Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Konsep Pidana Dalam Islam


“Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Jinayah”

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Ahmad Farhan : 1322061

Muhamad Fauzan : 1322068

Rifky Setiawan : 1322085

Imam Marajo : 1322088

Dosen Pengampu :

Hamdani, Lc, M.A

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA B


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
2024
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi allah SWT yang telah memberi kenikmatan dan karunia
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini untuk memenuhi
tugas kelompok mata kuliah ilmu tafsir dengan judul “Konsep Pidana Dalam
Islam” . Shalawat beriring salam senantiasa disampaikan untuk junjungan alam
yakni nabi muhammad SAW, yang berjuang siang malam tak kenal lelah,
membimbing manusia di bawah naungannya.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu kritik dan saran darisemua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Tidak lu pakami ucapkan banyak terima
kasih kepada dosen pembimbing bapak Hamdani, Lc, M.A yang telah
memberikan kami tugas makalah ini dan arahan, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dalam waktunya.

Bukittinggi, 04 Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2

A. Pengertian Jinayah dan Jarimah ........................................................... 2


B. Titik Persamaan dan Perbedaan Jinayah dan Jarimah.......................... 3
C. Hubungan Jinayah dan Jarimah Dengan Kemungkaran ...................... 7

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 10

A. Kesimpulan .......................................................................................... 10
B. Saran .................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu fiqh yang merupakan kajian ilmu syariah yang meliputi berbagai
bidang sesuai dengan materi pembahasannya. Para ahli hukum Islam biasanya
membagi ilmu ini menjadi enam bagian, yaitu fiqh ibadah, fiqh muamalah, fiqh
munakahat, fiqh siyasah, fiqh mawaris, dan fiqh jinayah. Adapun bidang ilmu
fiqh yang terakhir, fiqh jinayah yaitu ilmu fiqh yang membahas tentang
berbagai masalah kejahatan. Pembahasannya mirip dengan kajian hukum
pidana dan kriminologi.

Kajian fiqh jinayah meliputi qishash, hudud, dan ta'zir. Qishash


meliputi dua kategori, yaitu qishash penganiayaan (QS. Al-Ma'idah ayat 45)
dan qishash pembunuhan (QS. Al-Baqarah ayat 178). Selanjutnya hudud
meliputi zina, tuduhan zina, meminum minuman keras, pemberontakan,
murtad, pencurian, dan perampokan. Fiqh jinayah yang juga disebut dengan
hukum pidana Islam tampaknya sudah menjadi disiplin ilmu tersendiri yang
juga dipelajari di berbagai fakultas hukum perguruan tinggi, baik negeri
maupun swasta.

B. Rumusan Masalah
a. Apa itu Jinayah dan Jarimah
b. Bagaimana titik temu antara Jinayah dan Jarimah?
c. Bagaimana Hubungan Jinayah dan Jarimah Dengan Kemungkaran

C. Tujuan Makalah
a. Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Jinayah dan Jarimah
b. Agar dapat mengetahui titik persamaan dan perbedaan Jinayah dan
Jarimah
c. Bisa mengetahui bagaimana antara hubungan Jinayah dan Jarimah
dengan kemungkaran
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengetian Jinayah Dan Jarimah


1. Pengertian Jinayah
Para Ulama dalam menyebut kejahatan dengan dua istilah,
yakni Jinayah dan Jarimah, yang dalam penggunaannya hampir
tidak dibedakan antara keduanya. Namun, kalau dilihat dari objek
pelaksanaan kejahatan bisa dapat dibedakan. Kata Jinayah bisa
diartikan meliputi perbuatan maksiat kepada Allah, semua
kejahatan yang dilarang oleh syara, maka bisa dikatakan jinayah
lebih luas, yakni meliputi semua perintah Allah maupun larangan
Allah baik yang dikenakan hukuman Hudud maupun kaffarat,
misalnya hubungan suami istri pada siang bulan ramadhan,
melanggar ihram pada saat melaksanakan ibadah haji, dan
perintahperintah lainnya, yang bisa tidak dilaksanakan dikenakan
Kaffarat.1

