Anda di halaman 1dari 19

JINAYYAH

MAKALAH
Diajukan Sebagai Tugas Dalam Mata Kuliah FIQIH DAN PRAKTEK IBADAH

Oleh :
Kelompok 9
1. ROZA AMELIA (2020304037)
2. IRFAN WARDANA (2030304067)

Dosen Pengampu :
Takrip S.Pd.I M.Pd

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USLUHUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Pertama dan yang utama, kami panjatkan puji syukur atas Rahmat dan Ridho Allah SWT,
karena hingga saat ini masih memberikan nafas kehidupan dan anugerah akal, sehingga kami
dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “ JINAYYAH” tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Takrip S.Pd.I M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Fiqih dan Praktek Ibadah yang membimbing kami dalam pengerjaan
tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang selalu
setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.
Terima kasih juga atas perhatiannya saudara yang telah membaca makalah ini, dan
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya sendiri dan khususnya pembaca
pada umumnya. tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat saya harapkan dari para
pembaca guna peningkatan kualitas makalah ini dan makalah-makalah lainnya pada waktu
mendatang.

Palembang, 22 Agustus 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 3

BAB I
A. Pendahuluan ................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Jinayah dan Kaitannya dengan Asas Legalitas .............................................................. 6
B. Jarimah Qishash ........................................................................................................... 9
C. Jarimah Hudud ............................................................................................................. 11
D. Jarimah Ta’zir .............................................................................................................. 17

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Balakang
Jianayah atau lengkapnya Fiqh Jinayah merupakan satu bagian dari bahsan fiqh. kalau
fiqh adalah ketentuan yang berdasarkan wahyu Allah dan bersifat amaliah (operasional) yang
mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah dan sesama manusia, maka fiqh
jinayah secara khusus mengatur tentang pencegahan tindak kejahatan yang dilakukan manusia
dan sanksi hukuman yang berkenan dengan kejahatan itu.
Tujuan umum dari ketentuan yang di tetapkan Allah itu adalah mendatangkan
kemaslahatan untuk manusia, baik mewujudkan keuntungan dan menfaat bagi manusia, maupun
menghindarkan kerusakan dan kemudaratan dari manusia.
Segala bntuk tindakan perusakan terhadap orang lain atau makhluk di larang oleh agama
dan tindakan tersebut di namai tindakan kejahatan atau jinayah dan di sebut
juga jarimah. Karena tindakan itu menyalahi larangan Allah berarti pelakunya durhaka terhadap
Allah. Oleh karena itu, perbuatan yang menyalahi kehendak Allah itu disebut pula ma’siyat. Di
antara tindakan yang dilarang Allah itu ada yang di iringi dengan ancaman hukuman terhadap
pelakunya, baik ancaman itu dirasakan pelakunya didunia, maupun dalam bentuk azab di akhirat.
Semua bentuk tindakan yang dilarang Allah dan diancam pelakunya dengan ancaman hukuman
tertentu itu secara khusus di sebut jinayah atau jarimah.
Fiqh jinayah ini berbicara tentang bentuk-bentuk tindakan kejahatan yang dilarang Allah
manusia melakukannya dan oleh karenanya ia berdosa kepada Allah dan akibat dari dosa itu
akan dirasakannya azab Allah di akhirat. Dalam rangka mempertakut manusia melakukan
kejahatan yang dilarang Allah itu, Allah menetapkan sanksi atau ancaman hukuman atas setiap
pelanggaran terhadap larangan Allah itu. Sanksi hukuman itu dalam bahasa fiqh disebut
‘uqabat. Dengan begitu setiap bahasan tentang jinayat diiringi dengan bahasan
tentang ‘uqabat. Dalam istilah umum biasa dirangkum dalam ‘hukum pidana’.
Setiap tindakan disebut jahat atau kejahatan bila tindakan itu merusak sandi-sandi
kehidupan manusia. Ada lima hal yang mesti ada pada manusia yang tidak sempurna manusia
bila satu diantaranya luput yaitu : agama, jiwa, akal, harta, keturunan (sebagian ulama
memasukkan pula harga diri dalam bentuk terakhir ini). Kelimanya disebut daruriat yang lima.
Manusia di perintahkan untuk mewujudkan dan melindungi kelima unsur kehidupan manusia itu.
Sebaliknya, manusia dilarang melakukan sesuatu yang menyebabkan rusaknya lima hal tersebut.
Hal-hal apa saja yang manusia tidak boleh254 merusak pada dasarnya merujuk kepada lima hal
tersebut. Adapun kejahatan yang dinyatakan Allah dan Nabi-Nya sanksinya adalah : murtad,
pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan, perzinaan, tuduhan perzinaan tampa bukti,
minum-minuman keras, makar dan pemberontakan. Sedangkan kejahatan lain yang secara jelas
tidak disebutkan sanksinya oleh Allah dan Nabi diserahkan kepada ijtihat ulama dan diterapkan
aturan dan ketentuannya oleh penguasa, seperti perjudian, penipuan, dan lainnya.

