Disusun Oleh :
Kelompok 1
Ahmad Farhan : 1322061
Dosen Pengampu :
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi allah SWT yang telah memberi kenikmatan dan karunia
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini untuk memenuhi
tugas kelompok mata kuliah ilmu tafsir dengan judul “Konsep Pidana Dalam
Islam” . Shalawat beriring salam senantiasa disampaikan untuk junjungan alam
yakni nabi muhammad SAW, yang berjuang siang malam tak kenal lelah,
membimbing manusia di bawah naungannya.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu kritik dan saran darisemua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Tidak lu pakami ucapkan banyak terima
kasih kepada dosen pembimbing bapak Hamdani, Lc, M.A yang telah
memberikan kami tugas makalah ini dan arahan, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dalam waktunya.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .......................................................................................... 10
B. Saran .................................................................................................... 10
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu fiqh yang merupakan kajian ilmu syariah yang meliputi berbagai
bidang sesuai dengan materi pembahasannya. Para ahli hukum Islam biasanya
membagi ilmu ini menjadi enam bagian, yaitu fiqh ibadah, fiqh muamalah, fiqh
munakahat, fiqh siyasah, fiqh mawaris, dan fiqh jinayah. Adapun bidang ilmu
fiqh yang terakhir, fiqh jinayah yaitu ilmu fiqh yang membahas tentang
berbagai masalah kejahatan. Pembahasannya mirip dengan kajian hukum
pidana dan kriminologi.
B. Rumusan Masalah
a. Apa itu Jinayah dan Jarimah
b. Bagaimana titik temu antara Jinayah dan Jarimah?
c. Bagaimana Hubungan Jinayah dan Jarimah Dengan Kemungkaran
C. Tujuan Makalah
a. Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Jinayah dan Jarimah
b. Agar dapat mengetahui titik persamaan dan perbedaan Jinayah dan
Jarimah
c. Bisa mengetahui bagaimana antara hubungan Jinayah dan Jarimah
dengan kemungkaran
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ismail Rumadan, Fiqh Jinayah (Surabaya : 2021, CV. Nariz Bakti Mulia), hlm 1
kekecewaan menimbulkan ketidak-ikhlasan, dengan ketidak-
ikhlasan pasti merugikan pembeli dan penjual, berarti keduanya
rugi. Itulah sebabnya memetik buah dari pohon itu sebaiknya yang
sudah matang. Karena itu memberikan manfaat bagi penjual dan
juga bagi pembeli dan keduanya tidak melakukan pelanggaran.
2
Ibid, hlm.2
membunuh. Namun, semua pertimbangan Ulama itu takut
menghukum tanpa kesalahan nyata. Sebagian Ulama menggunakan
istilah jinayah dengan al-Jirah (pelukaan), karena pelukaan
merupakan jalan yang paling muda mendatangkan kematian, yang
disebabkan kejahatan terhadap jiwa dan anggota badan.pandangan
mereka seperti ini karena melihat kejahatan itu hanya meliputi
fisik, tetapi karena nyawa itu bersama dalam fisik, maka
menghilangkan nyawa termasuk kejahatan, disamping melukai
anggota badan juga dikatakan kejahatan. Sehingga, berkesimpulan
bahwa menghilangkan nyawa dan melukai anggota badan termasuk
kejahatan. Sebagian Ulama juga menggunakan kata Ad-Dima
(Darah) dan menjadikan sebagai perbuatan kejahatan,
pembunuhan, pelukaan, dan pemukulan, alasannya karena banyak
pertumpahan darah akibat tindak pidana ini atau ketentuan-
ketentuan hukum itu untuk melindungi orang dari pertumpahan
darah di muka bumi ini.
2. Pengertian Jarimah
Kata jarimah lebih khusus dari pada jinayah, sering para
Ulama menyebut jarimah pada tiga bagian saja, yakni jarimah
Hudud, jarimah qisas diyat dan jarimah ta’zir. Dengan penyebutan
jarimah oleh Ulama ini, sehingga dipahami bahwa jarimah-jarimah
inilah yang akan dibicarakan dalam Fiqih Jinayah. Ketiga jarimah
ini mempunyai kelompok masing-maing. Jarimah Hudud, meliputi
perzinahan, menuduh zina, pencurian, khamar, hirabah, murtad.3
3
Ibid, hlm.3
pokok atau sebagai pengembangan jarimah-jarimah baru. Namun,
dengan perkembangan jaman modern sekarang ini, betapa banyak
kejahatan-kejahatan yang tidak termasuk dalam pembagian jarimah
yang dimaksud oleh Ulama di atas. Sehingga, memerlukan
penalaran yang lebih tajam sesuai dengan perkembangan kejahatan
di dunia modern seperti ini. Sehingga, dipahami fiqih jinayah
ketinggalan zaman. Dia harus dinamis tidak boleh statis dengan
perkembangan kejahatan dewasa ini. Misalnya saja jarimah Zina,
zina pada masa dulu para ulama membagi pada dua bagian saja,
yakni zinah muhsan dan zina gairu muhsan. Tetapi, sekarang zina
tidak bisa dibatasi pada dua pembagian itu saja, karena zina pada
masa dulu dilakukan secara diam-diam dan tidak diketahui oleh
umum, tetapi sekarang zina suda dikomersialkan secara online,
dijadikan sebagai objek pencaharian, misalnya para pelacur,
pelacur juga bukan sendiri tetapi ada juga istilah mucikari,
kemudian ada pelaku bisnis yang menyediakan tempat-tempat
pelacuran dan lain-lain. Apakah mucikari dan pelaku bisnis
dibiarkan begitu saja, karena tidak disebut sebagai penzina, dalam
pengembangan fiqih jinayah kedua kelompok ini harus masuk pada
pelaku jarimah zina secara tidak langsung, sehingga mereka
dikenakan hukuman ta‟zir. 4
4
Ibid, hlm.4
yang melontarkan tuduhan, orang yang meng-setting gambar yang
mencantumkan nama korban semuanya harus dikenkan sanksi
ta‟zir.
