Anda di halaman 1dari 11

Judul Makalah :

JINAYAT

Dosen Pengampu:

Dr .Nufiar, M.Ag

Disusun oleh:

DWI WULAN RAMADHANY ( 220701084 )

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS UIN AR-RANIRY

BANDA ACEH

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kenikmatan
kepada penulis khususnya untuk kita semua, karena berkat kerja keras serta hidayah dan
inayah-Nya penulis bisa menyelesaikan makalah ini, shalawat beserta salam marilah kita
curahkan kepada junjungan kita yakni nabi Muhammad SAW.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Dosen yang telah membimbing penulis di dalam
penyusunan makalah ini, namun penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun penulis harapkan demi perbaikan dan
kebaikan. Semoga makalah ini menjadi khazanah keilmuan khususnya bagi penulis umumnya
bagi kita semua. Amin ya rabbal a’lamiin .

Banda Aceh, november 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR……………………………………………………...…………….i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….i

BAB PENDAHULUAN………………………………………………………………..1

1.1LatarBelakang ……………………………………………………………..1
1.1Rumusan Masalah…………………………………………………………1
1.1Tujuan Penulisan…………………………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………...

2.1. pengertian jinayat………………………………………………………. 2

2.2. konsep pemberlakuan jinayat……………………………………………2

2.3.hukuman atau sanksi jinayat……………………………………………3

2.4. hukum jinayat di aceh…………………………………………………..4

BAB III KESIMPULAN …………………………………………………………………5

3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………5

3.2 Saran ………………………………………………………………………5

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………5
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agama Islam bertugas mendidik dzahir manusia, mensucikan jiwa manusia, dan
membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan aqidah
yang murni sesuai kehendak Allah, insya Allah akan menjadi orang yang beruntung. Dan kita
sebagai umat manusia hidup dengan semua hukum dan larangan , dan kita hidup dalam
bermasyarakat dan bersosial harus memperhatikan semua hukum yang berlaku .

Dan bagi siapa pun hidup dalam negara hukum harus memperhatikan hukum tersebut,
dan siap menerima konskuensinya seperti hukum qanun jinayat di Aceh.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian jinayat?
2. Konsep pemberlakuan jinayat
3. Hukuman atau sanksi jinayat
4. Hukum jinayat di aceh

1.1 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian jinayat
2. Mengetahui hukum jinayat
3. Mengetahui macam -macam jinayat
4. Mengetahui hukum jinayat di aceh .
5. Mengetahui tindak pidana jinayat
PENGERTIAN JINAYAT

Islam telah menetapkan aturan untuk segala aspek kehidupan, termasuk tindakan
kriminal yang diatur dalam hukum jinayat. Hukum jinayat adalah hukum pidana
dalam sudut pandang Islam.

Menurut Zainudin Ali dalam buku Hukum Pidana Islam, hukum jinayat adalah
segala ketentuan hukum mengenai tindak atau perbuatan kriminal yang dilandaskan
pada Al Quran dan hadits.
Jinayat berasal dari kata masdar ‘jana’ yang berarti berbuat dosa dan kata ‘jinayah’
memiliki arti perbuatan dosa atau perbuatan salah. Istilah jinayat sendiri memiliki
beberapa pengertian.
Menurut Abd al Qodir Awdah dalam buku Hukum Pidana Menurut Al Quran
karangan Ahmad Wardi Muslich, jinayat adalah perbuatan yang dilarang syariat.
Perbuatan terlarang yang dimaksud berkaitan dengan jiwa, harta benda, atau lainnya.
Sementara di kalangan ahli fikih atau fuqoha, jinayat adalah perbuatan yang dilarang
syariat yang mengancam keselamatan jiwa, seperti pemukulan, pelecehan, hingga
pembunuhan.

