Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

JINAYAH (HUKUM PIDANA ISLAM)

OLEH KELOMPOK 3

NUR IKTI ARIYANTI 191010088


FADILA ABAS 191010094
MAGFIRAH CHAIRUNNISA 191010080
EKA DEVI HERLIANA 191010075
MOH. AKMAL TONDI LEMBAH 191010247
MULIANA 191010090

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALU
2021

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yg berjudul ”Jinayah

(Hukum Pidana Islam)”, Tak lupa juga kita sampaikan serta salam kepada junjungan kita Nabi

besar Muhammad saw yang telah mengayomi kita semua dengan cinta, kasihsayang, serta

perjuangan beliau sehingga kita bisa menghirup udara segar ini penuh dengan nikmat yang tak

akan mampu kita hitung.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini

masih banyak kekurangan, oleh sebab itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dari

pembaca sangat penulis harapkan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan

umumnya bagi pembaca.

Wasalamualaikum Wr. Wb

Palu, 30 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................2
BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................................
A. Latar Belakang ...............................................................................
B. Rumusan Masalah .........................................................................

BAB II : PEMBAHASAN .....................................................................................


A. Pengertian Jinayah dan Jarimah...........................................................
B. Rukun Jarimah …………………………………………………………………………………
C. Unsur-Unsur Jarimah ...........................................................................
D. Hubungan Jarimah Dengan Larangan ………………………………………………
E. Sumber Hukum Pidana Islam …………………………………………………………….
F. Pembagian Jarimah .............................................................................
1. Dilihat dari segi berat-ringannya hukuman ...................................
a. Jarimah Hudud .........................................................................
1) Zina .....................................................................................
2) Qadzab ...............................................................................
b. Jarimah Qisas Diyat ..................................................................
c. Jarimah Ta’zir ...........................................................................
2. Dilihat dari niat si Pembuat(Pelaku)...............................................
a. Jarimah Sengaja........................................................................
b. Jarimah Tidak Sengaja ..............................................................
3. Dilihat dari segi mengerjakannya...................................................
a. Jarimah Positif ..........................................................................
b. Jarimah Negatf .........................................................................
4. Dilihat dari orang yang menjadi korban akibat perbuatannya ......

BAB III : KESIMPULAN.......................................................................................


A. Kesimpulan ....................................................................................
B. Saran-saran ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Salah satu tebing terjal yang masih harus didaki oleh cendekiawan Islam
adalah masalah penerapan hukum pidana yang sesuai dengan Syariat Islam. Di dunia
Islam Sendiri hanya segelintir negara yang menerapkan hukum Pidana Islam.
Sedangkan lainnya masih menerapkan hukum peninggalan penjajah. Hal terbesar
yang perlu dirubah adalah stereotip negatif terhadap Hukum Pidana Islam sendiri.
Banyak orang yang menganggap hukum Pidana Islam tidak sesuai lagi dengan era ini.
Hukum ini terlalu kejam. Kita tidak tahu apakah anggapan ini muncul dari orang yang
berpendidikan(pernah mempelajari aspek-aspek dalam Hukum Pidana Islam) atau
tidak.
Pada kesempatan kali, penulis sebagai penyaji makalah akan membahas
segelintir kecil dari pengetahuan hukum dalam Hukum Pidana Islam yaitu tentang
Jarimah hudud dan tazir mengenai pengertian, unsur, dan pembagiannya, jarimah
hudud zina, qazaf, dan hukumnya.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dapat penulis rumuskan agar pembahasan dalam makalah ini
dapat tersusun secara lebih sistematis dan terarah adalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan jinayah?
2. Apakah yang dimaksud dengan jarimah?
3. Apa saja unsur-unsur yang terkandung dalam Jarimah?
4. Apa saja bagian-bagian dari jarimah?
5. Apakah yang dimaksud dengan jarimah hudud jina?
6. Bagaimana hukuman dalam islam bagi penzina?
7. Apa yang dimaksud dengan Jarimah Qadzaf?
8. Bagaimana hukuman dalam islam bagi pelaku Qadzaf?
9. Apakah yang dimaksud dengan Tazir?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jinayah Dan Jarimah


