Anda di halaman 1dari 19

Makalah Unsur – Unsur Jarimah di dalam Praktiknya

Makalah ini disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Jinayah dan Siasah

Dosen Pengampu:

Dr. H. Sutisna M.A

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Dwiki Fauzan : 221105011455


M Fathurrozaq Nurtri : 221105011473

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN
2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yg berjudul ” Unsur–
Unsur Jarimah di dalam Praktiknya”, Tak lupa juga kita sampaikan serta salam
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw yang telah mengayomi kita semua
dengan cinta, kasihsayang, serta perjuangan beliau sehingga kita bisa mengirup udara
segar ini penuh dengan nokmat yang tak akan mampu kita hitung.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini


masih banyak kekurangan, oleh sebab itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dari
pembaca sangat penulis harapkan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan
umumnya bagi pembaca.

Wasalamualaikum Wr. Wb

Bogor, 10 Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...............................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................4
C. Tujuan....................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..................................................................................................................5
A. Pengertian Jarimah................................................................................................5
B. Unsur-Unsur Jarimah............................................................................................5
C. Pembagian Jarimah...............................................................................................7
BAB III..............................................................................................................................16
KESIMPULAN..................................................................................................................16
A. Kesimpulan..........................................................................................................16
B. Saran-saran..........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah, fiqh
jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan
kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf, sebagai hasil dari pemahaman
atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Qur`an dan hadis. Tindakan kriminal
dimaksud adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman
umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber
dari Al-Qur`an dan hadis. Hukum Pidana Islam merupakan syariat Allah yang
mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun
akhirat. Syariat Islam dimaksud, secara materill mengandung kewajiban asasi bagi
setiap manusia untuk melaksanakannya.Konsep kewajiban asasi syariat, yaitu
menempatkan Allah sebagai pemegang segala hak, baik yang ada pada diri
sendiri maupun yang ada pada orang lain. Setiap orang hanya pelaksana yang
berkewajiban memenuhi perintah Allah. Perintah Allah dimaksud, harus ditunaikan
untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain. Hukum pidana Islam atau yang
sering disebut dengan Jinayah merupakan bentuk mashdardari kata jana. Secara
etimologi janaberarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan
perbuatan dosa atau perbuatan salah. Orang yang berbuat jahat disebut janidan
orang yang dikenai perbuatan disebut mujnaalaih. Kata jinayah dalam istilah hukum
sering disebut dengan delik atau tindak pidana. Secara terinologi kata jinayah
mepunyai beberapa makna, seperti jinayah dimaknai dengan perbuatan yang
dilarang oleh syara’ baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya.Jadi
jinayah merupakan suatu tindakan yang dilarang olehsyara’ karena dapat
menimbulkan bahaya bagi jiwa, harta, keturunan, dan akal (intelegensi).Pada
dasarnya pidana itu merupakan suatu pederitaan/nestapa yang diberikan oleh
negara kepada seseorang dan hanya merupakan alat (instrumen) belaka,
karenanya tidak mungkin ia dapat mencapai tujuan. Mengingat pemidanaan
sinonim dengan perkataan penghukuman. Penghukuman itu berasal dari kata dasar
hukum sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan
tentang hukumnya dalam hal ini yang dimaksud adalah penghukuman
dalam perkara pidana. Dengan demikian, membahas penghukuman sama
maknanya dengan membahas pemidanaan atau dinamakan dengan jinayah dalam
sudut pandang hukum Islam
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan jarimah?
2. Apa saja unsur-unsur yang terkandung dalam Jarimah?
3. Apa saja bagian-bagian dari jarimah?
C. Tujuan
1. Sebagai pemenuhan tugas terstruktur mata kuliah Ilmu Fiqh Jinayah
2. Memberi Penjelasan Tentang Pengertian, Unsur, dan Pembagian Jarimah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jarimah
Fikih Jinayah adalah ilmu tentang hokum syara’ yang berkaitan dengan
masalah perbuatan yang dilarang(jarimah) dan hukumannya(uqubah), yang diambil
dari dalil-dalil yang terperinci. Definisi tersebut merupakan gabungan antara
pengetian “Fikih” dan “Jinayah”.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa objek pembahasan Fikih
Jinayah itu secara garis besar ada dua, yaitu jarimah atau tindak pidana dan uquah
atau hukumannya.
Pengertian jarimah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi yaitu,
Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh
Allah dengan hukuman had atau ta’zir.
Dalam istilah lain jarimah disebut juga dengan jinayah. Menurut Abdul Qadir
Audah pengertian jinayah yaitu, jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang
dilarang oleh syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau lainnya.
Adapun pengertian hukuman sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir
Audah yaitu, hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan
masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara’.

