Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan berbagai nikmat di
antaranya nikmat iman, serta kesehatan yang tak terkira harganya. Semoga dengan
melimpahnya rahmat tersebut, kita senantiasa istiqamah di jalan yang Allah ridhoi. Shalawat
serta salam tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. kepada keluarganya, para
sahabatnya, para tabi’in hingga sampai kepada kita selaku umatnya. Semoga cahaya Nabi
Muhammad senantiasa menuntun kita untuk menapaki kehidupan akhir zaman.
Dalam makalah ini kami selaku kelompok 1 mengangkat judul “Sejarah
Perkembangan Ilmu Al-Qur‟an”. Kami selaku kelompok 1 mengucapkan banyak terima kasih
kepada dosen pengampu atas bimbingannya serta kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini.
Kami selaku kelompok 1 menyadari dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini,
masih terdapat banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, kami selaku
kelompok 1 memohon maaf sebesar-besarnya jika terdapat banyak kekurangan tersebut.
Dengan senang hati kami menerima kritik dan saran yang dapat menjadikan pembuatan
makalah selanjutnya lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
umumnya dan bagi kelompok 1 khususnya.
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah merupakan rekaman peristiwa masa lalu yang dilalui oleh manusia
dengan segala sisinya. Sejarah memuat kejadian-kejadian yang telah lampau dimana
didalamnya mengandung arti dan nilai kehidupan. Sedangkan Al-Qur‟an adalah
wahyu Ilahy (kitab suci) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai
pedoman hidup bagi umat manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok kami perlu untuk untuk
merumuskan apa yang menjadi permasalahan dengan membuat pernyataan rumusan
masalah. Pokok masalah tersebut dapat dijabarkan secara rinci sebagai berikut:
1. Bagaimana asal usul dan pewahyuan Al-qur‟an?
2. Cara pengumpulan Al-qur‟an.
3. Stabilisasi teks dan bacaan Al-qur‟an
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah dalam rangka untuk
mengungkapkan bagaimana asal usul dan pewahyuan Al-qur‟an,cara pengumpulan
Al-qur‟an dan stabilisasi teks dan bacaan Al-qur‟an secara umum.
D. Manfaat
PEMBAHASAN
Kitab suci kaum Muslimin, yang berisi kumpulan wahyu Ilahi yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad selama kurang lebih 23 tahun, secara populer dirujuk dengan
1
Taufik Adnan Amal. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an. Jakarta. 2011
2
Taufik Adnan Amal. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an. Jakarta. 2011
nama “al-Qur‟ãn”. Sebagian besar sarjana Muslim memandang nama tersebut secara
sederhana merupakan kata benda bentukan (mashdar) dari kata kerja (fi„l ) qara‟a yang
berarti, “membaca.” Dengan demikian al-qur‟ãn bermakna “bacaan” atau “yang dibaca”
(maqrû‟).3 Dalam manuskrip al-Quran beraksara kufi yang awal, kata ini ditulis tanpa
menggunakan hamzah – yakni al-qurãn.
Hal ini telah menyebabkan sejumlah kecil sarjana Muslim memandang bahwa
terma itu diturunkan dari akar kata qarana, “menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang
lain” atau “mengumpulkan,” dan al-qurãn berarti “kumpulan” atau “gabungan.”4 Tetapi,
pandangan minoritas ini harus diberi catatan bahwa penghilangan hamzah merupakan
suatu karakteristik dialek Makkah atau Hijazi,5 dan karakteristik tulisan al-Quran dalam
aksara kufi yang awal. Disamping itu, sebagaimana akan ditunjukkan dibawah, terma
qur‟ãn bertalian erat dengan akar kata qara‟a dalam penggunaan al-Quran sendiri.
Dalam sejumlah bagian al-Quran, kata-kata senada juga digunakan untuk merujuk
komunikasi pesan ilahi kepada para nabi sebelum Muhammad (12:109; 16:43; 21:7,25;
dll.): seperti kepada Nuh (23:27; 11:36-37; dll.), Musa (7:160; 20:13,77; 26:52,63; dll.),
Yusuf (12:15), dan lain-lain. Pesan yang dikomunikasikan, dalam kebanyakan kasus,
berupa perintah untuk melakukan sesuatu. Jadi, kepada Nuh, misalnya, “diperintahkan”
membuat bahtera berdasarkan “wahyu”. Begitu juga, kepada Musa “diperintahkan” untuk
melakukan eksodus di malam hari, memukul laut dan batu karang dengan tongkatnya.