4
B. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan Jinayah ?
b. Berapa syarat dan rukun Jinayah itu ?
c. Berapa majam jarimah Qishas itu ?
d. Berapa macam jarimah Hudud itu ?
e. Apa Ta’zir itu ?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jinayah dan Kaitannya dengan Asas Legalitas

1. Pengertian

Secara etimologis (lughah) “jinayah”, berarti : perbuatan terlarang, dan “jarimah”,


berarti : perbuatan dosa. Secara termologis (ishtilah) “jinayah” atau “jarimah’, adalah
sebagaimananya dikemukakan Imam Al-Mawardi :
“Jarimah adalah segala larangan syarak yang diancam hukuman had atau
ta’zir’.
Dengan demikian, jinayah atau jarimah adalah perbuatan yang mengancam
keselamatan jiwa. Sedangkan menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya mengatakan
jinayah adalah kata jinayah berasal dari bahasa Arab, yang merupakan jamak dari
kata jinayah diambil dari jinaaya yang berarti memetik. Dalam bahsa, kata janaitus
tsamara bermaksud mengambil buah-buahan. Jinaa’alaa qawmihii
jinaayatan bermaksud ‘a melakukan tindakan kejahatan tehadap kaumnya, dan harta
benda.
Adapun kata jinayah menurut syariat Islam ialah segala tindakan yang dilarang
oleh hukum syariat untuk dilakukan; setiap perbuatan yang dilarang oleh syariat harus
dihindari, karena perbuatan itu akan menimbulkan bahaya terhadap agama, jiwa, akal,
harga diri, dan harta benda.
Adanya hukuman (‘uqubat) atas tindak kejahatan adalah untuk melindungi
manusia dari kebinasaan hidup terhadap lima hal yang mutlak (al-dharuriyyat al-
khamsah) pada manusia; yaitu agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan atau harga diri.
Seperti ketetapan Allah tentang hukuman mati terhadap pembunuhan, tujuannya tidak
lain adalah agar jiwa manusia terjamin dari pembunuhan. Hal ini dapat di pahami
dalm firman Allah berikut ini :
“Dalam (pelaksanaan hukum) qishash itu kalian menemukan (terpeliharanya)
kehidupan wahai orang-orang yang berfikir, agar kalian bertaqwa kepada Allah.
(QS. Al-Baqarah:2;179).”
Ayat ini mengandung arti bahwa pelaksaan hukuman qishash walaupun
tampaknya kejam, namu mempunyai daya tangkal yang ampuh bagi meluasnya
tindakan pembunuhan jika tidak diatasi dengan sanksi yang berat, seperti qishash ini.

2. Klasifikasi Jinayah

a. Klafikasi Berdasarkan Sanksi Hukum

6
Lanjudnya, para ulama pada umumnya mengelompokan jinayah dengan
melihat sanksi hukuman yang ditetapkan, kepada tiga kelompok : qishash,
hudud, (jamak dari had) dan ta’zir.

1. Qishash
Qishash adalah tindakan kejahatan yang sanksi hukumannya adalah balasan
setimpal, dan didenda darah (diat). Termasuk kedalam kelompok ini adalah
tindakan pidana :pembunuhan:penghilangan anggota badan, dan pelukaan.

