Anda di halaman 1dari 13

KONSEP UQUBAH MENURUT ASWAJA AN-NAHDIYYAH

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqhsunnah Aswaja An-Nahdiyyah

Disusun oleh:
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM (KELAS REGULER)

Dosen pengampu:
ACHMAD SAEFURRIDJAL

UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA


Jl.Soekarno – Hatta No.530 Sekejati Kec.Buah batu Kota Bandung jawa Barat 4056
KATA PENGANTAR

Puji syukur Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Konsep Uqubah Menurut Aswaja An-Nahdliyyah”ini.Shalawat dan salam
senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan
menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.

Pada hasil makalah ini ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Fiqhsunnah aswaja An-Nadliyyah yaitu bapa achmad saefurridjal.Adapun tujuan
pembuatan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh sunnah aswaja an-
nadliyah penulis berharap dengan adanya penulisan makalah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis umumnya bagi pembaca.penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini
masih jauh daari kemsempurnaan.Oleh karena itu,kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat dibutuhkan guna menyempurnakan makalah-makalah selanjutnnya.

Bandung,12 februari 2023

penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................5
2.1 Pengertian Uqubah..............................................................................................................5
2.2 Prinsip dalam Uqubah.........................................................................................................6
2.3 Konsep jarimah....................................................................................................................6
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................12

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum merupakan seperangkat aturan dengan batasan-batasan norma tertentu yang


memiliki tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia sehingga terciptanya lingkungan yang
aman dan tertib. Hakim memiliki peran penting dalam wilayah hukum, kewenangannya
untuk mengadili dan memutus suatu perkara menjadi dasar penunjang terciptanya tujuan
hukum yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Keterlibatannya dalam memutus perkara di
Pengadilan menjadi sebab ketentuan pidana yang dijatuhkan kepada para pelanggar aturan
hukum bersifat mengikat atau tidak, sehingga dapat dikatakan bahwa terdakwa telah
melakukan suatu perbuatan pidana sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan.

Hidup berdampingan dan saling membutuhkan antar manusia tak jarang


menjadikannya sebagai akar dari sebuah polemik, sehingga kebutuhan akan aturan pun
menjadi sebuah pedoman penting yang harus dipahami oleh setiap manusia. Aturan tersebut
merupakan seperangkat norma atau hukum yang dibuat atas dasar kesepakatan bersama
dalam rangka menciptakan kesejahteraan bersama. Manusia memiliki hawa nafsu, selera,
dorongan, keinginan dan pikiran yang kompleks sehingga ia dapat melakukan pilihan moral
dalam menjalankan arah perjalanan hidupnya karena pada dasarnya manusia membangun
kehidupannya berdasarkan tindakannya yang bebas.

Hubungan interaksi dalam bermasyarakat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-


ketentuan dalam peraturan hukum yang berlaku. Sanksi pidana maupun perdata akan
dikenakan kepada setiap pelanggar peraturan hukum yang ada sebagai suatu hubungan sebab-
akibat terhadap perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya. Sebuah peraturan hukum
ada karena adanya sebuah masyarakat (ubiiusubi-societas). Hukum itu mengisi kehidupan
yang jujur dan damai dalam seluruh lapisan masyarakat.

4
5
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Uqubah

Pengertian 'Uqubah Menurut Kamus Bahasa Indonesia, hukuman berarti siksaan atau
pembalasan kejahatan (kesalahan dosa). Dalam bahasa Arab hukuman disebut dengan iqab
dan 'uqubah, yang pada dasarnya mempunyai pengertian yang sama.

Pengertian Hukuman secara etimologi berarti sanksi atau dapat pula dikatakan balasan
atas suatu kejahatan/pelanggaran, yang dalam bahasa Arab disebut 'uqubah. Lafadz 'uqubah
menurut bahasa berasal dari kata 'aqoba, yang memiliki sinonim aqobahu bidzanbihi au 'ala
dzanbihi, yang mengandung arti menghukum, atau dalam sinonim lain akhodzahu bidzanbihi,
yang artinya menghukum atas kesalahannya.

