Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ISU-ISU AL QUR’AN KONTEMPORER

“Merekontruksi Pemahaman Terhadap Al-Qur’an yang Compatible Dengan Kehidupan”

Dosen Pengampu: Lili Kaina, M.Ag

Disusun Oleh:
Vaizasyah Julia (2020304030)
Muhammad Ridwansyah (2030304087)
Fitriani (2130304069)

PROGRAM STUDY ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2023 M /1445 H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam
ciptaanNya. Sholawat teriring salam tetaplah kita haturkan kepada kekasih Allah junjungan
seluruh alam Nabiyallah Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus
berupa ajaran agama yang sempurna dengan Al-Quran dan Sunnah sebagai pedoman hidup.

Penyusun disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah menyelesaikan
makalah berjudul “Merekonstruksi Pemahaman Terhadap Al-Qur’an yang Compatible dengan
Kehidupan ” sebagai tugas mata kuliah Isu-Isu Al-Qur'an Kontemporer.

Penyusun mengucapkan banyak Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
hingga terselesaikannya makalah ini. Penyusun sangat memahami jika makalah ini tentu jauh
dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya
kami dilain waktu.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Palembang, 22 Oktober 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Maslah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. ....
B. ...
C. ...
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk (hidayah)
bagi seluruh umat manusia. al-Qur’an diwahyukan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw
melalui malaikat Jibril a.s. setelah beliau genap berusia 40 tahun. Diturunkan secara berangsur-
angsur selama kurang lebih 23 tahun. Turunnya alQur’an kepada beliau tidak menentu dari segi
waktu dan keadaan. Terkadang diturunkan pada musim panas dan terkadang diturunkan di
musim dingin. Terkadang turun pada waktu malam, tetapi sering pula turun pada waktu siang
hari. Terkadang turun saat beliau berpergian, tetapi sering pula turun saat beliau tidak dalam
berpergian. Itu semua bukan kehendak Rasulullah, akan tetapi kehendak Allah swt. Allah swt lah
yang telah mengatur semuanya.
Tidak semua ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dapat dipahami dengan
mudah oleh para sahabat. Oleh karena itu, Rasulullah saw lah yang menerangkan dan
menafsirkan ayat-ayat tersebut berdasarkan petunjuk yang diperoleh dari Allah swt melalui
wahyu. Setelah masa wafatnya Rasulullah, perkembangan penafsiran ayatayat al-Qur’an telah
mengalami perkembangan yang cukup variatif. Perkembangan itu dilatarbelakangi oleh berbagai
macam faktor diantaranya perbedaan aliran atau madzab, faktor politik, faktor kondisi sosial
masyarakat, tingkat keilmuan mufassir itu sendiri, dan faktor-faktor lainnya sehingga muncullah
corak dan metode penafsiran yang beranekaragam. Tidak ada kata finish dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an. Para mufassir terus berusaha keras dalam memahami, menyingkap
kandungan makna-makna di dalam al-Qur’an. Akan tetapi sehebat apapun mereka, para mufassir
hanya bisa sampai pada derajat pemahaman relatif dan tidak bisa sampai pada derajat
pemahaman yang absolut.
Sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang, air tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
sehari-hari manusia, mulai dari sumber pengairan dalam pertanian, pemenuhan kebutuhan rumah
tangga, pembangkit sumber energi listrik, bahan baku dalam proses produksi, dan sebagainya.