Fiqih Jinayah adalah ilmu tentang hokum syara’ yang berkaitan dengan
masalah perbuatan yang dilarang(jarimah) dan hukumannya(uqubah), yang diambil
dari dalil-dalil yang terperinci. Definisi tersebut merupakan gabungan antara
pengetian “Fiqih” dan “Jinayah”.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa objek pembahasan Fikih
Jinayah itu secara garis besar ada dua, yaitu jarimah atau tindak pidana dan uquah
atau hukumannya.
Pengertian jarimah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi yaitu,
Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh
Allah dengan hukuman had atau ta’zir.
Dalam istilah lain jarimah disebut juga dengan jinayah. Menurut Abdul Qadir
Audah pengertian jinayah yaitu, jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang
dilarang oleh syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau lainnya.
Adapun pengertian hukuman sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir
Audah yaitu, hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan
masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara’.

B. Rukun jarimah
Rukun Jarimah dapat dikategorikan menjadi dua.
Yaitu rukun umum, dimana unsur-unsur yang harus terpenuhi di setiap jarimah.
Yang kedua adalah unsur khusus, artinya unsur-unsur yang harus terpenuhi pada
jarimah tertentu.
C. Unsur-Unsur Jarimah
a. Unsur-unsur Jarimah Umum
1. Unsur Formal (adanya undang-undang atau nas) - Setiap perbuatan tidak bisa
dianggap melawan hukum karena tidak ada aturan, undang-undang atau nas
yang mengaturnya. Dalam hukum positif disebut dengan asas legalitas. Dalam
syariat dikenal dengan ar-rukn asy-syar'i.

2. Unsur Material (sifat melawan hukum) - Artinya adanya tingkah laku seseorang
yang membentuk jarimah, baik dengan sikap tidak berbuat maupun sikap
berbuat. Unsur ini disebut dengan ar-rukn al-madi.

3. Unsur Moral (pelakunya mukalaf) - Dalam syariat Islam disebut dengan ar-
rukn al-adabi. Artinya adalah orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban
terhadap jarimah yang ia lakukan. Orang yang melakukan tindak pidana dapat
dipersalahkan dan dapat disesalkan. Artinya bukan orang gila, anak-anak dan
bukan karena dipaksa atau karena pembelaan diri.
.
b. Unsur-unsur Jarimah Khusus
Yaitu unsur-unsur yang harus terpenuhi pada jarimah tertentu. Sebagai contoh
adalah jarimah pencurian, harus terpenuhi unsur perbuatan dan benda.
Perbuatan itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi, barang itu milik orang lain
secara sempurna dan benda itu sudah ada pada penguasaan si pencuri.
.
Syarat yang berkaitan dengan benda, bahwa benda itu berupa harta, ada pada
tempat penyimpanan dan mencapai satu nisab. Unsur khusus yang ada pada
jarimah pencurian berbeda dengan unsur khusus jarimah hirabah (penyamunan).
Yaitu pelakunya harus mukalaf, membawa senjata, jauh dari keramaian, dan
menggunakan senjata.
D. Hubungan Jarimah dengan Larangan Syara’
Suatu tindak kejahatan disebut jarimah (tindak pidana, peristiwa pidana atau
delik) apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau
masyarakat baik jasad (anggota badan atau jiwa), harta benda, keamanan, tata aturan
masyarakat, nama baik, perasaan atau hal-hal lain yang harus dipelihara dan dijunjung
tinggi keberadaannya. Jadi, yang menyebabkan suatu perbuatan tersebut dianggap
sebagai jarimah adalah dampak dari perilaku tersebut yang menyebabkan kerugian
kepada pihak lain, baik dalam bentuk material (jasad, nyawa atau harta benda) maupun
non materi atau gangguan non fisik, seperti ketenangan, ketentraman, harga diri, adat
istiadat dan lain sebagainya.
Penyebab perbuatan yang merugikan tersebut di antranya adalah tabiat manusia
yang cenderung pada sesuatu yang menguntungkan bagi dirinya walaupun hasil dari
perbuatan tersebut merugikan orang lain. Oleh karena itu dibutuhkan adanya sebuah
peratuaran atau undang-undang. Akan tetapi, kehadiran peraturan tersebut menjadi
tidak berarti tanpa adanya dukungan yang dapat menekan dan membuat seseorang
untuk mematuhi aturan tersebut. Dukungan yang dimaksud adalah penyertaan ancaman
hukuman atau sanksi.