Sementara dalam bahasa Indonesia hukuman berarti siksaan atau pembalasan


kejahatan (kesalahan dosa). Yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa
hukuman adalah siksa dan sebagainya yang dikenakan kepada orang yang melanggar undang-
undang dan lain sebagainya (yang bersifat mengikat dan memaksa).Secara istilah, dalam
hukum pidana Islam disebutkan, hukuman adalah seperti didefinisikan oleh Abdul Qodir
Audah sebagai berikut;

‫صيا ِن َأ ْم ِر الشارع‬
ْ ‫صلَ َح ِة ا ْل َج َما َع ِة َعلَى ِع‬
ْ ‫العقوبة هي ا ْل َجزَ اء ا ْل ُمقرر لِ َم‬

"Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memlihara kepentingan masyarakat,


karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara"."

Selanjutnya dalam ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa hukuman adalah sanksi


yang diatur dengan undang-undang atau reglemen terhadap pelanggaran-pelanggaran norma
hukum tertentu. Dalam KUHP termuat berbagai macam hukuman yang bersifat pidana.
Yang hukuman- hukuman itu terbagi atas hukuman pokok dan hukuman tambahan.

Sementara dalam hukum positif di Indonesia, istilah hukuman hampir sama dengan
pidana. Yang dalam istilah Inggris sentencing yang disalin oleh Oemar Seno Adji dan Karim
Nasution menjadi “penghukuman”. Sementara menurut Andi Hamzah dalam bukunya yang
berjudul Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia disebutkan bahwa, hukuman adalah
suatu pengertian umum, sebagai suatu sanksi yang menderitakan atau nestapa yang sengaja
ditimpakan kepada seseorang.

6
Sedangkan menurut Sudarto, sebagaimana dikutip oleh Mustafa Abdullah dan Ruben
Ahmad, istilah pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang
melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut Roeslan
Saleh yang juga dikutip oleh Mustafa Abdullah, pidana adalah reaksi atas delik dan ini
berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu.

2.2 Prinsip dalam Uqubah

Dalam perspektif hukum pidana islam (Fiqih al-jinayah al-islamiyah), pertanggung


jawaban pidana disebut dengan istilah al-mas’ulyyah al-jinaiyah. Menurut A.Hanafi,
pertanggung jawaban pidana dalam syariat Islam adalah pembebanan seseorang akibat
perbuatan yang di kerjakanya dengan kemauan sendiri di mana ia mengetahui maksud dan
akibat-akibat dari perbuatnya itu Dalam syariat islam pertanggung jawaban itu didasarkan
kepada:

1) Melakukan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang di wajibkan.


2) Perbuatan tersebut dikerjakan dengan kemauan sendiri artinya pelaku memiliki
pilihan yang bebas untuk melaksanakan atau tidak melakukan perbuatan tersebut.
3) Pelaku mengetahui akibat perbuatan yang dilakukan.

Apabila ketiga hal tersebut maka terdapat pula pertanggung jawaban apabila tidak
terdapat maka tidak terdapat pula pertanggung jawaban dengan demikian orang gila, anak
dibawah umur, orang yang dipaksa dan terpaksa tidak di bebani pertanggung jawaban karena
dasar pertanggung jawaban pada mereka ini tidak ada pembebasan pertanggung jawaban.
Dalam hal pertanggung jawaban pidana, hukum islam hanya membebani hukuman
pada orang yang masih hidup dan mukallaf, hukum islam juga mengampuni anak-anak dari
hukuman yang semestinya dijatuhkan bagi orang dewasa kecuali ia telah baligh.

2.3 Konsep jarimah

1. Pengertian Jarimah

Dalam Fiqih Jinayah jarimah disebut juga dengan tindak pidana. Pengertian jinayah
secara bahasa adalah nama bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang
diusahakannya. pengertian jinayah secara bahasa adalah suatu istilah untuk perbuatan yang
dilarang oleh sara’, baik berupa perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau lainnya. Ada

7
beberapa macam pengertian jarimah (tindak pidana): menurut bahasa Jarimah adalah
melakukan perbuatan-perbuatan atau hal-hal yang dipandang tidak baik, dibenci oleh
manusia karena pertentangan dengan keadilan, kebenaran dan jalan yang lurus
(agama).Pengertian secara umum jarimah adalah pelanggaran terhadap perintah dan larangan
agama, baik pelanggaran tersebut mengakibatkan hukuman duniawi maupun
ukhrawi.Pengertian jarimah menurut Imam alMawardi adalah perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh syara’, yang dengan hukuman had atau takzir.

Pengertian tindak pidana hukum positif, oleh Mr. Tresna yaitu rangkain perbuatan
manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundangan lainnya,
terhadap perbuatan maka dikenakan hukuman.Sedangkan tindak pidana dalam hukum positif
disebut juga dengan peristiwa pidana atau delik.Tindak pidana yang dikenal dalam hukum
pidana Belanda yaitu “strafbaar feit”. Strafbaar feit disini terdiri dari 3 kata, yakni star adalah
pidana dan hukuman,baar adalah dapat dan boleh, sedangkan feit adalah tindak, peristiwa,
pelanggaran dan pembuktian.

Sedangkan menurut istilah tindak pidana adalah semua peristiwa perbuatan yang
bertentangan dengan hukum pidana.Sedangkan menurut penulis tindak pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang mana disertai dengan ancaman
(sanksi) bagi yang melanggar larangan tersebut. Dalam Fiqih Jinayah suatu perbuatan baru
bisa dikatakan suatu tindak pidana, apabila sudah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a. Unsur formal yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang perbuatan dan
mengancamnya dengan hukuman.
b. Unsur material yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa
perbuatan nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat (negatif).
c. Unsur moral adalah orang yang cakap (muallaf), yakni orang yang dapat dimintai
pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukannya. Dengan demikian
apabila orang yang melakukannya gila atau masih dibawah umur maka ia tidak
dikenakan hukuman, karena ia orang yang tidak bisa dibebani pertanggungjawab
pidana

Bentuk-bentuk Jarimah Dalam Fiqh Jinayahjarimah (tindak pidana) dibagi menjadi


bermacam-macam bentuk. Adapun bentuk-bentuk jarimah (tindak pidana) terbagi atas:

a. Ditinjau dari Segi Berat Ringannya Hukuman. Dari segi begat ringannya hukuman,
jarimah dapat dibagi kepada tiga bagian antara lain:

8
1) Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had. Pengertian
hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan menjadi hak
Allah (hak masyarakat). Adapun jarimah-jarimah yang termasuk dalam jarimahhudud
adalah jarimah zina, jarimah menuduh zina, jarimah perampokan, jarimah
pembunuhan, jarimah pemberontakan, pencurian, dan jarimah minuman keras.
2) Jarimahqishash dan had adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qishash atau
diat. Baik qishash dan had keduanya adalah hukuman yang sudah ditentukan oleh
syara’. Adapun jarimahjarimah yang termasuk dalam jarimahqishash dan had adalah
pembunuhan sengaja, pembunuhan menyerupai sengaja, pembunuhan karena
kesalahan, penganiayaan sengaja dan penganiayaan tidak sengaja.
3) Jarimah ta’zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’, melainkan
diserahkan kepada ulil amri, baik penentuannya maupun pelaksanaannya.

b. Ditinjau dari segi niatnya.

Ditinjau dari segi niatnya, Jarimah(tindak pidana) itu dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:

1. Jarimah sengaja, yaitu pelaku melakukan tindak pidana yang sudah direncanakan.
Misalnya: seseorang masuk kerumah orang lain dengan maksud untuk mengambil sesuatu
dari rumah tersebut, dan sebagainya.

2. Jarimah tidak sengaja, yaitu pelaku tidak-sengaja untuk melakukan perbuatan yang
dilarang dan perbuatan tersebut terjadi sebagai akibat kelalaiannya (kesalahannya).
Misalnya:seseorang melempar batu untuk mengusir binatang (anjing), akan tetapi batu
tersebut mengenai orang lain, dan sebagainya.

c. Ditinjau dari segi objeknya

Ditinjau dari segi objek atau sasaran yang terkena oleh Jarimah (tindak pidana), maka
jarimah itu dapat dibagi dua bagian, yaitu:

1. Jarimah (tindak pidana) perseorangan, yaitu suatu jarimah di mana hukuman terhadap
pelakunya dijatuhkan untuk melindungi hak perseorangan (individu). Misalnya: penghinaan,
penipuan, dan sebagainya.

2. Jarimah (tindak pidana) masyarakat, yaitu suatu jarimah di mana hukuman terhadap
pelakunya dijatuhkan untuk melindungi kepentingan masyarakat. Misalnya: penimbunan
bahan-bahan pokok, korupsi, dan sebagainya.

9
d. Ditinjau dari segi cara melakukannya.

Ditinjau dari segi cara melakukannya, jarimah dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:

1. Jarimah positif adalah jarimah yang terjadi karena melakukan perbuatan yang dilarang,
seperti mencuri, zina dan permukulan.

2. Jarimah negatif adalah jarimah yang terjadi karena meninggalkan perbuatan yang
diperintahkan, seperti tidak mau bersaksi, enggan melakukan shalat dan puasa.

e. Ditinjau dari segi tabiatnya.

Ditinjau dari segi motifnya, jarimah (tindak pidana) dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:

1. Jarimah (tindak pidana) biasa, yaitu jarimah(tindak pidana) yang dilakukan oleh seseorang
tanpa mengaitkannya dengan tujuantujuan politik. Misalnya: mencuri ayam, membunuh,
menganiaya; dan sebagainya.

2. Jarimah (tindak pidana) politik, yaitu jarimah (tindak pidana) yang merupakan
pelanggaran terhadap peraturan pemerintah atau pejabat-pejabat pemerintah atau terhadap
garis-garis politik yang telah ditentukan oleh pemerintah. Misalnya: pemberontakan
bersenjata, mengacaukan perekonomian dengan maksud politik perang saudara dan
sebagainya.

A. Pendapat para ulama Nahdlatul ulama mengenai tidak diterapkannya uqubah


islam di Indonesia

Berbicara mengenai ruang lingkup hukum pidana Islam, maka pada tulisan ini penulis
lebih menekankan kepada pandangan mengenai batas-batas berlakunya hukum pidana Islam
atau lebih tepatnya kepada ruang lingkup berlakunya hukum pidana Islam itu sendiri. Dari
segi teoritis, ajaran Islam ini berlaku untuk seluruh dunia. Akan tetapi, secara praktis sesuai
dengan kenyataan yang ada, tidaklah demikian. Hukum pidana Islam hanya ditemukan
penerapannya pada negaranegara tertentu saja, seperti di negara-negara Islam. Secara umum,
dikenal adanya pandangan atau teori tentang ruang lingkup berlakunya hukum pidana Islam
ini yaitu Teori dari Abu Hanifah, teori dari Imam

10
1. Teori dari Abu Hanifah Dalam teori ini dikemukakan bahwa aturan-aturan pidana
Islam hanya berlaku secara penuh untuk wilayah-wilayah negeri muslim. Di luar
negeri muslim, aturan tadi tidak berlaku lagi kecuali untuk kejahatan-kejahatan yang
berkaitan dengan hak perseorangan (haqq al adamy).22 Teori ini mirip dengan asas
teritorial dalam hukum positif. Asas teritorial di dalam KUHP menyatakan bahwa
aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia hanya berlaku bagi setiap orang
yang melakukan perbuatan pidana di dalam wilayah atau teritorial Indonesia.
2. Teori dari Imam Yusuf Teori ini mengemukakan bahwa sekalipun di luar negara
muslim aturan pidana Islam tidak berlaku, akan tetapi setiap yang dilarang tetap
haram dilakukan, sekalipun tidak dapat dijatuhi hukuman.24 Teori ini pada dasarnya
mirip dengan asas nasional aktif atau asas perlindungan, yang memuat prinsip bahwa
peraturan pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana yang menyerang
kepentingan hukum negara Indonesia, baik yang dilakukan oleh warga negara
Indonesia atau bukan yang dilakukan di luar Indonesia.
3. Di dalam teori ini dikemukakan bahwa aturan-aturan pidana Islam tidak terikat oleh
wilayah, melainkan terikat oleh subyek hukum. Jadi, setiap muslim tidak boleh
melakukan hal-hal yang dilarang dan atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan.
Teori ini mirip dengan asas universal di dalam hukum pidana positif. Asas Universal
di dalam hukum pidana positif sering juga disebut sebagai asas penyelenggaraan
hukum. Berlakunya asas ini tidak saja untuk melindungi kepentingan nasional
Indonesia, tetapi juga untuk melindungi kepentingan hukum dunia.

