Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

JARIMAH TA’ZIR

Diajukan Untuk Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Pidana Islam Fakultas

Syariah & Hukum Islam Program Studi Hukum Tata Negara (HTN)

Kelompok Dua (II) Semester Tiga (III) Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Bone

Oleh:

KELOMPOK 2

Andi Prita Andini 742352020044

Miftahul Jannah 742352020045

Asthya Ratifah Nur 742352020046

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat
dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta
sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan
agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke
alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Hukum Pidana Islam pada
Program Studi Hukum Tata Negara ini penulis mengangkat judul “Jarimah Ta’zir”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

Watampone, 28 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 4

A. Latar Belakang ................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 4
D. Manfaat Penulisan .............................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 6

A. Pengertian Jarimah Ta’zir .................................................................. 6


B. Pembagian Jarimah Ta’zir.................................................................. 7
C. Sanksi Jarimah Ta’zir ....................................................................... 10

BAB III PENUTUP .................................................................................... 15

A. Kesimpulan ...................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berinteraksi terkadang
sering mengalami gesekan dengan manusia yang lainnya, bahkan tak jarang
dikarenakan gesekan tersebut manusia dapat melakukan hal-hal yang mengarah
kepada perbuatan pidana yang merugikan orang lain. Sebenarnya Al Qur’an dan
Al-Hadits telah memberikan penjelasan tentang sifat manusia tersebut, dan bahkan
didalamnya pula sudah dijelaskan mengenai berbagai perbuatan pidana yang
dilakukan beserta hukumannya, tetapi karena sifat manusia yang dinamis dan
kompleks, sifat dan perbuatan pidana yang dilakukannya inipun variatif dan
cenderung berkembang dari masa ke masa sehingga perbuatan dan hukumannya
terkadang tidak dapat ditemukan didalam nash, perbuatan pidana itulah yang
dinamakan jarimah ta’zir, yang mana akan diulas dan dikupas dalam makalah ini,
disamping itu makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata
kuliah Hukum Pidana Islam.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari jarimah ta’zir?
2. Apa saja pembagian dari jarimah ta’zir?
3. Apa saja sanksi-sanksi dari jarimah ta’zir?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan merupakan ungkapan sasaran-sasaran yang ingim dicapai dalam
makalah ini. Dalam makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari jarimah ta’zir.
2. Untuk mengetahui pembagian dari jarimah ta’zir.
3. Untuk mengetahui sanksi saja yang diberikan dalam jarimah ta’zir.

4
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi pembaca dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk menambah
pengetahuan tentang Hukum Pidana Islam terutama dalam materi Jarimah
Ta’zir.
2. Bagi penulis dapat menjadi informasi berharga guna menciptakan tulisan
yang lebih bermanfaat bagi mahasiswa untuk bisa mengetahui Hukum
Pidana Islam terutama dalam materi Jarimah Ta’zir.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jarimah Ta’zir


Secara Etimologis Ta’zir merupakan mashdar dari )ُ‫ع َّز َرُُ–ُيُعَ ِّز ُر‬
َ (yang berarti
menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti (ُُ‫ص َره‬
َ َ‫ )ن‬yakni menolong atau
menguatkannya. Adapun pengertian Ta’zir secara Terminologis adalah hukuman
pelajaran atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syar’i,
seperti pengajaran terhadap seseorang yang mencaci maki pihak lain, tetapi bukan
menuduh (orang lain berbuat zina).
Ta’zir memang bukan termasuk dalam kategori hukuman hudud. Namun,
bukan berarti tidak boleh lebih keras dari hudud, bahkan sangat dimungkinkan
diantara sekian banyak jenis dan bentuk ta’zir berupa hukuman mati.
Dengan demikian, ta’zir adalah sebuah sanksi hukum yang diberlakukan
kepada seorang pelaku jarimah atau tindak pidana yang melakukan pelanggaran-
pelanggaran, baik berkaitan dengan hak Allah maupun hak manusia dan
pelanggaran-pelanggaran dimaksud tidak masuk dalam kategori hukuman hudud
dan kafarat. Oleh karena hukuman ta’zir tidak ditentukan secara langsung oleh Al-
qur’an dan hadis maka jenis hukuman ini menjadi kompetensi hakim atau penguasa
tempat.
Menurut Imam Hanafi Ta’zir adalah hukuman atau sangsi yang bertujuan
memberikan pengajaran kepada pelaku kejahatan agar tidak mengulangi lagi.
Sementara para fuqoha’ mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak
ditentukan oleh al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang
melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran
kepada pelaku kejahatan dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan
serupa.
Menurut beberapa definisi yang telah disebutkan diatas dapat kami simpulkan
bahwa Ta’zir adalah bentuk hukuman yang tidak ditentukan oleh syara’ akan tetapi
dalam hal hukuman tersebut diserahkan kepada hakim atau ulil amri.