Tanpa adanya sanksi yang menyertai larangan atau perintah, harapan akan
terciptanya kemaslahatan umum yang diharapkan akan sulit terealisasikan. Dalam
upaya menciptakan ketertiban, keamanan, kenyamanan, kehidupan dalam
bermasyarakat yang dibutuhkan tidak hanya mengandalkan keimanan, niat baik,
kejujuran dan sebagainya dari anggota masyarakat, namun juga harus didukung dengan
adanya ancaman sanksi hukum.

Hukuman, ancaman, sanksi memang bukan merupakan sesuatu yang maslahat


(baik), bahkan hukuman itu akan berakibat buruk, menyakitkan, menyengsarakan,
membelenggu kebebasan bagi si pelaku tindak kejahatan. Namun bila dibandingkan
dengan kepentingan orang banyak, kehadiran peraturan beserta sanksi sangatlah
diperlukan guna mencapai kemaslahatan banyak orang.

Berbuat jarimah mungkin memang menguntungkan bagi si pelaku dan ini memang
sesuai dengan kecenderungan manusia untuk memilih yang terbaik bagi dirinya, namun
sebaliknya malah merugikan pihak lain. Tindakan mencuri, menipu, berzina, tidak
menunaikan zakat, mungkin bisa jadi menguntungkan bagi si pelaku tindak pidana atau
pelaku jarimah, baik yang bersifat materi atau non materi. Akan tetapi, semua itu sama
sekali bukanlah yang mendasari pertimbangan Syara’ dalam melarang tindakan pidana
atau jarimah tersebut. Artinya, bukan keuntungan perseorangan yang menjadi bahan
pertimbangan bahwa mencuri, berzina, tidak mengeluarkan zakat itu dilarang, melainkan
perilaku merekalah yang berdampak buruk dan merugikan masyarakat banyak, merusak
tatanan dan melanggar kesusilaan yang menjadi dasar hal tersebut dilarang oleh Syara’.
Jadi, dasar pertimbangan suatu perbuatan dianggap sebagai jarimah atau tindak
pidana, bukanlah karena keuntungan yang sifatnya individual, tetapi adanya konotasi
larangan tersebut, yaitu merugikan kepentingan sosial. Maka, kesimpulan diadakannya
peraturan, baik berupa perintah maupun larangan, sudah tentu disertai sanksi-sanksinya
semata-mata bagi kepentinagan oraang banyak, bukan kepentingan orang per orang.

Dalam hal ini, Allah SWT sebagai pembuat syari’at, pembuat peraturan, sama sekali
tidak menerima keuntungan. Andaikata seluruh isi alam ini mentaati seluruh
peraturanya. Sebaliknya, kedurhakaan seisi alam ini pun juga tidak akan membuat Allah
SWT merugi.
Esensi untuk menerapkaan hukuman bagi pelaku tindak pidana atau jarimah,
antara hukum Islam dan hukum positif, bertemu dalam suatu pendirian dalam suatu
tujuan, yaitu terpeliharanya kepentingan, ketentraman dan kelangsungan hidup
masyarakat. Meskipun ada kesamaan persepsi dalam hal tujuan tersebut, hukum Islam
dalam menetapkan suatu jarimah tidak bergantung pada ada tidaknya kerugian dari
hasil jarimah itu. Seperti yang diketahui, bahwa tujuan dari kehadiran agama Islam
adalah untuk menyempurnakan akhlak umatnya, maka segala perilaku akan dihadapkan
pada norma dan moral tak terkecuali halnya dengn jarimah.
Sesuai dengan misi awalnya, hukum Islam sangat menjunjung tinggi akhlak.
Namun, sebaliknya hukum positif cenderung mengabaikannya. Hukum Islam
menganggap suatu perbuatan sebagai jarimah, penilaian utamanya adalah
apakah perbuatan itu bertentangan dengan akhlak atau tidak, kalau iya, maka
tidaknya kerugian, tetap dianggap sebagai jarimah
E. Hukum pidana Islam (Jinayah)

