Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH USHUL FIQIH

KONSEP HUKUM ISLAM AL - HAKIM DAN AL - HUKMU

DISUSUN OLEH:
Afwa Qurrota Aini
Ahmeed Zidane Agung

MADRASAH ALIYAH NEGERI 7 JAKARTA SELATAN


Jalan Binawarga, No.99, Kp. Kalibata, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, 12640
Telp. 021-7864201

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata pelajaran ushul fiqih yang berjudul " konsep
hukum islam al - hakim dan al -hukmu".
tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami untuk menyelesaikan makalah ini. kami berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. bahkan kami berharap semoga makalah ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari hari.
Kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. untuk itu kami sangat
mengharapkan saran dan bimbingan dari bapak dan ibu guru sekalian untuk bisa mengerjakan
makalah selanjutnya agar lebih baik dan bagus.
Akhir kata, kami sebagai penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembacanya agar bisa mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari hari dan mengamalkannya
kepada orang lain.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................................3
1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................................3
1.3 TUJUAN..........................................................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................................4
2.1 AL-HAKIM DALAM HUKUM ISLAM...............................................................................4
2.2 PENGERTIAN AL-HAKIM...............................................................................................4
2.3 KEDUDUKAN AL-HAKIM DALAM HUKUM ISLAM........................................................4
2.4 AL-HUKMU DALAM HUKUM ISLAM.............................................................................5
2.5 PENGERTIAN AL-HUKMU..............................................................................................5
2.6 MACAM-MACAM HUKUM SYAR'I................................................................................5
2.7 METODE MENGETAHUI HUKUM ALLAH......................................................................7
BAB 3 PENUTUP..................................................................................................................9
3.1 KESIMPULAN.................................................................................................................9
3.2 SARAN............................................................................................................................9
3.3 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................10

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Allah SWT telah menciptakan dalam diri manusia potensi kehidupan yang berupa kebutuhan
keuntungan yang terdiri dari keuntungan beragama, keuntungan yang mempertahankan diri
serta melangsungkan kehidupan.
Disamping itu Allah SWT. juga telah menciptakan potensi kehidupan lainnya yang berupa
kehidupan jasmani dan rohani. Dengan adanya potensi kehidupan berupa kebutuhan jasmani
dan rohani inilah manusia menjalani kehidupannya sehari hari atau dengan kata lain apapun
yang dilakukan manusia selama hidup di dunia adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan
mereka.
Agar seluruh pemenuhan kebutuhan tersebut berjalan dengan baik dan menghasilkan
ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan, maka manusia harus terlebih dahulu mengetahui
baik atau buruk, serta apakah mendatangkan manfaat atau memberikan mudharat baik di dunia
maupun di akhirat.
Untuk itu manusia harus terlebih dahulu mengetahui siapa yang berhak mengeluarkan status
hukum dan pembuat hukum yang lihat dari sisi baik atau buruk terhadap perbuatan manusia.
Dan manusia juga harus mengetahui siapa pihak yang berhak kalah hukum ataupun ketetapan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan al - hakim dan al - hukmu?
2. Apa kedudukan al - hakim dalam hukum islam?
3. Ada berapa hukum syar'i dalam al - hukmu?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu al - hakim dan al - hukmu
2. Untuk mengetahui kedudukan al - hakim
3. Untuk mengetahui macam hukum syar'i al - hukmu