Terkadang, yang diwahyukan kepada para nabi adalah doktrin: “Katakanlah:
3
Untuk berbagai istilah linguistik yang digunakan dalam tulisan ini, lihat Muhammad Ali al-Khuli, A
Dictionary of Theoretical Linguistics, (Beirut: Librairie du Liban, 1982).
4
Lihat Muhammad Badr al-Din al-Zarkasyi, al-Burhãn fî „Ulûm al-Qur‟ãn, (Mesir: Isa al-Babi al-Halabi, tt.), i,
p. 278; Jalal al-Din al-Suyuthi, al-Itqãn fî „Ulûm alQur‟ãn, (Dar al-Fikr, tt.), i, p. 87; Noeldeke, et.al.,
Geschichte, i, pp. 31 f. catatan no. 6..
5
Dengan demikian, besar kemungkinannya bahwa Nabi sendiri membaca terma ini sebagai qurãn, mengingat
asal-usul etnisnya.
6
Taufik Adnan Amal. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an. Jakarta. 2011
„Sesungguhnya diwahyukan kepadaku bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang esa‟”
(18:110; 21:108; 41:6; dll.).7 Penetapan al-Quran sebagai sumber primer hukum Islam
juga memainkan peran penting dalam upaya penyusunan suatu aransemen kronologis
kitab suci tersebut. Hal ini tercermin jelas dalam berbagai bahasan tradisional tentang
nãsikh-mansûkh.8
2. Pengumpulan al-Quran
Terdapat dua jenis tulisan Arab – lazimnya disebut khat Hijazi – yang
berkembang ketika itu. Pertama adalah khat Kufi, dinamakan mengikuti kota Kufah,
tempat berkembang dan disempurnakannya kaidah-kaidah penulisan aksara tersebut.
Bentuk tulisan ini paling mirip dengan tulisan orang-orang Hirah (Hiri) yang bersumber
dari tulisan Suryani (Siriak). Khat Kufi digunakan ketika itu antara lain untuk menyalin
al-Quran. Bentuk tulisan kedua adalah khat Naskhi, yang bersumber dari bentuk tulisan
Nabthi (Nabatean). Khat ini biasanya digunakan dalam suratmenyurat. Namun, teori
tentang asal-usul kedua ragam tulis ini tidak begitu diterima sejarawan Arab, yang
melihat bahwa tulisan Musnad – bersumber dari tulisan Arami (Aramaik) yang masuk ke
Hijaz melalui Yaman – merupakan bagian dari rangkaian tulisan Arab.9
Pengumpulan pertama Al-Qur‟an dilakukan oleh khalifah Zayd Ibn Tsabit. al-
Quran sendiri dikumpulkan dan direkam secara tertulis pada masa Nabi. Sementara yang
dilakukan Khalifah Utsman, ketika mengumpulkan al-Quran pada masa kekhalifahannya,
7
Taufik Adnan Amal. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an. Jakarta. 2011
8
Dalam fiqh klasik, terma nãsikh-mansûkh, sehubungan dengan al-Quran, memiliki tiga makna: (i) menunjuk
pada pembatalan hukum yang dinyatakan dalam kitabkitab samawi sebelum al-Quran; (ii) menunjuk pada
penghapusan sejumlah teks ayat-ayat al-Quran dari eksistensinya, baik penghapusan teks dan hukum yang
terkandung di dalamnya (naskh al-hukm wa-l-tilãwah) maupun penghapusan teksnya saja sedangkan hukumnya
tetap berlaku (naskh al-tilãwah dûna-l-hukm); dan (iii) penghapusan ayat-ayat yang turun lebih awal oleh ayat-
ayat yang turun belakangan, tetapi teks terdahulu itu masih tetap terkandung di dalam al-Quran 140 / TAUFIK
ADNAN AMAL (naskh al-hukm dûna-l-tilãwah). Makna terakhir inilah yang relevan dengan bahasan di sini.
9
Taufik Adnan Amal. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an. Jakarta. 2011
adalah menyatukan kaum Muslimin pada pembacaan satu mushaf otoritatif. Dengan kata
lain, lewat upayanya dalam pengumpulan al-Quran, Utsman telah melakukan penyatuan
atau standardisasi teks al-Quran.