6
Ta’zir tidak disebutkan secara tegas didalam Al-qur’an dan hadis-hadis-hadis
Rasulullah. Maka, untuk menentukan jenis dan ukurannya menjadi wewenang
hakim atau penguasa setempat. Dalam memutuskan jenis dan ukuran sanksi ta’zir,
harus tetap memperhatikan isyarat-isyarat dan petunjuk nash keagamaan secara
teliti, baik, mendalam, karena hal ini menyangkut kepentingan dan kemaslahatan
umum atau masyarakat dalam sebuah negara.
Dengan demikian ciri khas jarimah ta’zir adalah sebagai berikut:
a. Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas, artinya hukuman tersebut belum
ditentukan oleh syara’ dan ada batas minimal dan ada batas maksimal.
b. Penetapan hukuman tersebut adalah hak hakim.

B. Macam-Macam Jarimah Ta’zir


Dilihat dari hak yang dilanggar, jarimah ta’zir dapat dibagi menjadi dua
bagian:
1. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak Allah
Yang dimaksud dengan jarimah ta’zir melanggar hak Allah adalah semua
perbuatan yeng berkaitan dengan kepentingan dan kemaslahatan umum.
Misalkan: Penimbunan bahan-bahan pokok, membuat kerusakan dimuka bumi
(penebangan liar).
2. Jarimah ta’zir yag menyinggung hak individu.
Yang dimaksud degan jarimah ta’zir yang menyinggung hak individu
adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian pada orang lain.
Misalnya: Penghinaan, penipuan, dll
Dilihat dari segi sifatnya, dibagi dalam tiga bagian:
a. Ta’zir karena melakukan perbuatan maksiat
Yang dimaksud dengan maksiat adalah meninggalkan perbuatan yang
diwajibkan dan melakukan perbuatan yang diharamkan.
Misalnya: Tidak membayar utang , memanipulasi hasil waqaf, sumpah palsu, riba,
menolong pelaku kejahatan, memakan barang-barang yang diharamkan dll.
b. Ta’zir karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan umum

7
Perbuatan-perbuatan yang masuk dalam jarimah ini tidak bisa ditentukan,
karena perbuatan ini tidak diharamkan karena zatnya, melainkan karena sifatnya.
Sifat yang menjadi alasan dikenakan hukuman adalah terdapat unsur merugikan
kepentingan umum.
c. Ta’zir karena melakukan pelanggaran
Dalam merumuskan ta’zir karena pelanggaran terdapat beberapa
pandangan, yang pertama berpendapat bahwa orang yang meninggalkan yang
mandub (sesuatu yang diperintahkan dan dituntut untuk dikerjakan) atau
mengerjakan yang makruh (sesuatu yang dilarang dan dituntut untuk ditinggalkan)
tidak dianggap melakukan maksiat, hanya saja mereka dianggap menyimpang atau
pelanggaran dapat dikenakan ta’zir.
Menurut sebagian ulama yang lain, meninggalkan mandub dan mengerjakan
yang makruh tidak bisa dikenakan hukuman ta’zir. Karena ta’zir hanya bisa
dikenakan jika ada taklif (perintah atau larangan). Apabila hukuman diterapkan
maka merupakan suatu pertanda menunjukan bahwa perbuatan itu wajib atau
haram.
Contoh perbuatannya dicontohkan oleh Rasulullah, rosul menahan
seseorang yang diduga mencuri unta. Hal yang dilakukan Rasulullah merupakan
contoh memelihara kepentingan umum, sebab jika tidak demikian selama proses
pembuktian tertahan itu bisa lari.
3. Dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya) ta’zir juga dibagi kedalam
tiga bagian:
a. Jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qishash tetapi
syarat-syaratnya tidak terpenuhi atau ada syubhat, seperti pencurian yang tidak
mencapai nishab atau oleh keluarga sendiri
b. Jarimah yang jenisnya disebutkan dalam nash syara’ tetapi hukumnya belum
ditetapkan, seperti riba, suap, dan mengurangi takaran atau timbangan
c. Jarimah baik yang hukum dan jenisnya belum ditetapkan oleh syara’, seperti
pelanggaran disiplin pegawai pemerintah.
Abdul Aziz Amir membagi jarimah ta’zir secara rinci sbagai beikut:
1. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pembunuhan

