan. Dalam menjalankan tugasnya Zaid lebih selektif dan hati-hati. Artinya
tidak semua setoran dari para sahabat diterima begitu saja dengan tangan terbuka,
melainkan harus disertai sumber tertulis dan saksi (setidaknya dua saksi 18). Hal ini
dilakukan Zaid untuk mencari kesepakatan bahwa setoran yang diterimanya benar-
benar ayat al-Qur’an dari Nabi Muhammad. Dengan demikian, pengumpulan al-Qur’an
yang dilakuakan oleh Zaid pada periode ini berpijak pada empat hal, yaitu:
1. Ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis dihadapan Nabi dan yang disimpan
dirumah beliau.
2. Ayat-ayat yang ditulis adalah yang dihafal para sahabat penghafal alQur’an.
3. Tidak menerima ayat yang hanya terdapat pada tulisan atau hafalan
saja, melainkan harus harus ada bukti bahwa itu tertulis dan dihafal.
4. Penulisan dipersaksikan kepada dua orang sahabat bahwa ayat-ayat
tersebut benar-benar ditulis dihadapan Nabi pada saat Nabi masih
hidup.

Tugas penulisan al-Qur’an dilaksaakan oleh Zaid dalam kurun


waktu satu tahun sejak selesai perang Yamamah sampai sebelum Abu
Bakar wafat. Lembaran-lembaran ini disimpan oleh Abu Bakar sampai
wafat dan kemudian disimpan Umar bin Kaththab, hingga kemudian
disimpan oleh Hafshah bint Umar.

Dengan demikian, Abu Bakar adalah orang pertama yang mengumpulkan


AlQur’an dalam satu mushaf yang dikerjakan dengan penuh ketelitian dan kecermatan,
di samping terdapat pula mushaf-mushaf pribadi sebagian sahabat. Di saat Abu Bakar
mengumpulkan Al-Qur’an, Ali bin Abi Thalib berkata, “Orang yang paling besar
pahalanya dalam hal mushaf ialah Abu Bakar. Semoga Allah melimpahkan rahmatNya
kepada Abu Bakar. Dialah orang pertama yang mengumpulkan kitab Allah.8

C. Penulisan Mushaf di Masa Utsman bin Affan


Pada masa pemerintahan Usman bin Affan terjadi perluasan wilayah islam di
luar jazirah Arab sehingga menyebabkan umat islam bukan hanya terdiri dari bangsa
Arab saja. Kondisi ini menyebabkan penduduk di berbagai wilayah tersebut
mempelajari qira’at dari qari’ yang dikirimkan kepada mereka. Cara-cara pembacaan
al-Qur’an yang dibawakan oleh setiap qari’ pun berbeda-beda. Sehingga apabila
mereka berkumpul di suatu pertemuan atau medan perang, terjadilah pembicaraan
tentang bacaan mana yang baku dan bacaan mana yang tidak baku.
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Irak, di antara
orang yang ikut menyerbu tenpat tersebut adalah Hudzaifah bin Yaman. Ia melihat
banyak perbedaan dalam cara-cara membaca al-Qur’an. Sebagian bacaan bercampur
dengan kesalahan, tetapi masing-masing tetap mempertahankan bacaannya dan
menentang orang yang menyalahi bacaannya bahkan mereka saling mengkafirkan.
Melihat fenomena ini, Hudzaifah segera melaporkannya kepada Usman. Para sahabat
juga sangat memprihatinkan keadaan ini, kemudian mereka bersepakat untuk menyalin
lembaran-lembaran pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat Islam

8
Maulidya and Fauzi, “Tarbiatuna: Journal of Islamic Education Studies Sejarah Penulisan Dan Pembukuan Al-
Qur’an.”
pada lembaran-lembaran itu yang tetap pada satu huruf.9
Dari peristiwa tersebut, Hudzaifah mengusulkan kepada Utsman supaya
perselisihan itu segera dipadamkan dengan cara menyalin dan memperbanyak al-
Qur’an yang telah dihimpun di masa Abu Bakar untuk kemudian dikirimkan ke
beberapa daerah kekuasaan kaum muslimin. Dengan demikian diharapkan agar
perselisihan dalam hal tilawah al-Qur’an ini tidak berlarut-larut.10
Perbedaan itu terlihat pada waktu pertemuan pasukan perang Islam yang datang
dari Irak dan Syria. Mereka yang datang dari Syam (Syria) mengikuti qira’at Ubay bin
Ka’ab, sementara mereka yang berasal dari Irak membaca sesuai qira’at Ibnu Mas’ud.
Tak jarang pula, di antara mereka yang mengikuti qira’at Abu Musa al-Asy’ariy. Sangat
disayangkan, masing-masing pihak merasa bahwa qira’at yang dimilikinya lebih baik.
Hal ini membuat para sahabat prihatin, karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan
menimbulkan penyimpangan dan perubahan.11 Setelah mendengar laporan dari
Huzaifah dan melihat langsung fenomena yang tejadi di kalangan umat Islam, Utsman
bin Affan kemudian mengutus orang meminjam mushaf yang ada pada Hafsah istri
Rasulullah Saw untuk diperbanyak. Untuk kepentingan itu, Utsman bin Affan
membentuk panitia penyalin al-Qur’an yang diketuai Zaid bin Tsabit dengan tiga orang
anggotanya masing-masing Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash, Abdul al-Rahman
bin al-Harits bin Hisyam.
Tugas panitia ini ialah membukukan al-Qur’an, yakni menyalin lembaran-
lembaran yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakar menjadi beberapa mushaf.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Utsman menasehatkan supaya:
1. Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal al-Qur’an
2. Kalau ada pertikaian antara mereka mengenai bahasa (bacaan), maka haruslah
dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab al-Qur’an itu diturunkan menurut
dialek mereka.
Maka dikerjakanlah oleh panitia kepada mereka, dan setelah tugas itu selesai,
maka lembaran-lembaran yang dipinjam dari Hafsah itu dikembalikan kepadanya.
Kemudian Utsman bin Affan memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-
lembaran yang bertuliskan al-Qur’an yang ditulis sebelum itu dan membakarnya.