Hukum pidana Islam (Jinayah) adalah bagian dari hukum Islam yang bersumber pada Al-
Qur’an, As-Sunnah atau Al-Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Karena itu, hukum pidana Islam
(Jinayah) mesti berpijak pada Al-Qur’an, As-Sunnah atau Al-Hadits, Ijma’ dan Qiyas.

Hukum Islam bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta sumber lain yang
dibenarkan syari’at sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan
diisyaratkan oleh Rasulullah Saw. dalam banyak sabdanya. Dalam kajian hukum Islam,
misalnya Ijma’, Qiyas dan serupanya.

Al-Qur’an adalah sumber hukum pokok daripada sumber-sumber yang lainnya, maka
dalam setiap memutuskan perkara mesti pertama-tama berpedoman pada Al-Qur’an,
atau yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. Diantara kandungan isinya ialah
peraturan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah Swt., dengan dirinya
sendiri, sesama manusia dan hubungannya dengan alam beserta makhluk lainnya.

As-Sunnah adalah segala sesuatu yang datang dari nabi selain Al-Qur’an, baik berupa
perkataan, perbuatan atau taqrir yang bisa dijadikan sebagai dasar penetapan hukum
syara’.
Menurut ulama Ushul Fiqih, As-Sunnah adalah apa yang bersumber dari nabi Saw. selain
Al-Qur’an baik berupa perkataan, perbuatan, atau pengakuan beliau.
Sedangkan menurut ulama Hadits, As-Sunnah adalah apa yang disandarkan kepada nabi
Saw. baik berupa perkataan, perbuatan, pengakuan, sifat, atau sirah beliau.

Ijma’ adalah kesepakatan pandangan para sahabat Nabi Saw. juga kesepakatan yang
dicapai dalam berbagai keputusan hukum dan dilakukan oleh para Mufti yang ahli, atau
para Ulama dan Fuqaha dalam berbagai persoalan Din Al-Islam.

Qiyas adalah asas hukum yang diperkenalkan untuk memperoleh kesimpulan logis dari
suatu hukum tertentu yang harus dilakukan demi keselamatan kaum muslimin.