B. Unsur-Unsur Jarimah
1. Unsur Formil (adanya undang-undang atau nash)

Unsur formil adalah nas yang melarang perbuatan dan mengancamkan hukuman
terhadapnya.Suatu perbuatan dapat disebut pelanggaran terhadap syari’at
manakalaperbuatan tersebut telah terkandung pelanggaran terhadap ketentuanyang telah
ditetapkan. Ketentuan yang telah ditetapkan tersebut mencakup ketentuan syari’at yang
ditetapkan oleh Allah maupun ketetapan hukum yang dibuat oleh manusia seperti
perundang-undangan. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam salah satu firman-Nya
Q.S. Al-Isra’ ayat 15:
Artinya: “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka
Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan Barangsiapa
yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan
seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan
meng'azab sebelum Kami mengutus seorang Rasul.”

2. Unsur Materiil (Sifat Melawan Hukum)

Unsur materiil adalah adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa
perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikap tidak berbuat. Unsur materiil meliputi
perbuatan yang melawan hukum. Secara sederhana, perbuatan dalam unsur materiil
dapat disebut sebagai tindak pidana (jarimah) manakala dalam perbuatan yang
dilakukan tersebut terkandung unsur melawan hukum. Aspek melawan hukum dalam
hukum pidana Islam dapat dinilai dari niat, perbuatan, dan akibat yang dihasilkan dari
perbuatannya. Meskipun dalam berbuat untuk mewujudkan niatnya tersebut belum
mencapai hasil akhir sesuai niat, tidak selesainya perbuatan, namun jika dalam
perbuatan yang belum selesai tersebut telah menimbulkan akibat yang dapat
merugikan orang lain, baik karena sengaja maupun tidak sengaja, maka tindakan
tersebut dapat disebut sebagai tindakan melawan hukum.

3. Unsur Moril (pelakunya mukallaf)

Unsur moril (rukun adabi) yakni pembuat, adalah seorang mukallaf (orang yang
dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap jarimah yang diperbuatnya.10Perbuatan
yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana (jarimah) adalah perbuatan yang
dilakukan oleh orang yang telah mukallaf11.Secara garis besar, mukallaf adalah orang
yang telah mengetahui hukum dan memiliki tanggung jawab hukum. Batasan
8
mengetahui tidak hanya terbatas pada hakekat mengetahui semata namun mencakup
kemungkinan untuk mengetahui. Maksudnya adalah apabila seseorang telah mukallaf
dan tinggal di sebuah wilayah Islam, maka ia tidak dapat mengajukan alasan tidak
mengetahui karena adanya kemungkinan untuk mengetahui hukum tersebut. Seorang
dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban dengan sebab tidak mengetahui hukum
manakala ia berada di wilayah pedalaman dan tidak pernah bergaul dengan orang
Islam atau seseorang yang baru masuk Islam dan baru tinggal sebentar di wilayah
muslim.
Ketiga unsur tersebut di atas haruslah terdapat pada suatu perbuatan untuk
digolongkan kepada jarimah. Disamping unsur umum, pada tiap-tiap jarimah juga
terdapat unsur-unsur khusus untuk dapat dikenakan hukuman yang dimaksud dengan
unsur khusus ialah unsur yang hanya terdapat pada peristiwa pidana (jarimah)
tertentu dan berbeda antara unsur khusus pada jenis jarimah yang satu dengan jenis
jarimah yang lainnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara unsur umum dan unsur khusus
pada jarimah itu ada perbedaan. Unsur umum jarimah ancamannya hanya satu dan
sama pada setiap jarimah, sedangkan unsur khusus bermacam macam serta berbeda-
beda pada setiap jenis tindak pidana (jarimah). Bahwa seorang yang melakukan
tindak pidana harus memenuhi syarat-syarat yaitu berakal, cukup umur dan
mempunyai kemampuan.