Jinayah secara Etimology adalah nama bagi sesuatu yang


dilakukan seseorang menyangkut suatu apapun kejahatan yang ia
buat. Maka, dapat dikatakan Jinayah adalah suatu penamaan
melalui bentuk masdar dari kata Ja,na,ah yang berarti bahaya
menimpa seseorang. Maka, ini dipahami secara umum tetapi
kemudian secara husus dimaknai berkenaan dengan perbuatan-
perbuatan yang diharamkan. Makna ini berasal dari Jana At
Shamara yang bermakna memetik buah dari pohonnya. Menurut
Qurays Shihab, memetik buah dari pohon yang belum matang
adalah merupakan suatu kejahatan, karena merugikan konsumen
kalau dijual, artinya dengan belum matang pasti tidak manis,
karena dengan tidak manis pasti pembeli itu kecewa, dengan

1
Ismail Rumadan, Fiqh Jinayah (Surabaya : 2021, CV. Nariz Bakti Mulia), hlm 1
kekecewaan menimbulkan ketidak-ikhlasan, dengan ketidak-
ikhlasan pasti merugikan pembeli dan penjual, berarti keduanya
rugi. Itulah sebabnya memetik buah dari pohon itu sebaiknya yang
sudah matang. Karena itu memberikan manfaat bagi penjual dan
juga bagi pembeli dan keduanya tidak melakukan pelanggaran.

Secara terminologis, jinayah adalah suatu nama bagi


perbuatan yang diharamkan oleh hukum Islam, baik yang
berkenaan dengan jiwa, badan maupun harta, meskipun demikian
Fukaha membatasi pengertian jinayah itu sebagai perbuatan yang
diharamkan oleh hukum islam, yang berkenaan dengan jiwa
(nyawa) dan anggota tubuh lainnya (penganiayaan). Kebanyakan
para Ulama menggunakan kejahatan itu pada pembunuhan,
penganiayaan atau kejahatan terhadap jiwa maupun harta. Mereka
tidak melihat dari aspek psikologisnya, ternyata ada juga kejahatan
yang menimpa psikologi seseorang, misalnya seseorang diwaktu
difitnah, diancam, maupun dihina, sangat berbahaya psikologisnya,
maka perlu dikategorikan kejahatan terhadap psikologi ini dalam
kajian hukum pidana Islam. Sehingga, harus dimasukan kejahatan
terhadap psikis seseorang pada jarimah Ta‟zir, karena termasuk
pada kewenangan hakim, yang menentukan hukumannya.2

Hukuman pelaku jarimah psikis ini bisa menjadi berat atau


ringan tergantung hakim. Ulama tidak membahas ini, dan
menetapkan sanksinya, karena merasakan bahwa bila diberikan
sanksi itu sangat samar-samar, sesuatu yang samar-samar itu ulama
sangat hati-hati, namun itu sering terjadi, ada yang sakit hati
akhirnya membunuh, sehingga bisa dikatakan suatu kejahatan itu
dimulai dari pengaruh psikologi seseorang. Seorang yang dendam
bisa melakukan pembunuhan, seseorang yang cemburu bisa

2
Ibid, hlm.2
membunuh. Namun, semua pertimbangan Ulama itu takut
menghukum tanpa kesalahan nyata. Sebagian Ulama menggunakan
istilah jinayah dengan al-Jirah (pelukaan), karena pelukaan
merupakan jalan yang paling muda mendatangkan kematian, yang
disebabkan kejahatan terhadap jiwa dan anggota badan.pandangan
mereka seperti ini karena melihat kejahatan itu hanya meliputi
fisik, tetapi karena nyawa itu bersama dalam fisik, maka
menghilangkan nyawa termasuk kejahatan, disamping melukai
anggota badan juga dikatakan kejahatan. Sehingga, berkesimpulan
bahwa menghilangkan nyawa dan melukai anggota badan termasuk
kejahatan. Sebagian Ulama juga menggunakan kata Ad-Dima
(Darah) dan menjadikan sebagai perbuatan kejahatan,
pembunuhan, pelukaan, dan pemukulan, alasannya karena banyak
pertumpahan darah akibat tindak pidana ini atau ketentuan-
ketentuan hukum itu untuk melindungi orang dari pertumpahan
darah di muka bumi ini.