8
Apabila hukuman mati dan diat dimaafkan, maka pemimpin negara yamg
akan menentukan hukuman ta’zir yang lebih maslahat.
2. Jarimah ta’zir yang berkenaan dengan pelukaan
Menurut imam malik dalam jarimah pelukaan dengan qishash dalam
jarimah pelukaan, karena qishash merupakan hak adami, sedangkan ta’zir juga
dapat dikanakan terhadap jarimah pelukaan apabila qishashnya dimaafkan atau
tidak bisa dilaksanakan karena suatu sebab yang dibenarkan oleh syara’.
Menurut mahzab Hanafi, syafi’i dan Hanbali, ta’zir juga dapat dijatuhkan
terhadap orang yang melakukan jarimah pelukaan dengan berulang-ulang
(residivis), disamping dikenakan hukuman qishash.
3. Jarimah ta’zir yang beraitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan
kerusakan akhlak
Jarimah dalam kriteria ini berkaitan dengan jarimah zina, menuduh zina dan
penghinaan. Dalam jarimah zina yang dikenakan hukuman had, atau terdapat
syubhat dalam diri pelakunya.perbuatannya atau objeknya. Demiklian juga dengan
percobaan zina.
Penuduhan zina dikenakan ta’zir apabila orang yang dituduh itu bukan
orang yang mukhsan. Kriteria muhshan menurut para ulama adalah berakal, baligh,
Islam, dan iffah(bersih) dari zina. Demikian pula dengan tuduhan zina dengan
sindiran merupakan hukuman ta’zir.
Selain tuduhan zina, tuduhan mencuri, mencaci maki, panggilan seperti
wahai kafir dan semacamnya juga termasuk ta’zir.
4. Jarimah ta’zir yang bekaitan dengan harta
Jarimah yang berkaitan dengan harta adalah jarimah pencurian dan
perampokan yang tidak memenuhi syarat had. Misalkan pencurian yang pelakunya
masih dibawah umur dan perempuan menuurut hanafiyah.
5. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kemaslahatan manusia
Jarimah yang termasuk jarimah ini antara lain seperti saksi palsu, berbohong
didepan sidang, melanggar privacy orang lain.
6. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan keamanan umum.
Jarimah ta’zir yang termasuk jarimah ini adalah :

9
a. Jarimah yang mengganggu keamanan negara. Seperti spionase dan percobaan
kudeta.
b. Suap.
c. Tindakan melampaui batas dari pejabat atau lalai dalam menjalankan
kewajiban. Seperti penolakan hakim dalam mengadili perkara.
d. Pemalsuan tanda tangan dan stempel, dan sebagainya.
Abd Qodir Awdah membagi jarimah ta’zir menjadi tiga, yaitu :
a. Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur syubhat atau tidak
memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiat, seperti
pencurian harta syirkah, pembunuhan ayah terhadap anaknya, dan percurian yang
bukan harta benda.
b. Jarimah ta’zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi sanksinya
oleh syari’ah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu,
mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan
menghina agama.
c. Jarimah ta’zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi
wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur
akhlak menjadi perimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap
peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap pemerintah
lainnya.