2. Hudud
Hudud (jamak dari ; had) adalah tindakan kejahatan yang sanksi hukumannya
telah ditetapkan secara pasti oleh Allah dan RasulNya. Termasuk kedalam
kelompok ini tindak pidana:pencurian, perampokan, perzinaan, tuduhan zinah
(qadzaf), minuman keras, makar, dan murtad.

3. Ta’zir
Ta’zir adalah tindakan kejahatan lain yang tidak di ancam hukuman qishash
atau diat, dan tidak pula diamcam dengan hudud. Dalam hal ini ancamannya
ditetapkan oleh negara.

b. Klafikasi Berdasarkan Sanksi Hukum

Di samping pengelompokan di atas ada pula ulama yang


mengelompokan jinayah dengan melihat kepada hak siapa yang terlanggar dalam
peristiwa kejahatan itu. Pengelompokan ini berkaitang dengan boleh-tidaknya
pelaku kejahatan itu dimaafkan.

Di bawah ini adalah pengelompokan jinayah kepada empat macam:

1. Kejahatan yang melanggar hak hamba.


Kejahatan yang melanggar hak hamba secara murni adalah kejahatan yang
termasuk kelompok yang diancam hukuman qishash, dan atau diat, yaitu :
pembunuhan, tindakan penghilangkan bagian anggota badan, dan tindakan
pelukaan, yang dilaksanakan hukumannya diserahkan seluruhnya kepada
korban kejahatan.

2. Kejahatan yang melanggar hak Allah.


Kejahatan yang melanggar hak Allah atau kepentingan umum (publik) secara
murni, yaiyu: perzinaan, minuman keras, perampokan, makar, dan murtad.
Adanya pemberian maaf dari

7
korban kejahatan tidak memengaruhi pelaksanaan hukuman.

3. Kejahatan yang melanggar hak hamba yang berbaur dengan hak Allah,
namun hak hamba lebih dominan.
Kejahatan jenis ini merupakan kejahatan yang melanggar hak hamba yang
berbaur dengan hak Allah, namun hak hamba lebih dominan. Yang termasuk
katagori kejahatan ini adalah tuduhan zina tampa bukti. Menurut bagian
ulama, ancaman hukuman pelaku kejahatan ini dapat dihindarkan bila ada
maaf dari pihak korban kejahatan.

4. Kejahatan yang melanggar hak hamba yang berbaur dengan hak Allah,
namun hak Allah lebih dominan
Kejahatan jenis ini merupakan kejahatan yang melanggar hak Allah., yang
berbaur dengan hak hamba namun hak Allah lebih dominan. Yang termasuk
kedalam katagori tidakan kejahatan ini adalah pencurian. Dalam hal ini,
menurut sebagian ulama, pihak korban kejahatan dapat memaafkan pelaku
kejahatan, selama khususnya belum masuk pengadilan.

3. Syarat dan Rukun Jinayah

a. Syarat Jinayah
Mengingat jinayah merupakan perbuatan yang dilarang syara’, maka larangan
tersebut hanya ditunjukan kepada orang mukhalaf (baligh). Perbuatan merugikan
yang dilakukan orang gila atau anak kecil, tidak dikata gorikan
sebagai jinayah atau jarimah, mengingat mereka bukanlah orang yang dapat
memahami khithab(kewajiban) atau taklif (beban).

b. Rukun jinayah
1. Adanya unsur formal (rukn al-syar’i), yaitu ketentuan nash yang
melanggarperbuetan-perbuatan tertentu yang disertai ancaman hukuman.
2. Adanya unsur material (rukn al-maddi), yaitu pelaku melakukan perbuatan
yang dilarang syara’, atau sebaliknya tidak melakukan perbuatan yang
diperintahkan syara’.
3. Adanya unsur moral (rukn al-adabi), yaitu pelaku adalah orang yang
memahami khithab atau taklif,sehingga sanksi hukuman dapat dijatuhkan atas
perbuatan yang dilakukannya.
Disamping yang bersifat umum tadi, ada pula unsur yang bersifat khusus.
Misalnya mengambil harta milik orang lain secara diam-diam pada kasus
pencurian. Berbeda halnya milik orang lain dengan terang-terangan dan dilakukan
dengan kekerasan.
4. Asas Legalitas

