DISUSUN OLEH :
AMALIA SULKHA ( 0705201004 )
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................5
C. Tujuan Pembelajaran............................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan........................................................................................................10
B. Saran...................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnnya selalu diperkuat oleh
kemajuan ilmu pengetahuan. Al-Qur’an diturunkan Allah SAW untuk mengeluarkan manusia
dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka kejalan yang lurus.
Dalam catatan sejarah dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi dan penulisan Al-
Qur’an dapat menjamin kesuciannya secara meyakinkan. Al-Qur’an ditulis sejak Nabi masih
hidup, begitu wahyu turun kepada Nabi,Nabi langsung memerintahkan para sahabat penulis
wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka tulis,kemudian mereka hafalan
sekaligus mereka amalkan. Namun banyak dari dari pengikut Nabi Muhammad di muka bumi
ini yang tidak mengetahui bagaimana Al-Qur’an diturunkan ke muka bumi hingga penulisan
Al-Qur’an yang lebih dikenal dengan mushaf Al-Qur’an.
Setelah wafatnya nabi Muhammad SAW, proses pengumpuln Al-Qur'an terus
dilaksanakan oleh para khalifah sebagai terbentuknya mushaf usmani seperti yang ada pada
sekarang ini.
Penyebaran islam bertambah luas membuat para Qura pun tersebar dan memiliki latar
belakang yang berbeda sehingga menimbulkan perbedaan dalam membaca Al-Qur'an.
Dan Al-Qur'an juga memiliki multi fungsi dan selalu mempunyai hubungan yang
pasti dalam fenomena- fenomena kehidupan, Hal ini diantaranya mukjizat, akidah, ibadah,
muamalah, akhlak, hukum, sejarah, dan dasar-dasar sains.
Untuk itulah materi ini sangat penting untuk dipelajari, karena sangat disayangkan
jika umat islam tidak tau apa itu Al-Qur'an tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana periodesasi penulisan Al-Qur'an ?
2. Hal apa saja yang melatarbelakangi Al-Qur'an ?
3. Apa kedudukan Al-Qur'an dalam islam ?
C. Tujuan Pembelajaran
1. Agar dapat mengetahui dan memahami sejarah periodesasi penulisan
Al- Qur'an
2. Agar dapat mengetahui hal apa saja yang melatarbelakangi Al-Qur'an
3. Agar dapat mengetahui kedudukan Al-Qur'an dalam islam terkhusus
umat islam
BAB II
PEMBAHASAN
Periode kedua adalah Periode Madinah, yaitu masa setelah Nabi Muhammad SAW hijrah
ke Madinah dan menetap di sana hingga wafatnya beliau. Ada sejumlah ulama yang
menandai periode ini dengan sebutan periode hijrah. Periode Madinah ini, yakni selama 9
tahun, 9 bulan, dan 9 hari. Ayat atau surat yang turun dalam periode ini kemudian dinamakan
ayat atau surat Madaniyah.Namun, sebagian ulama Alquran, sebagaimana diuraikan oleh
Nasr Hamid Abu Zaid dalam bukunya yang berjudul, Tekstualitas Alquran: Kritik Terhadap
Ulumul Qur'an , ada yang bersikap berlebihan dalam membedakan aspek tempat ini. Mereka
membuat klasifikasi khusus mengenai ayat apa saja yang diturunkan di antara Makkah dan
Madinah dalam perjalanan-perjalanan Rasulullah SAW, ayat apa saja yang diturunkan setelah
hijrah, sewaktu melakukan penaklukan, atau haji.Berdasarkan makan (tempat). Kalau
diturunkan di Makkah dan sekitarnya, disebut Makkiyah. Diturunkan di Madinah dan
sekitarnya, disebut Madaniyah. ''Tapi, pendekatan ini punya kelemahan. Kelemahannya, ada
yang tidak masuk yang turun di Tabuk dan di Badr, misalnya. Dia tidak bisa Makkiyah dan
tidak bisa Madaniyah.''Kedua, jelas Yunahar, berdasarkan khitab (yang diajak bicara). Kalau
ditujukan untuk penduduk Makkah itu Makkiyah. Sedangkan, kalau ditujukan untuk
penduduk Madinah itu Madaniyah. ''Tapi, tidak semua ayat ditujukan untuk penduduk
Makkah dan Madinah. Banyak ayat yang tidak ada khitab -nya. Lantas, mau digolongkan ke
ayat-ayat yang mana?'' ungkapnya.Dan ketiga, yang mendekati kebenaran adalah
berdasarkan zaman (waktu). Ayat-ayat disebut Makkiyah apabila diturunkan sebelum hijrah,
sedangkan Madaniyah adalah ayat-ayat yang diturunkan setelah hijrah.
''Sehingga, kalaupun ada ayat yang turun di Makkah dan sekitarnya, tapi turunnya setelah
hijrah, maka ayat tersebut disebut ayat-ayat Madaniyah,'' jelas Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah ini.Satu-satunya tanda model pembagian berdasarkan kriteria ini adalah
bahwa setiap surat Makkiyyah mayoritas dimulai dengan kalimat, '' Ya ayyuha an-nas (wahai
manusia)''. Sementara surat Madaniyyah sebagian besar dimulai dengan kalimat, '' Ya
ayyuhalladzina aamanu (wahai orang-orang yang beriman)''.Perbedaan ayat Makkiyah dan
Madaniyah bukan hanya pada masalah geografis dan historis. Para ulama meyakini bahwa
ayat-ayat yang diturunkan selama periode Makkah memiliki pesan dan ajaran yang berbeda
dari ayat-ayat yang diturunkan selama periode Madinah.Ayat Makkiyah yang merupakan tiga
perempat dari isi Alquran umumnya mengandung keterangan dan penjelasan tentang tauhid,
keimanan, perbuatan baik dan jahat, pahala bagi orang beriman dan beramal saleh, siksaan
bagi orang kafir dan durhaka, kisah para rasul dan nabi, cerita umat terdahulu, dan berbagai
perumpamaan untuk dijadikan teladan dan ibarat. Para ulama berpendapat pesan yang
disampaikan dalam ayat atau surat Makkiyah ini karena dakwah Rasulullah SAW selama
menetap di Makkah terbatas pada batas-batas indzar (tugas memberi peringatan), belum
sampai menyentuh batas-batas risalah.Adapun ayat Madaniyah pada umumnya menjelaskan
hal yang berhubungan erat dengan hidup kemasyarakatan atau masalah muamalah, di
antaranya masalah ibadah, hukum-hukum agama (syariat) dan mengenai orang-orang yang
berhijrah (Muhajirin), kaum penolong (Anshar), kaum munafik, dan ahli kitab. Pada periode
Madinah ini, menurut pendapat para ulama, dakwah Rasulullah SAW sudah mencapai tahap
mengubah wahyu menjadi risalah.Yang membedakan antara indzar dan risalah, menurut
Nasr Hamid Abu Zaid, adalah bahwa indzar berkaitan dengan perubahan konsep-konsep
lama pada taraf kognitif dan terkait dengan seruan menuju konsep-konsep baru. Dengan
demikian, indzar berkaitan dengan menggerakkan kesadaran bahwa ada kerusakan dalam
realitas kehidupan masyarakat, dan oleh karena itu harus diadakan perubahan.
Sementara itu, risalah bertujuan membangun ideologi masyarakat baru. Fase risalah ini
dimulai secara nyata ketika Nabi SAW setelah sebagian orang Muslim hijrah ke Habsyah--
mengadakan pembicaraan dengan para utusan yang datang ke Makkah pada musim haji.
Kemudian, beliau dibaiat oleh penduduk Yatsrib (Madinah) bahwa mereka akan membelanya
sebagaimana mereka membela istri dan anak-anak mereka sendiri setelah mereka menerima
Islam. Peristiwa ini sebagai pertanda terjadinya perubahan baru dalam sejarah dakwah
Rasulullah SAW.
Sebagian surat Alquran diturunkan sebelum Nabi SAW hijrah ke Madinah yang
kemudian disebut surah Makkiyah. Dan, sebagian lain diturunkan setelah beliau hijrah, yang
disebut surah Madaniyah.Kalangan ulama berbeda pendapat mengenai berapa jumlah ayat
dan surat yang diturunkan selama periode Makkah maupun Madinah. Sejumlah ulama
menyebutkan, ayat Makkiyah berjumlah 4.726 yang tersebar dalam 89 surat. Namun,
sebagian ulama lainnya ada yang berpendapat ayat-ayat Makkiyah ini hanya terdapat pada 86
surat di dalam Alquran. Sementara mengenai jumlah ayat Madaniyah, beberapa ulama
Alquran menyebutkan ada sebanyak 1.510 ayat yang tersebar dalam 25 surat. Tetapi, ulama
lainnya menyebutkan, ayat-ayat Madaniyah ini hanya terdapat pada 28 surat di dalam
Alquran.Ada surat yang termasuk Makkiyah, namun beberapa ayat di dalamnya turun di
Madinah. Begitu juga sebaliknya. Surat Al-An'am, misalnya, termasuk surat Makkiyah, tetapi
ayat 151 turunnya di Madinah; surat An-Nahl termasuk Makkiyah, tetapi ayat 126-128 turun
setelah hijrah, di Madinah. Ini juga terjadi dalam surat-surat Madaniyah. Surat At-Taubah
semua suratnya turun di Madinah kecuali dua ayat terakhirnya, yakni ayat 128-129 yang
turun di Makkah. Surat Al-Baqarah juga Madaniyah, tetapi ayat yang ke-272 turun di
Makkah. Juga, surat Al-Anfal, ayat ke-64 turun di Makkah.Mushaf Alquran yang ada
sekarang ini terdiri atas 114 surat, dan terklasifikasi ke dalam 30 juz. Dari 30 juz itu,
menyisakan pertanyaan yang terus mengemuka, mengapa susunan surat-surat dalam Alquran
tidak disesuaikan dengan susunan turunnya? Susunan yang ada sekarang seolah-olah tidak
teratur. Tumpang-tindih antara yang Makkiyah dan Madaniyah. Kaum orientalis menilai
bahwa Alquran tidak sistematis, kacau, banyak pengulangan, dan saling bertentangan.Tidak
hanya dari kalangan orientalis yang mempertanyakan hal itu. Umat Muslim pun banyak yang
masih belum memahami model penyusunan Alquran yang demikian. Akan tetapi, karena ada
landasan keimanan yang cukup kuat bahwa memercayai kebenaran Alquran bagian dari
rukun iman, masalah-masalah tersebut tidak menimbulkan persoalan.
Penempatan nomor urut Alquran dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Affan atas
petunjuk Nabi SAW. Sedangkan, urutan berdasarkan turunnya dilakukan oleh Ibnu Abbas.
Surah Al-Fatihah, surah Makkiyah, yang menempati urutan pertama dalam mushaf Alquran
dicatat oleh Ibnu Abbas bernomor urut lima dalam urutan turunnya.Kemudian disusul dengan
surah Al-Baqarah, surah Madaniyah, pada urutan kedua. Menurut catatan Ibnu Abbas, surah
Al-Baqarah diturunkan yang ke 87, setelah surah Al-Muthaffifin (Makkiyah), dan sebelum
surah Al-Anfal (Madaniyah). Surah Al-Muthaffifin dalam susunan Alquran diletakkan di
urutan ke-83. Sedangkan, surah Al-Anfal pada urutan ke-8.Adapun surah yang diturunkan
pertama kali, yaitu Al-Alaq, diletakkan di urutan ke 96; surah kedua, Al-Qalam di urutan ke-
68. Surah yang diturunkan terakhir, surah An-Nashr, berada di urutan ke-110. Demikian
susunan Alquran yang tidak menyesuaikan urutan nomor turunnya dengan nomor
susunannya. Dari 114 surat yang ada, hanya tiga surat yang urutan turunnya dan urutan
mushafnya sama, yaitu surah Shaad (38), surah Nuh (71), dan surah Al-Infithaar (82).