C. Pembagian Jarimah
Jarimah-jarimah dapat berbeda penggolongannya, menurut perbedaan cara
menninjaunya :
1. Dilihat dari segi berat-ringannya hukuman (uqubah)
Jarimah dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Jarimah Hudud

9
Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had, yakni
hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlah (berat ringan) sanksinya yang
menjadi hak Allah swt melalui dalil naqli1.
Dalam hubungannya dengan hukuman had, maka hak Allah mempunyai
pengertian bahwa hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan oleh perseorangan (orang
yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang mewakili negara.
Ada tujuh macam perbuatan jarimah hudud yaitu, zina, menuduh orang lain
berbuat zina (qadzaf), minum minuman keras, mencuri, menggangu keamanan
(hirabah), murtad, dan pemberontakan (al-Bagyu)2.
Salah satu bentuk contoh dari hukuman hudud yang menyatakan sebagai
hukuman yang di tentukan oleh syara’ adalah jarimah pencurian yang didasarkan
pada firman Allah dalam surah al-Maidah ayat (38):
‘Orang pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, hendaklah dipotong tangan
keduanya, sebagai balasan pekejaan keduanya dan sebagai siksaan dari Allah, Allah
Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana.’
Penulis disini akan memaparkan secara ringkas tentang Jarimah Hudud Zina dan
Qadzaf.
1) Zina
Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh orang mukallaf terhadap
farji manusia (kemaluan) yang bukan miliknya secara disepakati dengan
kesengajaan.
Pelaku jarimah zina dapat dikenai sanksi hukuman had apabila
perbuatannya telah dapat di buktikan.
Untuk jarimah Zina ada tiga macam cara pembuktian, yaitu:
a) Dengan saksi,

1
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Kharisma Ilmu, 2007). Hal. 45
2
Djazuli, Fiqih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1947). Hal.101
10
Para ulama telah sepakat bahwa jarimah zina tidak bisa di buktikan
kecuali dengan empat orang saksi. Apabila saksi itu kurang dari empat maka
persaksian tersebut tidak dapat diterima. Hal ini apabila pembuktian nya itu
hanya berupa saksi semata-mata dab tidak ada bukti-bukti yang lain. Dasarnya
adalah sebagai berikut:
1. Surah An-Nisa’ ayat 15
Perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang
menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian,
Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka
menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.
2. Surah An-Nur ayat 4 ;
dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik- baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah m
ereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu
terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-
orang yang fasik.
3. Surah An-Nur ayat 13
mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang
saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan
saksi-saksi Maka mereka Itulah pada sisi Allah orang- orang yang dusta.
Adapun syarat –syarat Umum saksi yakni:
1. Baligh
2. Berakal
3. Kuat ingatan
4. Dapat Berbicara
5. Dapat Melihat
6. Adil
7. Islam

11
b) Dengan pengakuan
Pengakuan dapat digunakan sebagai alat bukti untuk jarimah zina, dengan
syarat-syarat sebagai berikut :
 Pengakuan harus dinyatakan sebanyak empat kali, dengan mengiaskan
kepada empat orang saksi.
 Pengakuan harus terperinci dan menjelaskan tentang hakikat perbuatan,
sehingga dapat menghilangkan syubhat (ketidak jelasan) dalam perbuatan
zina tersebut.
 Pengakuan harus sah atau benar.
 Pengakuan harus dinyatakan dalam sidang pengadilan.
c) Dengan Qarinah
Qarinah atau tanda yang di anggap sebagai alat pembuktian dalam jarimah
zina ialah timbulnya kehamilan pada seorang wanita yang tidak bersuami, atau
tidak diketahui suaminya.
 Macam-Macam Hukuman Zina
Dapat diketahui bahwa hukuman zina itu ada dua macam, tergantung keadaan
pelakunya apakan ia belum berkeluarga (ghair muhshan) atau sudah berkeluarga
(muhshan).
1. Hukumman untuk zina ghair muhshan.
Zina ghair muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan yang belum berkeluarga. Hukuman untuk zina ini ada dua
macam, yaitu :
a) Dera seratus kali, dan
b) Pengasingan selama satu tahun
Adapun dalil daripada hukuman untuk jarimah zina ini adalah:
Surah An-Nisa ayat 15-16 :
15. dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji [275],
hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya).

