Anda di halaman 1dari 15

PENGERTIAN JARIMAH, PERBANDINGAN HUKUM PIDANA ISLAM

DAN HUKUM POSITIF, PEMBAGIAN-PEMBAGIAN JARIMAH

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Jinayah

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Zakaria Syafe’I, M. Pd

Oleh :

Kelompok 2

Novantia Rahma R 211120049

Ika Sartika 211120070

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SULTAN MAULANA HASANUDDIN


BANTEN

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu
tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak dosen pengampu mata
kuliah Fiqh Jinayah yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman
dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Serang, 21 Februari 2023

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
BAB I 2
PENDAHULUAN 2
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II 4
PEMBAHASAN 4
2.1 Pengertian Jarimah 5
2.2 Perbandingan Hukum Pidana islam dan hukum pidana islam 5
2.3 Pembagian- Pembagian jarimah 5
BAB III 4
PENUTUP 4
3.1 Kesimpulan 5
3.2 Saran 5
DAFTAR PUSTAKA 4

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum Pidana Islam adalah terminologi yang dipergunakan terhadap Jinayah
dalam Islam. Istilah hukum berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata hakama, yahkumu,
hukmun, artinya mencegah atau menolak, yaitu mencegah ketidakadilan, mencegah
kedhaliman, mencegah penganiayaan dan menolak bentuk kemafsadatan.1 Jinayah
adalah masdar (kata asal) dari kata kerja (fi’il madhi) janaa yang mengandung arti suatu
kerja yang diperuntukkan bagi satuan laki-laki yang telah berbuat dosa atau salah.
Pelaku kejahatan itu sendiri disebut dengan jaani yang merupakan bentuk singular bagi
satuan laki-laki atau bentuk mufrad mudzakkar sebagai pembuat kejahatan atau isim
fa’il. Adapun sebutan pelaku kejahatan wanita adalah jaaniah, yang artinya dia (wanita)
yang telah berbuat dosa. Orang yang menjadi sasaran atau objek perbuatan jaani atau
jaaniah. Jinayah menurut bahasa merupakan nama bagi suatu perbuatan jelek
seseorang.

Suatu jarimah baru terjadi apabila memenuhi persyaratan tertentu, yang meliputi :

1. Unsur Formal adanya nash, yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang


disertai ancaman hukuman atas perbuatan-perbuatan diatas.Unsur ini dikenal dengan
(al ruknu alsyar’i).

2. Unsur Moriel adanya perbuatan yang membentuk jinayah, baik melakukan perbuatan
yang dilarang atau meniggalkan perbuatan yang diharuskan. Unsur ini dikenal dengan (al
ruknu al-madi).

3. Unsur Material pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima khithab atau
dapat memahami taklif. Unsur ini dikenal dengan (al-ruknu al-adabi).

Tujuan pokok dalam penjatuhan hukum dalam syari’at Islam adalah pencegahan,
pengajaran dan pendidikan. Pengertian pencegahan ialah menahan agar tidak
mengulangi perbuatan jarimah atau agar ia tidak terus menerus berbuat aniaya. Selain
itu juga dimaksudkan untuk orang lain agar tidak melakukan perbuatan yang sama.
Dengan demikian, kegunaan pencegahan adalah ganda, yakni menahan terhadap
pembuat sendiri sekaligus orang lain untuk tidak Ke-2, Jakarta, 1992, halaman 65 18 Al-
Qarafi menambahkan jumlah yang lima itu menjadi enam, yakni memelihara
kehormatan dan harga diri. 19 Abdul Qadir Audah, Op. Cit., halaman 609 12 | Pengantar
dan Asas- Asas Hukum Pidana Islam berbuat hal yang sama, disamping menjauhkan diri
dari lingkungan jarimah. Selain mencegah dan menakut-nakuti, syari’at Islam juga tidak
lupa memberikan perhatian terhadap diri pembuat jarimah. Bahkan memberikan
pelajaran dan mengusahakan ganti rugi kepada korban.