Masing-masing keempat sumber tersebut (Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, dan Qiyas) saling
berhubungan, sebab semuanya membawa spirit yang sama dan berpijak pada Wahyu
utama Allah Swt. berupa Al-Qur’an. Oleh karena itu, kekuatan final bagi semua aktivitas
nalar sehubungan dengan perkembangan syari’ah tanpa kecuali harus bersumber dari Al-
Qur’an.
F. Pembagian Jarimah
Jarimah-jarimah dapat berbeda penggolongannya, menurut perbedaan cara
menninjaunya :
1. Dilihat dari segi berat-ringannya hukuman (uqubah)
Jarimah dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had,
yakni hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlah (berat ringan)
sanksinya yang menjadi hak Allah swt melalui dalil naqli1.
Dalam hubungannya dengan hukuman had, maka hak Allah
mempunyai pengertian bahwa hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan oleh
perseorangan (orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh
masyarakat yang mewakili negara.
Ada tujuh macam perbuatan jarimah hudud yaitu, zina, menuduh
orang lain berbuat zina (qadzaf), minum minuman keras, mencuri,
menggangu keamanan (hirabah), murtad, dan pemberontakan (al-Bagyu)2.
Salah satu bentuk contoh dari hukuman hudud yang menyatakan
sebagai hukuman yang di tentukan oleh syara’ adalah jarimah pencurian yang
didasarkan pada firman Allah dalam surah al-Maidah ayat (38):
‘Orang pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, hendaklah dipotong tangan
keduanya, sebagai balasan pekejaan keduanya dan sebagai siksaan dari
Allah, Allah Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana.’
Penulis disini akan memaparkan secara ringkas tentang Jarimah Hudud Zina
dan Qadzaf.
1) Zina
Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh orang mukallaf
terhadap farji manusia (kemaluan) yang bukan miliknya secara disepakati
dengan kesengajaan.
Pelaku jarimah zina dapat dikenai sanksi hukuman had apabila
perbuatannya telah dapat di buktikan.
Untuk jarimah Zina ada tiga macam cara pembuktian, yaitu:
a) Dengan saksi,
Para ulama telah sepakat bahwa jarimah zina tidak bisa di
buktikan kecuali dengan empat orang saksi. Apabila saksi itu kurang
dari empat maka persaksian tersebut tidak dapat diterima. Hal ini
apabila pembuktian nya itu hanya berupa saksi semata-mata dab tidak
ada bukti-bukti yang lain. Dasarnya adalah sebagai berikut:
1. Surah An-Nisa’ ayat 15
Perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara
kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah
memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu)
dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah
memberi jalan lain kepadanya.
2. Surah An-Nur ayat 4 ;
dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik- baik
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
Maka deralah m ereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali
dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-
lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.
3. Surah An-Nur ayat 13
mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat
orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak
mendatangkan saksi-saksi Maka mereka Itulah pada sisi Allah
orang- orang yang dusta.
Adapun syarat –syarat Umum saksi yakni:
1. Baligh
2. Berakal
3. Kuat ingatan
4. Dapat Berbicara
5. Dapat Melihat
6. Adil
7. Islam
b) Dengan pengakuan
Pengakuan dapat digunakan sebagai alat bukti untuk jarimah
zina, dengan syarat-syarat sebagai berikut :
 Pengakuan harus dinyatakan sebanyak empat kali, dengan
mengiaskan kepada empat orang saksi.
 Pengakuan harus terperinci dan menjelaskan tentang hakikat
perbuatan, sehingga dapat menghilangkan syubhat (ketidak
jelasan) dalam perbuatan zina tersebut.
 Pengakuan harus sah atau benar.
 Pengakuan harus dinyatakan dalam sidang pengadilan.
c) Dengan Qarinah
Qarinah atau tanda yang di anggap sebagai alat pembuktian
dalam jarimah zina ialah timbulnya kehamilan pada seorang wanita
yang tidak bersuami, atau tidak diketahui suaminya.
 Macam-Macam Hukuman Zina
Dapat diketahui bahwa hukuman zina itu ada dua macam,
tergantung keadaan pelakunya apakan ia belum berkeluarga (ghair
muhshan) atau sudah berkeluarga (muhshan).
1. Hukumman untuk zina ghair muhshan.
Zina ghair muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki-
laki dan perempuan yang belum berkeluarga. Hukuman untuk zina
ini ada dua macam, yaitu :
a) Dera seratus kali, dan
b) Pengasingan selama satu tahun
Adapun dalil daripada hukuman untuk jarimah zina ini adalah:
Surah An-Nisa ayat 15-16 :
15. dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji
[275], hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang
menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi
persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam
rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah
memberi jalan lain kepadanya[276].
16. dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di
antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian
jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah
mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.
2. Hukuman untuk zina Muhshan
Zina muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan yang sudah berkeluarga (bersuami/istsri) . hukuman
untuk pelaku zina ini ada dua macam yakni:
a. Dera seratus kali dan
b. Rajam.
Adapun hukuman rajam adalah hukuman mati dengan jalan
dilempari dengan batu atau sejenisnya.
2) Qadzaf
Qadzaf menurut bahasa yaitu ram’yu syain berarti melempar
sesuatu. Sedangkan menurut istilah syara’ adalah melempar tuduhan
(wath’i) zina kepada orang lain yang karenanya mewajibkan hukuman had
bagi tertuduh (makdzuf).
Pengertian qadzaf yang diancam dengan hukuman had adalah
menuduh orang yang muhsan dengan tuduhan berbuat zina atau dengan
tuduhan yang menghilangkan nasabnya.
Dalam qadzaf akan hukuman pokok yaitu berupa dera (jilid)
delapan puluh kali dan hukuman tambahan berupa tidak diterimanya
kasaksian yang bersangkutan selama seumur hidup. Hal ini berdasarkan
firman Allah:
Artinya:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita baik-baik (berbuat zina)
dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka (yang menuduh itu delapan pulah kali dera, dan janganlah kamu
terima kesaksian mereka buat selama-lamanya.(QS.An-Nuur : 4)
b. Jarimah Qisas diyat
Jarimah qisas diyat yaitu perbuatan-perbuatan yang diancamkan
hukuman qisas atau hikuman diyat. Baik qisas maupun diyat adalah hukuman-
hukuman yang telah ditentukan batasnya, dan tidak mempunyai batas
terendah atau batas tertinggi, tetapi menjadi hak perseorangan, dengan
pengertian bahwa si korban bisa memaafkan si pembuat. Dan apabila
dimaafkan, maka hukuman tersebut dihapuskan.3
Jarimah qiyas-diyat adalah tindak pidana yang diancam dengan
hukuman qisas yaitu hukuman setimpal dengan pidana yang dilakukan. Yang
termaksud dalam kategori jarimah qiyas-diyat adalah :
1) Pembunuhan Sengaja (al-qatl al-amd)
2) Pembunuhan semi sengaja (al-qatl sibh al-amd)
3) Pembunuhan keliru (al qatl al-khata’)
4) Penganiyaan sengaja (al-jarh al-amd)
5) Penganiyaan salah (al-jarh al-khata’)
c. Jarimah Ta’zir
Jarimah Ta’zir yaitu ketentuan jarimah yang berdasarkan kesepakatan
dan ketentuan masyarakat muslim;
 Belum diatur atau tidak diatur dalam nash
 Tidak bertentangan dengan Ajaran Nash
Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman-
hukuman mana yang sesuai dengan macam jarimah ta’zir serta keadaan si
pembuatnya juga. Jadi hukuman jarimah ta’zir tidak memiliki batas tertentu.
Dilihat dari berubah tidaknya sifat jarimah dan jenis hukuman, para
fuqaha membagi jarimah ta’zir ke dalam dua bentuk, yaitu :
1) Jarimah Ta’zir yang jenisnya ditentukan oleh syara’, seperti mu’amalah
dengan cara riba, memicu timbangan, mengkhianati amanat, korupsi,
menyuap, manipulasi, nepotisme, dan berbuat curang. Perbuatan
tersebut semua dilarang, akan tetapi sanksinya sepenuhnya diserahkan
kepada penguasa.
2) Jarimah Ta’zir yang ditentukan oleh pihak penguasa atau pemerintah.