C. Sanksi Jarimah Ta’zir


Secara garis besar macam-macam sanksi jarimah ta’zir dibagi ke dalam 4
kelompok, yaitu sebagai berikut:
1. Hukuman Ta’zir yang Berkaitan dengan Badan
a. Hukuman Mati
Hukuman mati untuk jarimah ta’zir hanya dilaksanakan dalam jarimah-
jarimah yang sangat berat dan berbahaya dengan syarat bila pelaku merupakan
seorang yang tidak mempan oleh hukuman-hukuman hudud selain hukuman mati
dan harus dipertimbangkan betul-betul dampak kemaslahatan terhadap masyarakat
dan pencegahan terhadap kerusakan yang menyebar di muka bumi.

10
Sebagian fuqaha syafi’iyah membolehkan hukuman mati sebagai ta’zir dalam kasus
penyebaran aliran-aliran sesat dan juga kepada para pelaku homoseksual (liwath)
tanpa membedakan antara muhsan dengan ghairu muhsan. Adapun Ulama
Hanafiyah memberikan hukuman mati apabila jarimah tersebut dilakukan berulang-
ulang. Sedangkan Ulama Malikiyah dan Hanabilah memberikan hukuman mati ini
untuk jarimah-jarimah ta’zir tertentu, seperti spionase dan melakukan kerusakan di
muka bumi.
b. Hukuman Jilid (Dera)
Alat yang digunakan untuk hukuman jilid ini adalah cambuk yang
ukurannya sedang (tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil). Hal ini dikemukakan
oleh Ibnu Taimiyah dengan alasan bahwa sebaik-baiknya perkara adalah
pertengahan.
Hukuman jilid tidak boleh sampai menimbulkan cacat dan membahayakan
organ-organ tubuh orang yang terhukum. sebab tujuannya memberi pelajaran dan
pendidikan kepadanya. Oleh karena itu cambukan tidak boleh diarahkan ke muka,
farji, dan kepala melainkan diarahkan ke punggung. Hal ini didasarkan kepada atsar
sahabat Umar kepada eksekutor jilid.
َ ْ‫الرأ‬
‫س َو ْالف َْر َج‬ َّ َ‫إِيَّا َكأ َ ْنتَض ِْرب‬
Artinya: “Hindarilah untuk memukul kepala dan farji”
2. Hukuman yang Berkaitan dengan Kemerdekaan
a. Hukuman Penjara
Hukum penjara dalam Syariat Islam dibagi kepada dua bagian, yaitu :
• Hukuman Penjara Terbatas adalah hukuman penjara yang lama waktunya
dibatasi secara tegas. Hukuman penjara terbatas ini diterapkan untuk
jarimah penghinaan, penjual khamar, pemakan riba, melanggar kehormatan
bulan suci Ramadhan dengan berbuka pada siang hari tanpa udzur, mengairi
ladang dengan air dari saluran tetangga tanpa izin, caci mencaci antara dua
orang yang berperkara di depan sidang, dan saksi palsu.
• Hukuman Penjara Tidak Terbatas tidak dibatasi waktunya, melainkan
berlangsung terus sampai orang yang terhukum itu mati atau sampai ia
bertobat. Dalam istilah lain bisa disebut dengan hukuman penjara seunur

