Anda di halaman 1dari 13

MAKKIYAH DAN MADANIYAH SERTA PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI

KUANTITAS PERAWI

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

STUDI AL-QUR’AN DAN HADITS

Dosen Pengampu :

Moh. Ali Abdul Shomad Very Eko Atmojo, M.Pd

Kelas : HTN 1A

Kelompok I

1. Adinia Ulva Maharani (1860103221006)


2. Ahmat Danilia Nur A (1860103221074)
3. Deta Reztifa Putri (1860103221078)

HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Munasabah Dalam Al-
Qur’an Serta Periwayatan Hadits” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Studi Al-Qur'an dan Hadits.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Maftuhin, M.Ag. selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
2. Dr. H. Nur Efendi, M.Ag. selaku Dekan FASIH UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung
3. Bapak Ahmad Gelora Mahardika, M.H. selaku Ketua Program Studi Hukum Tata Negara
4. Bapak Moh. Ali Abd Shomad Very Eko Atmojo, S.Ag., M.PdI selaku Dosen Mata Kuliah
Studi Al-Qur'an dan Hadits
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Tulungagung, 6 Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 4

C. Tujuan...................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Makkiyah dan Madiniyah...................................................................... 5

B. Teori tentang ayat Makkiyah dan Madiniyah.......................................................... 5

C. Ciri-ciri surah Makkiyah dan Madiniyah................................................................ 7

D. Klasifikasi ayat Al-Makkiyah dan Al-Madiniyah................................................... 8

E. Pembagian Hadist berdasarkan kuantitas perawi.................................................... 8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.............................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-qur’an merupakan firman (kalam) allah swt yang diwahyukan kepada nabi
Muhammad saw. melalui malaikat jibril dengan lafadz dan maknanya. All-qur’an sebagai
kitabulloh menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran islam.
Selain itu al-qur’an juga berfungsi sebagai petunjuk bagi umat mansia dalam mencapai
kehidupan dunia dan akhirat. Sebagai sumber ajaran islam yang paling utama alqur’an
merupakan sumber dari segala ajaran untuk operasionalisasi ajaran islam dan
pengembangannya sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi umat islam. Setiap
prilaku dan tindakan umat islam,baik secara individu maupun kelompok harus dilakukan
berdasarkan al-qur’an. Oleh karena itu, sumber ajaran silam berfunngsi sebagai dasar pokok
ajaran islam. Sebagai dasar, maka sumber itu menjadi landasan semua prilaku dan tindakan
umat islam sekaligus referensi tempat orientasi dan komunikasi.
Dilihat dari segi kualitasnya, hadits dapat diklasifikasikan menjadi hadits sahih,
hasan, dan dhaif. Pembahasan tentang hadits sahih dan hasan mengkaji tentang dua jenis
hadits yang hampir sama, tidak hanya karena keduanya berstatus sebagai hadits maqbul,
dapat diterima sebagai hujjah dan dalil agama, tetapi juga dilihat dari segi persyaratatan dan
kriteria-kriterianya sama kecuali pada hadits hasan, diantara periwayatannya ada yang kurang
kuat hafalannya, sedangkan pada hadits sahih diharuskan kuat hafalannya. Sedang
persyaratan lain terkait dengan persambungan sanad, keadilan periwayat, keterlepasan dari
kejanggalan dan cacat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian makkiyah dan madaniyah?
2. Apa teori tentang ayat Makiyah dan Madaniyah?
3. Apa ciri-ciri surah Makiyah dan Madaniyah?
4. Bagaimana Klasifikasi ayat Al-Makkiyah dan Al-Madaniyah?
5. Bagaimana pembagian Hadits dari segi kuantitas perawi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari makkiyah dan madaniyah
2. Untuk mengetahui teori dari makkiyah dan madaniyah
3. Untuk mengetahui apa saja ciri dari makkiyah dan madaniyah
4. Mengetahui klasifikasi ayat Al-Makkiyah dan Al-Madaniyah
5. Mengetahui pembagian hadits dari segi kuantitas perawi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Makkiyah dan Madaniyah


Kata al-makkiyah dan al-madaniyah merupakan penisbatan terhadap kedua
nama kota besar di Saudi Arabiah, yaitu “Mekkah dan Madinah”. Kedua kata
tersebut telah dimasuki oleh “ya” sehingga menjadi al-Makkiyah dan al-Madaniyah.
Secara harfiah, al-Makkiyah berarti yang bersifat Mekkah atau yang berasal dari
Mekkah, sedangkan al-Madaniyah berarti yang bersifat Madinah Madinah atau yang
berasal dari Madinah. Maka ayat atau surah yang turun di Mekkah disebut dengan
al-Makkiyah dan yang diturunkan di Madinah disebut dengan al-Madaniyah.1
Imam az-Zarkasy mendefiniskan dengan tiga pengertian. Pertama, pengertian
yang berkonotasikan pada tempat bahwa al-Makkiy adalah surah atau ayat yang
diturunkan di Mekkah dan sekitarnya, sedangkan al-Madaniy adalah surah atau ayat
yang turun di Madinah dan sekitarnya. Kedua, al-Makkiy adalah surah atau ayat
yang turun kepada Nabi sebelum hijrah, sedangkan al-Madany adalah surah atau
ayat yang turun kepada Nabi setelah hijrah walaupun turunnya di Mekkah. Ketiga,
al-Makkiy adalah ayat-ayat yang di khitab kan kepada penduduk Mekkah, sedangkan
al-Madany adalah ayat-ayat yang di khitab kan kepada penduduk Madinah.
Al-Makki ialah surah atau ayat al-Qur’an yang turun di Makkah, untuk ini
orang mengemukakan contoh tiap-tiap surat yang di dalamnya terdapat kisah nabi-
nabi dan bangsa-bangsa yang sudah lenyap, maka ayat ini disebut Makiyah. Al-
Madani ialah tiap-tiap surat yan di dalamnya terdapat kewajiban-kewajiban atau
hukum maka ayat ini adalah Madaniyah.2
Al-Qur’an yang terdiri dari 6236 ayat yang terbagi 114 surat yang
digolongkon kepada tiga puluh juz, memiliki dua masa atau dua periode di
turunkannya, yaitu periode Makkah di mana ayat-ayat itu di turunkan ketika Nabi
Saw berada di Makkah. Ayat-ayat ini di turunkan sebelum Nabi Muhammad SAW
hijrah ke Madinah yaitu selama 12 tahun 5 bulan dan 13 hari, sejak tanggal 17
Ramadhan tahun 1 dari kerasulan Nabi atau tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai
dengan awal bulan Rabiul Awal tahun 13 dari kerasulan Nabi atau tahun 54 dari
kelahiran beliau.

B. Teori tentang ayat Makiyah dan Madaniyah


Teori dalam mengklasifikasikan ayat/surat Makiyah dan Madaniyah, yakni : 3
1. Teori mulahadzatu makanin nuzuli (tempat turun ayat atau teori geografis).
Menurut teori ini al-Qur’an makki ialah yang turun di Makkah dan sekitarnya baik
sebelum atau sesudah nabi hijrah ke Madinah, termasuk ayat yang turun ketika
beliau berada di Mina, Arafah, Hudaibiyah dan sebagainya. Madaniyah adalah
ayat/surat yang turun di Madinah dan sekitarnya termasuk sewaktu beliau di
Badar, Qubd, Madinah, Uhud dan sebagainya. Dalil teori ini riwayat Abu Amr
dan Utsman bin Said ad-Darimi. Adapun kelebihan teori adalah hadil rumusan
1
Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur’an, Jakarta:PREDANAMEDIA GROUP, 2016, cet ke-1, hlm:119
2
Ajahari, Ulumul Qur,an (Ilmu-Ilmu Al-Qur’an), Yogyakarta:Aswaja Pressindo, 2018, cet ke-1, hlm:85
3
Ibid., hlm:86
pengertian Makkah dan Madaniyah jelas dan tegas, bahwa yang dinamakan
makiyah adalah ayat/surat yang diturunkan di Makkah, meskipun turunnya
sesudah nabi hijrah ke Madinah. Adapun kelemahannya rumusannya tidak bisa
dijadikan patokan, batasan atau patokan sebab rumusan ini belum bisa mencakup
seluruh ayat al-Qur’an karena tidak seluruh ayat al-Qur’an hanya turun di Makkah
dan sekitarnya atau di Madinah dan sekitarnya, ada beberapa ayat yan turun diluar
keduanya.
2. Teori mulahadzatul mukhatabiina fin nuzul (teori subjektif)
Yaitu teori yang berorientasi pada subyek siapa yang dikhitab atau dipanggil
dalam ayat. Jika subyeknya orang Makkah, maka disebut ayat Makiyah dan jika
subyeknya orang Madinah disebut ayat Madaniyah. Teori ini mendasarkan pada
dalil riwayat dari Abu ‘Ubaid dari Makmun bin Mihran Dalal kitab Fadhailul
Qur’an dan riwayat Abu Mar dan Utsman bin Sa’id ad-Darimi. Kelebihan teori
ini rumusan ebih mudah dimengerti dan tampak. Sedangkan kelemahannya 1).
Rumusan tidak dapat dijadaikan definisi karena tidak dapat mencakup seluruh
ayat 6236 ayat yang dimulai dengan hanya 511, 292 ayat makiyah dan 219
madaniyah. 2) Rumusannya tidak dapat berlaku secara menyeluruh.
3. Teori mulahadzatu zamanin nuzul (teori historis) yaitu teori yang berorientasi
pada sejarah waktu turunnya, yaitu menjadikan hijrah nabi ke Madinah sebagai
tolak ukurnya. Al-Qur’an/surah/ayat makiyah adalah ayat al-Qur’an yang turun
sebelum nabi hijrah ke Madinah, meskipun turun diluar kota Mekah seperti Mina,
Arafah, Hudaibiyah. Ayat ini turun setelah nabi hijrah ke Madinah meskipun
turunnya di Makah atau sekitarnya seperti di Badar, di Uhud, Arafah, Mekah dan
lain-lain. Landasan teori ini adalah riwayat Abu Amr dan Ustman bin Sa’id ad
Darimi. Kelebihan teori ini dinilai ulama sebagi teori yang benar, baik dan
selamat, sebab rumusannya mencakup keseluruhan ayat al-Qur’an sehingga dapat
dijadikan batasan/definisi. Menurut Abdul Jalal, teori ini sudah baik namun terasa
ada masih kejanggalan, sebab beberapa ayat nyata turun di Makah, tapi turun
setelah hijrah disebut Madaniyah.
4. Teori mulaahadzatu ma tadhammanat as suratu (teori kontens analisis), yatu satu
teori yang mendasarkan kepada isi dari ayat atau surah yang bersangkutan. Surah
atau ayat makiyah adalah yang isinya bercerita tentang umat dan para nabi atau
rasul dahulu, sedangkan madaniyah adalah surah atau ayat berisi hukum hudud,
faraid dan sebagainya. Landasan teori ini adalah riwayat Hisyam dari ayanya
Hakim, al-Qamah dari Abdullah. Kelebihan teori ini adalah kriteria yang jelas,
mudah dipahami, gampang dinilai. Sedangkan kelemahannya pelaksanaan
pembedaan Makiyah dan Madaniyah tidak praktis, sebab orang harus mempelajari
isi kandungan masing-masing ayat sebelumnya, baru bsa mengetahui kriterianya.
Menurut Imam Al-Ja’bari ada 2 jalan mengetahui makki dan madani :
a. Jalan sima’i (riwayat), menurut riwyat yang dampai pada kita mengenai
turunnya ayat itu;
b. Jalan qiyasi (penerapan), semua surah yang berisi “ya ayyuhannasu” dan
seterusnya seperti dalil dalam kontens analisis.
C. Ciri-ciri Surah Makkiyah dan Madaniyah

a. Ciri- ciri Surah Madaniyah


Ciri-ciri umum surah-surah Makkiyah :4
1. Surah yang di dalamnya terdapat sajdah.
2. Surah yang di dalamnya terdapat lafaz kalla, sekali-kali tidak. Umumnya
terdapat pada bagian pertengahan sampai akhir Al-Qur’an.
3. Surah yang di dalamnya terdapat seruan dan tidak dapat seruan “Yaa
ayyuhannasu”.
4. Surah yang di dalamnya terdapat kisah para nabi dan umat-umat terdahulu,
kecuali al-Baqarah.
5. Surah yang di dalamnya terdapat kisah Nabi Adam dan Iblis, kecuali surah al-
Baqarah.
6. Surah yang diawali dengan huruf hija’iyah, seperti Alif Lam Mim, Alif Lam
Ra, dan Nun, kecuali dua surah al-Baqarah dan Ali Imran. Para ulama berbeda
pendapat mengenai surah al-Ra’d, sebagian berpendapat surah Makkiyah.
7. Ayat-ayat maupun surah-surahnya itu sendiri pada umumnya pendek dan
ringkas, uraiannya sedikit keras dan hangat, dan nada suaranya tegas.
8. Dakwah mengenai pokok-pokok keimanan, hari akhir, gambaran surga dan
neraka.
9. Dakwah mengenai budi pekerti, kebajikan, moralitas, sanggahan, dan
bantahan terhadap pikiran kaum musyrik.
10. Terdapat pernyataan sumpah yang lazim dinyatakan oleh orang-orang Arab.
b. Ciri-ciri Surah Madaniyah
Ciri-ciri yang dapat dijadikan patokan menentukan surah-surah Madaniyah
sebagai berikut :
1. Surah yang di dalamnya terdapat izin perang atau yang menerangkan soal
peperangan dan menjelaskan hukum-hukumnya.
2. Surah yang didalamnya terdapat pembagian hukum harta pusaka, hukum
hadd, fara’id, hukum sipil, hukum sosial, dan hukum antarnegara, dan
hubungan internasional.
3. Surah yang di dalam terdapat uraian kaum munafik, kecuali surah al-Ankabut
yang Makkiyah, selain sebelas surah pada pendahuluannya adalah Madaniyah.
4. Bantahan terhadap Ahl Kitab dan seruan agar mereka mau meninggalkan sikap
berlebihan dalam mempertahankan agamanya.
5. Umumnya memiliki surah yang panjang, susunan kalimatnya bernada tenang
dan lembut.
6. Berisi penjelasan-penjelasan tentang buktibukti dan dalil-dalil mengenai
kebenaran agama Islam secara perinci.

4
Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Depok:KENCANA, 2017, cet ke-1, hlm:67
D. Klasifikasi Ayat Al-Makkiyah dan Al-Madaniyah
1. yang diturunkan di Madinah
Ada 20 surah Madaniyah, yakni al-Baqarah, Ali Imran, an-Nisaa’, al-Maa’idah,
al_anfaal, al-Hujuraat, al-Hadiid, al-Mujadalah, al-Hasyr, al-Mumtanah, al-
Jumu’ah, al-Munafiquun, at-Talaq, at-Tahriim, dan an-Nasr.
2. Yang diperselisihkan
Adapun yang masih dipersilisihkan ada dua belas surah, yakni al-Faatihah, ar-
Ra’d, ar-Rahman, as-Saff, at-Taghabun, at-Tatfif, al-Qadar, al-Bayyinah, az-
Zalzalah, al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Naas.
3. Yang diturunkan di Mekkah
Ada 82 surah sisanya, jadi jumlah surah-surah Al-Qur’an itu semuanya seratus
empat belas surah.

E. Pembagin Hadis Berdasarkan Kuantitas Perawi


a. Hadits Mutawatir
Secara etimoloi, kata al-mutawatir adalah sebagai isim fail dari kata al-
tawatur, berarti al-tatabbu, artinya beruntun atau berturut-turut.5 Hadis mutawatir
dari segi terminlois mempunyai banyak definisi. Menurut Nurudin, hadits
mutawatir adalah “Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak
mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yan semisal mereka dan
seterusnya sampai akhir sanad dan semuanya bersandar kepada panca indera.”6
Sedangkan menurut Ajjaj al Khatib, hadits mutawatir adalah : “Hadits yang
diriwayatkan oleh sebagian besar perawi yang menurut adat mereka tidak
mungkin bersepakat dusta dari masing-masin mereka mulai dari awal sanad
sampai dari masing-masing mereka mulai dari awal sanad sampai akhir sanad.”
Tidak dapat dikategorikan dalam hadits mutawatir, yaitu segala berita yang
diriwayatkan dengan tidak bersandar pada pancaindera, seperti meriwayatkan
tentang sifat-sifat manusia, baik yang terpuji maupun yang tercela, juga segala
berita yang diriwayatkan oleh orang banyak, tetapi mereka berkumpul untuk
bersepakat mengadakan berita-berita secara dusta. Hadits yang dapat dijadikan
pegangan dasar hukum suatu perbuatan haruslah diyakini kebenarannya. Karena
kita tidak mendengar hadis itu langsung dari Nabi Muhammad SAW, maka jalan
penyampaian hadits itu atau orang-orang yang menyampaikan hadits itu harus
dapat memberikan keyakinan tentang kebenaran hadits tersebut.
Suatu hadits dapat dikatakan mutawatir apabila telah memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Hadits dimaksud diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang banyak dan dapat
menjamin keyakinan akan kebenaran periwayatannya. Namun mana hadits
berbeda pendapat mengenai banyaknya jumlah perawi, sebagian menetapkan
lima, tujuh, sepuluh, dan sebagainya. Sedangkan sebagian ahli hadits lainnya
tidak menetapkan jumlah tertentu perawi, tetapi yang penting adalah jumlah
tersebut cukup meyakinkan kebenaran periwayatan hadis yang bersangkutan.

5
Alfiah dkk, Studi Ilmu Hadis, Kreasi Edukasi, 2016, cet ke-1, hlm:113
6
Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadis, Ponorogo:IAIN PO Press, 2018, cet ke-2, hlm:118
2. Jumlah perawi yang banyak tersebut dapat menjamin tidak memungkinkan
untuk mufakat melakukan kebohongan dalam periwayatan hadits.
3. Jumlah oerawi yang bayak yang tidak mungkin melakukan kebohongan
tersebut secara konsisten terdapat pada setiap thabaqat sanadnya dari awal
hingga akhir tanpa berkurang.
4. Periwayatan oleh setiap perawi didasarkan pada kesaksian indrawi, seperti
penglihatan atau pendengaran dan bukan dari hasil pemikiran atau pemahaman
perawi .
a) Pembagian Hadits mutawatir
1. Mutawatir Lafdhi
Hadits mutawatir lafdhi adalah hadits yang mutawatir lafadz dan
maknanya. Contoh hadits mutawatir lafdzi adalah sebagaimana hadits dari
abu Hurairah dari Rasulullh SAW yang berbunyi:

‫ رواه ابلخارى‬.‫من كذب عيل متعمدا فليتبوأ مقعده من انالر‬


“Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku maka hendaklah
tempatnya di neraka.” (HR. Bukhari)
2. Mutawatir Maknawi
Yang dimaksud dengan hadits mutawatir maknawi adalah hadits yang
berlainan bunyi dan maknanya, tetapi dapat diambil makna yang umum.
Jadi hadits mutawatir maknawi adalah hadits mutawatir yang para
perawinya berbeda dalam menyusun redaksi hadits tersebut, namun
terdapat persesuaian atau kesamaan dalam maknanya. Contoh hadits
mutawatir maknawi adalah hadits yang menerangkan tentang kedudukan
niat dalam perbuatan. Hadits-hadits semacam ini banyak sekali meskipun
terdapat dalam berbagai kasus. Contoh lain hadis Nabi saw yang berbunyi:

‫ما رفع صيل اهلل عله وسلم يديه حيت رؤي بياض إبطيه يف شيئ من داعئه إال يف اإلستسقاء‬
‫ متفق عليه‬:
“Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam doa-
doanya selain dalam doa salat istiqa’ dan beliau mengangkat tangannya,
sehingga nampak putih-putih kedua ketiaknya.” (HR. Bukhari Muslim)

b. Hadits Ahad
Dari segi bahasa kata “ahad” (tanpa madd) berarti satu. Maka khabar ahad
adalah khabar (berita) yang diriwayatkan oleh satu orang perawi. Sedangkan hadis
ahad secara terminologi adalah hadits yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana yang terdapat pada hadits mutawatir, yaitu mencakup hadis yang
diriwayatkan oleh seorang perawi pada satu thabaqat atau pada semua thabaqat
dan diriwayatkan oleh dua perawi atau lebih tetapi tidak mencapai jumlah perawi
tingkat mutawatir.
a) Pembagian Hadits Ahad
1. Hadits Masyhur
Menurut masyhur berasal dari kata ‫ شهر‬yang berarti ‫ اعلن‬yang berarti
mengumumkan. Secara terminology hadits masyhur adalah:

‫ما رواه ثالثة فاكرثولم يصل درجة اتلواتر‬


“Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih (dalam suatu
thabaqahnya) namun belum mencapai derajat mutawatir”. Kemasyhuran
sebuah hadis tidak mesti mencakup semua kalangan ulama. Hadis dapat
dapat saja masyhur di kalangan ulama tertentu, dalam hal ini hadis
masyhur dibedakan minimal menjadi empat macam :
1) Masyhur di kalangan ahli hadis, contohnya :
“Rasulullah saw melakukan qunut selama satu bulan setelah ruku’,
untuk mendo’akan hukuman atas (kejahatan) penduduk Ri’l dan
Dzakwan”. (HR Bukhori dan Muslim)
2) Masyhur di kalangan fuqoha, contohnya :
” Nabi saw bersabda : Perbuatan halal yang paling dibenci Allah
adalah talak”. (HR Abu Dawud dan Ibn Majah)
3) Masyhur di kalangan ulama Ushul Fiqh, contohnya:
“Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya Allah tidakmenghukum
umatku karena perbuatan khilaf, lupa, dan perbuatan karena
terpaksa”. (HR Ibn Majah).
4) Masyhur di kalangan ulama hadis, fuqoha, ulama ushul fqh, dan di
kalangan awam, contohnya :
“ Rasulullah saw bersabda: Orang muslim adalah yang tidak
mengganggu orang-orang muslim lainnya dengan kata-kata dan
perbuatannya dan orang muhajir adalah orang yang meninggalkan apa
yang diharamkan Allah.”(HR Bukhari dan Muslim).
2. Hadits Aziz
Dari segi bahasa kata aziz adalah bentuk sifat musyabbahah dari kata
‘azza ya’izzu yang berarti sedikit atau jarang. Bisa juga berasal dari kata
‘azza ya’izzu yang berarti kuat atau keras (sangat). Suatu aziz dinamakan
dengan hadits aziz adakalanya karena sedikitnya perawi.
Menurut istilah, hadis azis adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua
orang meskipun hanya pada satu tingkatan (generasi) saja, kemudian
setelah itu diriwayatkan oleh banyak orang. Jadi bisa saja sanad sebuah
hadis ‘azis terdiri dari dua dua orang pada setiap generasi, atau hanya
pada satu generasi dari sanad hadis itu yang terdiri dari dua orang, sedang
pada generasi sesudahnya terdiri dari banyak orang.10 Contoh hadis ‘azis
adalah :
“Rasulullah saw bersabda: Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya,
tidaklah beriman orang di antara kamu sebelum aku lebih dicintainya dari
dari pada orang tua dan anaknya.” ( HR Bukhari dan Muslim). Hadis di
atas dikatakan ‘azis karena pada tingkatan sahabat, hadis ini diriwayatkan
oleh dua orang yakni Anas bin Malik dan abu Harairah, dan dari anas ini
diriwayatkan oleh du orang tabi’in, yaitu Qatadah dan Abdul Azis bin
Shuhaib, dan dari qatadah hadis ini diriwayatkan oleh Syu’bah dan Sa’id,
sedangkan dari Abdul Azis hadis ini diriwayatkan oleh Ismail bin
‘Ulayah dan Abdul Waris, setelah itu diriwayatkan oleh banyak orang.

3. Hadits Gharib
Kata gharib, secara bahasa merupakan bentuk sifah musyabbahah dari
kata gharaba’ yang berarti infrada (menyendiri). Juga bisa berarti jauh
dari tanah airnya. Disamping itu juga bisa diartikan asing, pelik atau
aneh. Dengan demikian hadits gharib dari segi bahasa adalah hadits yang
aneh. Sedangkan dalam istilah Ilmu Hadis berarti : ‫واحد راو بروايته ينفرد ما‬
yaitu hadis yang dalam meriwayat-kannya seoarang perawi menyendiri
(tidak ada orang lain yang ikut meriwayatkannya).
Definisi ini memungkinkan kesendirian seorang perawi baik pada
setiap tingkatan sanad atau pada sebagian tingklatan sanad, bahkan
mungkin hanya pada satu tingkatan sanad saja. Hadis gharib dibagi
menjadi dua macam:
1) Gharib Mutlak, yaitu : ‫نده‬qq‫ل س‬qq‫ف أص‬qq‫د ي‬qq‫خص واح‬qq‫“ ما ينفرد بروايته ش‬Hadis
yang diriwayatkan oleh satu orang perawi pada asal sanad” (tingkatan
sahabat). Contoh hadis gharib mutlak adalah :
‫إنما األعمال بانليات‬
“Sesungguhnya seluruh amal itu bergantung pada niat.” (HR Bukhari
dan Muslim). Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khattab
saja di tingkat sahabat, sedangkan sesudahnya diriwayatkan oleh
banyak orang.
2)Gharib Nisbi, yaitu ‫نده‬qq‫ف أثناءس‬qq‫ة ي‬qq‫“ ما اكنت الغرب‬Hadis yang kesendirian
perawinya ada di pertengahan sanad.” Maksudnya, hadis gharib nisbi
ini pada mulanya diriwayatkan oleh beberapa orang pada tingkat
sahabat, namun pada pertenganhan sanad, terdapat tingkatan yang
perawinya hanya satu orang. Contoh hadis gharib nisbi adalah:
“Bahwasannya Rasulullah saw memasuki kota Mekah dan di atas
kepalanya ada penutup kepala.” (HR Ahmad bin Hambal).
Dalam sanad hadis di atas, hanya Malik yang menerima hadis tersebut dari al-
Zuhri. Hadis dikatakan gharib nisbi dapat juga didasarkan atas beberapa hal,
yaitu:
a) Hanya seorang perawi tertentu yang menerima hadis itu dari perawi tertentu.
b) Hanya penduduk kota tertentu yang meriwayatkan hadis tersebut.
c) Hanya penduduk kota tertentu yang meriwayatkan hadis tersebut dari
penduduk kota tertentu pula
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Makkiyah umumnya berisi tentang tauhid dan akidah, sedangkan surat Madaniyah
umumnya berisi tentang penjelasan ibadah dan muamalah. Ayat-ayat pada surat
Makkiyah umumnya menggunakan kalimat yang kuat dan keras, sedangkan ayat-
ayat pada surat Madaniyah umumnya menggunakan kalimat yang agak lembut
dan mudah dicerna.

2. Madaniyah adalah istilah yang diberikan kepada ayat Al Qur’an yang diturunkan
di Madinah atau diturunkan setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah
ke Madinah. Sebuah surat dapat terdiri atas ayat-ayat yang diturunkan di Madinah
secara keseluruhan namun bisa juga sebagian diturunkan di Mekkah (Makiyyah).

3. Pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitas perawinya dibagi menjadi tiga
bagian yaitu Mutawatir:Masyhur:Ahad.
DAFTAR PUSTAKA

Ajahari. 2018. Ulumul Qur’an (Ilmu-Ilmu Al-Qur’an). Yogyakarta: Aswaja Pressindo

Alfiah. 2016. Studi Ilmu Hadis. Riau: Kreasi Edukasi

Al-Qaththan, Syaikh Manna. 2004. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar

Drajat, Amroeni. 2017. Ulumul Qur’an (Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an). Depok: Kencana

Hamid, Abdul. 2016. Pengantar Studi Al-Qur’an. Jakarta: Prenadamedia Group

Rofiah, Khusniati. 2018. Studi Ilmu Hadits. Ponorogo: IAIN PO Press

Anda mungkin juga menyukai