2. Pengertian Jarimah
Kata jarimah lebih khusus dari pada jinayah, sering para
Ulama menyebut jarimah pada tiga bagian saja, yakni jarimah
Hudud, jarimah qisas diyat dan jarimah ta’zir. Dengan penyebutan
jarimah oleh Ulama ini, sehingga dipahami bahwa jarimah-jarimah
inilah yang akan dibicarakan dalam Fiqih Jinayah. Ketiga jarimah
ini mempunyai kelompok masing-maing. Jarimah Hudud, meliputi
perzinahan, menuduh zina, pencurian, khamar, hirabah, murtad.3

Jarimah Qisasa/diyat, meliputi qisas atas jiwa dan qisas atas


badan, sedangkan jarimah ta‟zir merupakan delik aduan yang
dimungkinkan untuk pembaruan jarimah dalam fiqih jinayah
terutama ketika jarimah ta‟zir sebagai hukuman pengganti hukum

3
Ibid, hlm.3
pokok atau sebagai pengembangan jarimah-jarimah baru. Namun,
dengan perkembangan jaman modern sekarang ini, betapa banyak
kejahatan-kejahatan yang tidak termasuk dalam pembagian jarimah
yang dimaksud oleh Ulama di atas. Sehingga, memerlukan
penalaran yang lebih tajam sesuai dengan perkembangan kejahatan
di dunia modern seperti ini. Sehingga, dipahami fiqih jinayah
ketinggalan zaman. Dia harus dinamis tidak boleh statis dengan
perkembangan kejahatan dewasa ini. Misalnya saja jarimah Zina,
zina pada masa dulu para ulama membagi pada dua bagian saja,
yakni zinah muhsan dan zina gairu muhsan. Tetapi, sekarang zina
tidak bisa dibatasi pada dua pembagian itu saja, karena zina pada
masa dulu dilakukan secara diam-diam dan tidak diketahui oleh
umum, tetapi sekarang zina suda dikomersialkan secara online,
dijadikan sebagai objek pencaharian, misalnya para pelacur,
pelacur juga bukan sendiri tetapi ada juga istilah mucikari,
kemudian ada pelaku bisnis yang menyediakan tempat-tempat
pelacuran dan lain-lain. Apakah mucikari dan pelaku bisnis
dibiarkan begitu saja, karena tidak disebut sebagai penzina, dalam
pengembangan fiqih jinayah kedua kelompok ini harus masuk pada
pelaku jarimah zina secara tidak langsung, sehingga mereka
dikenakan hukuman ta‟zir. 4

Menuduh seorang wanita baik-baik berzina yang biasa


disitilahkan dengan jarimah qazafd. Sekarang seseorang menuduh
orang lain melakukan zina dengan mudah, melalui media sosial
seseorang bisa tercemar namanya secara terbuka umum dan
diketahui oleh banyak orang, sehingga membuat si korban
menderita psikis, dan menjadi korban karena tuduhan itu. Apakah
pelaku atau penuh ini dibiarkan begitu saja, secara hak setiap
pribadi pelaku atau penuduh harus dikenakan sanksi, baik orang

4
Ibid, hlm.4
yang melontarkan tuduhan, orang yang meng-setting gambar yang
mencantumkan nama korban semuanya harus dikenkan sanksi
ta‟zir.

B. Titik Persamaan dan Perbedaan Jinayah dan Jarimah


Mempelajari fiqih Jinayah, ada dua istilah penting yang terlebih
dulu harus dipahami sebelum mempelajari materi selanjutnya. Pertama
adalah istilah jinayah itu sendiri dan kedua adalah jarimah. Terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait kedua istilah tersebut. Ada
yang mengatakan berbeda dan ada yang mengatakan sama. Jika dilihat dari
makna etimologisnya bahwa kata jinayah dan jarimah secara etimologi
mempunyai arti yang sama yaitu sama-sama berarti berbuat dosa,
kesalahan, dan kejahatan. Jadi jinayah merupakan sinonim dari kata
jarimah. Namun demikian, ada sebagian ulama yang membedakan antara
kata jinayah dan jarimah.5

Menurut aliran (mazhab) Hanafi, ada pemisahan dalam pengertian


jinayah ini. Kata jinayah hanya diperuntukkan bagi semua perbuatan yang
dilakukan manusia dengan objek anggota badan dan jiwa saja, seperti
melukai atau membunuh. Adapun perbuatan dosa atau perbuatan salah
yang berkaitan dengan objek atau sasaran barang atau harta benda,
dinamakan ghasab. Oleh karena itu, pembahasan mengenai pencurian
dipisahkan dari pembahasan jinayah yang hanya membahas kejahatan atau
pelanggaran terhadap jiwa atau anggota badan. Jadi, pembahasan tentang
jinayah dikhususkan bagi kejahatan terhadap jiwa dan anggota badan,
sedangkan masalah yang terkait dengan kejahatan terhadap benda diatur
pada bab tersendiri.

Adapun aliran atau mazhab lain, seperti aliran Al-Syafi’i, Maliki,


dan Ibnu Hanbal, tidak mengadakan pemisahan antara perbuatan jahat

5
Khairul Hamim, Fikih Jinayah, (Mataram : 2020, Sanabil). hlm.4
terhadap jiwa dan anggota badan dengan kejahatan terhadap harta benda
(pencurian dan kejahatan terhadap harta benda lainnya). Oleh karena itu,
segala bentuk kejahatan, baik terhadap jiwa ataupun anggota badan. Oleh
karena itu, kejahatan terhadap harta benda secara otomatis termasuk dalam
pembahasan jinayah, tanpa perlu diadakan pemisahan dalam pembahasan
di antara keduanya.

Istilah yang kedua adalah jarimah. Pada dasarnya, kata jarimah


mengandung arti perbuatan buruk, jelek, atau dosa. Jadi, pengertian
jarimah secara harfiah sama halnya dengan pengertian
jinayah.pembahasan keduanya (kejahatan terhadap anggota badan, jiwa
dan harta benda) dibahas dalam jinayah. Tanpa berusaha memihak aliran
yang berbeda tadi, kata jinayah yang berarti perbuatan jahat, salah, atau
pelanggaran sudah include (mencakup) Dalam hal ini seperti halnya kata
jinayah, kata jarimah pun mencakup perbuatan untuk berbuat ataupun
tidak berbuat, mengerjakan atau meninggalkan, aktif ataupun pasif.6

Oleh karena itu, perbuatan jarimah bukan saja mengerjakan


perbuatan yang jelas-jelas dilarang oleh peraturan, tetapi juga dianggap
sebagai jarimah kalau seseorang meninggalkan perbuatan yang menurut
peraturan harus ia kerjakan. Abdul Qadir Audah menjelaskan masalah ini
dengan mengatakan bahwa kata (larangan) seperti yang termaktub dalam
definisi di atas menjelaskan sebagai berikut Yang dimaksud dengan
mahzhurat (larangan) adalah melakukan suatu perbuatan yang dilarang
atau meninggalkan suatu perbuatan yang diperintahkan.”

Dari penjelasan tersebut, dapatlah kita pahami bahwa kata


mahzhurat mengandung dua pengertian. Pertama larangan berbuat artinya
dilarang mengerjakan perbuatan yang dilarang, Kedua, larangan tidak
berbuat atau larangan untuk diam artinya meninggalkan (diam) terhadap

6
Ibid, hlm.5
perbuatan yang menurut peraturan harus dia kerjakan. Walaupun
pengertian antara jinayah dengan jarimah sukar dipisahkan, dalam
pemakaian sehari-hari, namun kedua kata tersebut dapat kita bedakan.

Jarimah biasa dipakai sebagai perbuatan dosa -bentuk, macam, atau


sifat- dari perbuatan dosa tersebut, misalnya, pencurian, pembunuhan,
perkosaan, atau perbuatan yang berkaitan dengan politik dan sebagainya.
Semua itu kita sebut dengan istilah jarimah yang kemudian dirangkaikan
dengan satuan atau sifat perbuatan tadi. Oleh karena itu, kita menggunakan
istilah jarimah pencurian, jarimah pembunuhan, jarimah perkosaan, dan
jarimah politik dan bukan istilah jinayah pencurian, jinayah pembunuhan,
jinayah perkosaan dan jinayah politik.

Dari uraian di atas dapat kita ambil pengertian bahwa kata jarimah
identik dengan pengertian yang disebut dalam hukum positif sebagai
tindak pidana atau pelanggaran. Maksudnya adalah satuan atau sifat dari
suatu pelanggaran hukum. Dalam hukum positif, contoh-contoh jarimah
diatas (jarimah pencurian, jarimah pembunuhan, dan sebagainya)
diistilahkan dengan tindak pidana pencurian, tindak pidana pembunuhan,
dan sebagainya. Jadi, dalam hukum positif, jarimah diistilahkan dengan
delik atau tindak pidana.7

Dalam hukum positif juga dikenal istilah, perbuatan pidana,


peristiwa pidana, pelanggaran pidana, perbutan yang boleh dihukum yang
artinya sama dengan delik. Semua itu merupakan pengalihan dari bahasa
Belanda, strafbaar feit. Dalam pemakaian istilah delik lebih sering
digunakan dalam ilmu hukum secara umum, sedangkan istilah tindak
pidana seringkali dikaitkan terhadap korupsi, yang dalam undang-undang
biasa dipakai istilah perbuatan pidana.

7
Ibid, hlm.6
Adapun dalam pemakaiannya kata jinayah lebih mempunyai arti
lebih umum (luas), yaitu ditujukan bagi segala sesuatu yang ada sangkut
pautnya dengan kejahatan manusia dan tidak ditujukan bagi satuan
perbuatan dosa tertentu. Oleh karena itu, pembahasan fiqih yang memuat
masalah-masalah kejahatan, pelanggaran yang dikerjakan manusia, dan
hukuman yang diancamkan kepada pelaku perbuatan disebut Fiqih Jinayah
dan bukan istilah Fiqih Jarimah. Kesimpulan yang dapat kita ambil dari
kedua istilah tersebut adalah bahwa kedua istilah tersebut memiliki
kesamaan dan perbedaannya secara etimologis, kedua istilah tersebut
bermakna tunggal, mempunyai arti yang sama serta ditujukan bagi
perbuatan yang berkonotasi negatif salah atau dosa. Adapun perbedaannya
terletak pada pemakaian, arah pembicaraan, serta dalam rangkaian apa
kedua kata itu digunakan.8

C. Hubungan Jinayah Dan Jarimah Dengan kemungkaran


Dalam mempelajari fiqih Jinayah, ada dua istilah yang terlebih
dahulu harus dipahami sebelum mempelajari materi selanjutnya. Yang
Pertama adalah istilah jinayah itu sendiri dan yang kedua adalah jarimah.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait kedua istilah
tersebut. Ada yang mengatakan berbeda dan ada juga yang mengatakan
sama. Apabila dilihat dari makna etimologisnya bahwa kata jinayah dan
jarimah secara etimologi mempunyai arti yang sama yaitu sama-sama
berarti berbuat dosa, kesalahan, dan kejahatan. Jadi jinayah merupakan
sinonim dari kata jarimah. 9

Menurut aliran (mazhab) Hanafi, ada terdapat pemisahan dalam


pengertian jinayah ini. Kata jinayah hanya diperuntukkan bagi semua
perbuatan yang dilakukan oleh manusia dengan objek anggota badan dan
jiwa saja, seperti melukai atau membunuh. Adapun perbuatan dosa atau

8
Ibid, hlm.9
9
Khairul Hamim. Fiqh JInayah Cet. 1 (Mataram , Sanabil, 2020), Hlm. 5
perbuatan salah yang berkaitan dengan objek atau sasaran barang dari
harta benda, dinamakan ghasab. Oleh karena itu, pembahasan mengenai
pencurian dipisahkan dari pembahasan jinayah yang hanya membahas
kejahatan atau pelanggaran terhadap jiwa atau anggota badan saja. Jadi,
pembahasan tentang jinayah dikhususkan bagi kejahatan terhadap jiwa dan
anggota badan, dan sedangkan masalah yang terkait dengan kejahatan
terhadap benda diatur pada bab tersendiri.