11
hidup.Hukuman ini dikenakan kepada penjahat yang sangat berbahaya,
misalnya seseorang yang menahan orang lain untuk dibunuh oleh orang
ketiga.
b. Hukuman Pengasingan
• Hukuman pengasingan termasuk hukuman had yang diterapkan untuk
tindak pidana hirabah (perampokan) . Namun dalam praktiknya, hukuman
tersebut juga diterapkan sebagai hukuman ta’zir, yaitu dikenakan terhadap
orang yang berprilaku mukhannast (waria), tindak pidana pemalsuan
terhadap al-Qur’an dan pemalsuan stempel Baitul Mal. Hukuman
pengasingan ini diberikan sebab dikhawatirkan berpengaruh kepada orang
lain sehingga pelakunya harus dibuang. Adapun tempat pengasingannya
diperselisihkan oleh para fuqaha, menurut Imam Malik bin Annas
pengasingan dilakukan dari negeri Islam ke negeri bukan Islam. Menurut
Umar bin Abdul Aziz dan Said bin Jubayyir pengasingan dari satu kota ke
kota lain.
3. Hukuman Ta’zir yang Berkaitan dengan Harta
Hukuman ta’zir dengan mengambil harta itu bukan berarti mengambil harta
si pelaku untuk diri hakim atau untuk kas negara, melainkan hanya menahannya
untuk sementara waktu. Namun jika pelakunya tidak bisa diharapkan untuk bertobat
maka hakim dapat men-tasruf- kan hartanya untuk kemaslahatan. Imam Ibnu
Taimiyah membagi hukum ta’zir berupa harta ini kepada tiga bagian, yaitu :
a. Menghancurkan (‫)اإلتالف‬, penghancuran ini berlaku terhadap barang-barang
dan perbuatan/sifat yang mungkar, seperti penghancuran patung milik orang
Islam, penghancuran alat dan tempat minum khamr, dll.
b. Mengubah (‫)التّغيير‬, mengubah harta pelaku antara lain seperti mengubah
patung yang disembah oleh orang muslim dengan memotong bagian
kepalanya sehingga mirip dengan pohon.
c. Memiliki (‫)التّمليك‬, pemberian hukuman ini antara lain seperti keputusan
Rasulallah melipatgandakan denda bagi seorang yang mencuri buah-
buahan, di samping hukuman jilid dan juga keputusan khalifah Umar bin

12
Khattab orang yang menggelapkan barang temuan. Selain denda hukuman
ta’zir yang berupa harta adalah penyitaan atau perampasan harta.
4. Hukuman-Hukuman Ta’zir yang Lain
a. Peringatan Keras, Peringatan keras dapat dilakukan di luar sidang
pengadilan dengan mengutus seorang kepercayaan hakim yang
menyampaikan kepada pelaku. Isi peringatan itu misalnya: “ Telah sampai
kepadaku bahwa kamu melakukan kejahatan….Oleh karena itu jangan kau
lakukan lagi.”. Hal itu dilakukan karena hakim menganggap bahwa
perbuatan yang di lakukan pelaku tidak terlalu berbahaya.
b. Dihadirkan di Hadapan Sidang, Pelaku dihadirkan di hadapan sidang
apabila membandel atau perbuatannya cukup membahayakan. Di hadapan
sidang ia juga diberi peringatan keras namun kali ini diucapkan. langsung
oleh hakim. Bagi orang tertentu hukuman seperti ini sudah cukup, karena
sebagian orang ada yang merasa takut dan gemetar dalam menghadapi meja
hijau. Hukuman ini diberikan terhadap pelaku tindak pidana ringan yang
dilakukan pertama kalinya.
c. Nasihat, Ibnu Abidin yang dikutip oleh Abdul Aziz Amir mengemukakan
bahwa yang dimaksud nasihat adalah mengingatkan pelaku apabila ia lupa
dan mengajarinya apabila ia tidak mengerti. Sama seperti dua hukum
sebelumnya, hukum nasihat ini juga diterapkan bagi pelaku-pelaku pemula
yang melakukan tindak pidana, bukan karena kebiasaan melainkan karena
kelalaian.
d. Celaan (Taubikh), Imam al-Mawardi mengemukakan bahwa taubikh ini
bisa dilakukan oleh hakim dengan memalingkan muka dari hadapan
terdakwa yang menunjukan ketidaksenangannya, atau memandangnya
dengan muka yang masam dan senyuman sinis. Pada intinya celaan ini bisa
dilakukan oleh hakim dengan berbagai cara dan berbagai perkataanyang
dikehendakinya yabg diperkirakan dapat mencegah pelaku dari tindakan
pidana yang pernah dilakukannya.
e. Pengucilan, Pengucilan adalah melarang pelaku untuk berhubungan dengan
orang lain dan sebaliknya melarang masyarakat berhubungan dengannya.