Konsep Pemberlakuan Jinayat

Menurut al-Syathibi, salah satu pendukung Mazhab Maliki yang terkenal, lima
unsur pokok dalam mewujudkan kemaslahatan manusia adalah agama, jiwa,
keturunan, akal, dan harta. al- Syathibi pada akhirnya berkesimpulan bahwa
adanya lima kebutuhan pokok bagi manusia tersebut menempati suatu yang
qath’iy (niscaya) dalam arti dapat di pertanggung jawabkan dan oleh karena itu
dapat dijadikan sebagai dasar menetapkan hukum.

Dalam usaha mewujudkan dan memelihara lima unsur pokok itu al-Syathibi
mengemukakan tiga peringkat maqashid alsyari’ah (tujuan syariat), yaitu
pertama adalah tujuan primer (maqashid aldaruriyyah), kedua adalah tujuan
sekunder (maqashid al-hajjiyyah), dan ketiga tujuan tertier (maqashid al-
tahsiniyyah). Atas dasar inilah maka hukum Islam dikembangkan, baik hukum
pidana, perdata, ketatanegaraan, politik hukum, maupun yang lainnya.

Dengan mengacu kepada lima kebutuhan pokok manusia dan tiga peringkat
tujuan syariat tersebut, dapatlah dipahami bahwa tujuan utama pemberlakuan
hukum pidana Islam adalah untuk kemaslahatan manusia. Abdul Wahhhab
Khallaf memberikan perincian yang sederhana mengenai pemberlakuan hukum
pidana Islam yang dikaitkan dengan pemeliharaan lima kebutuhan pokok
manusia dalam bukunya ‘Ilmu Ushul alFiqh:

-Memelihara agama (hifzh al-din)

Agama di sini maksudnya adalah sekumpulan akidah, ibadah, hukum, dan


undang-undang yang dibuat oleh Allah untuk mengatur hubungan manusia
dengan Tuhannya dan juga mengatur hubungan antar manusia. Untuk menjaga
dan memelihara kebutuhan agama ini dari ancaman musuh maka Allah
mensyariatkan hukum berjihad untuk memerangi orang yang menghalangi
dakwah agama. Untuk menjaga agama ini Allah juga mensyariatkan shalat dan
melarang murtad dan syirik. Jika ketentuan ini diabaikan, maka akan
terancamlaheksistensi agama tersebut, dan Allah menyuruh memerangi orang
yang murtad dan musyrik.

-Memelihara jiwa (hifzh al-nafs)

Untuk memelihara jiwa ini Allah mewajibkan berusaha untuk mendapatkan


kebutuhan makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Tanpa kebutuhan
tersebut maka akan terancamlah jiwa manusia. Allah juga akan mengancam
dengan hukuman qishash (hukum bunuh) atau diyat (denda) bagi siapa saja
yang menghilangkan jiwa. Begitu juga Allah melarang menceburkan diri ke
jurang kebinasaan (bunuh diri).

-Memelihara akal (hifzh al-‘aql)

Untuk menjaga dan memelihara akal ini Allah mengharuskan manusia


mengkonsumsi makanan yang baik dan halal serta mempertinggi kualitas akal
dengan menuntut ilmu. Sebaliknya, Allah mengharamkan minuman keras yang
memabukkan. Kalau larangan ini diabaikan, maka akan terancam eksistensi akal.
Di samping itu, ditetapkan adanya ancaman (hukuman dera 40 kali) bagi orang
yang meminum minuman keras.

-Memelihara keturunan (hifzh al-nasl)

Untuk memelihara keturunan Allah mensyariatkan pernikahan dan sebaliknya


mengharamkan perzinaan. Orang yang mengabaikan ketentuan ini, akan
terancam eksistensi keturunannya. Bahkan kalau larangan perzinaan ini
dilanggar, maka Allah mengancam dengan hukuman rajam atau hukuman
cambuk seratus kali.
-Memelihara harta (hifzh al-mal)

Untuk memelihara harta ini disyariatkanlah tata cara pemilikan harta, misalnya
dengan muamalah, perdagangan, dan kerja sama. Di samping itu, Allah
mengharamkan mencuri atau merampas hak milik orang lain dengan cara yang
tidak benar. Jika larangan mencuri diabaikan, maka pelakunya akan diancam
dengan hukuman potong tangan.