Sebagai konsekuensi logis dari adanya persyaratan bagi seorang mukhalaf adalah
adanya asas legalitas, yang berbunyi :
“Tiada tindak kejahatan dan tiada hukuman tanpa adanya nash [aturan].”
Dasar adanya legalitas tersebut adalah :

a. Nash Al-qur’an

1. QS Al-Isra’ [17]:15
‘Dan kami tik akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang Rasul’.

2. QS Al-Qishash [28]:59;
Dan tidak ada Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus
diibu kota itu seorang Rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada
mereka, dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota, kecuali
penduduknya dalm kaadaan melakukan kezaliman’.

b. Kaidah Fiqih

1. “Tiada hukum atas perbuatan manusia sebelum adanya nash/aturan’.


2. “Asal segala sesuatu itu boleh, hingga datang ketentuan yang melarangnya’.

B. Jarimah Qishash

1. Pembunuhan

Pembunuhan itu terbagi menjadi empat :


a. Pembunuhan yang betul-betul disengaja,
b. Pembunuhan yang betul-betul tidak disengaja,
c. Pembunuhan semi disengaja, dan
d. Pembunuhan semi kesalahan.
Pembunuhan yang betul-betul disengaja adalah memukul seseorang secara
sengaja dengan sesuatu yang memang bisa membunuhnya dengan maksud untuk
membunuhnya. Dalam kasus ini, pelaku wajib diqishash. Jika keluarga si
terbunuh memaafkannya, dia wajib membayar diyat yang cukup berat dan harus
dibayarkan segera dari harta si pembunuh. Pembunuhan yang betul-betul tidak
sengaja, minsalnya melempar sesuatu, kemudian menimpah seseorang dan
membunuhnya. Dalam hal ini, tidak ada qishash bagi si pembunuh. Akan tetapi,

9
dia wajib membayar diyat ringan kepada kerabat orang yang dibunuh, yang
membayarnya boleh di angsur selama tiga tahun.
Pembunuhan yang sengaja, tetapi mengandung kekeliruan. Minsalnya adalah
memukul seseorang secara sengaja dengan sesuatu yang tidak biasanya tidak
sampai menyebabkan terbunuh, kemudian orang tersebut meninggal. Dalam hal
ini tidak ada qishash si pembunuh, tetapi dia wajib membayar diyat yang cukup
berat kepada kerabat orang yang di bunuh dan boleh diangsur salama tiga tahun
Syarat wajib qishash ada empat :
1. Si pembunuhnya adalah orang yang baligh,
2. Si pembunuhnya adalah aorang yang beraka,
3. Si pembunuh bukan bapak dari orang yang dibunuh, dan
4. Status orang yang di bunuh tidak boleh kurang dari status si pembunuh.
Maksudnya, orang yang dibunuh bukan orang kafir atau hamba sahaya
Sekelompok orang yang membunuh satu orang tetap dijatuhi qishash
semuanya. Dua orang yang qishash bisa di laksanakan antara mereka karena
kasus pembunuhan, juga bisa dilaksanakan dalm anggota-anggota badan.
Syarat wajib pelaksanaan qishash terhadab anggota badan ada dua selain
syarat-syarat yang di sebutkan sebalumnya, yaitu :
1. Kesamaan dalam nama (anggota badan). Misalnya, memotong tangan
kanan qishashnya adalah memotong tangan kanan adan memotong tangan
kiri qishashnya adalah memotong tangan kiri, dan
2. Tidak berlaku qishash terhadab anggota badan yang sempurna karena
melakukan pidana atas anggota badan yang mengalami kelumpuhan.
Setiap anggota badan yang terpotong dari persendianya ada qishashnya. Jika
hanya terluka, maka tidak ada qishash, kecuali luka parah.

2. Penganiayaan (Al-Jinayah ‘Ala Ma Duna Al-nafs)

a. Sanksi Pokok berupa Qishash (balasan setimpal)

Sesuai dengan Firman Allah SWT [Q.S. Al-Ma’idah [5]:45]


‘Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (Taurat) bahwasanya
jiwa (dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga
dengan telinga, gigi denagn gigi, dan luka-luka (pu) ada qishashnya.
Barangsiapa yang memutuskan (hak qishash)nya. Maka melepaskan hak itu
(menjadi) menebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara

10
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orng-orng yang
zalim.”