13
Hukuman ini mungkin bisa lebih efektif jika pengucilan itu dilakukan dalam
bentuk tidak diikutsertakannya pelaku dalam kegiatan kemasyarakatan.
f. Pemecatan (Al-‘azl), Hukuman ta’zir berupa pemberhentian dari pekerjaan
atau jabatan diterapkan kepada setiap pegawai yang melakukan jarimah,
baik yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatannyamaupun dengan
hal-hal lainnya. Contohnya : Pegawai yang mnerima suap, korupsi,
nepotisme, zalim terhadap bawahan atau rakyat, prajurit yang kabur dalam
pertempuran dan hakim yang memutuskan perkara tanpa dasar hukum yang
telah ditetapkan.
g. Pengumuman Kesalahan secara Terbuka (at-Tasyhir), Dalam buku as-Sindi
dari Jami’ al-‘Itabi yang dikutip oleh Abdul Aziz Amir, tasyhir dilakukan
dengan mengarak pelaku ke seluruh negeri dan di setiap tempat selalu
diumumkan kesalahan/tindak pidana yang telah ia lakukan. Jarimah-jarimah
yang bisa dikenakan hukuman tasyhir antara lain: Saksi palsu, pencurian,
kerusakan akhlak, kesewenang-wenangan hakim dan menjual barang-
barang yang diharamkan seperti bangkai dan babi. Penerapan tasyhir tidak
dimaksudkan untuk menyebarluaskan kejahatan dan kejelekan pelaku,
melainkan untuk mengobati mentalnya agar ia berubah menjadi orang yang
lebih baik dan tidak mengulangi perbuatannya atau bahkan melakukan
kejahatan yang baru.
Disamping itu dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), ta’zir juga
dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qishash, tetapi
syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat, seperti pencurian yang tidak
mencapai nisab, atau oleh keluarga sendiri.
2. Jarimah ta’zir yang jenisnya disebutkan dalam nash syara’ tetapi hukumannya
belum ditetapkan, seperti riba, suap dan mengurangi takaran dan timbangan.
3. Jarimah ta’zir yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan oleh syara’
jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti pelanggaran
disiplin pegawai pemerintah, pelanggaran terhadap lingkungan hidup dan lalu
lintas.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jarimah ta’zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir.
Pengertian ta’zir secara bahasa adalah memberi pengajaran. Sedangkan pengertian
jarimah ta’zir adalah tindakan yang berupa edukatif (pengajaran) terhadap pelaku
perbuatan dosa yang tindkannya tidak ada sanksi had dan kifaratnya. Atau dengan
kata lain, ta’zir adalah hukuman yang bersifat edukatif yang ditentukan oleh hakim,
terhadap pelaku tindak pidana atau pelaku perbuatan maksiat yang hukumannya
belum ditentukan oleh syari’at.
Mengenai macam-macam hukuman yang ada pada jarimah ta’zir adalah
mulai dari memberi nasehat, peringatan, hukuman cambuk, penjara, dan lain-lain,
bahkan sampai hukuman mati, jika jarimah uang dilakukan benar-benar sangat
membahayakan, baik yang diraskan oleh dirinya maupun masyarakat oleh karena
itu hakim boleh memilih hukuman mulai yang paling ringan smapai yang paling
berat. Pemberian berat hukuman tersebut tentunya disesuaikan dengan jenis
perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan baik mengenai kriteria maupun factor-
faktor penyebabnya.

B. Saran
Demikian makalah ini yang dapat kami susun, apabila terdapat kesalahan
baik berupa sistematika penulisan maupun isi makalah, kami mengharapkan kritik
dan saran sebagai pembangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca umumnya dan penulis khususnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, I. (2004). Pengantar Ushul Fiqh dan Ilmu Fiqh. Pamekasan.

Irfan, N. (2011). Korupsi dalam Hukum Pidana Islam. Jakarta: AMZAH.

Muchlis, A. W. (2005). Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Munajat, M. (2004). Deskonstruksi Hukum Pidana Islam. Yogyakarta: Logung


Pustaka.

Rahmat, H. (2000). Hukum Pidana Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

16

Anda mungkin juga menyukai