Semua membutuhkan air. Pada zaman modern ini, air menjadi sorotan dunia karena jumlah air
bersih di dunia semakin berkurang, pencemaran air terus meningkat, terjadi krisis air di mana-
mana seiring bertambahnya kepadatan populasi manusia dan makhluk hidup lainnya. Kondisi
semacam ini sangatlah memprihatinkan baik dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas air di
permukaan bumi.
Pada masa Nabi, penulisan dilakukan dengan dan dalam media yang terbatas. Mereka
menulisnya pada pelepah tamar (kurma), lempengan batu, daun lontar, kulit/daun kayu, pelana,
potongan tulang-belulang binatang. Al-Qur’an pada masa ini belum menjadi satu mushaf.
Mushaf terkumpul, tersusun, dan disalin pada masa Khulafa al-Rasyidin. Ide atau prakarsa
pengumpulan dan penyusunan mushaf berasal dari ‘Umar ibn Khaṭṭāb pada masa Khalifah Abū
Bakar. ‘Umar mengusulkan ide tersebut karena banyaknya qurrā dan ḥuffāẓ yang gugur di medan
perang, sehingga ditakutkan akan membawa implikasi banyaknya Al-Qur’an yang hilang dan
musnah. Dengan banyak pertimbangan, Abū Bakar pun menerima usulan ‘Umar
dan memerintahkan Zaid ibn Ṡābit untuk mengumpulkan Al-Qur’an yang pada masa itu
merupakan salah satu sahabat yang hafal Al-Qur’an secara keseluruhan. Pada masa ini Al-Qur’an
yang terkumpul dan tersusun dikenal dengan istilah “mushaf”. Seiring dengan menyebarnya
agama Islam yang meluas ke berbagai wilayah, penulisan Al-Qur’an pun mengalami perubahan-
perubahan, mulai dari cara/teknik dan bahan yang sederhana sampai pada cara dan bahan yang
modern. Ketika awal-awal diturunkan, Al-Qur’an ditulis dengan menggunakan tangan dan pada
bahan yang seadanya, seperti: daun, pelepah kurma, tulang-belulang, dan sebagainya. Seiring
dengan berkembangnya teknologi dan ditemukannya mesin cetak, Al-Qur’an pun kemudian
dapat dicetak menggunakan mesin cetak. Al-Qur’an pertama kali dicetak pada tahun 1530 M,
dicetak di kota Bunduqiyyah (Venisia, Italia). Kemudian di Basel pada 1543 M, tetapi kemudian
dimusnahkan atas perintah penguasa gereja. Pada tahun 1694 M, seorang Jerman yang bernama
Abraham Hinckelmann telah berhasil mencetak Al-Qur’an pertama di kota Hamburg.
Pencetakan Al-Qur’an dengan label Islam baru muncul pada tahun 1787 M yang
dilakukan oleh Maulā ‘Uṡmān Ismā‘īl di St. Petersburg, Rusia. Kemudian disusul pencetakan
serupa di Qazan dan di Tehran, Iran pada tahun 1829 M. Baru pada tahun 1923 M, Mesir
mencetak Al-Qur’an dengan tulisan sebagaimana yang dikenal saat ini. Pencetakan ini di bawah
pengawasan para Syaikh Universitas AlAzhar. Cetakan pertama mushaf ini mendapatkan
sambutan hangat di dunia Islam, dan sejak itu berjuta-juta mushaf dicetak di berbagai penjuru
dunia, termasuk Indonesia. Informasi mengenai sejarah penulisan Al-Qur’an banyak direkam
dalam beberapa literatur.
Di Indonesia sendiri, perkembangan penulisan Al-Qur’an telah lama berlangsung, mulai
dari era penulisan Al-Qur’an secara manual (manuskrip), litografi (cetak batu), hingga
melibatkan mesin-mesin cetak modern yang dapat menghasilkan tulisan Al-Qur’an berjilid-jilid
dalam waktu yang singkat seperti yang berkembang sekarang ini. Penulisan dan pencetakan
mushaf Al-Qur’an baik di dalam maupun luar Indonesia dilakukan dengan sangat
memperhatikan dan mementingkan segi keindahan penulisan dan mushafnya, baik itu dari
konsep desain, khat, tatanan iluminasi, dan sebagainya. Di Indonesia, perhatian terhadap
keindahan mushaf ini telah berlansung sejak awal penulisan mushaf-mushaf kuno, dan hingga
saat ini