12
kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka
(wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau
sampai Allah memberi jalan lain kepadanya[276]. 16. dan terhadap dua
orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman
kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri,
Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.
2. Hukuman untuk zina Muhshan
Zina muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki
dan perempuan yang sudah berkeluarga (bersuami/istsri) .
hukuman untuk pelaku zina ini ada dua macam yakni:
a. Dera seratus kali dan
b. Rajam.
Adapun hukuman rajam adalah hukuman mati dengan jalan
dilempari dengan batu atau sejenisnya.
2) Qadzaf
Qadzaf menurut bahasa yaitu ram’yu syain berarti melempar
sesuatu. Sedangkan menurut istilah syara’ adalah melempar tuduhan
(wath’i) zina kepada orang lain yang karenanya mewajibkan hukuman had
bagi tertuduh (makdzuf).
Pengertian qadzaf yang diancam dengan hukuman had adalah
menuduh orang yang muhsan dengan tuduhan berbuat zina atau dengan
tuduhan yang menghilangkan nasabnya.
Dalam qadzaf akan hukuman pokok yaitu berupa dera (jilid) delapan
puluh kali dan hukuman tambahan berupa tidak diterimanya kasaksian yang
bersangkutan selama seumur hidup. Hal ini berdasarkan firman Allah:
Artinya:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita baik-baik (berbuat zina) dan

13
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang
menuduh itu delapan pulah kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya.(QS.An-Nuur : 4)
b. Jarimah Qisas diyat
Jarimah qisas diyat yaitu perbuatan-perbuatan yang diancamkan hukuman qisas atau
hikuman diyat. Baik qisas maupun diyat adalah hukuman-hukuman yang telah
ditentukan batasnya, dan tidak mempunyai batas terendah atau batas tertinggi, tetapi
menjadi hak perseorangan, dengan pengertian bahwa si korban bisa memaafkan si
pembuat. Dan apabila dimaafkan, maka hukuman tersebut dihapuskan.3

Jarimah qiyas-diyat adalah tindak pidana yang diancam dengan hukuman


qisas yaitu hukuman setimpal dengan pidana yang dilakukan. Yang termaksud
dalam kategori jarimah qiyas-diyat adalah :
1) Pembunuhan Sengaja (al-qatl al-amd)
2) Pembunuhan semi sengaja (al-qatl sibh al-amd)
3) Pembunuhan keliru (al qatl al-khata’)
4) Penganiyaan sengaja (al-jarh al-amd)
5) Penganiyaan salah (al-jarh al-khata’)
c. Jarimah Ta’zir
Jarimah Ta’zir yaitu ketentuan jarimah yang berdasarkan kesepakatan dan
ketentuan masyarakat muslim;
 Belum diatur atau tidak diatur dalam nash
 Tidak bertentangan dengan Ajaran Nash
Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman-hukuman
mana yang sesuai dengan macam jarimah ta’zir serta keadaan si pembuatnya juga.
Jadi hukuman jarimah ta’zir tidak memiliki batas tertentu.4
Dilihat dari berubah tidaknya sifat jarimah dan jenis hukuman, para
fuqaha membagi jarimah ta’zir ke dalam dua bentuk, yaitu :

3
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005). Hal. 8
4
Ibid. hal 8
14
1) Jarimah Ta’zir yang jenisnya ditentukan oleh syara’, seperti mu’amalah
dengan cara riba, memicu timbangan, mengkhianati amanat, korupsi,
menyuap, manipulasi, nepotisme, dan berbuat curang. Perbuatan tersebut
semua dilarang, akan tetapi sanksinya sepenuhnya diserahkan kepada
penguasa.
2) Jarimah Ta’zir yang ditentukan oleh pihak penguasa atau pemerintah.

2. Dilihat dari niat si pembuat (pelaku)


Jarimah dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Jarimah Sengaja
Menurut Muhammad Abu Zahrah, yang dimaksud dengan jarimah sengaja
adalah suatu jarimah yang dilakukan oleh sesorang dengan kesengajaan dan atas
kehendaknya serta ia mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang dan diancam
dengan hukuman.5
Artinya, dalam hal ini terdapat 3 unsur, yaitu :
1) Unsur Kesengajaan
2) Unsur Kehendak yang bebas dalam melakukannya
3) Unsur pengetahuan tentang dilarangnya perbuatan.
b. Jarimah Tidak Sengaja
Abdul Qadir Audah mengemukakan pengertian jarimah tidak sengaja
sebagai berikut : Jarimah tidak sengaja adalah jarimah dimana pelaku tidak
sengaja (berniat) untuk melakukab perbuatan yang dilarang dan perbuatan
tersebut terjadi sebagai akibat kelalaiannya (kesalahannya).
Kekeliruan ada 2 macam, yaitu :
1) Kekeliruan dalam perbuatan
Contoh :seseorang yang menembak binatang buruan, tetapi pelurunya
menyimpang mengenai manusia.
5
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam-Fiqih Jinayah, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006). Hal. 22
15
2) Keliru dalam dugaan
Contoh : seseorang yang menembak orang lain yang disangkanya adalah
penjahat yang sedang dikejarnya, tetapi ternyata ia penduduk biasa.