BAB II
PEMBAHASAN

A. AL-HAKIM DALAM HUKUM ISLAM


1. Pengertian aL - Hakim
Dalam hukum positif al - hakim adalah orang yang diberi wewenang oleh negara untuk
memutuskan perkara berdasarkan hukum yang berlaku di negara itu. undang - undang atau
hukum yang berlaku disuatu negara dibuat oleh lembaga - lembaga negara yakni DPR sebagai
manifestasi dari rakyat dan presiden. Namun, tidak demikian dengan al - hakim dalam hukum
syar'i . Terdapat persamaan secara etimologi, yakni " yang memutuskan atau yang mencegah.
Al - hakim dalam hukum syar'i adalah zat mengeluarkan hukum. Dialah sumber hukum, serta
yang menyuruh, melarang, mewajibkan, mengharamkan, dan memberi pahala atau siksa.
Dengan demikian al hakim adalah Allah Swt. tidak ada hukum kecuali apa yang diputuskannya.
Tidak ada syariat kecuali apa yang disyariatkannya. Hal tersebut didasarkan pada firman Allah
Swt. dalam surah al - An'am ayat 57 berbunyi:
٥٧ :٦/‫ النعام‬..... ‫ِاِن ْلُح ْك ُم ِاَّال هلِل‬....
Artinya:
....Menetapkan [hukum itu] hanyalah hak Allah....[Q.S. Al - An'am/6:57]
hukum, harus pula ditambahkan Rasulullah SAW. karena beliau diberi tugas, antara lain,
menjelaskan aturan - aturan hukum syariah yang juga sumber dari wahyu Allah SWT. Dalam
konteks inilah dikenal dua macam bentuk wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah SAW yaitu
yang biasa disebut dengan istilah wahyu matluw (wahyu yang dibacakan/Al-Qur'an) dan wahyu
ghairu matluw (wahyu yang tidak dibacakan/Hadits).
2. Kedudukan aL-Hakim Dalam Hukum Islam
Kedudukan al-hakim dalam hal ini adalah Allah swt. sebagai pembuat, sekaligus yang
menetapkan hukum untuk dipatuhi oleh setiap mukalaf. tidak ada kekuasaan mengeluarkan
hukum selain Allah. tugas rasul hanya menyampaikan hukum-hukum Allah. tugas para mujtahid
hanya mengetahui hukum-hukum ini dan mengungkapkannya dengan metode-metode dan
kaidah yang dirumuskan ilmu ushul fiqih. Oleh karena itu, para mujtahid bersepakat tentang
pengertian hukum syar'i adalah firman Allah Swt. yang berhubungan dengan perbuatan orang
mukalaf, baik yang bersifat talabi (tuntutan), takhyiri (pilihan), maupun wad'i (menjadikan).

B. AL-HUKMU DALAM HUKUM ISLAM


1. Pengertian al-Hukmu
Secara bahasa al-Hukmu berasal dari bahasa Arab yakni bentuk masdhar dari kata hakama
‘bainahum’ yahkumu yang berarti memutuskan perkara, baik atau buruk perkara itu bagi
objeknya. Kemudian menjadi bentuk masdar Al-Hukmu yang berarti mencegah.
Dalam kehidupan bernegara, hukum adalah seperangkat aturan yang dibuat oleh lembaga
negara yang membuat hukum melalui otoritas negara. Hukum disertai dengan sanksi yang
diakui oleh negara dan ditegakkan oleh badan resmi negara.
Adapun al-hukmu dalam hukum islam adalah hukum yang bersumber dari pembuat hukum
syariat yakni Allah Swt. Rasulullah Saw, dan produk hukum turunannya yang disepakati oleh
seluruh ulama, ijmak dan qiyas. Makna hukum syar'i menurut para ahli ushul fiqih adalah khitab
syar'i yang berhubungan dengan perbuatan orang mukalaf, baik berupa iqtida (tuntutan),
takhyir (memilih dan membolehkan), maupun wad'i (menetapkan).