Hukuman atau Sanksi Jinayat


Sanksi Hudud
Sanksinya yang ketentuan dan pelaksanaannya merujuk pada Alquran dan
sunnah. Hukuman jenis ini bisa berupa rajam, potong tangan, pengasingan,
penjara seumur hidup, hingga eksekusi mati.
Hukuman ini diberlakukan untuk perbuatan zina, qhadaf atau menuduh orang
berbuat zina, mencuri, merampok, hingga murtad.
Sanksi Qisahs atau Diyat
Menurt Marfuatul Latifah dalam Jurnal Upaya Transformasi Jarimah Qisash-
Diyat pada Hukum Positif Melalui RUU KUHP, sanksi qisash-diyat adalah
hukuman untuk tindak pidana yang tidak memiliki batas tertinggi dan batas
terendah, namun sanksinya ditentukan oleh manusia.
Dalam arti lain, sanksi qishash ditentukan sendiri oleh pihak-pihak yang
berperkara. Pelaku kejahatan dapat mengubah tingkat hukumannya dari qisash
menjadi diyat jika telah mendapat maaf dan melakukan ganti rugi kepada orang
yang telah dirugikan.
Sanksi Takzir
Hukuman ta’zir adalah sanksi pidana yang ditetapkan oleh penguasa, seperti hakim,
raja, presiden, sebagai pelajaran kepada pelaku. Hukuman untuk tindak pidana
takzir bersifat mendidik agar pelaku jera dan tidak mengulangi perbuatannya di
kemudian hari.
Beberapa jenis sanski takzir adalah penjara, teguran, skorsing, pemecatan,
hingga pukulan yang ditentukan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Pelanggaran atau jarimah yang dilakukan yakni menjadi saksi palsu, menipu,
dan penistaan agama.
Hukum jinayat di Aceh
Provinsi Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan
syariat yang mengacu pada ketentuan hukum pidana Islam, yang disebut juga
hukum jinayat. Peraturan daerah (perda) yang menerapkannya disebut Qanun
Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Meskipun sebagian besar
hukum Indonesia yang sekuler tetap diterapkan di Aceh, pemerintah provinsi
dapat menerapkan beberapa peraturan tambahan yang bersumber dari hukum
pidana Islam. Pemerintah Indonesia secara resmi mengizinkan setiap provinsi
untuk menerapkan peraturan daerah, tetapi Aceh mendapatkan otonomi
khusus dengan tambahan izin untuk menerapkan hukum yang berdasarkan
syariat Islam sebagai hukum formal. Beberapa pelanggaran yang diatur
menurut hukum pidana Islam meliputi produksi, distribusi, dan konsumsi
minuman beralkohol, perjudian, perzinahan, bermesraan di luar hubungan
nikah, dan seks sesama jenis. Setiap pelaku pelanggaran yang ditindak
berdasarkan hukum ini diganjar hukuman cambuk, denda, atau kurungan.
Hukum rajam tidak diberlakukan di Aceh, dan upaya untuk memperkenalkan
hukuman tersebut pada tahun 2009 gagal karena tidak mendapat persetujuan
dari gubernur Irwandi Yusuf.
Pendukung hukum jinayat membela keabsahannya berdasarkan status
otonomi khusus yang diberikan kepada Aceh. Para penentangnya,
termasuk Amnesty International, menolak hukuman cambuk dan pemidanaan
hubungan seks di luar nikah, sementara pegiat-pegiat hak perempuan merasa
bahwa hukum ini tidak melindungi perempuan, khususnya korban
pemerkosaan yang dianggap lebih berat beban pembuktiannya dibandingkan
dengan tersangka yang bisa lepas dari tuduhan dengan lima kali sumpah.