3. Dilihat dari segi mengerjakannya


Jarimah dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Jarimah Positif
Terjadi karena mengerjakan suatu perbuatan yang dilarang, seperti mencuri, zina,
memukul, dan sebagainya.6
b. Jarimah Negatif
Terjadi karena tidak melakukan sesuatu perbuatan yang diperintahkan, seperti
tidak mengeluarkan zakat.7

4. Dilihat dari orang yang menjadi korban (yang terkena) akibat perbuatan
Jarimah dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Jarimah Perseorangan
Jarimah dimana hukuman terhadapnya dijatuhkan untuk melindungi
kepentingannya perseorang, meskipun sebenarnya apa yang menyinggung
perseorangan juga menyinggung masyarakat.8
b. Jarimah Masyarakat
Jarimah dimana hukuman terhadapnya dijatuhkan untuk menjaga
kepentingan masyarakat, baik jarimah tersebut mengenai perseorangan
atau mengenai ketentraman masyarakat dan keamanannya.9

6
Ibid. hal.14
7
Ibid.
8
Ibid
9
Ibid. hal.17
16
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Jinayah dan Jarimah adalah dua istilah yang memiliki kesamaan dan
perbedaannya secara etimologis, kedua istilah tersebut bermakna tunggal,
mempunyai arti yang sama serta ditujukan bagi perbuatan yang berkonotasi
negative, salah atau dosa. Adapun perbedaannya terletak pada pemakaian, arah
pembicaraan, serta dalam rangkaian apa kedua kata itu digunakan.
Adapun unsur-unsur jarimah adalah :
1. Unsur Formal
2. Unsur Moriel
3. Unsur Material
Jarimah Terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
A. Dilihat dari berat-ringannya hukuman :
a. Jarimah Hudud
1) Jarimah Zina
2) Jarimah Qadzaf
b. Jarimah Qisas Diyat
c. Jarimah Ta’zir
B. Dilihat dari niat si pelaku
a. Jarimah sengaja
b. Jarimah tidak sengaja
C. Dilihat dari segi mengerjakannya
a. Jarimah Positif
b. Jarimah Negatif
D. Dilihat dari orang yang menjadi korban atas perbuatannya
a. Jarimah perseorangan
17
b. Jarimah Masyarakat

B. Saran-saran
Sebagai mahasiswa perguruan tinggi Agama Islam, maka sepantasnyalah kita
menggali lebih dalam lagi tentang berbagai ilmu pengetahuan tentang agama dan
tidak pernah merasa cukup apalagi puas dengan hasil yang diperoleh, juga tidak
berhenti hanya setelah berhasil menggali, tapi berusaha mendakwahkannya dan
membimbing umat ke arah kemajuan dan kebenaran hakiki. Sebab, masa kini
adalah masa dimana umat Islam mengalami kemunduran di bidang ilmu
pengetahuan, bahkan umat Islam sendiri mengalami pengikisan keilmuan tentang
agama mereka sendiri, dan parahnya lagi kemerosotan tersebut diindikasi sudah
merambat ke berbagai sisi kehidupan umat Islam. Hal ini dapat dibuktikan dengan
kemerosotan akhlak, penurunan tensi kegiatan-kegiatan keagamaan di berbagai
tempat, beralih fungsinya tujuan ibadah menjadi tujuan duniawi, dan sebagainya.
Maka kita menjadi tonggak yang harusnya paling kuat dalam menahan arus
kemunduran umat ini. Tentu tidak bisa berdiam diri dengan berkutat dengan
ketidakpedulian terhadap kondisi umat.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Kharisma Ilmu,
2007).

Djazuli, Fiqih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta:


Raja Grafindo Persada, 1947).

Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005).
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam-Fiqih
Jinayah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).

http://www.ziddu.com/doownload/14636310/01.fiqhjinayah.docx.html. diakses
tanggal 22 desember 2013

19

Anda mungkin juga menyukai