Pelaksaan qishash dalam bentuk penganiayaan juga dapatn dipahamkan dari


firman Allah berikut :
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang
sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu
bersabar, sesunggunya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
(Q.S. Al-Nahl [16]:126).
Kejahatan-kejahatan yang dalam fiqh jinayah masuk dalam kejahatan biasa
delik bisa sedangkan didalamtaqnin.

b. Hukuman Pengganti (diyat)

Diyat itu terbagi dua :


1. Diyat berat
2. Diyat ringan
Diyat berat dibayar dengan 100 ekor unta dengan perincian : 30
ekor hiqqah (unta betina umur 3-4 tahun), 30 ekor jadza’ah (unta betina umur
4-5 tahun), dan 40 ekor khalifah (unta betina yang sedang hamil) yang
didalam perutnya ada anak-anaknya. Diyat ringan dibayar dengan 100 ekor
unta dengan perincian : 20 ekorhiqqah, 20 ekor jadz’ah, 20 ekor bintu
labuun (unta betina umur 2-3 tahun), 20 ekor ibnu labuun (unta jantan umur
2-3 tahun), dan 20 ekor bintu makhaad (unta betina umur 1-2 tahun). Jika
tidak ada unta, maka dibayar denagn uang seharga semua unta itu. Menurut
sebuah pendapat, bisa dibayar dengan uang seribu dinar, atau dua belas ribu
dirham. Jika diyatnya berat, ditambah sepertiganya.
Diyat pembunuhan yang disengaja tetapi mengandung kekeliruan dapat
diperbarat jika terjadi dalam tiga keadaan :
1. Pembunuhan dilakukan ditanah haram (mekkah atau madinah),
2. Pembunuhan dilakukan pada bulan-bulan haram (dzulqa’idah, dzulhijjah,
muharam, dan rajab), dan
3. Orang yang dibunuh adalah mahram si pembunuh.
Apabila yang terbunuh adalah wanita, maka diyatnya setengah dari diyat
laki-laki. Apabila yang terbunuh adalah orang yahudi dan nasrani, maka
diyatnya sepertiga dari diyat seorang muslim. Apabial yang terbunuh adalah
seorang majusi, maka diyatnya tiga persepuluh dari diyat seorang muslim.
C. Jarimah Hudud

11
1. Zina

Islam telah menentukan cara penyaluran naluri seks melalui lembaga perkawinan.
Oleh sebab itu, penyaluran naluri seks diluar perkawinan yang sah adalah
bertentangan dengan cara yang ditentukan Islam. Sesuai dengan Firman Allah :

“Dan janganlah kamu dekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang
keji, dan suatu jalan yang buruk.(Q.S.Al-Isra’[17]:32)”.

Islam sebagai ajaran yang bersumber kepada wahyu Ilahi, mengingatkan melalui
sabda Rasul-Nya:”apabila perzinaan dan riba telah melanda suatu negeri, maka
penduduk negeri itu telah menghalalkan turunnya azb Allah atas diri mereka
sendiri.”(HR.Tabrani dan Hakim).

Bagaimana kita mengetahui suatu perbuatan zina itu, dibawah ini kreteria perbuatan
zina dan bukti-bukti seseorang telah melakukan zina.

Kriteria perbuatan zina

1. Peristiwa hubungan kelamin dengan cara memasukan alat vital pria kedalam alat
vital wanita yang bukan istrinya.
2. Peristiwa hubungan kelamin, dilakukan antara pria dan wanita tampa ikatan
perkawinan yang sah.
3. Peristiwa hubungan kelamin, merupakan penyaluran nafsu seks yang disenangi.
4. Peristiwa hubungan kelamin dilakukan secara sadar.

Sanksi perbuatan zina

1. Rajam
2. Dera

Bukti berbuat zina


1. Ada saksi
2. Adanya pengakuan
3. Adanya kehamilan

2. Memaksa Zina (Perkosa)

12
Dalam hukum Islam, memaksa berzina (perkosa) merupakan kejahatan sekssual
yang pelakunya dapan1 dijatuhi hukuman berat, selain hukuman had zina ia juga
dikenai ta’zir. Bagi wanita yang diperkosa tidak dianggap berdosa dan oleh sebab itu,
tidak dikenakan hukuman, karena ia tidak berdaya dan tidak melakukan pelanggaran
secara sengaja.

3. Tuduhan Zina (Qadzaf)


Tuduhan zinah itu ada dua macam, yaitu tuduham zina yang diancam
dengan had, dan yang dituduh selain zina yang diancam dengan ta’zir. Dalm fiqh
jinayah dijumpai prinsip bahwa siapa yang menuduh orang lain berbuat yang
terlarang, maka wajib atasnya membuktikan tuduhannya. Jika ia tidak dapat
membuktikannya, maka kepadanya harus dikenakan hukuman dera 80 kali.

4. Minuman Keras (Al-Khamr)


Dalam hal ini minuman keras itu diharamkan oleh Allah SWT, alasannya hukum
larangan dan keharaman tersebut Allah telah menegaskan dalam Al-Qur’an.
Adapun dampak negatif minuman keras itu adalah;
a. Dampak sosial dalam bentuk kemarahan, kekerasan, perkelahian, dan
pemusuhan dikalangan umat.
b. Dampak terhadap agama dalam bentuk menghalangi umat Islam dalam
menjalankan tugas-tugas agama.
Adapun sanksi atau hukumannya;
Mengkonsumsi khamar adalah merupakan perbuatan maksiat yang diancam
dengan hukuman berat.

5. Pencurian (Al-Sariqah)

Mencuri dalam segala bentuknya adalah perbuatan yang dilarang agama dan
hukumnya adalah haram. Alasan haramnya adalah karena perbuatan tersebut
termasuk pelanggaran terhadap harta yang dimiliki orang. Pelanggaran terhadap harta
itu termasuk pelanggaran terhadap salah satu sendiri kehidupan manusia. Oleh karena
itu, hukumannya adalah haram. Hukum haram tersebut ditegaskan dengan ancaman
hukuman dunia yang diberikan kepada pencuri, yaitu potong tangan.

1
Terjemahan tadzhib syarah taqrib hal 179-184

13
Adapun kriteria dari pencuri itu adalah;

a. Mencuri itu mengandung arti mengambil yaitu memindahkan sesuatu dari


suatu tempat kewilayah pemiliknya, seperti memindahkan uang dari kantong
seseorang ketangangannya,
b. Yang diambil itu adalah harta berwujud barang yang nyata dan dapat
dipindakan,
c. Harta yang diambil itu mempunyai nilai minimal tertentu,
d. Barang yang dicuri itu sepenuhnya milik orang lain,
e. Barang yang dicuri itu berada dalam tempat yang tersimpan dan terjaga untuk
itu,
f. Pengambilan harta dilakukan dengan sembunyi dan diam-diam dan tanpa
pengetahuan pemiliknya,
g. Kesengajaan melakukan pencurian dengan maksud untuk memiliki,

Pembuktian terjadinya pencurian dilakukan dengan cara sebagai berikut;

a. Kesaksian dua orang saksi muslim, laki-laki yang telah dewasa, berakal sehat,
bersifat adil, tidak ada hubungan kerabat atau permusuhan dengan pelaku
yang dituduh dan menyaksikan sendiri terjadinya pencurian itu,
b. Pengakuan dari pelaku pencurian yang memberikan pengakuannya secara
sadar tampa paksaan sedangkan dia seorang yang dapat diterima
pengakuannya dalam arti dia telah dewasa dan berakal sehat, dan
c. Sumpah balik yaitu penolakan sumpah yang dimintakan dari padanya yang
menyatakan dia tidak melakukan pencurian.

Hal-hal yang menghalangi pelaksanaan hukuman


a. Pelaku menolak pengakuan pencurian,
b. Saksi yang melakukan kesaksiannya mencabut kesaksiannya, dan
c. Ternyata kemudian bahwa saksi-saksi yang mengajukan kesaksian tidak
memenuhi syarat untuk menjadi saksi.
6. Perampokan (Hirabah)

Perampokan itu adalah mengambil harta biasanya dilakukan secara diam-diam,


maka dalam perampokan, mengambil harta dilakukan dengan terang-terangan dan
disertai kekerasan. Tindakan ini termasuk membahayakan, sedangkan prinsip yang
terkandung dalam ajaran Islam adalah menghilangkan segala sesuatu yang bersifat
membahayakan. 2

2
Terjemahan tadzhib syarah taqrib hal 179-184

14
Dalam hal ini perampokan ini mempunyai sanksi hukuman;

a. Dibuang dari lingkungan masyrakat,


b. Potong tangan dan kaki,
c. Diancam hukuman hudud, dan
d. Diancam hukuman mati.

Adapun pembatalan hukuman dilaksanakan atasa alasan :

a. Pelakunya mencabut pengakuannya,


b. Saksi menarik kesaksiannya kembali, dan
c. Pelaku perampokan bertaobat sebelum ia tertangkap.

7. Pemberontakan (Al-Baghy)

Pemberontakan itu adalah perlawanan terhadap imam (penguasa0 yang yang sah
dengan menggunakan kekuatan.

a. Menentang kekuasaan atau melakukan perlawanan terhadap imam yang sah


dan adil dengan maksud cara menghilangkan kekuasaan yang sah; atau
menarik kepatuhan dari padanya; atau menolak pemberian hak-haknya.
b. Dilakukan oleh sekelompok orng yang diorganisir oleh pimpinan yang
dipatuhi.
c. Dilakukan dengan satu ide tertentu.
d. Menggunakan kekuatan bersenjata.
e. Perlawanan terhadap kekuasaan yang sah itu dilakukan dengan sengaja, sadar
dan mengetahui bahwa tindakan tersebut adalah salah dan dilarang oleh
agama.

Berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan Hadist Nabi bahwa tindakan yang


dilakukan pemberontak tersebut adalah sebagai berikut;

a. Melakukan ishlah atau perdamaian dengan pelaku mekar, yang


dalam ishlah tersebut imam menuntut para pelaku makar untuk menghentikan
perlawanannya dan kembali taat kepada imam. 3
b. Bila cara pertama tidak berhasil dalam arti perlawanan masih tetap
berlangsung maka imam memerangi dan membunuh pelaku makar, sampai
selasai dan tidak ada lagi perlawanan.

3
Terjemahan tadzhib syarah taqrib hal 179-184

15
8. Murtad

Murtad itu adalah meninggalkan keislaman setelah secara sadar memeluknya ;


baik sesudah itu memeluk agama lain atau tidak beragama sama sekali. Murtad terjadi
melalu salah satu diantara secara dibawah ini.

a. Melalui perbuatan yang disengaja, baik dalam bentuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu.
b. Melalui ucapan, baik ucapan yang jelas menyatakan keluar dari Islam ataupun
lain yang menyebabkan seseorang dapat dinyatakan kafir, seperti ucapan yang
mencela dan menghina serta menyalakan agama Islam; ucapan bahwa Tuhan
itu lebih dari satu atau ucapan lain yang tidak biasa berlaku dalam agama
Islam seperti meniadakan kekuasaan Allah atau meniadakan kerasulan
Muhammad SAW.
c. Melalui aqidah atau kepercayaan seperti mempercayai alam ini qidam seperti
Allah, percaya tidak ada hari kiamat, dan lain sebagainya.

Murtad tersebut termasuk perbuatan maksiat yang besar dan diancam Allah
dengan dosa dan azab di akhirat, melebihi kejahatan menolak beragama Islam.
Selanjudnya orang yang murtad diancam pula dengan hukuman mati yang dinyatakan
Nabi dalam haditsnya

Orang yang mengganti agamanya, maka bunuhlah mereka.

Dengan adanya hukuman dunia itu maka murtad termasuk salah satu tindakan
kejahatan yang dikenai ancaman hukuman hudud. Hukuman hudud dilaksanakan bila
telah terpenuhi syarat dan rukun dari pelaksanaan hudud tersebut.

Adapun rukun dari murtad tersebut adalah;

a. Keluar dari agama Islam dengan melalui salah satu cara sebagaimana
disebutkan diatas.
b. Keluar dari agama islam itu dilakukan dengan sengaja dan penuh kesadaran
serta mengetahui bahwa tindakan itu dilarang agama dengan ancaman
hukuman dunia dan akhirat.

Adapun syarat yang dimaksud disini berkaitan dengan syarat bagi seseorang
yang dinyatakan bersalah dan dikenai hukuman mati yaitu;

a. Tindakan itu dilakukan sedang ia dalam agama Islam,


b. Pelaku tindakan murtad itu adalah seorang yang telah dewasa dan berakal
sehat, dan

16
c. Tindakan murtad itu dilakukan secara sadar dengan kehendak sendiri,.

Adapun pembuktian telah terjadinya kejahatan murtad dapat dilakukan


melalui:

a. Kesaksian orang banyak atau sekurangnya dua orang saksi yang memenuhi
persyaratan menjadi saksi yang dengan jelas menyaksikan tindakan murtad
yang dilakukannya
b. Pengakuan dari orang murtad yang dengan sadar dan sengaja bahwa ia telah
keluar dari agama Islam.

D. Jarimah Ta’zir

Pengertian ta’zir adalah sanksi yang dibuat oleh Ulil Amri yang memiliki daya
preventif dan represif (al-radd wa al-jazm) yang diancamkan kepada kejahatan-
kejahatan hudud, qishash, dan diyat yang tidak memenuhi syarat, kejahatan yang
ditemukan didalam al-Qur’an dan Hadist 4 yang ditentukan dalam Al-Qur’an dan Hadist
yang tidak di sebutkan sanksinya, seperti penghinaan, tidak melaksanakan amanah, dan
kejahatan-kejahatan yang di tentukan oleh Ulil Amri untuk kemaslahatan umum, seperti
aturan lalu lintas.

4
Terjemahan tadzhib syarah taqrib hal 179-184

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Secara etimologis (lughah) “jinayah”, berarti : perbuatan terlarang, dan “jarimah”,


berarti : perbuatan dosa. Secara termologis (ishtilah) “jinayah” atau “jarimah’, adalah
sebagaimananya dikemukakan Imam Al-Mawardi :
“Jarimah adalah segala larangan syarak yang diancam hukuman had atau ta’zir’.
Dengan demikian, jinayah atau jarimah adalah perbuatan yang mengancam
keselamatan jiwa. Sedangkan menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya mengatakan
jinayah adalah kata jinayah berasal dari bahasa Arab, yang merupakan jamak dari kata
jinayah diambil dari jinaaya yang berarti memetik. Dalam bahsa, kata janaitus
tsamara bermaksud mengambil buah-buahan. Jinaa’alaa qawmihii
jinaayatan bermaksud ‘a melakukan tindakan kejahatan tehadap kaumnya, dan harta
benda.
Adapun kata jinayah menurut syariat Islam ialah segala tindakan yang dilarang
oleh hukum syariat untuk dilakukan; setiap perbuatan yang dilarang oleh syariat harus
dihindari, karena perbuatan itu akan menimbulkan bahaya terhadap agama, jiwa, akal,
harga diri, dan harta benda.
Adanya hukuman (‘uqubat) atas tindak kejahatan adalah untuk melindungi
manusia dari kebinasaan hidup terhadap lima hal yang mutlak (al-dharuriyyat al-
khamsah) pada manusia; yaitu agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan atau harga diri.
Seperti ketetapan Allah tentang hukuman mati terhadap pembunuhan, tujuannya tidak
lain adalah agar jiwa manusia terjamin dari pembunuhan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Saleh, Hasan, 2008. Fiqh Kontemporer, Cetakan; 1, Jakarta : Rajawali Pers.


Sabiq, Sayyid,2005. FIQIH SUNNAH, Cetakan; 1, Jakarta : Pena Pundi Aksara.
Djazuli, 2010. ILMU FIQH Pengalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam. Cetakan; 7,
Jakarta : Kencana.
Diib, Musthafa Al-Bugha, 2009. Fiqih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-Hukum Islam Mazhab
Syafi’i.(Cetakan; 1, Solo : Media Zikir.
Prof. H. A. Djazuli, 2010. ILMU FIQH PENGALIAN, PERKEMBANGAN, DAN
PENERAPAN HUKUM ISLAM. Cetakan; 7, Jakarta : Kencana.
Syarifuddin, Amir, 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Cetakan; 1, Bogor : Kencana.

19

Anda mungkin juga menyukai