9
Anisa Maulidya, Armawi Fauzi, “Sejarah Penulisan dan Pembukuan Al-Qurán”, Medan:Tarbiatuna), 2023,
Vol.03, No.01, Hal.129-136
10
Muhammad Ichsan, “Sejarah Penulisan dan Pemeliharaan Al-Qurán Pada Masa Nabi Muhammad SAW dan
Sahabat”, (Aceh: Substantia), 2012, Vol.14, No.01, Hal.1-8
11
Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an, (Bandung: Remaja Rosdakarya), 1994, Hal,74
Mushaf yang ditulis oleh panitia adalah lima buah, empat di antaranya dikirim ke
Makkah, Syiria, Basrah dan Kufah, dan satu mushaf lagi ditinggalkan di Madinah,
untuk Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai dengan Muzhaf al-Imam.
Ada beberapa manfaat dari pembukuan al-Qur’an menjadi beberapa mushaf
yaitu:
a. Menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya
b. Menyatukan bacaan kaum muslimin
c. Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut sebagai yang kelihatan pada
mushaf-mushaf sekarang.12

12
Muhammad Ichsan, “Sejarah……”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian, al-Qur’an merupakan Kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat jibril, yang diturunkan secara
berangsur-angsur. Ketika al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad hanyalah
dengan cara menghafalnya, kemudian Nabi Muhammad mengajarkan isi-isi al-Qur’an
yang telah disampaikan oleh malaikat jibril kepada para sahabatnya.
Kajian al-Qur’an pada perkembangan zaman selalu dikaji secara terus-menerus,
sehingga dalam mengkaju al-Qur’an diperlukannya penulisan al-Qur’an dan
pembukuan al-Qur’an agar memudahkan para sahabat dan ulama dari masa ke masa
untuk mengkaji al-Qur’an tersebut.
Pada zaman Rasulullah SAW, al-Qur’an dijaga dengan cara hanyalah sebatas
dibaca dan menghafalnya, kemudian Rasulullah menganjurkannya untuk membacanya
ketika sholat. Setelag itu, Rasulullah memiliki keinginan untuk menulis sebuah bacaan
al-Qur’an menjadi sebuah bentuk tulisan sehingga dapat dijaga keasliannya. Pada
zaman Rasulullah SAW, dalam menulis al-Qur’an hanya melalui perantara beberapa
alat seperti; pelepah daun kurma, tulang belulang, kulit, batu, dan lain sebagainya.
Sepeninggal Nabi Muhammad SAW, penulisan al-Qur’an diteruskan oleh para sahabat
Khulafaur Rasyidin, selanjutnya ialah Sayyidina Abu Bakar. Pada zaman Abu bakar
banyak sekali fenomena-fenomena yang mengharuskan Khalifah Abu Bakar berperang
dengan para penentang, dari peperangan tersebutlah banyak dari kalangan sahabat yang
menghafal al-Qur’an meninggal ketika perang. Oleh karena itu, Umar segera mendesak
Sayyidina Abu Bakar untuk menuliskan al-Qur;an agar terjaga dari masa ke masa.
Sehingga penulisan al-Qur’an terus berlanjut hingga ke khalifah ke-4 yaitu Utsman bin
Affan.
DAFTAR PUSTAKA
Billy Muhammad Rodibillah, Ajid Thohir, Aam Abdillah. “Sejarah Penulisan Al-Qur’an
Mushaf Sundawi Di Bandung Tahun 1995-1997.” Historia Madania Jurnal Ilmu
Sejarah 2, no. 2 (2018): 26.
Ichsan, Muhammad. “Sejarah Penulisan Dan Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Nabi
Muhammad SAW Dan Sahabat.” Substantia 14, no. 1 (2012): 1–8.
Maulidya, Anisa, and Mhd Armawi Fauzi. “Tarbiatuna: Journal of Islamic Education Studies
Sejarah Penulisan Dan Pembukuan Al-Qur’an.” Tarbiatuna: Journal of Islamic
Education Studies (In Press) 3, no. 1 (2023): 129–36.
https://journal.laaroiba.ac.id/index.php/tarbiatuna/article/view/2762.
Munawaroh, Nur, and Muhammad Kosim. “Pendidikan Islam Masa Khulafaur Rasyidin Dan
Perannya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam.” Jurnal Kawakib 2, no. 2 (2021):
78–89. https://doi.org/10.24036/kwkib.v2i2.25.
Pakhrujain, Pakhrujain, and Habibah Habibah. “Jejak Sejarah Penulisan Al-Qur’an.”
MUSHAF JOURNAL: Jurnal Ilmu Al Quran Dan Hadis 2, no. 3 (2022): 224–31.
https://doi.org/10.54443/mushaf.v2i3.38.
Widiarti, Sindy, and Khairul Fahmi. “Jejak Wahyu : Sejarah Proses Pengumpulan Ayat Al-
Qur ’ an Hingga Menjadi Mushaf.” Indonesian Journal of Multidisciplinary Scientific
Studies (IJOMSS 1, no. 2 (2023): 40–45.
Anisa Maulidya, A. F. (2023). Sejarah Penulisan dan Pembukuan Al-Qurán. Tarbiatuna, 129-
136.
Marzuki, K. (1994). 'Ulum Al-Qurán. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai