Anda di halaman 1dari 31

SEJARAH TURUN DAN PENULISAN, SERTA PENGUMPULAN

AL-QUR’AN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Studi Qur’an

Dosen Pengampu : Septiana Purwaningrum, M.Pd.I

Disusun Oleh :

1. Vina Ismatul Maula (932608720)

2. Devi Widya Sukmawati (932610820)

3. Maria Latovania (932611120)

4. Nehaala Salsabiela (932611220)

PGMI A (Semester 1)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan serta
kelancaran dalam penyusunan makalah dengan judul “Sejarah Turun dan Penulisan,
serta Pengumpulan Al-Qur’an”. Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW. Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas mata kuliah Studi Qur’an.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu


menyelesaikan makalah ini. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada
Ibu Septiana Purwaningrum, M.Pd.I selaku dosen pengampu yang telah memberikan
tugas dan pengarahan kepada kami.

Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan
karena keterbatasan kami sebagai manusia biasa, untuk itu kritik dan saran sangat kami
harapkan demi kesempurnaan kami dalam menyelesaikan tugas-tugas dimasa yang
akan datang.

Dan akhirnya semoga apa yang kami buat ini dapat memberikan manfaat
kepada siapa saja yang membacanya.

Kediri, 2 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 4
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 4
C. Tujuan .................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 5
A. Sejarah Turun Al-Qur’an ...................................................................................... 5
B. Penulisan dan Pengumpulan Al-Qur’an ............................................................. 16
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 29
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 30
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al – Qur’an adalah pedoman hidup seorang muslim. Banyak ilmu kehidupan
yang dibahas di dalam Al-Qur’an, semua kejadian di dunia ini sudah tertuliskan
dalamnya, mulai dari kejadian yang sudah terjadi, sedang terjadi, hingga yang akan
terjadi. Ilmu yang terdapat dalam Al-Qur’an juga sangat kompleks. Seorang muslim
harus berusaha belajar, mengenal, membaca, mempelajari, dan mengamalkannya untuk
mendapatkan jaminan keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di
akhirat. Tanpa membaca Al-Qur’an seorang muslim tidak akan mengerti akan isinya
dan tanpa mengamalkannya ia tidak akan dapat merasakan kebaikan dan keutamaan
petunjuk Allah dalam Al-Qur’an.
Di era globalisasi ini, banyak pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakat
dikarenakan para generasi kita masih banyak yang belum memahami mengenai
pentingnya Al-Qur’an untuk kehidupan. Selain itu, kurangnya pengetahuan mengenai
sejarah Al-Quran juga menjadi salah satu faktor menurunnya kecintaan membaca Al-
Qur’an.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis memutuskan untuk menyusun
makalah ini selain untuk pemenuhan tugas dosen mata kuliah penulis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah turunnya Al- Qur’an ?
2. Bagaimanakah penulisan Al-Qur’an ?
3. Bagaimanakah pengumpulan Al-Qur’an ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah turunnya Al-Qur’an.
2. Untuk memahami penulisan A-Qur’an.
3. Untuk mengetahui pengumpulan Al-Quran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Turun Al-Qur’an
Secara majazi turunnya Al-Qur’an diartikan sebagai pemberitahuan dengan
cara dan sarana yang dikehendaki Allah SWT sehingga dapat diketahui oleh para
malaikat bi lauhil mahfudz dan oleh nabi Muhammad SAW didalam hatinya yang suci.

Adapun tentang kayfiyat Al-Qur’an itu di turunkan telah terjadi penyelisihan antara
para ulama. Dalam hal ini ada tiga pendapat :

1. Al-Qur’an itu diturunkan ke langit dunia pada malam al-qadr sekaligus lengkap
dari awal sampai akhir. Kemudian diturunkan berangsur-angsur sesudah itu dalam
tempo 20 tahun atau 23 tahun atau 25 tahun berdasarkan pada perselisihan yang
terjadi tentang berapa lama nabi bermukim di mekkah sesudah beliau di angkat
menjadi rasul. Pendapat ini berpegang pada riwayat Ath Thabary dari Ibnu abbas
beliau berkata “diturunkan Al-Qur’an dalam lailatul qadr dalam bulan ramadhan ke
langit dunia sekaligus semuanya, kemudian dari sana (langit) diturunkan sedikit
sedikit kedunia”. Dari segi isnad riwayat tersebut kurang kuat akan tetapi boleh di
gunakan

2. Al-Qur’an itu di turunkan ke langit dunia dalam 20 kali lailatul qadr dalam 20
tahun atau 23 kali lailatul qadr dalam 23 tahun atau 25 kali lailatul qadr dalam 25
tahun. Pada tiap-tiap malam diturunkan ke langit dunia tersebut, sekedar yang
hendak di turunkan dalam tahun itu kepada Nabi Muhammad SAW dengan cara
berangsur-angsur.

3. Al-Qur’an itu permulaan turunnya ialah di malm al qadr, kemudian diturunkan


setelah itu dengan berangsur-angsur dalam berbagai waktu.

Adapula pendapat bahwa Al-Qur”an di turunkan tiga kali dalam tiga tingkat:

1. Di turunkan ke lauhil mahfudz.


2. Di turunkan ke baitul izzah di langit dunia.

3. Di turunkan berangsur-angsur kedunia.

Meski sanad nya shoheh, Dr. Subhi as Sholeh menolak pendapat di atas tersebut
karena turunnya Al-Qur’an yang demikian itu termasuk bidang yang ghaib dan juga
berlawanan dengan dzahir Al-Qur’an. Menurut pendapat ulama jumhur, bahwa ”lafadz
Al-Qur’an tertulis di lauhil mahfudz lalu di pindah dan di turunkan ke bumi”, dengan
demikian tidak ada lagi lafadz-lafadz Al-Qur’an. Di lauhil mahfudz. Menurut pendapat
Hasby Ash-Shiddiqie yang di nukil bukan lafazd yang ter ma’tub, hanya di salin lalu
di turunkan. Hal ini sama dengan orang yang nenghapal isi kitab Al-Qur’an, isi kitab
tetap berada dalam kitab yang di salin dalam hapalan pun persis sebagai mana yang
tertulis dalam kitab Al-Qur’an itu.

Al-Qur’an diturunkan dalam waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu mulai dari
malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai 9 dhulhijjah Haji wada’
tahun 63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H.[3] Permulaan turunnya Al-Qur’an ketika
Nabi SAW bertahannus (beribadah) di Gua Hira. Pada saat itu turunlah wahyu dengan
perantara Jibril Al-Amin dengan membawa beberapa ayat Al-Qur’an Hakim. Surat
yang pertama kali turun adalah surat Al-Alaq ayat 1-5. Sebelum wahyu diturunkan
telah turun sebagian irhas (tanda dan dalil) sebagaimana hadits yang diriwayatkan
Imam Bukhori dengan sanad dari Aisyah yang menunjukkan akan datangnya wahyu
dan bukti nubuwwah bagi rasul SAW yang mulia. Diantara tanda-tanda tersebut adalah
mimpi yang benar di kala beliau tidur dan kecintaan beliau untuk menyendiri dan
berkhalwat di Gua Hira untuk beribadah kepada Tuhannya.

Al-Qur’an diturunkan pada bulan ramadhan berdasarkan nash yang jelas yang
terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 185 yang Artinya : (beberapa hari yang
ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan)
Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Proses turunnya Al-Qur’an kepada
Nabi Muhammad SAW melalui tiga tahap yaitu:
1. Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh al-mahfuzh yaitu suatu
tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah.
Proses pertama ini diisyaratkan dalam Q.S Al-Buruuj : 21-22

”Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al- Qur’an yang mulia. Yang
(tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh”.

dan Q.S Al-Waqi’ah :77-80 yang artinya : ”Sesungguhnya Al-Quran Ini adalah
bacaan yang sangat mulia, Pada Kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh),
Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan, Diturunkan dari
Rabbil ‘alamiin.

2. Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Al-Mahfuzh ke Bait Al-Izzah (tempat yang


berada di langit dunia. Diisyaratkan dalam: Q.S Al-Qadar: 1, ”Sesungguhnya
kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan”.

dan pada QS Ad-Dhuhan:3, “Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu


malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”.

3. Al-Qur’an diturunkan dari Bait Al-Izzah ke dalam hati Nabi melalui malaikat
Jibril dengan cara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakalanya satu
ayat, dua ayat, bahkan kadang-kadang satu surat. Diisyaratkan dalam Surat Ass-
Syu’ara’ 193-195, “Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), Ke dalam
hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang
yang memberi peringatan, Dengan bahasa Arab yang jelas”

1. Pengertian Al-Qur’an
a. Pengertian Alquran Secara Etimologi
Ditinjau dari segi bahasa (etimologi), ada beberapa pendapat
Ulama mengenai asal kata Qur‘ān. Pertama, kata Qur‘ān berasal dari
Bahasa Arab, yaitu maṣdar bentuk derivatif dari kata kerja yang
dibubuhi huruf hamzah yaitu qara’a – yaqra’u – qur’ānan (‫ قرأ‬- ‫ يقرأ‬-
‫ )قرآنا‬yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang.
Selanjutnya kata dalam bentuk maṣdar digunakan dalam makna maf‘ūl
bih. Makna ini adalah makna yang lebih kuat dan masyhūr serta dipakai
di kalangan Ulama. Konsep pemakaian kata tersebut dapat dijumpai
pada salah satu Surat Alquran yaitu pada Surat al-Qiyāmah ayat 17 – 18
yang artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka
ikutilah bacaannya itu.”

Kedua, kata Qur‘ān merupakan derivatif dari kata al-qarāin


(‫ )القرائن‬yang berarti kaitan, karena ayat Alquran terkait satu sama lain,
huruf nun pada lafal Alquran adalah asli bukan huruf tambahan.

Ketiga, Asy-Syāfi‘i, lafal Alquran bukanlah musytaq (pecahan,


derivatif) dari akar kata apapun. Lafal tersebut sudah lazim digunakan
sebagai kalāmullāh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.

Dari ketiga pengertian Alquran di atas terlihat tidak ada yang


bertolak belakang satu lain, perbedaannya hanya secara lafẓi namun
secara makna semuanya sangat berkaitan satu sama lain. Alquran
merupakan kalāmullāh (menurut Syāfi‘i) yang selalu dibaca sebagai
ibadah (pengertian pertama) dan antara satu ayat dengan yang lainnya
saling berkaitan (pengertian kedua).

b. Pengertian Alquran Menurut Ahli Usul Fiqh dan Fuqahā’

Diantara para Ulama yang mendefinisikan Alquran, ada yang


mendefinisikan dengan ringkas ada yang mendefinisikan secara
terperinci.

Diantara yang mendefinisi secara ringkas adalah Ulama fikih, usul


fikih dan Bahasa Arab yaitu:
"‫"اللفظ المنزل على النبي من أول الفاتحة إلى آخر سورة الناس الممتاز بخصائصه‬

yang bermakna: lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.


yang dimulai dengan Surat al-Fātiḥah hingga Surat an-Nās yang
mempunyai kelebihan dalam karasteristiknya.

Ulama lain menyebutkan secara detail karakteristik Alquran,


sehingga definisinya lebih panjang yaitu:

‫"كالم هللا المعجز المنزل على النبي المكتوب في المصاحف المنقول بالتواتر المتعبد بتالوته‬
"‫من أول الفاتحة إلى آخر سورة الناس‬

yang bermakna: Alquran adalah kalāmullāh yang mu‘jiz diturunkan


kepada Nabi Muhammad SAW. ditulis pada mushaf-mushaf kemudian
disampaikan kepada kita secara mutawātir, membacanya adalah ibadah,
dimulai dengan surat al-Fātiḥah serta ditutup dengan surat an-Nas.
Dalam definisi ini para Ulama menyebutkan semua karakterisktik
Alquran dengan detail.

Lafal kalāmullāh akan mengeluarkan seluruh kalām selain yang


berasal dari Allah, sementara lafal “diturunkan kepada Nabi
Muhammad” akan mengeluarkan semua semua yang diturunkan Allah
kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW. Lafal “membacanya adalah
ibadah” mengeluarkan Hadis Qudsi dan Sunah lainnya.

Pengertian Alquran dari segala sudut pandang harus jāmi‘ dan māni‘
yaitu mencakup segala unsur yang mewakili defenisinya, tidak
menimbulkan kerancuan, keragu-raguan dan bisa mendepak unsur lain
diluar definisinya. Dalam hal ini, penulis berpendapat untuk
mendefinisikan Alquran dalam kalimat yang detail yang menunjukkan
karesteriktiknya dan bisa menyingkirkan keragu-raguan.
c. Pengertian Al Quran (Terminologi) Mnurut Beberapa Ulama
1) Muhammad Salim Muhsin, dalam bukunya "Tarikh Alqur‘an
alKarim" menyatakan bahwa: Alquran adalah firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang tertulis dalam
mushaf-mushaf dan dinukil/ diriwayatkan kepada generasi
selanjutnya dengan jalan yang mutawatir dan membacanya
dipandang sebagai sebuah ibadah serta sebagai penentang (bagi
yang tidak percaya) walaupun dengan surat terpendek.
2) Abd al-Wahab Khalaf mendefinisikan Alquran sebagai firman
Allah yang diturunkan melalui ruh} al-amin (jibril) kepada Nabi
Muhammad Saw. dengan bahasa Arab, isinya dijamin
kebenarannya, dan sebagai h}ujjah kerasulannya, undang-undang
bagi seluruh manusia dan petunjuk dalam beribadah serta dihitung
ibadah dalam membacanya, yang terhimpun dalam mushaf yang
dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas, yang
diriwayatkan dengan jalan mutawatir.
3) Muhammad ’Abduh mendefinisikan Alquran sebagai kalam mulia
yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Saw., ajarannya yang
mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan. la merupakan sumber
yang mulia yang esensinya tidak dimengerti kecuali bagi orang yang
berjiwa suci dan berakal cerdas.
Ketiga definisi Alquran tersebut sebenarnya saling melengkapi. Definisi
pertama lebih melihat keadaan Alquran sebagai firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad, diriwayatkan kepada umat Islam
secara mutawa>tir, membacanya sebagai ibadah, dan salah satu fungsinya
sebagai mu’jizat atau melemahkan para lawan yang menentangnya. Definisi
kedua melengkapi penjelasan cara turunnya lewat malaikat Jibril,
penegasan tentang permulaan surat dari Alquran serta akhir suratnya, dan
fungsinya di samping sebagai mu’jizat atau h}ujjah kerasulannya, juga
sebagai undangundang bagi seluruh umat rnanusia dan petunjuk dalam
beribadah. Dan definisi ketiga melengkapi isi Alquran yang mencakup
keseluruhan ilmu pengetahuan, fungsinya sebagai sumber yang mulia, dan
penggalian esensinya hanya bisa dicapai oleh orang yang berjiwa suci dan
cerdas.
2. Nama Lain Dari Al Qur’an Dan Juga Maknanya

Mungkin tak banyak yang tahu mengenai nama lain Al Qur’an karena
kebanyakan orang, khususnya yang beragama muslim hanya mengetahui nama
Al Qur’an saja sebagai sebutan kitab suci umat muslim. Namun siapa sangka
bahwa ternyata Al Qur’an ini juga memiliki nama – nama lain yang jika dilihat
maknanya juga mengandung arti yang luar biasa.

Al Qur’an sendiri merupakan wahyu Allah SWT yang diturunkan


kepada Nabi Muhammad SAW sebagai kitab suci umat muslim yang bisa
dibaca, dipelajari dan dijadikan sebagai pedoman hidup. Lalu apa
sajakah Nama lain Al Qur’an yang dimaksud? Berikut ini adalah beberapa
contohnya beserta makna yang terkandung di dalamnya.

a. Al Kitab

Nama lain Al Qur’an yang pertama adalah Al Kitab dimana artinya


Al Qur’an ini merupakan sebuah kitab suci yang bisa menjadi pedoman
hidup bagi orang – orang yang beriman dan bertaqwa. Hal ini sesuai dengan
QS Al Baqarah ayat yang kedua.

b. Al Kalam

Berikutnya Nama lain Al Qur’an yaitu Al Kalam yang memiliki arti


perkataan. Mengapa begitu? Seperti yang sudah diketahui semua umat
Muslim bahwa kitab suci Al-Quran merupakan pedoman hidup seluruh
umat Islam di dunia ini. Hal ini karena setiap surat dan ayat yang
terkandung di dalam kitab suci Alquran ini merupakan Firman Allah
SWT yang berisi perintah untuk dipatuhi oleh seluruh umat manusia serta
merupakan pedoman hidup yang bisa diprlajari oleh manusia itu
sendiri agar memperoleh Jalan kehidupan yang lurus sesuai dengan
perintah Allah SWT.

c. Adz Dzikr

Adz Dzikr merupakan Nama lain Al Qur’an yang memiliki makna


peringatan. Hal ini tentunya sangat sesuai mengingat Al Qur’an ini
merupakan sebuah bacaan yang merupakan kitab suci bagi Umat Islam di
mana di dalamnya terdapat banyak sekali Firman Allah SWT yang mampu
menjadi pedoman hidup manusia itu sendiri. Tentunya dengan adanya Al
Qur’an ini manusia akan memiliki reminder atau pengingat agar segera
kembali ke jalan yang lurus, jalan yang diridhoi oleh Allah SWT mengingat
manusia memang diciptakan dengan segala sifat manusiawi misalnya sifat
lupa terhadap hal – hal tertentu termasuk juga dengan lupa terhadap perintah
Allah SWT.

d. Al Haq

Selanjutnya Nama lain Al Qur’an yang bisa diketahui adalah Al


Haq yang berarti benar atau kebenaran. Seperti yang sudah banyak
diketahui bahwa segala yang merupakan ketetapan Allah SWT adalah
benar. Termasuk juga dengan firmanNya yang ada di dalam kitab suci Al
Qur’an ini yang tentunya merupakan sebuah kebenaran. Hal ini berarti
ketika manusia kehilangan arah di dalam hidupnya, maka membaca dan
mempelajari Al Qur’an merupakan langkah yang tepat karena di dalamnya
memang terdapat banyak firman Allah yang mampu menyadarkan manusia
bahwa hidup akan lebih mudah dan terarah jika berpedoman pada seluruh
perintah Allah SWT.
e. As Syifaa’

Bisa dikatakan bahwa Al Qur’an merupakan kitab yang dahsyat


karena di dalamnya ada banyak sekali nilai positif sekaligus petunjuk yang
bisa sangat bermanfaat bagi umat manusia. Hal inilah yang akhirnya Al
Qur’an juga memiliki nama lain yang disebut dengan As Syifaa’. Nama lain
Al Qur’an yang satu ini memiliki arti penawar. Kadang kala manusia
diliputi dengan beragam perasaan negatif seperti amarah, sedih, takut,
khawatir bahkan iri dengki yang jika dibiarkan begitu saja maka akan
merusak hati pemiliknya. Oleh sebab itu sangat dianjurkan kepada umat
muslim untuk rajin membaca Al Qur’an agar hati senantiasa teduh dan
tenang karena Al Qur’an merupakan penawar sekaligus penyembuh hati
sehingga terhindar dari berbagai penyakit.

f. An Nur

Salah satu Nama lain Al Qur’an yang perlu diketahui adalah An Nur
yang artinya adalah cahaya. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa Al Qur’an
merupakan pedoman hidup yang tepat bagi manusia agar bisa mendapatkan
kesempurnaan hidup. Hal ini artinya Al Qur’an merupakan penuntun hidup
yang terbaik. Hal ini bisa diartikan juga bahwa Al Quran merupakan
cahaya yang mampu menuntun manusia untuk memperoleh kehidupan yang
lurus sesuai dengan perintah Allah SWT. Apapun yang dilalui dalam
kehidupan asalkan manusia mengandalkan Al Qur’an sebagai pedoman
hidup pastinya akan membimbing agar jalan hidup menjadi lebih tepat dan
pastinya sesuai dengan ajaran Islam.

g. Ar Rahmah

Nama lain Al Qur’an selanjutnya adalah Ar Rahmah. Ar Rahmah


ini memiliki arti rahmat yang artinya segala hal yang tercantum di dalam
Al Qur’an ini merupakan firman Allah yang akan membawa kehidupan
manusia penuh dengan rahmat. Tentunya semua umat muslim sangat
menginginkan bahwa kehidupannya diliputi oleh rahmat Allah karena
dengan begitu maka kehidupannya di dunia akan terasa lebih bermakna.
Sebenarnya sangatlah mudah untuk memperoleh rahmat Allah karena
asalkan manusia menggunakan Alquran sebagai pedoman hidup maka
kehidupan yang dimilikinya akan dituntun ke dalam hal-hal yang bersifat
positif dan baik sehingga hal tersebut nantinya yang akan membawa
manusia tersebut menuju rahmat Allah SWT.

h. Al Huda

Al Qur’an jika memiliki nama lain yaitu Al Huda. Al Huda


merupakan Nama lain Al Qur’an yang memiliki makna sebagai petunjuk.
Ini artinya bahwa ketika manusia mengalami beragam masalah dan ujian
di dalam hidupnya maka pastinya akan mengalami goncangan yang terdiri
dari berbagai macam bentuk sehingga tidak sedikit manusia yang akhirnya
tergoyah imannya sehingga terjauh dari perintah Allah. Ketika hal seperti
ini terjadi maka sangat dianjurkan untuk kembali kepada Al Qur’an karena
dengan membaca serta mempelajari isi Al Qur’an maka akan membuat
manusia lebih terarah karena al-quran merupakan petunjuk hidup yang akan
membantu manusia untuk memperoleh rahmat Allah sekaligus
mendapatkan pahala. Apalagi kehidupan di dunia merupakan fase hidup
yang terdiri dari berbagai macam cobaan yang bisa saja membuat manusia
terjatuh dan jauh dari Allah sehingga kitab suci Al Qur’an ini merupakan
petunjuk yang diharapkan manusia akan selalu berada dijalan Allah SWT.

i. Al Busyraa

Kitab suci Al Qur’an juga merupakan pembawa kabar gembira. Hal


ini sesuai dengan namanya yaitu Al Busryaa. Tentunya banyak manusia
yang mempertanyakan mengenai maksud dari pembawa kabar berita ini.
Sebenarnya di dalam kehidupan manusia memang tidak semuanya bisa
berjalan dengan mulus sesuai dengan apa yang diinginkan dan
direncanakan. Ada kalanya masalah dan ujian yang menyebabkan impian
manusia yang sudah di depan mata akhirnya hancur berantakan dan bahkan
lenyap begitu saja. Hal seperti inilah yang terkadang membuat manusia
menjadi diliputi oleh amarah sehingga menyalahkan keadaan bahkan juga
menyalahkan takdir yang sudah digariskan oleh Allah. Padahal jika
manusia bisa lebih bersabar dan ikhlas dalam menerima apapun bentuk
takdir yang sudah digariskan oleh Allah maka Allah akan menjanjikan
kebahagiaan yang berlipat untuk nya di hari kiamat kelak. Setiap amal
perbuatan yang dilakukan oleh manusia semasa di dunia tentunya akan
diperhitungkan di akhirat nanti. Termasuk juga dengan keikhlasan dan
kesabaran dalam menerima apapun yang sudah Allah berikan dan percaya
bahwa segala ketetapan nya adalah benar dan terbaik. Allah bahkan
menjanjikan kebahagiaan dari kesabarannya tersebut dengan pahala serta
kenikmatan yang tidak pernah bisa dibayangkan oleh akal manusia.

3. Hikmah-hikmah Al-qur’an diturunkan secara berangsur-angsur :


a. Memantapkan dan menguatkan hati nabi.

Ketika menyampaikan dakwah, nabi kerap kali berhadapan dengan para


penentang maka turunlah wahyu yang berangsur-angsur itu merupakan
dorongan tersendiri bagi nabi untuk terus menyampaikan dakwah.

b. Menentang dan melemahkan orang-orang kafir yang mengingkari Al-


qur’an.

Menurut mereka aneh kalau kitab suci diturunkan berangsur-angsur.


Dengan begitu Allah menantang mereka untuk membuat satu surat saja
yang sebanding (tidak perlu melebihi) dengannya. Dan ternyata mereka
tidak sanggup membuat satu surat saja yang seperti Qur’an, apalagi
membuat langsung satu kitab.
c. Memudahkan untuk dihafal dan difahami.

Nabi Muhammad SAW sangat merindukan turunnya wahyu. Karna


kerinduannya itu, suatu ketika beliau mengikuti bacaan wahyu yang
disampaikan Jibril sebelum wahyu itu selesai dibacakannya.

Dengan turunnya Al-qur’an secara berangsur-angsur, sangatlah mudah


bagi manusia untuk menghafal serta memahami maknanya. Lebih-lebih
bagi orang yang buta huruf seperti orang-orang arab pada saat itu dan tentu
sangat menolong mereka dalam menghafal serta memahami ayat-ayatnya
serta mempraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Itulah
sebabnya Umar bin Khattab pernah berkata :

“pelajarilah Al-qu’an lima ayat - lima ayat, karena Jibril biasa turun
membawa Al-qur’an kepada Nabi SAW lima ayat – lima ayat”

d. Mengikuti setiap kejadian (yang karenanya ayat-ayat Al-qur’an turun).

Mangikuti setiap kejadian dan melakukan penahapan dalam


penetapan aqidah yang benar, hukum-hukum syari’at dan akhlak mulia.

e. Supaya orang-orang mukmin antusias alam menerima Al-qur’an dan giat


mengamalkannya.

Dengan begitu kaum muslimin waktu itu memang senantiasa


menginginkan serta merindukan turunannya karena ada peristiwa yang
sangat menuntut penyelesaian wahyu.

f. Untuk meringankan Nabi dalam menerima wahyu.

B. Penulisan dan Pengumpulan Al-Qur’an


1. Tahap Pertama.
Zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada jenjang ini
penyandaran pada hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada tulisan
karena hafalan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum sangat kuat dan cepat di
samping sedikitnya orang yang bisa baca tulis dan sarananya. Oleh karena itu
siapa saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat, dia akan langsung
menghafalnya atau menuliskannya dengan sarana seadanya di pelepah kurma,
potongan kulit, permukaan batu cadas atau tulang belikat unta. Jumlah para
penghapal Al-Qur’an sangat banyak Dalam kitab Shahih Bukhari [1] dari Anas
Ibn Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengutus tujuh puluh orang yang disebut Al-Qurra’. Mereka dihadang dan
dibunuh oleh penduduk dua desa dari suku Bani Sulaim ; Ri’l dan Dzakwan di
dekat sumur Ma’unah. Namun di kalangan para sahabat selain mereka masih
banyak para penghapal Al-Qur’an, seperti Khulafaur Rasyidin, Abdullah Ibn
Mas’ud, Salim bekas budak Abu Hudzaifah, Ubay Ibn Ka’ab, Mu’adz Ibn Jabal,
Zaid Ibn Tsabit dan Abu Darda Radhiyallahu ‘anhum.

2. Tahap Kedua
Pada zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu tahun dua belas
Hijriyah. Penyebabnya adalah : Pada perang Yamamah banyak dari kalangan
Al-Qurra’ yang terbunuh, di antaranya Salim bekas budak Abu Hudzaifah ; salah
seorang yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk
mengambil pelajaran Al-Qur’an darinya. Maka Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu
memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang. Dalam kitab
Shahih Bukahri [2] disebutkan, bahwa Umar Ibn Khaththab mengemukakan
pandangan tersebut kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu setelah selesainya
perang Yamamah. Abu Bakar tidak mau melakukannya karena takut dosa,
sehingga Umar terus-menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah
Subhanahu wa Ta’ala membukakan pintu hati Abu Bakar untuk hal itu, dia lalu
memanggil Zaid Ibn Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, di samping Abu Bakar bediri
Umar, Abu Bakar mengatakan kepada Zaid : “Sesunguhnya engkau adalah
seorang yang masih muda dan berakal cemrerlang, kami tidak meragukannmu,
engkau dulu pernah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka sekarang carilah Al-Qur’an dan kumpulkanlah!”, Zaid berkata :
“Maka akupun mencari dan mengumpulkan Al-Qur’an dari pelepah kurma,
permukaan batu cadas dan dari hafalan orang-orang. Mushaf tersebut berada di
tangan Abu Bakar hingga dia wafat, kemudian dipegang oleh Umar hingga
wafatnya, dan kemudian di pegang oleh Hafsah Binti Umar Radhiyallahu
‘anhuma. Diriwayatkan oleh Bukhari secara panjang lebar. Kaum muslimin saat
itu seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, mereka
menganggap perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu
Bakar, sampai Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Orang
yang paling besar pahalanya pada mushaf Al-Qur’an adalah Abu Bakar, semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rahmat kepada Abu Bakar karena, dialah
orang yang pertama kali mengumpulkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala.

3. Tahap Ketiga
Pada zaman Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu
pada tahun dua puluh lima Hijriyah. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin
pada dialek bacaan Al-Qur’an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang
berada di tangan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Hal itu dikhawatirkan akan
menjadi fitnah, maka Utsman Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk
mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum
muslimin tidak berbeda bacaannya kemudian bertengkar pada Kitab Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan akhirnya berpecah belah. Dalam kitab Shahih Bukhari
[3] disebutkan, bahwasanya Hudzaifah Ibnu Yaman Radhiyallahu ‘anhu datang
menghadap Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu dari perang pembebasan
Armenia dan Azerbaijan. Dia khawatir melihat perbedaaan mereka pada dialek
bacaan Al-Qur’an, dia katakan : “Wahai Amirul Mukminin, selamtakanlah umat
ini sebelum mereka berpecah belah pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala
seperti perpecahan kaum Yahudi dan Nasrani!” Utsman lalu mengutus
seseorang kepada Hafsah Radhiyallahu ‘anhuma : “Kirimkan kepada kami
mushaf yang engkau pegang agar kami gantikan mushaf-mushaf yang ada
dengannya kemudian akan kami kembalikan kepadamu!”, Hafshah lalu
mengirimkan mushaf tersebut. Kemudian Utsman memerintahkan Zaid Ibn
Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan Abdurrahman Ibnul Harits
Ibn Hisyam Radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskannya kembali dan
memperbanyaknya. Zaid Ibn Tsabit berasal dari kaum Anshar sementara tiga
orang yang lain berasal dari Quraisy. Utsman mengatakan kepada ketiganya :
“Jika kalian berbeda bacaan dengan Zaid Ibn Tsabit pada sebagian ayat Al-
Qur’an, maka tuliskanlah dengan dialek Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan
dengan dialek tersebut!”, merekapun lalu mengerjakannya dan setelah selesai,
Utsman mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan hasil
pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam serta memerintahkan untuk
membakar naskah mushaf Al-Qur’an selainnya. Utsman Radhiyallahu ‘anhu
melakukan hal ini setelah meminta pendapat kepada para sahabat Radhiyalahu
‘anhum yang lain sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud [4] dari
Ali Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia mengatakan : “Demi Allah, tidaklah
seseorang melakukan apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf Al-Qur’an selain
harus meminta pendapat kami semuanya”, Utsman mengatakan : “Aku
berpendapat sebaiknya kita mengumpulkan manusia hanya pada satu Mushaf
saja sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbedaan”. Kami menjawab :
“Alangkah baiknya pendapatmu itu”. Mush’ab Ibn Sa’ad [5] mengatakan : “Aku
melihat orang banyak ketika Utsman membakar mushaf-mushaf yang ada,
merekapun keheranan melihatnya”, atau dia katakan : “Tidak ada seorangpun
dari mereka yang mengingkarinya, hal itu adalah termasuk nilai positif bagi
Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu yang disepakati oleh
kaum muslimin seluruhnya. Hal itu adalah penyempurnaan dari pengumpulan
yang dilakukan Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Abu Bakar
Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu. Perbedaan antara pengumpulan yang
dilakukan Utsman dan pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar Radhiyallahu
anhuma adalah : Tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Abu Bakar
adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dalam
satu mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa membawa kaum muslimin
untuk bersatu pada satu mushaf ; hal itu dikarenakan belih terlihat pengaruh dari
perbedaan dialek bacaan yang mengharuskannya membawa mereka untuk
bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an saja. Sedangkan tujuan dari pengumpulan
Al-Qur’an di zaman Utsman Radhiyallahu ‘anhu adalah : Mengumpulkan dan
menuliskan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan satu dialek bacaan dan
membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an karena
timbulnya pengaruh yang mengkhawatirkan pada perbedaan dialek bacaan Al-
Qur’an. Hasil yang didapatkan dari pengumpulan ini terlihat dengan timbulnya
kemaslahatan yang besar di tengah-tengah kaum muslimin, di antaranya :
Persatuan dan kesatuan, kesepakatan bersama dan saling berkasih sayang.
Kemudian mudharat yang besarpun bisa dihindari yang di antaranya adalah :
Perpecahan umat, perbedaan keyakinan, tersebar luasnya kebencian dan
permusuhan. Mushaf Al-Qur’an tetap seperti itu sampai sekarang dan disepakati
oleh seluruh kaum muslimin serta diriwayatkan secara Mutawatir. Dipelajari
oleh anak-anak dari orang dewasa, tidak bisa dipermainkan oleh tangan-tangan
kotor para perusak dan tidak sampai tersentuh oleh hawa nafsu orang-orang yang
menyeleweng. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan langit, Tuhan
bumi dan Tuhan sekalian alam.1
1. Rasm Al-Qur’an
a. Pengertian rasm Al-Qur’an
Rasm berasal dari kata rasama, yarsamu, rasma, yang berarti
menggambar atau

1
Footnote [1]. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Al-Jihad, Bab Al-Aunu Bil
Madad, hadits nomor 3064 [2]. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab At-Tafsir, Bab
Qauluhu Ta’ala : Laqad jaa’akum Rasuulun Min Anfusikum Aziizun Alaihi Maa
Anittum … al-ayat [3]. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Fadhaailul Qur’an, Bab
Jam’ul Qur’an, hadits nomor 4978 [4]. Diriwayatkan oleh Al-Khatib dalam Kitabnya
Al-Fashl Lil Washl Al-Mudraj, jilid : 2 halaman 954, dalam sanadnya terdapat rawi
bernama Muhammad Ibn Abban Al-Ju’fi (Al-Ilal karya Ad-Daruquthni, jilid 3,
halaman 229-230), Ibn Ma’in mengatakan : “Dia dha’if (Al-Jarhu wat Ta’dil karya Ar-
Razi, jilid 7 halam 200. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab Al-
Mashaahif halaman 22 [5]. Diriwayatklan oleh Abu Dawud dalam Kitab Al-Mashaahif,
Hal. 12
melukis. 4Kata rasm ini juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang resmi atau
menurut aturan. 5Jadi rasm berarti tulisan atau penulisan yang yang
mempunyai metode tertentu. Adapun yang dimaksud rasm dalam makala ini
adalah pola penulisan Al-Qur’an yang digunakan Usma bin Affan dan
sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan al-Qur’an.
b. Sejarah Perkembangan rasm al-Qur’an
Pada mulahnya mushaf para sahabat yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya mereka mencatat wahyu al-Qur’an tanpa pola penulisan
standar, karena umumnya dimaksutkan hanya untuk kebutuhan pribadi, tidak
direncanakan akan diwariskan kepada generasi sesudahnya. Di zaman Nabi
saw, al-Qur’an ditulis pada benda-benda sederhana, seperti
kepingankepingan batu, tulang-tulang kulit unta dan pelepah kurma. Tulisan
AL-Qur’an ini masih terpencar-pencar dan belum terhimpun dalam sebuah
msuhaf dan disimpan dirumah Nabi saw. Penulisan ini bertujuan untuk
membantu memelihara keutuhan dan kemurnian Al-Qur’an. Di zaman Abu
Bakar, Al-Qur’an yang terpancar-pancar itu di salin kedalam shuhuf
(lembaran-lembaran). Penghimpunan Al-Qur’an ini dilakukan Abu Bakar
setelah menerima usul dari Umar ibn al-Kattab yang khawatir akan semakin
hilangnya para penghafal Al-Qur’an sebagaimana yang terjadi pada perang
yamamah yang menyebabkan gugurnya 70 orang penghafal Al-Qur’an.
Karena itu, tujuan pokok dalam penyalinan Al-Qur’an di zaman Abu Bakar
masih dalam rangka pemeliharaan agar jangan sampai ada yang terluput dari
Al-Qur’an.
Di zaman khalifah Usman bin Affan, Al-Qur’an disalin lagi kedalam
beberapa naskah. Untuk melakukan pekerjaan ini, Utsman membentuk tim
4 yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Saad Ibn al-
Ash, dan Abd al-Rahman Abd al_harits. Dalam kerja penyalinan Al-Qur’an
ini mereka mengikuti ketentuan-ketentuan yang disetujui oleh Khalifah
Usman. Di antara ketentuan-ketentuan itu adalah bahwa mereka menyalin
ayat berdasarkan riwayat mutawatir, mengabaikan ayat-ayat Mansukh dan
tidak diyakini dibaca kembali dimasa hidup Nabi saw. Tulisannya secara
maksimal maupun diakomodasi ira’at yang berbeda-beda, dan
menghilangkan semua tulisan sahabat yang tidak termasuk ayat Al-Qur’an.
Para penulis dan para sahabat setuju dengan tulisan yang mereka gunakan
ini. Para ulama menyebut cara penulisannya ini sebagai rasm al-Mushaf.
Karena cara penulisan disetujui oleh Usman sehingga sering pula
dibangsakan oleh Usman. Sehingga mereka sebut rasm Usman atau rasm al-
Usmani. Namun demikian pengertian rasm ini terbatas pada mushaf oleh tim
4 di zaman Usman dan tidak mencakup rasm Abu Bakar pada zaman Nabi
saw. Bahkan,Khalifah Usman membakar salinan-salinan mushaf tim 4
karena kawatir akan beredarnya dan menimbulkan perselisihan dikalangan
uman Islam. Hal ini nanti membuka peluang bagi ulama kemudian untuk
berbeda pendapat tentang kewajiban mengikuti rasm Usmani. Tulisan ini
yang tersebar di dunia dewasa ini.
c.
Pola Hukum dan Kedudukan Serta Pendapat Ulama tentang rasm Al-Qur’an.
Kedudukan rasm Usmani diperselisihkan para ulama, pola penulisan
tersebut merupakan petunjuk Nabi atau hanya itjtihad kalangan sahabat.
Adapun pendapat mereka
sebagai berikut:
Kelompok pertama (Jumhur Ulama) berpendapat bahwa pola rasm
Usmani bersifat tauqifi dengan alasan bahwa para penulis wahyu adalah
sahat-sahabat yang ditunjuk dan dipercaya Nabi saw, dan para sahabat tidak
mungkin melakukan kesepakatan (ijma’) dalam hal-hal yang bertentangan
dengan kehendak dan restu Nabi. Bentuk-bentuk inkonsentensi didalam
penulisan AL-Qur’an tidak bisa dilihat hanya berdasarkan standar penulisan
baku, tetapi dibalik itu ada rahasia yang belum dapat terungkap secara
keseluruhan. Pol penulisan tersebut juga dipertahankan para sahabat dan
tabi’in.Dengan demikian menurut pendapat ini hukum mengikuti rasn
Usmani adalah Wajib, dengan alasan bahwa pola tersebut merupakan
petunjuk Nabi (taufiqi). pola itu harus dipertahankan meskipun beberapa
diantaranya menyalahi kaidah penulisan yang telah dibakukan. Bahkan
imam Ahmad Ibn Hambal dan Imam Malik berpendapat bahwa haram
hukumnya menulis Al-Qur’an menyalahi rasm Usmani. Bagaimanapun, pola
tersebut sudahmerupakan kesepakatan ulama mayoritas (Jumhur Ulama).
Kelompok Kedua berpendapat, bahwa pola penulisan di dalam rasm
Usmani tidak bersifat taufiqi, tetapi hanya bersifat ijtihad para sahabat. Tidak
ditemukan riwayat Nabi mengenaiketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan
sebuah riwayat yang dikutip oleh rajab Farjani. Sesungguhnya Rasulullah
SAW. Memerintahkan menulis Al-Qur’an, tetapi tidak memberikan
petunjuk teknis penulisannya, dan tidak melarang menulisnya dengan pola-
pola tertentu. Karena itu ada perbedaan model-model penulisan Al-Qur’an
dalam mushaf-mushaf mereka. Ada yang menulis suatu lafaz Al-Qur’an
sesuai dengan bunyi lafaz itu, ada yang menambah atau menguranginya,
karena mereka tau itu hanya cara. Karena itu dibenarkan menulis mushaf
dengan pola-pola penulisan masa lalu atau pola-pola baru. Lagi pula,
seandainya itu petunjuk nabi, rasm itu akan disebut rasn Nabi, bukan rasn
Usmani. Belum lagi kalau ummi diartikan sebagai buta huruf, yang berarti
tidak mungkin petunjuk teknis dari Nabi. Tidak perna ditemukan suatu
riwayat, baik dari Nabi maupun sahabat bahwa pola penulisan Al-Qur’an itu
bersumber dari petunjuk Nabi. Kelompok ini pula berpendapat bahwa tidak
ada masalah juka Al-Qur’an ditulis dengan pola penulisan standar (rasm
Imla’i). soal penulisan diserahkan kepada pembaca, kalau pembaca merasa
lebih muda dengan rasm imla’I, ia dapat menulisnya denga pola tersebut,
karena pola penulisan itu symbol pembacaan, dan tidak mempengaruhi
makna Al-Qur’an.
Sehubungan ini, mereka menyatakan sebagai berikut: sesungguhnya
bentuk dan model penulisan itu tidak lain hanyalah merupakan tanda atau
symbol. Karena itu segala bentuk serta model tulisan Al-Qur’an yang
menunjukan arah bacaan yang benar, dapat dibenarkan. Sedangkan rasm
Usmani yang menyalahi rasm Imla’I sebagaimana kita kenal, menyulitkan
banyak orang serta bisa mengakibatkan berat dan kacau bagi pembaca.
Kelompok ketiga Mengatakan, bahwa penulisan Al-Qur’an dengan
rasm Imla’I dapat dibenarkan, tetapi kusus bagi orang awam. Bagi para
ulama atau yang memahami rasm Usmani, tetap wajib mempertahankan
keaslian rasm tersebut. Pendapat ini diperkuat al-Zarqani dengan
mengatakan bahwa rasm Imla’I diperlukan untuk menghindarkan umat dari
kesalahan membaca Al-Qur’an, sedang rasm Usmani diperlukan untuk
memelihara keaslihan msuhaf Al-Qur’an. Tampaknya pendapat yang ketiga
ini berupaya mengkompromikan antara dua pendapat terdahulu yang
bertentangan. Disatu pihak mereka ingin melestarikan rasm Usmani,
sementara dipihak yang lain mereka menghendaki dilakukannya penulisan
Al-Qur’an dengan rasm Imla’I untuk memberikan kemudahan bagi kaum
muslimin yang kemungkinan mendapat kesulitan membaca Al-
Qur’andengan rasm Usmani.
Dan pendapat ketiga ini lebih moderat dan lebih sesuai dengan
kondisi umat. Memang tidak tidak ditemukan nash ditemukan nash yang
jelas diwajibkan penulisan Al-Qur’an dengan rasm Usmani. Namun
demikian, kesepakatan para penulis Al-Qur’an dengan rasm usmani harus di
indahkan dalam pengertian menjadikannya sebagia rujuan yang
keberadaannya tidak bole hilang dari masyarakat islam. Sementara jumlah
umat islam dewasa ini cukup besar dan tidak menguasai rasm Usmani.
Bahkan, tidak sedikit jumlah umat islam yang tidak mampu membaca aksara
arab. Mereka membutuhkan tulisan lain untuk membantu mereka agar
membaca ayat-ayat Al-Qur’an, seperti tulisan latin. Namun demikian, Al-
Qur’an dengan rasm Usmani harus dipelihara sebagai sandar rujukan ketika
dibutuhkan. Demikian juga tulisan ayat-ayat Al-Qur’an dalam karya imiah,
rasm Usmani mutlak diharuskan karena statusnya suda masuk dalam
kategori rujuakn dan penulisannya tidak mempunyai alasan untuk
mengabaikannya.
Dari ketiga pendapat diatas penulis lebih cenderung menyatakan,
bahwa untuk penulisan Al-Qur’an secara utuh sebagai kitab suci umat Islam,
mmesti mengikuti dan berpedoman kepada rasm usmani, hal ini mengingat
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1) Agar umat Islam diseluruh dunia memiliki kitab suci yang seragam
dalam pola penulisannya, sesuai dengan pedoman aslinya.
2) Pola penulisan Al-Qur’an dengan rasm Usmani, kalaupun tidak bersifat
taifiqi minimal telah merupakan ijma’ atau kesepakatan para sahabat
Nabi. Ijla’ sahabat memiliki kekuatan hokum tersebut yang wajib diikuti,
termasuk dalam penulisan Al-Qur’an dengan rasm Usmani (bila
dimaksutkan sebagai kitab suci secara utuh).
3) Pola penulisan Al-Qur’an berdasarkan rasm Usmani boleh dikatakan
sebagian besar sesuaidengan kaidah-kaidah rasm Imla’I dan hanya
sebagian kecil saja yang menyalahi atau berbeda dengan rasm Imla’i.
d. Kaidah-kaidah Rasm Usmani
Mushaf Usmani ditulis menurut kaidah-kaidah tulisan tertentu yang
berbeda dengan kaidah tulisah imlak. Para ulama merumuskan kaidah-
kaidah tersebut menjadi enam istilah.
1) Kaidah Buang (al-Hadzf).
a) Membuang atau menghilangkan huruf alif:
(1). Dari ya nida (ya seru)
(2). Dari ha tanbi (ha menarik perhatian)
(3). Dari kata na,
(4). Dari lafal allah
(5). Dari dua kata “arrohman” dan sabbihun
(6). Sesudah huruf lam
(7). Dari semua bentuk musanna (dual)
(8).Dari semua bentuk jamak shahih, baik muzakkir maupun
muannas
(9). Dari semua bentuk jamak yang setimbang
(10). Dari semua kata bilangan
(11). Dari basmalah
b) Membuang huruf “ya”
Huruf ya dibuang dari setiap manqushah munawwan, baik
berbaris raf maupun jar
c) Membuang huruf waw
Huruf waw dibuang apabila bergandengan dengan waw juga
d) membuang huruf lam
2) Kaidah Penambahan (al-Ziyadah)
Penambahan (al-ziyadah) disini berarti penambahan huruf alif atau ya
atau hamza pada kata-kata tertentu.
a) Penambahan huruf alif
(1). sesudah waw apda akhir setiap isim jama’ kata benda berbentuk
jamak atau mempunyai hukum jamak
(2). Penambahan huruf alif sesudah hamza (hamza yang ditulis di atas
rumah waw)
b) Penambahan huruf ya
3) Kaidah Hamzah (al-Hamzah)
Apabilah hamzah berharakat (berbaris) sukun (tanda mati), maka tulis
dengan huruf berharakat yang sebelumnya, kecuali pada beberapa
keadaan. Adapun hamzah yang berharakat, maka jika ia berada diawal
kata dan bersambung dengan hamah tersebut tambahan, mutlak harus
ditulis dengan alif dalam keadaan berharakat fathah atau kasrah Adapun
jika hamzah terletak ditengah, maka ia ditulis sesuai dengan huruf
harakatnya. Kalau fathah dengan alif, kalau kasrah dengan ya dan kalau
Dhammah dengan waw. Tetapi, apabila huruf yangsebelum hamzah itu
sukun, maka tidak ada tambahan. Namun , diluar tersebut ini kata yang di
kecualikan.
4) Kaidah Penggantian (al_Badal)
Dalam surah al-Baqarah, al-A’raf, Hud, Maryam, Al’Rum, dan al-
Zurhur. Dan kata ta’nis ditulis dengan kata maftuhah pada kata yang
terdapat dalam Surah Al-Baqarah, Ali Imran, Al-Maidah, Ibrahim, Al-
Nahl, Lukman, Fathir, dan Al-Thur demikian juga yang terdapat pada
surah al-Mujadalah.
5) Kaidah Sambung dan Pisah (washl dan fashl)
Washl berarti menyambung, disini washl dimaksutkan metode
penyambungkan kata yang mengakibatkan hilang atau dibuangnya huruf
tertentu seperti antara lain :
a) Bila an dengan harakat fatha pada hamzanya disusun dengan la, maka
penulisannya bersambung dengan menghilangkan huruf nun, tidak
ditulis.
b) Min yang disusun dengan man ditulis bersambung dengan
menghilangkan huruf nun sehingga menjadi mimman, bukan min
man.
6) Kata yang bisa dibaca dua bunyi
Satu kata yang boleh dibaca dengan dua cara dalam bahasa Arab
penulisannya disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Didalam mushaf
Usmani penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif,
seperti pada kalimat maliki yaumiddin yakhdaunallah, ayat-ayat ini boleh
dibaca dengan menetapkan alif (madd) dan boleh dengan suara tanpa alif
sehingga bunyinya pendek.
Faedah penulisan Al-Qur’an dengan rasm Usmani Rasm Usmani
memiliki beberapa faedah sebagai berikut:
a) Memilihara dan melestarikan penulisan al-Qur’an sesuai dengan pola
penulisan al-Qur’an pada alaw penulisan dan pembukuannya.
b) Memberi kemungkinan pada lafaz yang sama untuk dibaca dengan
versi qira’at, seperti dalam firman Allah swt. Dalam Qs.2:7
c) Kemungkinan dapat menunjukan makna atau maksut yang
tersembunyi, dalam ayat-ayat tertentu yang penulisannya menyalahi
rasm imla’I seperti dalam firman Allah SWT Qs.:51:47
d) Kemungkinan dapat menunjukan keaslian harakat (syakal) suatu
lafaz.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW melalui tiga tahap,
yang pertama Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh al-mahfuzh yaitu
suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah.
Kedua Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Al-Mahfuzh ke Bait Al-Izzah (tempat yang
berada di langit dunia. Terakhir Al-Qur’an diturunkan dari Bait Al-Izzah ke dalam hati
Nabi melalui malaikat Jibril dengan cara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan.

Penulisan Al-Qur’an terjadi ketika hafalan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum


sangat kuat dan cepat disaat itu di samping sedikitnya orang yang bisa baca tulis dan
sarananya. Oleh karena itu siapa saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat,
dia akan langsung menghafalnya atau menuliskannya dengan sarana seadanya di
pelepah kurma, potongan kulit, permukaan batu cadas atau tulang belikat unta.

Pengumpulan Al-Qur’an terjadi pada saat perang Yamamah banyak dari


kalangan Al-Qurra’ yang terbunuh, di antaranya Salim bekas budak Abu Hudzaifah ;
salah seorang yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk
mengambil pelajaran Al-Qur’an darinya. Maka Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu
memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang. Kemudian Pada
zaman Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu pada tahun dua puluh
lima Hijriyah. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada dialek bacaan Al-
Qur’an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat
Radhiyallahu ‘anhum. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka Utsman
Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut
menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda bacaannya kemudian
bertengkar pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akhirnya berpecah belah.
DAFTAR PUSTAKA

http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.com/2015/06/makalah-proses-
turunnya-al-quran.html?m

Ainiah Abdullah.2016.ALQURAN DAN HIKMAH TURUNNYA SECARA


MUNAJJAMAN.Syekhnurjati.ac.id(diakses tanggal 2 Oktober 2020)

AhmadAsmuni.2017. ALQURAN DAN FILSAFAT

https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/diya/article/viewFile/4331/2132s
(diakses tanggal 02 Oktober 2020)

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.2012academia.edu.SM bin Jamil Zainu -


academia.edudiakses pada 02 Oktober 2020

https://tafsirweb.com/58260-nama-lain-al-quran.html
https://almanhaj.or.id/2198-penulisan-al-quran-dan-pengumpulannya.html
Abdul, Wahid, Ramli. Ulum al-Qur’an.Edisi Revisi, Jakarta: P.T Grafindo Persada,
Cet, IV 2002.
Ahmad Warsono Munawir Kamus al-Munawir, Yogyakarta: t.tp. 1954
AF, Hasanuddin. Anatomi al-Qur’an perbedaan Qira’at dan pengaruhnya terhadap
istinbat hokum dalam al-qur’an.CeI,Jakarta:P.T Raja Grafindi Persada. 1995.
Fajrani, Muhammad Rajab. Kaifa Nata’abbad Ma’a al-Mushaf,. Cairo: Daar
al-I’tisham. T.tp 1978
Khalil, Moenawar. Al’Qur’an dari masa ke masa.Cet VI, Solo: CV Ramadani, 1985
Khallaf, Abdul Wahab. Ilmu ushul al-fiqhi, Cet, I.Meir: Maktabah al-Da’wah al-
Islamiyah. 1968
Shihab, M. Qurays,dkk. Sejarah dan ulum al-Qur’an. Cet III, Jakarta : Pusat Firdaus,
2001
Al-Zarqazi, Muhammad Ibnu Abdillah, al-Burhan fi Ulum al-Qur’an. Jilid I,
Cairo:Maktabah: Isa al-Babi al-Haklabi wal syirkah, 1997.
JOB DESCRIPTION
Vina bertugas sebagai pencari materi penulisan dan pengumpulan Al-Quran
Devi Widya Sukmawati bertugas sebagai pencari materi sejarah turunnya Al-Qur’an
Maria Latovania bertugas sebagai pembuat dan penyusun makalah
Nehaala Salsabiela bertugas sebagai pembuat power point.

Anda mungkin juga menyukai