B. Rumusan Masalah
1. Bagimana rekontruksi al-qur’an ...
2. .bagaimana compatible al-qur’an dalam kehidupan....

C. Tujuan
1. ....
2. .....
BAB II
PEMBAHASAN

A. Rekonstruksi Al-Qur’an dan Kehidupan yang Kompatible

Al-Qur'an adalah kitab suci dalam agama Islam yang memiliki banyak nilai dan
ajaran yang relevan dengan kehidupan manusia. Rekonstruksi Al-Qur'an dapat merujuk
pada berbagai upaya untuk memahami dan menginterpretasikan Al-Qur'an secara lebih
mendalam, serta menghubungkannya dengan konteks kehidupan saat ini. Dalam konteks
ini, rekonstruksi Al-Qur'an bertujuan untuk menjadikan ajaran-ajaran Al-Qur'an lebih
kompatibel dengan kehidupan manusia pada zaman sekarang. Salah satu aspek penting
dalam rekonstruksi Al-Qur'an adalah memahami dan menginterpretasikan ayat-ayat Al-
Qur'an dengan mempertimbangkan konteks historis, sosial, budaya, dan lingkungan saat
ayat-ayat tersebut diturunkan. Hal ini penting untuk menghindari kesalahan pemahaman
dan penafsiran yang tidak sesuai dengan konteks zaman sekarang.

Rekonstruksi Al-Qur'an juga dapat melibatkan upaya untuk mengaitkan ajaran-ajaran


Al-Qur'an dengan isu-isu kontemporer yang dihadapi oleh manusia saat ini, seperti isu
lingkungan, keadilan sosial, perdamaian, dan lain sebagainya. Dengan melakukan hal ini,
Al-Qur'an dapat menjadi sumber inspirasi dan pedoman dalam menghadapi tantangan
kehidupan modern.

Dalam rekonstruksi Al-Qur'an, penting untuk memperhatikan bahwa Al-Qur'an


memiliki dimensi spiritual dan moral yang mendalam. Oleh karena itu, kompatibilitas
antara Al-Qur'an dan kehidupan manusia tidak hanya terletak pada aspek materi atau
praktis, tetapi juga pada aspek nilai dan moral. Al-Qur'an mengajarkan nilai-nilai
kemanusiaan, keadilan, kasih sayang, kesabaran, dan banyak lagi yang dapat membantu
manusia dalam menjalani kehidupan yang bermakna dan harmonis.

Rekonstruksi Al-Qur'an dan kehidupan yang kompatibel merupakan upaya yang terus
dilakukan oleh para ulama, cendekiawan, dan umat Muslim secara umum. Tujuannya
adalah untuk menjaga relevansi dan kebermanfaatan ajaran-ajaran Al-Qur'an dalam
kehidupan manusia pada setiap zaman.

Al-Qur’an bukan sekadar sebuah kitab yang mengajarkan hakikat dan nilai
ketuhanan, tetapi lebih dari itu juga bermuatan nilai-nilai kemanusiaan dengan segenap
aspek, baik sosial, budaya, ekonomi, politik, pembentukan pemikiran filsafat, hingga
penemuan teknologi. Al-Qur’an memuat ayat-ayat tentang pengembangan ilmu
pengetahuan sehingga merupakan kitab yang berupaya mengarahkan manusia kembali ke
jati dirinya sebagai makhluk berpengetahuan.
Al-Qur’an dengan konsep pembentukan konstruksi manusia modern menjadikannya
sebagai kitab suci yang mampu menjawab tantangan semua zaman. Pada saat diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW, ayat pertama sudah mengarahkan manusia untuk menjadi
makhluk yang paham literasi (QS 96:1). Bukan semata mampu membaca dan menulis,
tetapi lebih jauh dari itu adalah makhluk yang memiliki pemahaman atas diri dan
lingkungannya. Makhluk yang berpengetahuan, memiliki kesadaran atas segenap hakikat.
Literasi dibutuhkan dalam menghadapi tantangan hidup yang lebih berat (Qomaruddien,
2020). Al-Qur’an yang bermuatan ilmu diturunkan di bulan Ramadan bukan tanpa
makna. Terdapat relasi, yaitu Tuhan, Ramadan, dan ilmu pengetahuan. Bahwa
pengetahuan hakikatnya adalah milik Tuhan melalui sebuah sarana Al-Qur’an yang turun
di bulan yang penuh keberkahan. Maka manusia tidak selayaknya mengotorinya dengan
ego dunia. Ilmu adalah cahaya, berasal dari Cahaya di atas cahaya untuk menerangi
manusia dalam melangkah meraih kebenaran.

Al-Qur’an diturunkan pada 17 Ramadan, mengandung makna bahwa manusia perlu


membebaskan dan melaparkan diri dari ego atas dunia. Bahwa manusia menerima dan
menjalankan pengetahuan sebagai jalan cahaya menuju Tuhan dan bukan dalam upaya
penguasaan dan kepemilikan dunia. Puasa Ramadan yang di dalamnya terdapat Al-
Qur’an menghubungkan relasi transendental manusia dan Tuhan, tanpa dikotori oleh ego
duniawi yang menghias hati. Al-Qur’an tidak semata bermuatan hukum-hukum Tuhan,
tapi juga substansi pengetahuan. Bahwa mengetahui menjadi sifat dasar manusia, dan Al-
Qur’an yang bermuatan pengetahuan tersebut diturunkan compatible dengan struktur
manusia yang haus akan pengetahuan.

Al-Qur’an mengajak manusia untuk terus merenung dan berpikir akan segala hal. Ia
meminta manusia untuk mendayagunakan segenap akalnya untuk menguak rahasia alam
semesta. Al-Qur’an menantang manusia sebagai khalifah (pemakmur bumi) untuk terus
berkreasi dengan berpikir (Qs 59:2). Al-Qur’an sebagai kitab suci diturunkan di tengah
padang pasir tandus semenanjung Arabia, di tengah masyarakat yang walau cerdas dan
penyuka seni keindahan tapi dikatakan bodoh. Bodoh karena tak memahami eksistensi
dirinya di hadapan Tuhannya. Di sinilah ia membawa pesan Tuhan dengan mengarahkan
manusia ini menuju eksistensi manusia bertuhan dan berpengetahuan.

Al-Qur’an menjadi petunjuk (Qs. 2:2), yang dalam hal ini berupaya mencerahkan
manusia. Ia membangun ulang manusia sehingga manusia menjadi makhluk yang mudah
melaksanakan kewajibannya sebagai khalifah di muka bumi. Dengan penguasaan ilmu,
manusia akan mampu memberikan kemakmuran dan kemanfaatan bagi manusia lainnya
(Watsiqotul, et.al., 2018). Al-Qur’an tidak saja dihafalkan ataupun dilombakan
bacaannya, tetapi lebih jauh dari itu juga digali makna terdalamnya untuk mengetahui
hakikat ontologisnya. Memahami Al-Qur’an sebagai sebuah petunjuk Tuhan bagi
manusia. Di dalamnya terdapat ribuan ayat tentang pengetahuan manusia. Di sinilah
makna mukjizat kitab suci Al-Qur’an bahwa ia diagungkan karena menunjukkan
kebesaran Tuhan melalui penciptaan semesta. Bahwa kandungan Al-Qur’an bisa
dibuktikan secara metode saintifik pengetahuan modern. Di sinilah lahir internalisasi
hingga integrasi sains dan Al-Qur’an (Adhiguna & Bramastia, 2021).

Sebagai kitab suci yang mulia, Al-Qur’an diturunkan di bulan Ramadan yang mulia
(Qs 2:185). Ia diturunkan membawa petunjuk dan pesan-pesan kemuliaan Tuhan (Qs 2:2)
melalui hamba-Nya yang paling mulia, yakni Muhammad SAW (Qs 53:3-4), dari Allah,
Zat Yang Mahamulia (Qs 41:42). Ramadan mengajarkan manusia untuk membebaskan
diri dari kefanaan dunia, dan di sinilah Al-Qur’an mengajak manusia menuju tahapan
yang lebih tinggi dari kefanaan dunia menuju pemahaman atas-Nya.

B. Al-Qur’an dan kehidupan

Memahami bahwa al Qur'an hanya menjelaskan tentang kehidupan di akherat,


yang kemudian penjelasan itu disebut dengan istilah ilmu akherat. Namun setelah
sededikit demi sedikit, dalam waktu yang amat lama, menekunkan diri untuk memahami
kitab suci yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu, ternyata al Qur'an justru lebih banyak
berbicara tentang kehidupan di dunia ini, selanjutnya disebut dengan ilmu dunia.

Al Qur'an menjelasakan tentang Tuhan. Nama-nama Tuhan dan sifat-sifatnya


dijelaskan melalui kitab suci itu. Penjelasan itu memang terbatas sehingga tidak mungkin
manusia memahami tentang Dzat Tuhan hingga detail. Bahkan oleh karena
keterbatasannya, manusia tidak akan mampu memahami sesuatu yang Maha Sempurna.
Akan tetapi dari penjelaan itu, maka kehausan manusia untuk mengenal Sang Maha
Pencipta memperoleh jawabannya.

Kitab suci yang dibawa oleh Nabi Muhammad juga menjelaskan tentang
penciptaan jagad raya dan juga penciptaan tentang makhluk-makhluk-Nya. Sekalipuna
dalam jumlah terbatas, al Qur'an menjelaskan tentang penciptaan alam semesta, juga
tentang manusia dan makhluk lainnya seperti jin, shetan, dan iblis. Penjelasan tentang
penciptaan tentang itu tidak akan diperoleh oleh manusia tanpa melibatkan sumber-
sumber dari kitab suci.
Manusia dalam mempelajari sesuatu hanya terbatas pada apa yang bisa
diobservasi, didengarkan, dan dipikirkan. Selain itu maka tidak akan mungkin berhasil
mengetahui dan apalagi memahami secara mendalam. Manusia tidak akan mampu melihat
sesuatu yang tidak mungkin bisa diobservasi, dirasakan, atau didengarkan. Atas
keterbatasan itulah sebenarnya manusia seharusnya berusaha mendapatkannya dari
sumber yang mampu menjangkau tentang hal yang dimaksudkan itu.

Terkait dengan manusia dan kehidupannya dijelaskan secara luas oleh al Qur'an. Berbeda
dengan penjelasan tentang lainnya, menyangkut penjelasan tentang manusia diberikan forsi
yang cukup banyak, baik tentang sejarahnya, perilakunya, sifat-sifatnya, dan bahkan tentang
akhir kehidupannya. Memahami manusia dari kitab suci al Qur'an akan mendapatkan kesan
bahwa dibanding dengan makhluk lainnya, posisinya amat sentral dan utama. Disebutkan
secara tegas bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk terbaik, ahsanut taqwiem.

Al Qur'an juga menjelaskan tentang alam semesta dan penciptaannya. Al Qur'an


berbicara tentang bumi, matahari, bulan, langit, laut, udara, air, gunung, binatang, tumbuh-
tumbuhan dan lain-lain. Melalui al Qur'an, Tuhan menjelaskan tentang apa saja yang telah
diciptakannya itu. Tentu penjelasan yang dimaksudkan itu tidak sampai pada aspek detail,
tetapi manusia sendiri, juga melalui al Qur'an dianjurkan, agar merenungkan dan
memikirkannya.

Al Qur'an juga berbicara tentang kehidupan yang seharusnya dijalani sebaik-baiknya


supaya memperoleh keselamatan dalam jangka panjang. Disebutan bahwa kehidupan di
dunia akan berlanjut hingga kelak di akherat. Konsep keselamatan dalam al Qur'an bukan
saja meliputi di dunia, tetapi juga kehidupan setelahnya, yaitu di akherat. Agar manusia
selamat, maka diberikan petunjuk, yaitu harus beriman, beramal shaleh dan berakhlakul
karimah.
Hampir seluruh aspek yang dbicarakan di dalam al Qur'an tersebut adalah tentang
kehidupan di dunia. Oleh karena itu, manakala ilmu tentang dunia disebut sebagai ilmu
dunia, maka seharusnya al Qur'an juga demikian, yaitu menjadi ilmu dunia. Selama ini,
ilmu dunia yang diajarkan di sekolah-sekolah dan juga di perguruan tinggi adalah tentang
alam, tentang perilaku manusia, dan tentang kemanusiaan. Semua itu dihasilkan dari
upaya manusia sendiri, sehingga dalam hal-hal tertentu dilakukan hingga detail. Akan
tetapi bagaimanapun juga terdapat aspek-aspek yang tidak mungkin berhasil direkam oleh
manusia oleh karena pirantinya yang terbatas.