Lalu, bagaimana proses penempatan urutan surah yang demikian itu? Terdapat dua
pendapat mengenai masalah ini. Yang pertama mengatakan bahwa susunan tersebut hasil
ijtihad para sahabat Nabi SAW. Sedangkan, pendapat kedua mengatakan bahwa urutan
tersebut merupakan tauqifi (sesuai petunjuk Nabi). Pendapat kedua dinilai banyak ulama
lebih kuat dari yang pertama, bahwa Nabi Muhammad memberikan petunjuk dalam
penempatan setiap surat setelah dikabarkan oleh malaikat Jibril dari Allah SWT.Abu Bakar
Al-Anbari mengatakan, Allah menurunkan Alquran semuanya ke langit dunia, kemudian
menurunkan secara terpisah-pisah selama kurang lebih 20 tahun. Surat-surat itu turun sesuai
dengan peristiwa. Kemudian, Jibril memberitahukan kepada Nabi Muhammad SAW tentang
peletakan ayat dan nama suratnya. Maka, susunan surat seperti halnya ayat dan huruf,
semuanya berasal dari Nabi SAW.Tentang penamaan surat-surat dalam Alquran, Rasulullah
bersabda, ''Bacaan Az-Zahrain, yaitu Al-Baqarah dan Al Imran, sesungguhnya keduanya itu
akan datang pada hari kiamat bagaikan awan yang melindungi pembacanya.'' (HR Muslim).
Dalam hadis lain beliau bersabda, ''Barang siapa yang membaca surat Al Waqi'ah setiap
malam, ia tidak akan tertimpa kekafiran selamanya.'' (HR Tirmidzi)Kedua hadis tersebut di
atas menunjukkan bahwa sebelum penyusunan mushaf oleh Khalifah Usman bin Affan, Rasul
SAW telah menamakan surat-surat Alquran dan disampaikan kepada para sahabat. Inilah
yang menjadi acuan para ulama dalam berpendapat bahwa nama-nama surat dan penyusunan
mushaf Alquran ditentukan oleh Nabi SAW berdasarkan wahyu ilahi.Oleh karena itu,
susunan surat-surat Alquran bagaikan untaian mutiara yang saling terkait satu sama lain.
Meskipun diturunkan sesuai dengan peristiwa yang berbeda, untaian ayat dan surat dari Al-
Fatihah hingga An-Nas merupakan kesinambungan yang telah diketahui korelasinya dalam
ilmu munasabah surat dan ayat Alquran. Satu ayat terkait erat dengan ayat sebelum dan
sesudahnya. Pun demikian satu surat, ia terkait dengan surat sebelum dan sesudahnya.
rid/dia/berbagai sumber
Merujuk kepada definisi al-Qur’an yang sebelumnya telah disepakati oleh para
ulama’:
“Al-Qur’an adalah kalam Allah yang berupa mukjizat, diturunkan kepada
Muhammad saw. dan dinukil kepada kita secara mutawatir, serta dinilai beribadah ketika
membacanya”
Maka, materi al-Qur’an yang merupakan mukjizat itu sampai kepada kita melalui
proses penukilan, bukan periwayatan. Dengan begitu dapat diartikan dengan memindahkan
materi yang sama dari sumber asli ke dalam mushaf. Karena itu, pengumpulan al-Qur’an itu
tidak lain merupakan bentuk penghafalan al-Qur’an di dada dan penulisannya dalam
lembaran. Sebab, dua realitas inilah yang mencerminkan proses penukilan materi al-Qur’an.
Dua realitas penghafalan al-Qur’an di dada dan penulisannya dalam lembaran ini secara real
telah berlangsung dari kurun ke kurun, sejak Rasul hingga kini, dan bahkan Hari Kiamat.
yang artinya جمع -يخمع Ditinjau dari segi bahasa, al-Jam’u berasal dari kata
mengumpulkan. Sedangkan pengertian al-Jam’u secara terminologi, para ulama berbeda
pendapat. Menurut Az-Zarqani, Jam’ul Qur’an mengandung dua pengertian. Pertama
mengandung makna menghafal al-Qur’an dalam hati, dan kedua yaitu menuliskan huruf demi
huruf dan ayat demi ayat yang telah diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW. Menurut al-Qurtubi dan Ibnu Katsir maksud dari Jam’ul Qur’an adalah menghimpun
dalam hati atau menghapal Al-Qur'an
Menurut Ahmad von Denffer, istilah pengumpulan al-Qur’an (jam’ al-qur’ân) dalam
literatur klasik itu mempunyai berbagai makna antara lain:
1. Al-Qur’an dicerna oleh hati.
2. Menulis kembali tiap pewahyuan.
3. Menghadirkan materi al-Qur’an untuk ditulis.
4. Menghadirkan laporan (tulisan) para penulis wahyu yang telah menghafal al-Qur’an.
5. Menghadirkan seluruh sumber, baik lisan maupun tulisan.
Berdasarkan pendapat para ulama di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan Jam’ul Qur’an adalah usaha penghimpunan dan pemeliharaan al-Qur’an
yang meliputi penghafalan, serta penulisan ayat-ayat serta surat-surat dalam al-Qur’an.
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu'aib
dari Az Zuhri dia berkata; Telah mengabarkan kepadaku Ibnu As Sabbaq bahwa Zaid bin
Tsabit Al Anshari radliallahu 'anhu -salah seorang penulis wahyu- dia berkata; Abu Bakar As
shiddiq datang kepadaku pada waktu perang Yamamah, ketika itu Umar disampingnya. Abu
Bakr berkata bahwasanya Umar mendatangiku dan mengatakan; "Sesungguhnya perang
Yamamah telah berkecamuk (menimpa) para sahabat, dan aku khawatir akan menimpa para
penghafal Qur'an di negeri-negeri lainnya sehingga banyak yang gugur dari mereka kecuali
engkau memerintahkan pengumpulan (pendokumentasian) al Qur`an." Abu Bakar berkata
kepada Umar; "Bagaimana aku mengerjakan suatu proyek yang tidak pernah dikerjakan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Umar menjawab; "Demi Allah hal itu adalah
sesuatu yang baik." Ia terus mengulangi hal itu sampai Allah melapangkan dadaku
sebagaimana melapangkan dada Umar dan aku sependapat dengannya. Zaid berkata; Abu
Bakar berkata; -pada waktu itu disampingnya ada Umar sedang duduk, dan dia tidak
berkata apa-apa.- "Sesungguhnya kamu adalah pemuda yang cerdas, kami tidak
meragukanmu, dan kamu juga menulis wahyu untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
karena itu kumpulkanlah al Qur'an (dengan seksama)." Zaid berkata; "Demi Allah,
seandainya mereka menyuruhku untuk memindahkan gunung dari gunung-gunung yang ada,
maka hal itu tidak lebih berat bagiku dari pada (pengumpulan atau pendokumentasian al
Qur'an). kenapa kalian mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikerjakan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam?" Abu Bakar menjawab; "Demi Allah hal itu adalah baik." Aku
pun terus mengulanginya, sehingga Allah melapangkan dadaku sebagaimana melapangkan
dada keduanya (Abu Bakar dan Umar). Lalu aku kumpulkan al Qur'an (yang ditulis) pada
kulit, pelepah kurma, dan batu putih lunak, juga dada (hafalan) para sahabat. Hingga aku
mendapatkan dua ayat dari surat Taubah berada pada Khuzaimah yang tidak aku temukan
pada sahabat mana pun. Yaitu ayat: Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari
kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.
Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak
ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang
memiliki 'Arsy yang agung." (9: 128-129). Dan mushaf yang telah aku kumpulkan itu berada
pada Abu Bakr hingga dia wafat, kemudian berada pada Umar hingga dia wafat, setelah itu
berada pada Hafshah putri Umar. Diriwiyatkan pula oleh 'Utsman bin 'Umar dan Al Laits
dari Yunus dari Ibnu Syihab; Al Laits berkata; Telah menceritakan kepadaku 'Abdur Rahman
bin Khalid dari Ibnu Syihab; dia berkata; ada pada Abu Huzaimah Al Anshari. Sedang Musa
berkata; Dari Ibrahim Telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab; 'Ada pada Abu
Khuzaimah.' Juga diriwayatkan oleh Ya'qub bin Ibrahim dari Bapaknya. Abu Tsabit berkata;
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim dia berkata; 'Ada pada Khuzaimah atau Abu
Khuzaimah.
Jati diri Zaid bin Tsabit begitu istimewa sehingga tak heran Abu Bakar dan Umar
diberikan kelapangan dada untuk memberikan tugas tersebut pada Zaid bin Tsabit, yang
mana sebagai pengumpul dan pengawas komisi ini Zaid bin Tsabit dibantu Umar sebagai
sahibul fikrah yakni pembantu khusus. Beberapa keistimewaan tersebut diantaranya adalah
1. Berusia muda, saat itu usianya di awal 20-an (secara fisik & psikis kondisi prima)
2. Akhlak yang tak pernah tercemar, ini terlihat dari pengakuan Abu Bakar yang mengatakan
bahwa, “Kami tidak pernah memiliki prasangka negatif terhadap anda”.
3. Kedekatannya dengan Rasulullah SAW, karena semasa hidup Nabi, Zaid tinggal berdekatan
dengan beliau.
4. Pengalamannya di masa Rasulullah SAW masih hidup sebagai penulis wahyu dan dalam
satu kondisi tertentu pernah Zaid berada di antara beberapa sahabat yang sempat mendengar
bacaan al-Qur’an malaikat jibril bersama Rasulullah SAW di bulan Ramadhan.
5. Kecerdasan yang dimilikinya menunjukkan bahwa tidak hanya karena memiliki vitalitas
dan energi namun kompetensinya dalam kecerdasan spiritual dan intelektual
Seperti diceritakan diatas, pengumpulan al-Qur’an dilaksanakan oleh Zaid atas arahan
khalifah. Waktu pengumpulan Zaid terhadap al-Qur’an sendiri sekitar 1 tahun. Hal ini
dikarenakan Zaid bin Tsabit melakukannya dengan sangat hati-hati. Hal yang pertama kali
Zaid lakukan adalah mengumumkan bahwa siapa saja yang memiliki berapapun ayat al-
Qur’an, hendaklah diserahkan kepadanya. Ia tidak akan menerima satu ayat pun melainkan
orang tersebut membawa bukti dan dua orang saksi yang menyatakan bahwa apa yang ia
bawa adalah wahyu Qur’ani. Bukti pertama adalah naskah tertulis. Bukti kedua adalah
hafalan, yaitu kesaksian orang-orang bahwa pembawa al-Qur’an itu telah mendengarnya dari
Rasulullah SAW.
Buah hasil kerja Zaid sangat teliti dan hati-hati sehingga memiliki akurasi yang sangat
tinggi. Hal ini dikarenakan :
a. Menulis hanya ayat al-Qur’an yang telah disepakati mutawatir riwayatnya.
b. Mencakup semua ayat al-Qur’an yang tidak mansukh al-Tilawah.
c. Susunan ayatnya seperti yang dapat kita baca pada ayat-ayat yang tersusun dalam al-Qur’an
sekarang ini.
d. Tulisannya mencakup al-ahruf al-sab’ah sebagaimana al-Qur’an itu diturunkan.
e. Membuang segala tulisan yang tidak termasuk bagian dari al-Qur’an.
Senada dengan itu, al-Zarqani menyebutkan bahwa ciri-ciri penulisan al-Qur’an pada
masa khalifah Abu Bakar ini adalah :
a. Seluruh ayat al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf berdasarkan penelitian
yang cermat dan seksama.
b. Tidak termasuk di dalamnya ayat-ayat al-Qur’an yang telah mansukh atau dinasakh
bacaannya.
c. Seluruh ayat al-Qur’an yang ditulis di dalamnya telah diakui kemutawatirannya.
Kekhusususan hasil kerja Zaid sendiri membedakan dengan catatan para sahabat yang
menjadi dokumentasi pribadi. Catatan mereka yang masih mencakup ayat-ayat yang mansukh
al-Tilawah, ayat-ayat yang termasuk kategori riwayat al-Ahad, catatan doa dan tulisan yang
diklasifikasikan sebagai sebagai tafsir dan takwil.
Setelah semua ayat al-Qur’an terkumpul, kumpulan tersebut disimpan dalam kotak kulit yang
disebut “Rab’ah”. Kemudian kumpulan tersebut diserahkan kepada Abu Bakar. Setelah
beliau wafat, kumpulan atau lembaran-lembaran tersebut berpidah tangan kepada Umar. Lalu
setelah Umar wafat, maka lembaran-lembaran tersebut disimpan oleh putrinya sekaligus istri
Rasulullah SAW yaitu Hafsah binti Umar.
ِ يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوأَ ِطيعُوا ال َّرسُو َل َوأُولِي اأْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم ۖ فَإ ِ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ إِلَى هَّللا ِ َوال َّرس
ُول إِ ْن ُك ْنتُ ْم
تُ ْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ ٰ َذلِكَ خَ ْي ٌر َوأَحْ َسنُ تَأ ِوياًل
ْ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya
(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu
berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah Swt. (al-Qur’ān) dan
Rasu-Nyal (sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisā’/4:59)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Periode mekkah dan madinah ternyata bukan sekedar rentang tempat dan
waktu semata tetapi juga konteks dan kultur masyarakat tempat turunnya yang
berbeda mengakibatkan pada pemaknaan dan penafsiran yang berbeda pula
terhadap AlQur’an . Jam’ul Qur’an adalah usaha penghimpunan dan
pemeliharaan al-Qur’an yang meliputi penghafalan, serta penulisan ayat-
ayat atau surat-surat al-Qur’an. Pengumpulan al-Qur’an dilakukan dalam
tiga periode. Periode Nabi, periode Abu Bakar, dan periode Utsman.Pada
periode Nabi, pengumpulan al-Qur’an dilakukan melalui hafalan dan
tulisan. Penulisan al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad dilakukan untuk
mencatat dan menulis setiap wahyu yang diturunkan kepadanya dengan
menertibkan ayat-ayat di dalam surah-surah tertentu sesuai dengan petunjuk
Rasulullah SAW. Penulisan al-Qur’an pada masa Nabi juga bertujuan untuk
menguatkan penghafalan Qur’an para sahabat.Pada periode Abu Bakar
pengumpulan al-Qur’an terjadi karena banyaknya Huffaz yang wafat pada
perang Yamamah. Pengumpulan tersebut dilakukan oleh Zaid bin Tsabit
atas usulan dari Umar bin Khatab. Pengumpulan tulisan-tulisan al-Qur’an
pada periode kekhalifahan Abu Bakar diurut berdasarkan urutan turunnya
wahyu.Pada periode Utsman, pengumpulan al-Qur’an dilakukan karena
adanya perbedaan bacaan al-Qur’an di berbagai wilayah dan karena adanya
aduan dari Huzaifah bin al-Yaman. Proses pengumpulan tersebut dilakukan
oleh Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin “As, dan Abdurrahman
bin Haris bin Hisyam. Mereka menyalinnya ke dalam beberapa Mushaf
yang dikenal dengan nama Mushaf Utsmani. Pengumpulan tulisan-tulisan
al-Quran pada periode kekhalifahan Utsman bin Affan diurut berdasarkan
dengan tertib ayat maupun surahnya sebagaimana yang ada
sekarang.Adapun kedudukan Al-Qur’an dalam islam sebagai sumber yang
asasi bagi syari'at islam.Dan perturan bagi setiap umat muslim untuk
mencapai kebahagiaan umat islam untuk mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat
B. Saran
Demikianlah Penyusunan makalah ini disusun, sebagai cacatan penutup bahwa pemakalah
menyadari akan banyaknya kekurangan dan kelemahan pada karya tulis ini, olehnya itu
pemakalah berharap agar ada kritik, saran atau masukan yang sifatnya membangun untuk
perbaikan makalah ini. Mohon maaf jika sekiranya apa yang disajikan oleh pemakalah,
terdapat kekurangan dan kekeliruan didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA