Anda di halaman 1dari 19

ASAS - ASAS DALAM HUKUM JINAYAH

Makalah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Qanun Jinayah

Dosen Pengampu Dr. H. Syahrul Anwar, M.Ag.

Deden Najmudin, M.Sy

disusun oleh :

Muhammad Fajar Awalia NIM 1193060053

Muhammad Rusydiansyah NIM 1183060056

Rd Wafa Nurlaila M NIM 1183060064

Ryan Pebriansyah NIM 1183060071

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai
ASAS - ASAS DALAM HUKUM JINAYAH.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Bandung, 20 September
2021

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .......................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Pengertian Hukum Pidana Islam ............................................................4


1. Pengertian dan perspektif para ahli ..................................................4

B. Macam Macam Asass dalam Hukum Islam ...........................................5


1. Asas Asas keadilan ...........................................................................6
2. Asas Kepastian Hukum ...................................................................6
3. Asas Kemanfaatan ............................................................................7
4. Asas Legalitas ..................................................................................7
5. Asas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain..................8
6. Asas Praduga Tak Bersalah .............................................................8
7. Asas Amar maruf Nahi Munkar .......................................................9
8. Asas Material ..................................................................................10
9. Asas Moralitas .................................................................................10
10. Asas Teritorial .................................................................................11

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 13

A. Simpulan ............................................................................................ 13
B. Saran .................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Pidana Islam adalah terminologi yang dipergunakan terhadap
Jinayah dalam Islam. Istilah hukum berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata
hakama, yahkumu, hukmun, artinya mencegah atau menolak, yaitu mencegah
ketidakadilan, mencegah kedhaliman, mencegah penganiayaan dan menolak
bentuk kemafsadatan.1 Jinayah adalah masdar (kata asal) dari kata kerja (fi’il
madhi) janaa yang mengandung arti suatu kerja yang diperuntukkan bagi satuan
laki-laki yang telah berbuat dosa atau salah. Pelaku kejahatan itu sendiri disebut
dengan jaani yang merupakan bentuk singular bagi satuan laki-laki atau bentuk
mufrad mudzakkar sebagai pembuat kejahatan atau isim fa’il. Adapun sebutan
pelaku kejahatan wanita adalah jaaniah, yang artinya dia (wanita) yang telah
berbuat dosa. Orang yang menjadi sasaran atau objek perbuatan jaani atau
jaaniah. Jinayah menurut bahasa merupakan nama bagi suatu perbuatan jelek
seseorang.

Menurut istilah, Jinayah adalah semua perbuatan yang diharamkan, yaitu


perbuatan yang diberi peringatan dan dilarang oleh syara’ karena akan
mendatangkan kemudharatan pada agama, jiwa, akal, harta dan kehormatan.
Abdurrahman Al-Jaziry menegaskan bahwa Hukum Jinayah atau yang disebut
dengan istilah hudud syariyyah adalah penghalang atau pencegah segala
kejahatan yang menyebabkan hudud itu dilaksanakan.2

Hukum Pidana Islam juga mengandung asas-asas yang mendasarinya, salah


satunya adalah asas legalitas. Kata asas berasal dari bahasa Arab asasun yang
berarti dasar atau prinsip, sedangkan kata

1
Hamka Haq, Filsafat Ushul Fiqh, Yayasan Al -Ahkam, Makassar, 2002, halaman 20
2
Dr. Muhammad Nur, S.H., M.H " PENGANTAR DAN ASAS ASAS HUKUM PIDANA ISLAM " (Banda Aceh :
Yayasan Pena Aceh 2020) hal. 7

1
legalitas berasal dari bahasa latin yaitu lex (kata benda) yang berarti undang-
undang, atau dari kata jadian legalis yang berarti sah atau sesuai dengan
ketentuan undang-undang. Dengan demikian legalitas adalah “keabsahan sesuatu
menurut undang undang”. Adapun istilah legalitas dalam syari’at Islam tidak
ditentukan secara jelas sebagaimana yang terdapat dalam kitab undang-undang
hukum positif. Kendati demikian, bukan berarti syari’at Islam tidak mengenal
asas legalitas. Bagi pihak yang menyatakan hukum pidana Islam tidak mengenal
asas legalitas, hanyalah mereka yang tidak meneliti secara detail berbagai ayat
yang secara substansional menunjukkan adanya asas legalitas. Asas legalitas
dalam Islam bukan berdasarkan pada akal manusia, tetapi dari ketentuan Tuhan.
Sedangkan asas legalitas secara jelas dianut dalam hukum Islam. Terbukti
adanya beberapa ayat yang menunjukkan asas legalitas tersebut. Allah tidak
akan menjatuhkan hukuman pada manusia dan tidak akan meminta
pertanggungjawaban manusia sebelum adanya penjelasan dan pemberitahuan
dari Rasul-Nya. Demikian juga kewajiban yang harus diemban oleh umat
manusia adalah kewajiban yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, yaitu
taklif yang sanggup di kerjakan.3

Dengan demikian, kami dari kelompok dua merasa tertarik untuk mengkaji dan
meneliti suatu permasalahan yang berjudul “ Asas Asas dalam Hukum jinayah
atau pidana islam “

B. Rumusan Masalah
Dari pernyataan diatas kami kelompok dua dapat menyimpulkan sebuah
rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian Hukum Pidana Islam ?


2. Bagaimana Penerapan Asas Asas dalam kajian Hukum Jinayah ?

3
Dr. Muhammad Nur, S.H., M.H " PENGANTAR DAN ASAS ASAS HUKUM PIDANA ISLAM " (Banda Aceh :
Yayasan Pena Aceh 2020) hal. 9

2
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Hukum Pidana islam serta
perspektif para ahli
2. Untuk mengtahui dan memahami bagaimana penerapan atau proses asas asas
dalam kajian hukum jinayah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
a. Pengertian Hukum Pidana Islam
Hukum pidana Islam merupakan syari’at Allah yang mengandung
kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqih jinayah. Fiqih
jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau
perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang mukallaf , sebagai hasil dari
pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Qur’an dan
hadits4.

Tujuan hukum pidana Islam tidak dapat dilepaskan dari tujuh syari’at Islam
secara umum, karena hukum pidana Islam merupakan bagian dari syari’at
Islam. Syari’at Islam secara umum bertujuan untuk mengamankan lima hal-
hal mendasar dalam kehidupan umat manusia. Lima hal tersebut adalah
aspek agama, aspek akal, aspek jiwa, aspek harta benda dan aspek
keturunan. Kelima hal ini dikenal dengan istilah lima perkara pokok
(ḍaruriyah al-khamsah), yaitu memelihara agama (ḥifẓu al-din), memelihara
akal (ḥifẓu al-„aql), memelihara jiwa (ḥifẓu al-nafs), memelihara harta benda
(ḥifẓu al-maal), dan memelihara keturunan (ḥifẓu al-nasl).5

Menurut Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Jinyah adalah ilmu tentang hukum
syara’, yang berkaitan dengan perbuatan yang dilarang (jarimah) dan
hukumannya, yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. 6 Menurut
Asadulloh, Hukum Pidana Islam merupakan suatu hukum yang merupakan

4
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hlm. 1
5
Muchammad Ichsan dan Endrio Susila, Hukum Pidana Islam : Sebuah Alternatif, (Yogyakarta: Lab
Hukum UMY, 2006), hlm.20.
6
Dr. Muhammad Nur, S.H., M.H " PENGANTAR DAN ASAS ASAS HUKUM PIDANA ISLAM " (Banda Aceh :
Yayasan Pena Aceh 2020) hal. 15

4
bagian dari Sistem Hukum Islam, yang mengatur perbuatan pidana dan
pidananya berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah.7

B. Asas Asas dalam kajian Hukum Jinayah


a. Pengertian Asas Hukum
Menurut Scholten, asas hukum merupakan kecenderungan yang disyaratkan
oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum, merupakan sifat-sifat umum
dengan segala keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, yang
tidak boleh tidak harus ada. G.W. Paton menyebutkan bahwa asas hukum
tidak bisa tidak adalah suatu sarana yang membuat hukum itu hidup, tumbuh
dan berkembang. Hukum bukan sekedar kumpulan dari peraturan-peraturan
belaka. Van Der Velder menyatakan bahwa asas hukum adalah tipe putusan
yang dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai situasi atau
digunakan sebagai pedoman berperilaku. Asas hukum didasarkan atas nilai
yang menentukan situasi yang bernilai yang harus direalisasi.8

Dapat dipahami bahwa asas hukum merupakan dasar-dasar umum yang


terkandung dalam peraturan hukum, dan dasar-dasar umum tersebut
merupakan sesuatu yang mengandung nilai- nilai etis, serta jiwa dari norma
hukum, norma hukum penjabaran secara konkret dari asas hukum. Asas
hukum bukan merupakan hukum konkret, melainkan pikiran dasar yang
umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkret yang
terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam
peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Ringkasnya, asas hukum
merupakan latar belakang dari terbentuknya suatu hukum konkret.9

Asas hukum Islam merupakan dasar atau pondasi bagi kebenaran yang
dipergunakan sebagai tumpuan berpikir, terutama dalam penegakan dan

7
Ibid;
8
Dr. Achmad Irwan Hamzani “ Asas Asas Hukum Islam” (Yogyakarta : Penerbit Thafa Media 2018) hal.56
9
Ibid;

5
pelaksanaan hukum Islam dalam kehidupan seharihari. Asas hukum Islam
merupakan landasan di atas mana dibangun tertib hukum.10

b. Macam macam Asas Hukum Islam


Asas- asas hukum Islam yang bersifat umum terdapat dalam semua bidang
hukum Islam ada tiga macam, yaitu:

1. Asas Keadilan
Asas keadilan merupakan asas yang sangat penting dalam hukum Islam.
Demikian pentingnya sehingga ia dapat disebut sebagai asas semua asas
hukum Islam. Asas keadilan mendasari proses dan sasaran hukum Islam.
Keadilan merupakan nilai paling asasi dalam ajaran Hukum Islam.
Menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman merupakan salah satu
tujuan diturunkannya wahyu. Keadilan diletakkan sederajat dengan
kebajikan dan ketakwaan.11
2. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum merupakan asas yang menyatakan bahwa tidak ada
satu perbuatan yang dapat dihukum kecuali atas kekuatan ketentuan
peraturan yang ada dan berlaku pada perbuatan itu. Asas ini berdasarkan
Q.S. al-Isra’ [17] ayat (15):

“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah ( Allah Swt.), maka


Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesatbagi (kerugian)
dirinya sendiri dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang
lain, dan kami tidak akan mengazab sebelum kami mengutus seorang
rasul”.

10
Dr. Achmad Irwan Hamzani “ Asas Asas Hukum Islam” (Yogyakarta : Penerbit Thafa Media 2018) hal.78
11
Ibid hal.79

6
Kepastian hukum hanya dapat dijelaskan secara normatif, bukan sosiologi.
Secara normatif kepastian adalah ketika suatu peraturan dibuat dan
diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas
dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis
dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga
tidak berbenturan atau menimbulkan konfl ik norma. Konfl ik norma yang
ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma,
reduksi norma atau distorsi norma. Kepastian hukum menunjuk kepada
pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang
pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang
sifatnya subjektif.12

3. Asas Kemanfaatan
Asas kemanfaatan merupakan asas yang mengiringi asas keadilan dan
kepastian hukum. Pelaksanaan asas keadilan dan kepastian hukum,
seyogyanya dipertimbangkan asas kemanfaatannya, baik bagi yang
bersangkutan sendiri, maupun kepentingan masyarakat. Kemanfaatan
hukum berkorelasi dengan tujuan pemidanaan terutama sebagai prevensi
khusus agar terdakwa tidak mengulangi kembali melakukan perbuatan
melawan hukum, dan prevensi umum setiap orang berhati-hati untuk tidak
melanggar hukum karena akan dikenakan sanksinya. Putusan hakim harus
memberi manfaat bagi dunia peradilan, masyarakat umum dan
perkembangan ilmu pengetahuan.13

4. Asas Legalitas
Asas legalitas merupakan asas yang menyatakan bahwa tidak ada
pelanggaran dan tidak ada pidana sebelum ada undang-undang yang
mengaturnya. Istilah asas legalitas tidak ditemukan dalam hukum Islam,
namun secara subtansial hukum Islam menganut asas legalitas. Kaidah-
12
Dr. Achmad Irwan Hamzani “ Asas Asas Hukum Islam” (Yogyakarta : Penerbit Thafa Media 2018) hal
hal. 84
13
Ibid hal. 85

7
kaidah pokok yang berhubungan dengan asas tersebut adalah: “Tidak ada
hukum bagi perbuatan orang yang berakal sehat sebelum ada nas atau
ketentuan.” Perbuatan seseorang yang cakap ( mukalaf) tidak mungkin
dinyatakan sebagai pelanggaran selama belum ada nas yang melarangnya,
dan ia mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatan itu atau
meninggalkannnya sampai ada nas yang menentukan. 14

5. Asas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain


Asas ini terdapat di dalam berbagai surat dan ayat al-Qur’an seperti Q.S. al-
An’am [6] ayat (164), Faathir [35] ayat (18), al-Zumar [39] ayat (7), al-
Najm [53] ayat (38), al-Muddatstsir [74] ayat (38). Asas ini berpedoman
pada aturan hukum Islam bahwa hukuman dapat dijatuhkan hanya kepada
orang yang melakukan tindak pidana dan orang lain ataupun kerabatnya
tidak dapat menggantikan pidana pelaku tindak pidana.

Al-Quran telah menjelaskan dalam surat al-An’am [6] ayat (164):


“Katakanlah: “Apakah Aku akan mencari Tuhan selain Allah Swt., padahal
dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu dan tidaklah seorang membuat dosa
melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang
yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada
Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang
kamu perselisihkan”.

6. Asas Praduga Tak Bersalah


Al-Qur’an telah memberikan isyarat atau dasar hukum terhadap asas
praduga tak bersalah, seperti tercantum dalam surat al-Isra’ [17] ayat (15).
Ayat ini diawali dengan dorongan untuk berbuat baik, karena perbuatan
baik hanya untuk keselamatan dirinya dan begitu pula sebaliknya perbuatan

14
Ibid hal. 88

8
sesat untuk kerugian dirinya; lalu kesalahan seseorang tidak bisa dipikulkan
kepada orang lain; kemudian di akhir ayat dijelaskan bahwa Allah Swt.
tidak akan mengazab manusia sebelum mengutus rasul-Nya.

Asas praduga tak bersalah juga berdasarkan atas kemaslahatan manusia,


yaitu bara’ah al-himmah, bahwa setiap manusia bermula dari keadaan tidak
bersalah atau tidak berdosa. Manusia berhak dilindungi dari segala bentuk
tuduhan kesalahan atas dirinya, sampai hakim dengan bukti yang
menyakinkan menjatuhkan vonis kepada seseorang, bahwa dia telah
bersalah berdasarkan bukti otentik tersebut .15

7. Asas Amar maruf Nahi Munkar


Menurut bahasa, amar makruf nahi munkar adalah menyuruh kepada
kebaikan, mencegah dari kejahatan. Amr: menyuruh, ma’rûf: kebaikan,
nahyi: mencegah, munkar: kejahatan. Abul A’la al-Maududi menjelaskan
bahwa tujuan utama dari syariat ialah membangun kehidupan manusia di
atas dasar ma’rifat (kebaikan-kebaikan) dan membersihkannya dari hal-hal
yang maksiat dan kejahatan- kejahatan.16

Menurut Maududi pengertian ma’ruf dan munkar sebagai Istilah ma’rûfât


(jamak dari ma’rûf) menunjukkan semua kebaikan dan sifat-sifat yang baik
sepanjang masa diterima oleh hati nurani manusia sebagai suatu yang baik.
Istilah munkarât (jamak dari munkar) menunjukkan semua dosa dan
kejahatan sepanjang masa telah dikutuk oleh watak manusia sebagai suatu
hal yang jahat.17

8. Asas Material
15
Dr. Achmad Irwan Hamzani “ Asas Asas Hukum Islam” (Yogyakarta : Penerbit Thafa Media 2018) hal
hal. 92
16
Rohidin, Pengantar Hukum Islam, Lintang Rasi Aksara Books, Yogyakarta, 2016, halaman 25
17
Dr. Muhammad Nur, S.H., M.H " PENGANTAR DAN ASAS ASAS HUKUM PIDANA ISLAM " (Banda Aceh :
Yayasan Pena Aceh 2020) hal 37

9
Asas material hukum pidana Islam menyatakan bahwa tindak pidana ialah
segala yang dilarang oleh hukum, baik dalam bentuk tindakan yang
dilarang maupun tidak melakukan tindakan yang diperintahkan, yang
diancam hukum (had atau ta’zir). Berdasarkan atas asas material ini, sanksi
hukum pidana Islam mengenal dua macam: hudud dan ta’zir. Hudud adalah
sanksi hukum yang kadarnya telah ditetapkan secara jelas berdasarkan teks
atau nash, baik al-Qur’an maupun hadits. Sementara ta’zir adalah sanksi
hukum yang ketetapannya tidak ditentukan, atau tidak jelas ketentuannya,
baik dalam al-Qur’an maupun hadits. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
asas material ini lahirlah kaidah hukum pidana yang berbunyi :

Artinya : Hindarkanlah pelaksanaan hudud jika ada kesamaran


atau syubhat.

9. Asas Moralitas
Ada beberapa asas moral hukum pidana Islam :
a. Asas Adamul Uzri yang menyatakan bahwa seseorang tidak diterima
pernyataannya bahwa ia tidak tahu hukum.
b. Asas Rufiul Qalam yang menyatakan bahwa sanksi atas suatu tindak
pidana dapat dihapuskan karena alasan-alasan tertentu, yaitukarena
pelakunya di bawah umur, orang yang tertidur dan orang gila.
c. Asas al-Khath wa Nis-yan yang secara harfiah berarti kesalahandan
kelupaan. Asas ini menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dituntut
pertanggungan jawab atas tindakan pidananya jika ia dalam melakukan
tindakannya itu karena kesalahan atau karena kelupaan. Asas ini
didasarkan atas surat al-Baqarah: 286.
d. Asas Suquth al-‘Uqubah yang secara harfiah berarti gugurnya hukuman.
Asas ini menyatakan bahwa sanksi hukum dapat gugur karena dua hal :
pertama, karena si pelaku dalam melaksanakan tindakannya
melaksanakan tuga; kedua, karena terpaksa. Pelaksanaan tugas
dimaksud adalah seperti : petugas eksekusi qishash (algojo), dokter yang

10
melakukan operasi atau pembedahan. Keadaan terpaksa yang dapat
menghapuskan sanksi hukum seperti : membunuh orang dengan alasan
membela diri, dan sebagainya.

10. Asas Teritorial


Pada dasarnya syariat Islam bukan syariat regional atau kedaerahan
melainkan syariat yang bersifat universal dan internasional. Dalam
hubungan dengan lingkungan berlakunya peraturan pidana Islam, secara
toritis para fuqaha membagi dunia ini kepada dua bagian:18
1. Negeri Islam
2. Negeri bukan Islam

Kelompok negeri Islam adalah negeri negeri dimana hukum Islam nampak
di dalamnya, karena penguasanya adalah penguasa Islam. Juga termasuk
dalam kelompok ini, negeri dimana penduduknya yang beragama dapat
menjalankan hukum-hukum Islam. Penduduk negeri Islam dibagi menjadi
dua bagian yaitu sbb:

1. Penduduk muslim, yaitu penduduk yang memeluk dan percaya kepada


agama Islam.
2. Penduduk bukan muslim, yaitu mereka yang tinggal di negeri Islam
tetapi masih tetap dalam agama asal mereka. mereka ini terdiri dari dua
bagian:

a. kafir zimmi, yaitu mereka yang tidak memeluk agama Islam dan tinggal
di negara Islam, tetapi mereka tunduk kepada hukum dan peraturan
Islam berdasarkan perjanjian yang berlaku;
b. kafir mu’ahad atau musta’man, yaitu mereka yang bukan

18
Sukron Kamil,Syariah Islam dan Ham (Dampak Perda Syariah Terhadap Kebebasan Sipil, Hak-Hak
Perempuan, dan Non- Muslim), halaman 92

11
penduduk negeri Islam, tetapi tinggal di negeri Islam untuk sementara
karena suatu keperluan dan mereka tetap dalam agama asal asal mereka.
Mereka tunduk kepada hukum dan peraturan Islam berdaasarkan perjanjian
keamanan yang bersifat sementara.

Menurut konsepsi hukum Islam Asas teritorial yaitu hukum pidana Islam
hanya berlaku di wilayah di mana hukum Islam diberlakukan. Abu Hanifah
berpendapat bahwa Hukum Islam diterapkan atas jarimah (tindak pidana)
yang dilakukan di dar as-salam, yaitu tempat-tempat yang masuk dalam
kekuasaan pemerintahan Islam tanpa melihat jenis jarimah maupun pelaku,
muslim maupun non-muslim. Aturan-aturan pidana Islam hanya berlaku
secara penuh untuk wilayah-wilayah negeri muslim.19

BAB III
19
Dr. Muhammad Nur, S.H., M.H " PENGANTAR DAN ASAS ASAS HUKUM PIDANA ISLAM " (Banda Aceh :
Yayasan Pena Aceh 2020) hal 39

12
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asas hukum Islam merupakan dasar atau pondasi bagi kebenaran yang
dipergunakan sebagai tumpuan berpikir, terutama dalam penegakan dan
pelaksanaan hukum Islam dalam kehidupan seharihari. Asas hukum Islam
merupakan landasan di atas mana dibangun tertib hukum .

Macam Macam Asas Hukum Islam :


Asas keadilan, Asas Kepastian Hukum, Asas Kemanfaatan, Asas Legalitas,
Asas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain, Asas Praduga Tak
Bersalah, Asas Amar maruf Nahi Munkar, Asas Material, Asas Moralitas. Dan
Asas Teritorial.

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki keterbatasan dan kekurangan
yang perlu menjadi perbaikan, maka dari itu kami berharap kepada pembaca
untuk memberikan saran dan kritikan kepada kami demi sempurnanya
makalah ini, semoga mekalah ini bisa bermamfaat bagi para pembaca
khususnya bagi kami sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

13
Dr. Achmad Irwan Hamzani “ Asas Asas Hukum Islam” (Yogyakarta : Penerbit Thafa
Media 2018)

Dr. Muhammad Nur, S.H., M.H " PENGANTAR DAN ASAS ASAS HUKUM
PIDANA ISLAM " (Banda Aceh : Yayasan Pena Aceh 2020)

Hamka Haq, Filsafat Ushul Fiqh, Yayasan Al -Ahkam, Makassar, 2002

Muchammad Ichsan dan Endrio Susila, Hukum Pidana Islam : Sebuah Alternatif,
(Yogyakarta: Lab Hukum UMY, 2006)

Rohidin, Pengantar Hukum Islam, Lintang Rasi Aksara Books, Yogyakarta, 2016.

Sukron Kamil,Syariah Islam dan Ham (Dampak Perda Syariah Terhadap Kebebasan
Sipil, Hak-Hak Perempuan, dan Non- Muslim),

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007),

DISKUSI

14
Pertanyaan :

1. Assalamualaikum saya Fazrin Khoerunnisa NIM 1193060033,izin


bertanya,Apakah Asas” yang termasuk kedalam asas Hukum Jinayah berlaku
juga dalam bidang hukum lain, misalnya HTN atau HAN? Kalau berlaku, tolong
beri penjelasannya, terima kasih

2. Bissmilahh... Saya Muhammad Reja M 1183060055 izin bertanya, Dalam asas


asas hukum islam ini kan salah satu nya ada asas teritorial yang mana ada 2 jenis
yaitu negeri islam dan negeri bukan islam. nah, di bagian negeri islam itu
terdapat penduduk islam dan penduduk non islam. pertanyaan saya, bagaimana
jika seorang non muslim yang tinggal di aceh yang mana aceh itu sebagai
wilayah yang menganut hukum islam melakukan sebuah tindak pidana seperti
judi/mencuri, apakah tetap mendapatkan hukuman yang berlaku diwilayah
tersebut atau mendapat hukuman sesuai dengan hukum positif?terima kasihhh

3. Azizah, izin bertanya mengapa kasus korupsi dalam asas praduga tak bersalah
bertolak belakang dengan asas praduga tak bersalah ?

Jawaban :

1. Bissmilahh... Saya Muhammad Reja M 1183060055 izin bertanya, Dalam asas


asas hukum islam ini kan salah satu nya ada asas teritorial yang mana ada 2
jenis yaitu negeri islam dan negeri bukan islam. nah, di bagian negeri islam itu
terdapat penduduk islam dan penduduk non islam. pertanyaan saya, bagaimana
jika seorang non muslim yang tinggal di aceh yang mana aceh itu sebagai
wilayah yang menganut hukum islam melakukan sebuah tindak pidana seperti
judi/mencuri, apakah tetap mendapatkan hukuman yang berlaku diwilayah
tersebut atau mendapat hukuman sesuai dengan hukum positif?terima kasihhh
2. baik bismillah.. saya Rd Wafa Nurlaila M 1183060064 izin menjawab
pertanyan dari M Reja.

15
Seperti daerah lain di Indonesia, penduduk Aceh juga heterogen. Islam memang
bukan satu-satunya agama yang dianut warga di Serambi Mekkah. Apakah
Qanun Jinayah berlaku juga kepada mereka yang bukan pemeluk Islam?
Mahkamah Syar’iyah. Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayah
mengatur dua jawaban atas pertanyaan itu.

Pertama, orang non-Muslim yang melakukan tindak pidana (jarimah) bersama-


sama dengan warga Aceh beragama Islam. Dalam kasus seperti ini non-Muslim
itu memilih dan menyatakan tunduk sukarela pada Qanun Jinayah. Tunduk
sukarela ini juga dikenal dalam tindak pidana menyimpan dan
memperdagangkan minum-minuman keras (khamar).
Kedua, pada dasarnya qanun jinayah hanya berlaku kepada orang Islam.
Berlaku kepada non-Muslim hanya dalam kasus tertentu, misalnya karena
pelaku menyatakan tunduk sukarela tadi. jadi, pelaku tindak pidana non muslim
bisa memilih apakah mau sesuai dengan hukum positif atau sesuai dengan
qonun jinayah yang berlaku diwilayah tersebut.
tunduk sukarela dan keberlakuan qanun jinayah itu juga dinyatakan secara tegas
dalam Pasal 129 UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Ayat (1)
pasal ini menyatakan: “Dalam hal perbuatan jinayah yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih secara bersama-sama yang diantaranya beragama bukan Islam,
pelaku yang beragama bukan Islam dapat memilih atau menundukkan diri
secara sukarela pada hukum jinayah”.
Selanjutnya, ayat (2) menyatakan: “Setiap orang yang beragama bukan Islam
melakukan perbuatan jinayah yang tidak diatur dalam KUHP atau ketentuan
pidana di luar KUHP berlaku hukum jinayah”.

jadi, kesimpulan nya seseorang bebas menyatakan kapan tunduk sukarela pada
qonun jinayah atau tidak.

mungkin cukup sekian yang bisa saya sampaikan, silahkan apabila dari teman
teman ada yang mau menambahkan atau menyanggah

16

Anda mungkin juga menyukai