Berangkat dari pemahaman isi kitab suci al Qur'an dimaksud, maka bagi siapa saja
yang berusaha mengembangkan ilmu pengetahuan, agar hasilnya sempurna, maka harus
berani menjadikan al Qur'qan sebagai sumber utama ilmu pengetahuan. Banyak hal di
alam yang sebenarnya ada tetapi tidak mungkin dijangkau oleh indera. Sesuatu yang
berada di luar jangkauan nalar dan indera itu maka seharusnya ditangkap dari sumber lain,
yakni al Qur'an. Wallahu a'lam.
BAB III

A. Kesimpulan

Dalam rekonstruksi Al-Qur'an, penting untuk memperhatikan bahwa Al-Qur'an


memiliki dimensi spiritual dan moral yang mendalam. Oleh karena itu, kompatibilitas
antara Al-Qur'an dan kehidupan manusia tidak hanya terletak pada aspek materi atau
praktis, tetapi juga pada aspek nilai dan moral. Al-Qur'an mengajarkan nilai-nilai
kemanusiaan, keadilan, kasih sayang, kesabaran, dan banyak lagi yang dapat membantu
manusia dalam menjalani kehidupan yang bermakna dan harmonis.

Rekonstruksi Al-Qur'an dan kehidupan yang kompatibel merupakan upaya yang terus
dilakukan oleh para ulama, cendekiawan, dan umat Muslim secara umum. Tujuannya
adalah untuk menjaga relevansi dan kebermanfaatan ajaran-ajaran Al-Qur'an dalam
kehidupan manusia pada setiap zaman.

Al-Qur’an bukan sekadar sebuah kitab yang mengajarkan hakikat dan nilai
ketuhanan, tetapi lebih dari itu juga bermuatan nilai-nilai kemanusiaan dengan segenap
aspek, baik sosial, budaya, ekonomi, politik, pembentukan pemikiran filsafat, hingga
penemuan teknologi. Al-Qur’an memuat ayat-ayat tentang pengembangan ilmu
pengetahuan sehingga merupakan kitab yang berupaya mengarahkan manusia kembali ke
jati dirinya sebagai makhluk berpengetahuan.

Hampir seluruh aspek yang dbicarakan di dalam al Qur'an tersebut adalah tentang
kehidupan di dunia. Oleh karena itu, manakala ilmu tentang dunia disebut sebagai ilmu
dunia, maka seharusnya al Qur'an juga demikian, yaitu menjadi ilmu dunia. Selama ini,
ilmu dunia yang diajarkan di sekolah-sekolah dan juga di perguruan tinggi adalah tentang
alam, tentang perilaku manusia, dan tentang kemanusiaan. Semua itu dihasilkan dari
upaya manusia sendiri, sehingga dalam hal-hal tertentu dilakukan hingga detail. Akan
tetapi bagaimanapun juga terdapat aspek-aspek yang tidak mungkin berhasil direkam oleh
manusia oleh karena pirantinya yang terbatas.
Berangkat dari pemahaman isi kitab suci al Qur'an dimaksud, maka bagi siapa saja
yang berusaha mengembangkan ilmu pengetahuan, agar hasilnya sempurna, maka harus
berani menjadikan al Qur'qan sebagai sumber utama ilmu pengetahuan. Banyak hal di
alam yang sebenarnya ada tetapi tidak mungkin dijangkau oleh indera. Sesuatu yang
berada di luar jangkauan nalar dan indera itu maka seharusnya ditangkap dari sumber lain,
yakni al Qur'an. Wallahu a'lam.

Anda mungkin juga menyukai