2. Dilihat dari niat si pembuat (pelaku)


Jarimah dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Jarimah Sengaja
Menurut Muhammad Abu Zahrah, yang dimaksud dengan jarimah
sengaja adalah suatu jarimah yang dilakukan oleh sesorang dengan
kesengajaan dan atas kehendaknya serta ia mengetahui bahwa perbuatan
tersebut dilarang dan diancam dengan hukuman.4
Artinya, dalam hal ini terdapat 3 unsur, yaitu :
1) Unsur Kesengajaan
2) Unsur Kehendak yang bebas dalam melakukannya
4
3) Unsur pengetahuan tentang dilarangnya perbuatan.
b. Jarimah Tidak Sengaja
Abdul Qadir Audah mengemukakan pengertian jarimah tidak sengaja
sebagai berikut : Jarimah tidak sengaja adalah jarimah dimana pelaku tidak
sengaja (berniat) untuk melakukab perbuatan yang dilarang dan perbuatan
tersebut terjadi sebagai akibat kelalaiannya (kesalahannya).
Kekeliruan ada 2 macam, yaitu :
1) Kekeliruan dalam perbuatan
Contoh :seseorang yang menembak binatang buruan, tetapi pelurunya
menyimpang mengenai manusia.
2) Keliru dalam dugaan
Contoh : seseorang yang menembak orang lain yang disangkanya adalah
penjahat yang sedang dikejarnya, tetapi ternyata ia penduduk biasa.