5
Khairul Hamim, Fikih Jinayah, (Mataram : 2020, Sanabil). hlm.4
terhadap jiwa dan anggota badan dengan kejahatan terhadap harta benda
(pencurian dan kejahatan terhadap harta benda lainnya). Oleh karena itu,
segala bentuk kejahatan, baik terhadap jiwa ataupun anggota badan. Oleh
karena itu, kejahatan terhadap harta benda secara otomatis termasuk dalam
pembahasan jinayah, tanpa perlu diadakan pemisahan dalam pembahasan
di antara keduanya.
6
Ibid, hlm.5
perbuatan yang menurut peraturan harus dia kerjakan. Walaupun
pengertian antara jinayah dengan jarimah sukar dipisahkan, dalam
pemakaian sehari-hari, namun kedua kata tersebut dapat kita bedakan.
Dari uraian di atas dapat kita ambil pengertian bahwa kata jarimah
identik dengan pengertian yang disebut dalam hukum positif sebagai
tindak pidana atau pelanggaran. Maksudnya adalah satuan atau sifat dari
suatu pelanggaran hukum. Dalam hukum positif, contoh-contoh jarimah
diatas (jarimah pencurian, jarimah pembunuhan, dan sebagainya)
diistilahkan dengan tindak pidana pencurian, tindak pidana pembunuhan,
dan sebagainya. Jadi, dalam hukum positif, jarimah diistilahkan dengan
delik atau tindak pidana.7
7
Ibid, hlm.6
Adapun dalam pemakaiannya kata jinayah lebih mempunyai arti
lebih umum (luas), yaitu ditujukan bagi segala sesuatu yang ada sangkut
pautnya dengan kejahatan manusia dan tidak ditujukan bagi satuan
perbuatan dosa tertentu. Oleh karena itu, pembahasan fiqih yang memuat
masalah-masalah kejahatan, pelanggaran yang dikerjakan manusia, dan
hukuman yang diancamkan kepada pelaku perbuatan disebut Fiqih Jinayah
dan bukan istilah Fiqih Jarimah. Kesimpulan yang dapat kita ambil dari
kedua istilah tersebut adalah bahwa kedua istilah tersebut memiliki
kesamaan dan perbedaannya secara etimologis, kedua istilah tersebut
bermakna tunggal, mempunyai arti yang sama serta ditujukan bagi
perbuatan yang berkonotasi negatif salah atau dosa. Adapun perbedaannya
terletak pada pemakaian, arah pembicaraan, serta dalam rangkaian apa
kedua kata itu digunakan.8
8
Ibid, hlm.9
9
Khairul Hamim. Fiqh JInayah Cet. 1 (Mataram , Sanabil, 2020), Hlm. 5
perbuatan salah yang berkaitan dengan objek atau sasaran barang dari
harta benda, dinamakan ghasab. Oleh karena itu, pembahasan mengenai
pencurian dipisahkan dari pembahasan jinayah yang hanya membahas
kejahatan atau pelanggaran terhadap jiwa atau anggota badan saja. Jadi,
pembahasan tentang jinayah dikhususkan bagi kejahatan terhadap jiwa dan
anggota badan, dan sedangkan masalah yang terkait dengan kejahatan
terhadap benda diatur pada bab tersendiri.
Dari uraian yang ada di atas dapat kita ambil pengertian bahwa
kata jarimah identik dengan pengertian yang disebut dalam hukum positif
sebagai tindak pidana atau pelanggaran. Maksudnya adalah satuan atau
sifat dari suatu pelanggaran hukum. Dalam hukum positif, contoh-contoh
jarimah diatas (jarimah pencurian, jarimah pembunuhan, dan sebagainya)
diistilahkan dengan tindak pidana pencurian, tindak pidana pembunuhan,
dan sebagainya. Jadi, dalam hukum positif, jarimah diistilahkan dengan
delik atau tindak pidana. Dalam hukum positif juga dikenal istilah,
perbuatan pidana, peristiwa pidana, pelanggaran pidana, perbutan yang
boleh dihukum yang artinya sama dengan delik. Semuanya itu merupakan
pengalihan dari bahasa Belanda, strafbaar feit.
10
Ibid, hlm. 8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kedua istilah tersebut adalah
bahwa kedua istilah tersebut memiliki kesamaan dan perbedaannya secara
etimologis, kedua istilah tersebut bermakna tunggal, mempunyai arti yang
sama serta ditujukan bagi perbuatan negatif salah atau dosa. Adapun
perbedaannya terletak pada pemakaian, arah pembicaraan, serta dalam
rangkaian apa kedua kata itu digunakan.
B. Saran