2. Macam-macam Hukum Syar'i


A. Hukum Takhlifi
Hukum takhlifi adalah sesuatu yang menghendaki adanya tuntutan untuk mengerjakan,
meninggalkan, atau pilihan antara keduanya. Disebut hukum takhlifi karena pengenaan beban
kepada orang mukalaf, baik itu melakukan atau mencegah perbuatan maupun kebolehan antara
melakukan atau mencegah perbuatan. Hukum ini pada dasarnya berkaitan dengan perintah
Allah SWT. Yang penting adalah mengatur orang sehingga mereka harus melakukan sesuatu,
menyelesaikannya, dan meninggalkannya. Karena akar amal dari perilaku manusia berasal dari
melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu. Dengan demikian, hukum ini bersumber dari
semua hukum syara atau hukum yang bersumber dari landasan hukum. Ulama ushul fiqih
membagi menjadi 5 macam takhlifi, yaitu, wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah.
1) Al-ijab, fardhu (mewajibkan, memfardukan) yaitu hukum yang mengandung suruhan untuk
dikerjakan atau wajib. Definisi al-ijab adalah sebagai berikut.
‫ َو ُه َو ِخ َط اُب ِهللا َت َع اَلى َي ْق َت ِض ى اْلِفْع َل ِإْق ِتَض اًء َح اِز ًما‬: ‫َأِإْلَج اُب‬
Artinya:
Al-ijab ialah firman Allah Swt. yang meminta melakukan sesuatu sebagai suatu keharusan.
Contoh hukum yang wajib adalah salat, puasa ramadhan, membayar zakat, menunaikan ibadah
haji bagi yang mampu, berbakti kepada orang tua, dan lain sebagainya.
2) An-Nadb (menganjurkan supaya dikerjakan), yaitu hukum yang mengandung suruhan yang
tidak mesti dikerjakan, disebut mandub atau sunnah. Definisi an-nadb adalah sebagai berikut.
‫ َو ُه َو ِخَط اُب ِهللا َت َع اَلى َي ْق َت ِض ى اْلِفْع َل اْق ِتَض اء َغ ْيُر َج اِز م‬: ‫الَّن ْد ُب‬
Artinya:
An-nadb ialah firman Allah Swt. yang meminta melakukan sesuatu perbuatan tetapi bukan
suatu keharusan.
3) At-tahrim (mengharamkan), yaitu hukum yang mengandung larangan dan harus dijauhi,
disebut haram. Definisi at-tahrim adalah sebagai berikut.
‫ َو ُه َو ِخ َط اُب ِهللا َت َع اَلى َي ْق َت ِض ى الَت ْر َك اْق ِتَض اء َج اِز ما‬:‫ الَّت ْح ِر يُم‬.
Artinya:
At-tahrim ialah firman Allah Swt. yang meminta meninggalkan sesuatu perbuatan sebagai
suatu keharusan.
4) Al-Karahah (membencikan), yaitu hukum yang mengandung larangan, tetapi tidak harus
menjauhinya, disebut makruh. Definisi al-karahah adalah sebagai berikut.

‫ َو ُه َو ِخ َط اُب ِهللا َت َع اَلى َي ْق َت ِض ى الَت ْر َك ِاْق ِتَض اًء َغ ْيُر َح اِز ٍم‬: ‫الَك َر َم ُة‬.
Artinya:
Al-Karahah ialah firman Allah Swt. yang meminta meninggalkan sesuatu perbuatan yang bukan
sebagai keharusan.
5) Al-Ibahah (kebebasan), yaitu hukum yang mengandung kebebasan untuk memilih antara
melakukan atau meninggalkan (mubah). Definisi al-ibahah adalah sebagai berikut.
‫ َو ُه َو ِخ َط اُب ِهللا َت َع اَلى ُي َخ َّيُر َب ْي َن اْلِفْع ِل َو الَّت ْر ِك‬: ‫ اِإْلَب اَح ُة‬.
Artinya:
Al-Ibāḥah ialah firman Allah yang membolehkan memilih di antara melakukan atau
meninggalkan suatu perbuatan

B. Hukum Wad'i
Hukum wad'i adalah suatu ketetapan yang menghendaki sesuatu menjadi sebab yang lain atau
menjadi syarat atau penghalang bagi sesuatu yang lain. Hukum wad'i terdiri dari 3 macam,
yaitu, sebab, syarat, dan mani (penghalang).
1) Sebab
Sebab yaitu sesuatu yang jelas dan merupakan titik tolak atau pangkal lahirnya hukum sehingga
dengan adanya sebab mengakibatkan adanya hukum. Sebaliknya, tidak adanya sebab
mengakibatkan tidak adanya hukum. Contohnya perbuatan zina mengakibatkan adanya hukum
dera.
2) Syarat
Syarat yaitu sesuatu yang harus ada sebelum ada hukum, karena adanya hukum bergantung
kepadanya. tidak adanya syarat mengakibatkan tidak adanya hukum. Akan tetapi, adanya
hukum syarat tidak mesti ada hukum. contohnya, berwudhu merupakan syarat sahnya shalat.
3) Mani (penghalang)
Mani yaitu sesuatu yang karenanya menyebabkan tidak adanya hukum. Meskipun sebab telah
ada, dan syarat telah terpenuhi, tetapi apabila terdapat mani maka hukum yang semestinya
berlaku menjadi tidak berlaku atau sesuatu menjadi penghalang bagi yang lain. Contohnya
adalah hadis Rasulullah yang berbunyi " tidak sah salatnya orang yang tidak membaca Surah al-
Fatihah." (H.R. Bukhari: 714 dan Muslim: 596). Contoh lain, pembunuhan yang dilakukan oleh
seorang ahli waris terhadap muwaris, menjadi penghalang bagi keduanya untuk saling mewarisi,
haid bagi seorang perempuan menjadi penghalang kewajiban salat, najis pada pakaian
menghalangi sahnya salat dan lain-lain.