3. Dilihat dari segi mengerjakannya


Jarimah dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Jarimah Positif
Terjadi karena mengerjakan suatu perbuatan yang dilarang, seperti mencuri,
zina, memukul, dan sebagainya.
b. Jarimah Negatif
Terjadi karena tidak melakukan sesuatu perbuatan yang diperintahkan,
seperti tidak mengeluarkan zakat.5

4. Dilihat dari orang yang menjadi korban (yang terkena) akibat perbuatan
Jarimah dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Jarimah Perseorangan
Jarimah dimana hukuman terhadapnya dijatuhkan untuk melindungi
kepentingannya perseorang, meskipun sebenarnya apa yang menyinggung
perseorangan juga menyinggung masyarakat.
b. Jarimah Masyarakat
Jarimah dimana hukuman terhadapnya dijatuhkan untuk menjaga
kepentingan masyarakat, baik jarimah tersebut mengenai perseorangan atau
mengenai ketentraman masyarakat dan keamanannya.

BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Jinayah dan Jarimah adalah dua istilah yang memiliki kesamaan dan
perbedaannya secara etimologis, kedua istilah tersebut bermakna tunggal,
mempunyai arti yang sama serta ditujukan bagi perbuatan yang berkonotasi
negative, salah atau dosa. Adapun perbedaannya terletak pada pemakaian, arah
pembicaraan, serta dalam rangkaian apa kedua kata itu digunakan.
Adapun unsur-unsur jarimah adalah :
1. Unsur Formal
2. Unsur Moriel
3. Unsur Material
Jarimah Terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
A. Dilihat dari berat-ringannya hukuman :

a. Jarimah Hudud
1) Jarimah Zina
2) Jarimah Qadzaf
b. Jarimah Qisas Diyat
c. Jarimah Ta’zir
B. Dilihat dari niat si pelaku
a. Jarimah sengaja
b. Jarimah tidak sengaja
C. Dilihat dari segi mengerjakannya
a. Jarimah Positif
b. Jarimah Negatif
D. Dilihat dari orang yang menjadi korban atas perbuatannya
a. Jarimah perseorangan
b. Jarimah Masyarakat

B. Saran-saran
Sebagai mahasiswa perguruan tinggi Agama Islam, maka sepantasnyalah kita menggali
lebih dalam lagi tentang berbagai ilmu pengetahuan tentang agama dan tidak pernah merasa
cukup apalagi puas dengan hasil yang diperoleh, juga tidak berhenti hanya setelah berhasil
menggali, tapi berusaha mendakwahkannya dan membimbing umat ke arah kemajuan dan
kebenaran hakiki. Sebab, masa kini adalah masa dimana umat Islam mengalami kemunduran
di bidang ilmu pengetahuan, bahkan umat Islam sendiri mengalami pengikisan keilmuan
tentang agama mereka sendiri, dan parahnya lagi kemerosotan tersebut diindikasi sudah
merambat ke berbagai sisi kehidupan umat Islam. Hal ini dapat dibuktikan dengan
kemerosotan akhlak, penurunan tensi kegiatan-kegiatan keagamaan di berbagai tempat,
beralih fungsinya tujuan ibadah menjadi tujuan duniawi, dan sebagainya. Maka kita menjadi
tonggak yang harusnya paling kuat dalam menahan arus kemunduran umat ini. Tentu tidak
bisa berdiam diri dengan berkutat dengan ketidakpedulian terhadap kondisi umat.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Kharisma Ilmu, 2007).

Djazuli, Fiqih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1947).

Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005).
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam-Fiqih Jinayah, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006).

http://repository.radenfatah.ac.id/6826/1/BUKU%20Al-Fiqh%20Al-Jinayah.pdf diakses tanggal


30 Mei 2021

Anda mungkin juga menyukai