4
1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Apa pengertian jarimah ?


b. Bagaimana perbandingan hukum pidana islam dan hukum pidana positif ?
c. Sebutkan pembagian-pembagian jarimah ?
1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui pengertian jarimah
b. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan hukum pidana islam dan
hukum pidana positif
c. Untuk mengetahui pembagian-pembagian jarimah

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Jarimah


Jarimah dalam hukum pidana Islam untuk menunjukkan istilah Tindak
pidana. Selain jarimah, istilah lain untuk tindak pidana dalam hukum pidana
Islam dikenal juga dengan sebutan jinayah. Menurut Ahmad Hanafi, suatu
perbuatan dipandang sebagai jarimah apabila perbuatan tersebut bisa merugikan
tata aturan yang ada dalam masyarakat atau kepercayaannya, merugikan
kehidupan anggota masyarakat atau bendanya, atau nama baiknya atau
perasaannya atau pertimbangan-pertimbangan lain yang harus dihormati dan
dipelihara. Lebih jauh, Ahmad Hanafi mengatakan, dasar larangan melakukan
sesuatu jarimah ialah pemeliharaan kepentingan masyarakat itu sendiri. Tuhan
sendiri yang mengadakan larangan-larangan (hukum-hukum) tidak akan
mendapatkan keuntungan karena ketaatan manusia, sebaliknya juga tidak akan
menderita kerugian apa-apa karena kedurhakaan mereka.1

Secara bahasa Jarimah berasal dari kata Jarama, kemudian bentuk masdarnya
adalah Jaramatan yang berarti perbuatan dosa, atau kejahatan. Namun para
fuqaha sering kali memakai istilah jinayah untuk jarimah. Secara terminologi
jinayah merupakan perbuatan yang diharamkan oleh syara’ baik perbuatan
mengenai jiwa, maupun harta benda.2

Dengan demikian pengertian jarimah ialah larangan-larangan syara’ yang


diancamkan hukuman had atau hukuman ta’zir yang mana larangan-larangan
tersebut adakalanya berupa perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan
yang diperintahkan.

Adapun unsur-unsur umum jarimah yaitu:

a. Nas yang melarang perbuatan dan mengancam hukuman terhadapnya. Unsur ini
biasa disebut unsur formil (rukun syar’i).

1
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1993, halaman 1
2
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, cet-5,1993, hlm. 2.

6
b. Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan-
perbuatan nyata ataupun sikap tidak berbuat. Unsur ini biasanya disebut unsur
materiil (rukun maddi).

c. Pembuat adalah orang mukallaf, yaitu orang yang dapat dimintai


pertanggungjawaban terhadap jarimah yang diperbuatnya, dan unsur ini biasa
disebut unsur moriil (rukun adabi).3

2.2 Perbandingan Hukum Pidana Islam Dan Hukum Positif


Hukum, sebagai aturan bagi manusia untuk bertingkah laku yang pada saat
ini masih berlaku dan digunakan di Indonesia sebagai hukum positif merupakan
produk buatan manusia dan bahkan ada yang merupakan produk hukum warisan
kolonial contohnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diadopsi
menjadi hukum nasional yang sampai sekarang masih diberlakukan.
Cakupan melanggar hukum di dalam hukum positif hanya terbatas kepada
perbuatan yang salah atau melawan hukum terhadap bidang-bidang hukum
tertentu seperti bidang hukum pidana, perdata, tata usaha Negara, hukum
pertanahan dan sebagainya. Sedangkan di dalam hukum Islam, terhadap hal-hal
yang dianggap salah atau melanggar hukum adalah sesuatu yang melanggar
ketentuan-ketentuan hukum syariat, yang dasar hukumnya dapat ditemui di dalam
Al-Qur’an, Hadist, maupun ijtihad para ulama. Ketentuan-ketentuan syariat ini
tidak hanya berkaitan dengan hubungan muamalah saja, tetapi juga menyangkut
ibadah, yang pada dasarnya pelanggaran terhadap ketentuan tersebut
semuanyaakan mendapatkan hukuman, meskipun hukuman terhadap perbuatan
tersebut ada yang diterima di dunia maupun ada hukuman yang akan diberikan di
akhirat kelak.4