(i) riqã„ atau lembaran lontar atau perkamen, sebagaimana dijelaskan al-Suyuthi;77
(ii) likhãf atau batu tulis berwarna putih, terbuat dari kepingan batu kapur yang
terbelah secara horisontal lantaran panas;
(iii) „asib atau pelepah kurma, terbuat dari bagian ujung dahan pohon kurma yang tipis
– salah satu surat Nabi kepada Udzra ditulis di atas bahan ini;78
REKONSTRUKSI SEJARAH AL-QURAN / 177
(iv) aktãf atau tulang belikat, biasanya terbuat dari tulang belikat unta; (v) adllã„ atau
tulang rusuk, biasanya juga dari tulang rusuk unta; (vi) adîm atau lembaran kulit,
terbuat dari kulit binatang asli – bukan perkamen – dan merupakan bahan utama
yang digunakan untuk menulis ketika itu.10
Terdapat dua jenis mushaf, yaitu mushaf primer dan mushaf sekunder. Berikut
skema mushaf tersebut :
10
Ibid, iv, no. 87, 102, p. 123, mengungkapkan beberapa kisah – hampir-hampir merupakan anekdot – yang
dituturkan Ibn Sa„d mengenai utusan-utusan yang dikirim Nabi ke berbagai penguasa dunia. Dalam kisah-kisah
ini disebutkan bahwa surat Nabi yang dibawa para utusan tersebut ditulis di atas lembaran kulit (adîm).
10. Mushaf Ummu Salamah 10. Mushaf Ikrimah
11. Mushaf Abd Allah ibn Amr 11. Mushaf Atha‟ ibn Abi Rabah
12. Mushaf Ibn Abbas. 12. Mushaf Shalih ibn Kaisan
13. Mushaf Ibn al-Zubayr. 13. Mushaf Ja„far al-Shadiq.
14. Mushaf Ubayd ibn „Umair
15. Mushaf Anas ibn Malik
Ortografi (imlã‟) lama, atau scriptio defectiva, yang digunakan dalam salinan-
salinan al-Quran memiliki makna yang penting untuk sejarah teks kitab suci tersebut,
sekalipun sebagian besarnya hanya merupakan hal-hal yang bersifat teknis. Dari bentuk
ortografi inilah simpulan-simpulan tentang bahasa al-Quran dan munculnya ortografi baru
(scriptio plena) bisa ditarik.
Dalam ortografi Arab, kata-kata pada umumnya muncul tidak dalam bentuk ketika
ditempatkan dalam suatu konteks (siyãq, qarînah), melainkan dalam bentuk pausa. Tetapi,
dalam ortografi al-Quran, bentuk konteks juga digunakan.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Asal-usul dan Pewahyuan al-Quran Awal mula sejarah al-quran dimulai dari situasi
politik yang terjadi di jazirah arab, Kawasan terisolasi dari sisi daratan dan lautan. Tetapi,
bentuk pertanian yang dipraktekkan di luar oase-oase di Arabia pada umumnya bersifat
musiman karena ketergantungan yang sangat pada curah hujan, seperti ditamsilkan al-
Quran dalam berbagai kesempatan. Pada umumnya, pengikut-pengikut awal Nabi berasal
dari kalangan tertindas yang tidak memiliki posisi sosial penting, meskipun beberapa di
antaranya adalah pedagang kaya – seperti Abu Bakr al-Shiddiq (w. 634) – dan individu-
individu yang mengalami fermentasi keagamaan – seperti Utsman ibn Maz‟un. Kitab suci
kaum Muslimin, yang berisi kumpulan wahyu Ilahi yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad selama kurang lebih 23 tahun, secara populer dirujuk dengan nama “al-
Qur‟ãn” Sebagian besar sarjana Muslim memandang nama tersebut secara sederhana
merupakan kata benda bentukan (mashdar) dari kata kerja (fi„l ) qara‟a yang berarti,
“membaca.” Dengan demikian al-qur‟ãn bermakna “bacaan” atau “yang dibaca”
(maqrû‟). Hal ini telah menyebabkan sejumlah kecil sarjana Muslim memandang bahwa
terma itu diturunkan dari akar kata qarana, “menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang
lain” atau “mengumpulkan,” dan al-qurãn berarti “kumpulan” atau “gabungan.”
B. Saran
Kami sebagai pemakalah menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, untuk itu diperlukan kritik dan saran yang membangun demi
kelancaran proses pembelajaran dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. M.M. Al-A‟Zami.(2005). The History The Qur’anic Text From Relevation to
Complication. Jakarta : Gema Insani.
Wahyudin dan M. Saifulloh. (2013). Ulum Qur‟an, Sejarah dan Perkembangannya. Jurnal
Sosial Humaniora, 6(1), 21-31, http://iptek.its.ac.id/index.php/jsh/article/view/608