Qanun No. 6 tahun 2014 (juga disebut "Qanun Jinayat") adalah perda terbaru
yang mengatur hukum pidana Islam di Aceh. Perda ini melarang konsumsi dan
produksi minuman keras (khamar), judi (maisir), sendirian bersama lawan jenis
yang bukan mahram (khalwat), bermesraan di luar hubungan nikah
(ikhtilath), zina, pelecehan seksual, pemerkosaan, menuduh seseorang
melakukan zina tanpa bisa menghadirkan empat saksi (qadzaf), sodomi antar
lelaki (liwath), dan hubungan seks sesama wanita (musahaqah)
Hukuman bagi mereka yang melanggar bisa berupa hukuman cambuk, denda,
dan penjara. Beratnya hukuman tergantung pada pelanggarannya. Hukuman
untuk khalwat adalah yang paling ringan, yaitu hukuman cambuk sebanyak
maksimal 10 kali, penjara 10 bulan, atau denda 100 gram emas. Hukuman
paling berat adalah untuk pemerkosa anak; hukumannya 150-200 kali cambuk,
150-200 bulan penjara, atau denda sebesar 1.500-2.000 gram emas).
Yang menentukan hukuman mana yang akan dijatuhkan adalah
hakim. Menurut Amnesty International, pada tahun 2015 hukuman cambuk
dilaksanakan sebanyak 108 kali, dan dari Januari hingga Oktober 2016
sebanyak 100 kali.

Hukum ini berlaku untuk semua orang Muslim ataupun badan hukum di Aceh.
Hukum ini juga berlaku untuk kaum non-Muslim jika kejahatannya tidak diatur
oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, atau jika dilakukan bersama dengan
seorang Muslim dan pihak non-Muslim secara sukarela memilih hukum
Islam. Pada April 2016, seorang wanita Kristen dicambuk 28 kali karena telah
menjual minuman keras; ia adalah orang non-Muslim pertama yang dijatuhi
hukuman cambuk berdasarkan qanun ini.

Lembaga-lembaga yang terkait dengan penerapan hukum jinayat di Aceh


adalah Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Wilayatul Hisbah (atau "polisi
syariat"), dan Mahkamah Syar'iyah. MPU terlibat dalam proses perumusan
kebijakan bersama dengan pemerintah. Namun, pada praktiknya perda
dirumuskan oleh DPRA dan kantor gubernur. Wilayatul Hisbah memiliki
wewenang untuk menegur mereka yang tertangkap telah melanggar hukum
Islam. Mereka tidak punya wewenang untuk menangkap atau mendakwa
tersangka, sehingga mereka harus bekerja sama dengan polisi dan jaksa untuk
menegakkan hukum
KESIMPULAN

Melalui mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami berbagai


ketentuan tentang hukum pidanan Islam (fiqh jinayat) yang meliputi jarimah
(tindak pidana)hudud dan qishasseperti jarimah pembunuhan (al-qatl),
pencurian (al-sariqah), meminum minuman keras (syirb al-khamr) atau zat-zat
terlarang lainya, perzinaan (al-zina), pemberontakan (al-baghyu), dan
perampokan (al-khirabah)). Di samping itu mata kuliah ini juga dimaksudkan
agar mahasiswa memahami konsep politik dalam Islam (fiqh al-siyasah)seperti
konsep negara (khilafah / imamah) dan dasar hukum pendirianya dan
perbandingan pemikiran politik Islam menurut pemikir-pemikir Islam baik yang
klasik, tengah maupun modern.

SARAN

Kerjakan Qanun hukum jinayat secara baik dan benar, karena ketika kita keliru
dalam melaksanakan Qanun membuat banyak orang enggan untuk mematuhi
Qanun hukum jinyat, bahkan mungkin terhadap Qanun-Qanun yang lain yang
akan datang nantinya sehingga menggambarkan kepada banyak orang Qanun
hukum jinayat sangat menyeramkan ketika orang dari luar Aceh ingin berlibur
Aceh hanya karena peraturan Qanun di aceh.

DAFTAR PUSTAKA

Dr.H.M. Nurul Irfan, M.Ag. (2013). fIqh Jinayah. AMZAH. ISBN 978-602-8689-
76-2.

Drs.H.Imron Abu Umar (1983). Terj. Fat-hul Qarib Jilid 2. Menara Kudu

Anda mungkin juga menyukai