Dari teori-teori di atas terlihat jelas bahwa ruang lingkup berlakunya hukum pidana
Islam pada dasarnya mengatur untuk semua umat Islam, namun karena umat Islam menyebar
diberbagai negara menyebabkan hukum pidana Islam tidak sepenuhnya diterapkan kepada
seluruh umat Islam. Sedangkan di dalam hukum pidana positif, ruang lingkup berlakunya
hukum pidana tidak hanya terbatas kepada warga negara Indonesia tetapi juga berlaku untuk
setiap orang yang berada dalam wilayah Indonesia.

11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Pengertian 'Uqubah Menurut Kamus Bahasa Indonesia, hukuman berarti siksaan atau
pembalasan kejahatan (kesalahan dosa). Dalam bahasa Arab hukuman disebut dengan
iqab dan 'uqubah, yang pada dasarnya mempunyai pengertian yang sama.
2. Dalam perspektif hukum pidana islam (Fiqih al-jinayah al-islamiyah), pertanggung
jawaban pidana disebut dengan istilah al-mas’ulyyah al-jinaiyah. Menurut A.Hanafi,
pertanggung jawaban pidana dalam syariat Islam adalah pembebanan seseorang
akibat perbuatan yang di kerjakanya dengan kemauan sendiri di mana ia mengetahui
maksud dan akibat-akibat dari perbuatnya itu Dalam syariat islam pertanggung
jawaban itu didasarkan kepada:
1) Melakukan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang di
wajibkan. .
2) Perbuatan tersebut dikerjakan dengan kemauan sendiri artinya pelaku memiliki
pilihan yang bebas untuk melaksanakan atau tidak melakukan perbuatan tersebut.
3) Pelaku mengetahui akibat perbuatan yang dilakukan
3. Dalam Fiqih Jinayah jarimah disebut juga dengan tindak pidana. Pengertian jinayah
secara bahasa adalah nama bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang
diusahakannya. pengertian jinayah secara bahasa adalah suatu istilah untuk perbuatan
yang dilarang oleh sara’, baik berupa perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau
lainnya.
4. Berbicara mengenai ruang lingkup hukum pidana Islam, maka pada tulisan ini penulis
lebih menekankan kepada pandangan mengenai batas-batas berlakunya hukum pidana
Islam atau lebih tepatnya kepada ruang lingkup berlakunya hukum pidana Islam itu
sendiri. Dari segi teoritis, ajaran Islam ini berlaku untuk seluruh dunia. Akan tetapi,
secara praktis sesuai dengan kenyataan yang ada, tidaklah demikian. Hukum pidana
Islam hanya ditemukan penerapannya pada negaranegara tertentu saja, seperti di
negara-negara Islam.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.uinsgd.ac.id/43346/15/4_bab1.pdf

http://repository.radenintan.ac.id/2869/4/BAB_II_Penjara.pdf

Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia, Cet-Ke IVX (Surabaya:


Pustaka Progressif, 1997).

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke- 3, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002),

Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’iy Al-Islamy, Juz 1, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-
‘Araby, tt)

Hassan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, Jil-3, Edisi Khusus (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve,
1992)

Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, cet-ke 2, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 1993)

Mustafa Abdullah dan Ruben Ahmad, Intisari Hukum Pidana, cet ke- 1 (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983),

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam; Fikih Jinayah, cet ke- 2,
( Jakarta: Sinar Grafika, 2006)

13

Anda mungkin juga menyukai