3. Metode Mengetahui Hukum Allah


A. Mazhab Asy'ariyah
Golongan Asy'ariyah (Abu Hasan al-Asy'ari) berpendapat bahwa hukum- hukum Allah tentang
perbuatan orang mukalaf tidak mungkin diketahui, kecuali dengan perantaraan para rasul dan
kitab-kitab-Nya. Akal jelas membeda-bedakan perbuatan, adakalanya akal menilai baik suatu
perbuatan dan adakalanya menilai buruk suatu perbuatan.
B. Mazhab Muktazilah
Golongan Muktazilah (Washil bin Atha') berpendapat bahwa hukum- hukum Allah tentang
perbuatan orang mukalaf dapat diketahui dengan akal tanpa perantaraan para rasul dan kitab-
kitab-Nya. Sebab, dalam setiap perbuatan orang mukalaf terdapat sifat dan pengaruh yang
berbahaya atau yang bermanfaat sehingga akal mampu menjelaskan sifat-sifat perbuatan dan
pengaruhnya yang baik atau buruk. Hukum Allah atas perbuatan-perbuatan itu menurut
penemuan akal, baik dari segi manfaat maupun bahayanya.
Pendapat yang kuat dan terpilih dalam masalah ini adalah pendapat golongan Asy'ariyah bahwa
hukum-hukum Allah hanya dapat diketahui dengan perantaraan para rasul dan kitab-kitab-Nya.
Sebab, akal membeda-bedakan perbuatan, adakalanya akal menilai baik dan adakalanya menilai
buruk sebagaimana keterangan tersebut.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Al-Hakim adalah pembuat hukum, yang menetapkan hukum, yang memunculkan hukum, dan
yang membuat sumber hukum atau yang menemukan hukum, yang menjelaskan hukum, yang
memperkenalkan hukum dan yang menyingkap hukum. Al-Hakim yang muthlaq hanyalah Allah
SWT. Namun, dengan adanya manusia maka untuk menegakkan hukum-Nya, Allah mengutus
Rasul untuk menyampaikan risalah tersebut. Kemudian setelah Nabi tiada, tugas itu menjadi
tugas para mujtahid, ulama’, serta umat muslim itu sendiri untuk menegakkan hukum Allah
SWT.

SARAN
1. Sebagai umat Islam hendaknya memahami hukum Islam dengan baik, karena hukum ini
mengatur berbagai kehidupan umat manusia untuk mencapai kemaslahatan.
2. Setiap manusia hendaknya menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, karena hak ini sebagai
dasar yang melekat pada diri setiap manusia.
3. Dalam mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh, baik dibidang hukum, hak dan
kewajiban asasi manusia, serta kehidupan berdemokrasi hendaknya berdasarkan prinsip-prinsip
yang diajarkan Islam

DAFTAR PUSTAKA
https://www.studocu.com/id/document/universitas-nusa-mandiri/matematika/makalah-
pengertian-hakim-hukum-mahkum-fih-dan-mahkum-alaih/32101415
https://hidayatuna.com/al-hukmu-dalam-tinjauan-ulum-al-quran-dan-ulum-al-hadis/
#:~:text=Para%20jumhur%20ulama%20menjelaskan%20pengertian,memiliki%20arti
%20mencegah%20dari%20kezaliman.

Anda mungkin juga menyukai