Adapun aliran atau mazhab lain, seperti aliran Al-Syafi’i, Maliki,


dan Ibnu Hanbal, tidak mengadakan pemisahan antara perbuatan jahat
terhadap jiwa dan anggota badan dengan kejahatan terhadap harta benda
(pencurian dan kejahatan terhadap harta benda lainnya). Oleh karena itu,
pembahasan keduanya (kejahatan terhadap anggota badan, jiwa dan harta
benda) dibahas dalam jinayah. Tanpa berusaha memihak aliran yang
berbeda tadi, kata jinayah yang berarti perbuatan jahat, salah, atau
pelanggaran sudah mencakup segala bentuk kejahatan, baik terhadap jiwa
ataupun anggota badan. Oleh karena itu, kejahatan terhadap harta benda
secara otomatis akan termasuk dalam pembahasan jinayah, tanpa perlu
adanya pemisahan dalam pembahasan di antara keduanya. Jarimah
biasanya dipakai sebagai perbuatan dosa -bentuk, macam, atau sifat- dari
perbuatan dosa tersebut, misalnya, pencurian, pembunuhan, perkosaan,
atau perbuatan yang berkaitan dengan politik dan sebagainya. Semuanya
itu kita sebut dengan istilah jarimah yang kemudian dirangkaikan dengan
satuan atau sifat perbuatan tadi. Maka, kita menggunakan istilah jarimah
pencurian, jarimah pembunuhan, jarimah perkosaan, dan jarimah politik
dan bukan istilah jinayah pencurian, jinayah pembunuhan, jinayah
perkosaan dan jinayah politik.

Dari uraian yang ada di atas dapat kita ambil pengertian bahwa
kata jarimah identik dengan pengertian yang disebut dalam hukum positif
sebagai tindak pidana atau pelanggaran. Maksudnya adalah satuan atau
sifat dari suatu pelanggaran hukum. Dalam hukum positif, contoh-contoh
jarimah diatas (jarimah pencurian, jarimah pembunuhan, dan sebagainya)
diistilahkan dengan tindak pidana pencurian, tindak pidana pembunuhan,
dan sebagainya. Jadi, dalam hukum positif, jarimah diistilahkan dengan
delik atau tindak pidana. Dalam hukum positif juga dikenal istilah,
perbuatan pidana, peristiwa pidana, pelanggaran pidana, perbutan yang
boleh dihukum yang artinya sama dengan delik. Semuanya itu merupakan
pengalihan dari bahasa Belanda, strafbaar feit.

Dalam pemakaian istilah delik lebih sering digunakan dalam ilmu


hukum secara umum, sedangkan istilah tindak pidana sering dikaitkan
terhadap korupsi, yang dalam undang-undang biasa dipakai istilah
perbuatan pidana. Adapun dalam pemakaiannya kata jinayah lebih
mempunyai arti lebih umum atau luas, yaitu ditujukan bagi semua yang
ada sangkut pautnya dengan kejahatan manusia dan tidak ditujukan bagi
satuan perbuatan dosa tertentu. Oleh karena itu, pembahasan fiqih yang
memuat masalah-masalah kejahatan, pelanggaran yang lakukan oleh
manusia, dan hukuman yang diancamkan kepada pelaku perbuatan disebut
Fiqih Jinayah dan bukan istilah Fiqih Jarimah. 10

10
Ibid, hlm. 8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kedua istilah tersebut adalah
bahwa kedua istilah tersebut memiliki kesamaan dan perbedaannya secara
etimologis, kedua istilah tersebut bermakna tunggal, mempunyai arti yang
sama serta ditujukan bagi perbuatan negatif salah atau dosa. Adapun
perbedaannya terletak pada pemakaian, arah pembicaraan, serta dalam
rangkaian apa kedua kata itu digunakan.

B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan, sebab tidak ada satu tulisan dimuka bumi ini yang
terhindar dari kecacatan selain Al qur’an. Untuk itu kami sangat
mengharapkan saran serta kritikan yang konstruktif dari pembaca demi
kesempurnaan makalah kami untuk selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Khairul Hamim(2020). FIKIH JINAYAH. Mataram: Sanabil.

Amir Syarifuddin (2003). GARIS-GARIS BESAR FIQH. Jakarta:


Prenada Media Grup.

Nurul Irfan, Masrofah(2013). FIQH JINAYAH. Jakarta: Sinar


Grafika Offset

Anda mungkin juga menyukai