3
Ahmad Hanafi, Op.Cit., halaman. 6
4
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, halaman ix.

7
Tujuan dari keberadaan hukum pidana islam dan hukum pidana positif
adalah memberikan kedamaian dan keamanan serta melindungi kepentingan
masyarakat. Penerapan hukuman pada hukum pidana islam dan hukum pidana
positif adalah dengan tujuan agar dapat mengendalikan masyarakat serta untuk
menimbulkan kesadaran masyarakat serta untuk menimbulkan kesadaran bagi
para pelakunya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Pada aturan pidana yang berdasarkan kitab undang-undang hukum pidana


hampir seluruh tindak pidana di jatuhi suatu ancaman pidana kurungan
(menghilangkan kebebasan seorang). Pada aturan islam mengatur segala sanksi
memang menurut kedalam strata kejahatan yang terjadi, namun pada islam ini
pula mengenal yang namanya sutu tindakan sebagai menghapus dosa &
mempertanggungjawabkan perbuatannya.5

Lantaran pada aturan pidana islam sehabis melaksanakan semua proses


peradilan yang dijatuhkan pada pelaku, maka pelaku akan mencicipi satu nestapa
yang sesungguhnya karena beliau akan mempertanggungjawabkan perbuatannya
dengan melalui segala sanksi yang sudah ditetapkan.6

Jika berbicara mengenai hukum pidana Islam atau yang dinamakan dengan
Fikih Jinayah, maka akan dihadapkan kepada hal-hal mempelajari ilmu tentang
Hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang (jarimah)
dan hukumannya (uqubah), yang diambil dari dalil-dalil terperinci. Jadi, secara
garis besar dapat diketahui bahwa objek pembahasan atau cakupan dari hukum
pidana Islam adalah jarimah atau tindak pidana serta uqubah atau hukumannya.7
Namun jika melihat cakupan yang lebih luas lagi, maka cakupan hukum pidana
Islam pada dasarnya hampir sama dengan yang diatur di dalam Hukum Pidana
positif, karena selain mencakup masalah tindak pidana dan hukumannya juga
disertai dengan pengaturan masalah percobaan, penyertaan, maupun gabungan
tindak pidana. Berikut ini dijelaskan hal-hal yang berupa tindak pidana (jarimah)

5
Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti), Hlm. 191
6
Sulaiman Rasjid, 2013, Fiqih Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo), Hlm. 413
7
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, halaman ix

8
dan hukuman (uqubah) dalam Hukum Pidana Islam.

2.3 Pembagian – Pembagian Jarimah

1. Macam-macam jarimah tinjau dari berat ringannya hukuman

Ditinjau dari beratringannya hukuman jarimah dapat dibedakan menjadi tiga


macam, yaitu:

1) Jarimah Hudud.

Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had.


Hukuman had sendiri adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan
merupakan hak Allah. Sehingga dapat ditemukan sebuah kesimpulan bahwa ciri
jarimah hudud adalah: Pertama, Hukumannya telah ditentukan syara’ dan tidak
ada batas maksimal dan minimal. Kedua, Hukuman tersebut hak Allah, atau jika
terdapat hak manusia maka hak Allah didahulukan. Hudud merupakan hak Allah,
sehingga hukuman tersebut tidak dapat digugurkan oleh perseorangan, atau orang
yang menjadi korban atau keluarganya atau masyarakat yang diwakili negara.

Para ulama berbeda pendapat mengenai pengelompokan jarimah hudud.


Ulama syafi’iyah menyebutkan ada 7 macam, yakni penganiayaan,
pemberontakan, zina, qadzaf, pencurian, murtad, dan minum-muniman yang
memabukkan. Ulama Malikiyah menyebutkan ada 8, pembunuhan, penganiayaan,
pemberontakan, zina, qadzaf dan perampokan, pencurian, murtad, dan minum-
muniman yang memabukkan. Sedangkan ulama hanafiyah membagi ke dalam 5

golongan, yakni zina, minum khamr, mencuri, merampok, dan qadzaf.8

Namun secara umum jarimah hudud dibagi menjadi 7 macam, yaitu:


Jarimah zina, Jarimah qadzaf (menuduh orang lain berbuat zina), Jarimah Syur
bal-khamr, Jarimah Pencurian, Jarimah Hirabah (perampokan atau pembegalan),
Jarimah riddah (gangguan keamanan), jarimah pemberontakan.9
8
Jaih Mubarok, dan Enceng Arif Faisal, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam),
Bandung: Pustaka Bani Quraiys, 2004, hlm. 2

9
Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, cet ke-2, 2005,

9
2) Jarimah Qishas dan diyat.

Jarimah Qishas dan diyat merupakan jarimah yang diancam dengan hukuman
qishas atau diyat. Perbedaan dari jarimah hudud adalah mengenai kewenangan,
jika hudud merupakan kewenangan Allah, sedangkan qishas dan diyat merupakan
kewenangan manusia. Walaupun demikian keduanya telah ditentukan oleh syara’.
Oleh karena jarimah qishas dan diyat merupakan kewenangan manusia, maka
tidak mengenal batasan-batasan mengenai hukuman, karena dalam jarimahini
mengenal adanya istilah maaf. Sehingga seseorang tidak akan mendapat hukuman
jika pihak korban telah memaafkannya.10

3) Jarimah ta’zir.

Jarimah ta’zir adalah jarimah yang diancam dengan hukum ta’zir.


Pengertian ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib atau memberi pelajaran. Ta’zir juga
diartikan ar-rad wa al-man’u, artinya menolak dan mencegah. Akan tetapi
menurut istilah, sebagaiana yang dikemukakan oleh Imam al-Mawardi. Ta’zir itu
adalah hukuman atas tindakan pelanggaran dan kriminalitas yang tidak diatur
secara pasti dalam hukum had. Hukuman ini berbeda-beda, sesuai dengan
perbedaan kasus dan pelakunya. Dan satu segi, ta’zir ini sejalan dengan hukum
had; yakni ia adalah tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki perilaku
manusia, dan untuk mencegah orang lain agar tidak melakukan tindakan yang
sama seperti itu.11

2. Jarimah ditinjau dari segi niat.

a. Jarimah Sengaja

jarimah sengaja adalah suatu jarimah yang dilakukan oleh seseorang


kesengajaan dan atas kehendak serta ia mengetahui bahwa perbuatan tersebut
dilarang dan diancam dengan hukuman.12

hlm. X-Xi

10
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, op. cit., hlm. 8
11
Imam Al-Mawardy, al-Ahkam al-Sulthaniyyah wa al-Wilayat al-Diniyyah, (Beirut al-Maktab al-
Islami, 1996), hlm 236.
12
Muhammad Abu Zahro, Al Jarimah Wa Al’ Uqubah Fi Al Fiqh Al Islami, yang
dinukil oleh Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinazah,
Jakarta: Sinar Jaya, 2004, hlm. 22

10
b. Jarimah Tidak Sengaja

jarimah tidak sengaja adalah jarimah dimana pelaku tidak sengaja (berniat)
untuk melakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut terjadi sebagai
akibat kelalaian.

3. Jarimah Ditinjau Dari Waktu Tertangkapnya

1. Jarimah tertangkap basah

Jarimah tertangkap basah adalah jarimah yang pelakunya tertangkap


disaan sedang melakukan perbuatan tersebut atau sesudah melakukannya tetapi
dalam waktu yang dekat.13

2. Jarimah tidak tertangkap basah

Yang dimaksut dengan jarimah tidak tertangkap basah adalah jarimah


yang mana pelakunya tertangkap pada waktu yang tidak berdekatan dengan
kejadiannya melainkan sesudahnya dengan lewatnya waktu yang tidak sedikit.14

4. Jarimah Ditinjau Dari Segi Objeknya

1. Jarimah perseorangan

Pengertian jarimah perseorang adalah suatu jarimah dimana hukuman


terhadap pelaku bertujuan untuk melindungi hak perseorangan,

walupun sebenarnya apa yang menyinggung perseorangan juga berarti


menyinggung masyarakat. Jarimah qishas dan diyat merupakan jarimah yang
termasuk dalam jarimah perseorangan. Dalam jarimah qishas dan diyat ahli waris
atau korban dapat memaafkan pelaku dari hukuman. Sedangkan jarimah ta’zir ada
yang termasuk kedalam jarimah perseorangan, apabila yang dirugikan adalah hak
perseorangan, semisal penghinaan, penipuan, dan semacamnya.15

2. Jarimah masyarakat

13
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,
Jakarta: Sinar Grafika, cet-1, 2004, hlm. 24
14
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,
Jakarta: Sinar Grafika, cet-1, 2004, hlm. 24
15
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,
Jakarta: Sinar Grafika, cet-1, 2004, hlm. 26

11
Jarimah masyarakat adalah jarimah hukuman yang dijatuhkan kepada
pelaku bertujuan untuk melindungi hak masyarakat. Yang termasuk jarimah
masyarakat adalah jarimah hudud, meskipun ada yang merupakan jarimah
perseorangan, semisal penjurian, menuduh zina. Jarimah ta’zir ada pula yang
merupakan jarimah masyarakat, semisal penimbunan bahan pokok, korupsi dan
sebagainya. Berbeda dengan jarimah perseorangan yang memungkinkan mendapt
maaf dari korban atau ahli warisnya, dalam jarimah masyarakat tidak ada
pengaruh maaf karena hukumannya merupakan hak Allah.16

5. Jarimah Ditinjau Dari Segi Tabiatnya

Ditinjau dari tabiatnya, jarimah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Jarimah biasa dan Jarimah politik

Jariamah biasa adalah jarimah yang murni jarimah tanpa ada landasan
politik yang mendasarkannya.17 Sedangkan jarimah politik yang sebagai mana
pandangan Muhammad Abu Zahra yang di nukil oleh Ahmad Wardi Muslich
dalam bukunya memberi pengertian jarimah politik adalah jarimah yang
merupakan pelanggaran terhadap peraturan pemerintah, atau pejabat-pejabat

pemerintah atau terhadap garis-garis politik yang telah ditentukan oleh


pemerintah.18

6. Jarimah Ditinjau Dari Cara Melakukannya

Ditinjau dari cara melakukannya jarimah dibedakan menjadi dua,

yaitu jarimah positif (jarimah injabiyah) dan jarimah negatif (jarimah

salbiyah).

1. Jarimah Positif

Jarimah positif adalah perbuatan kejahatan yang terjadi karena

16
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,
Jakarta: Sinar Grafika, cet-1, 2004, hlm. 26
17
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,
Jakarta: Sinar Grafika, cet-1, 2004, hlm. 27
18
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,
Jakarta: Sinar Grafika, cet-1, 2004, hlm. 27

12
melakukan perbuatan yang dilarang.19, seperti pencurian, zina, pembunuhan
sengaja dan pemukulan.

2. Jarimah Negatif

Jarimah negatif adalah jarimah yang terjadi karena meninggalkan


perbuatan yang diperintahkan.20

19
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,
Jakarta: Sinar Grafika, cet-1, 2004, hlm. 25
20
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,
Jakarta: Sinar Grafika, cet-1, 2004, hlm. 25

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam bahasa Indonesia, kata jarimah berarti perbuatan pidana atau tindak
pidana. Kata lain yang sering digunakan sebagai padanan istilah jarimah ialah kata
jinayah. Hanya, dikalangan fukaha (ahli fikh, red) istilah jarimah pada umumnya
digunakan untuk semua pelanggaran terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarang
syara’, baik mengenai jiwa ataupun lainnya. jinayah pada umumnya digunakan
untuk menyebutkan perbuatan pelanggaran yang mengenai jiwa atau anggota
badan seperti membunuh dan melukai anggota badan tertentu.

Pada dasarnya, tujuan dari keberadaan hukum pidana islam dan hukum
pidana positif adalah memberikan kedamaian dan keamanan serta melindungi
kepentingan masyarakat. Penerapan hukum pidana islam dan hukum pidana
positif adalah tujuan agar dapat mengendalikan situasi dan masyarakat serta untuk
menimbulkan kesadaran bagi para pelakunya agar tidak mengulangi kesalahan
yang sama.

3.2 Saran

Kita sebagai warga Negara Indonesia khususnya umat Islam harus mematuhi
aturan yang sudah tertera di dalam undang-undang maupun Al-Qur’an karna
semuanya terkait satu sama lain. Dan juga harus memahami peraturan agar kita
bisa dijauhkan dari hal-hal yang menjerumuskan perbuatan buruk bahkan
mengarah ke dalam neraka.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1993,
Hlm 1

Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta,
1990

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Fikih Jinayah,
Sinar Grafika, Jakarta, 2004

Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, Ghalia


Indonesia, Bogor, 2009

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Fiqih Jinayah), Pustaka Se- tia, Bandung,
2000

15

Anda mungkin juga menyukai