Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

UNSUR JARIMAH
Mata Kuliah Hukum Pidana Islam

Dosen Pengampu :
Holilur Rohman, MHI

Kelompok 2 :
1. Yeni Novitasari C91218144
2. Yeni Rachmawanti C91218145
3. Zaid Naufal Hizbullah C91218146

PRODI HUKUM KELUARGA


JURUSAN HUKUM PERDATA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2019
Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT karena atas limpahan
rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya Makalah Unsur Jarimah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Tujuan kami menyusun Makalah Unsur Jarimah ini untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Hukum Pidana Islam dan memperdalam pemahaman tentang
materi unsur jarimah.

Berbagai hambatan telah kami hadapi dalam menyusun makalah ini.


Namun berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, hambatan tersebut
dapat teratasi dengan baik. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu proses pembuatan karya tulis ini.

Akhir kata, kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi semua orang.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, 02 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan Makalah......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Jarimah..................................................................................2
B. Unsur-unsur Jarimah...............................................................................2
C. Klasifikasi Jarimah..................................................................................3
D. Macam-macam Jarimah..........................................................................7
BAB III ANALISI KASUS
A. Kasus.......................................................................................................10
B. Analisis....................................................................................................12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................17

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum pidana Islam mengatur segala permasalahan kejahatan
yang dilakukan oleh seseorang, karena sudah pasti perbuatan atau
kejahatan tersebut melanggar syari’at yang ada. Seseorang yang
melakukan kejahatan akan menerima akibatnya seperti dikenakan salah
satu jenis jarimah. Dalam hukum pidana Islam, ketentuan-ketentuan
tentang jarimah telah diatur sedemikian rupa. Jadi, apabila seseorang
berani melakukan sebuah kejahatan, maka dia juga telah siap menerima
jarimah sesuai kejahatan yang dia lakukan.
Umat Islam, perlu mengetahui unsur-unsur yang terkandung dalam
tindak pidana, agar sikap yang dipilihnya adalah sikap yang bijak. Karena
hal ini menyangkut pula syari’at, dimana Al-Qur’an dan As-Sunnah
selamanya akan dipegang teguh. Oleh sebab itu, dalam makalah ini kami
mengangkat tema yang didasarkan pada pentingnya wawasan umat akan
unsur-unsur dalam tindak pidana Islam, sehingga penulis akan
memaparkan masalah tersebut dalam makalah dengan judul “Unsur
Jarimah”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jarimah?
2. Apa saja unsur-unsur jarimah?
3. Bagaimana pengklasifikasian unsur jarimah?
4. Apa saja macam-macam jarimah?

C. Tujuan
Dapat mendalami segala sesuatu yang berhubungan dengan unsur Jarimah
baik dalam unsur umum maupun unsur khusus.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jarimah
Jarimah (tindak pidana) didefinisikan oleh Imam Al-Mawardi adalah segala
larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang dan atau meninggalkan hal-hal
yang diwajibkan) yang diancam dengan hukum had atau ta’zir. Sehingga orang
yang mengerjakan perbuatan yang dilarang atau tidak melakukan perintah maka
ia dapat dikenai hukuman.1
Dalam penggunaan istilahnya, Jarimah dalam terminologi fiqh Islam
disebut jinayat. Namun terdapat pula yang memisahkan antara jinayah dan
jarimah seperti yang telah dipaparkan oleh Hanafiyah. Menurut Hanafiyah kata
jinayah hanya diperuntukkan untuk semua perbuatan manusia yang dikhususkan
bagi kejahatan terhadap jiwa dan anggota badan, sedangkan untuk kejahatan
benda diatur dalam bab sendiri. Sedangkan Shafi’iyah, Malikiyah, Hanabilah
tidak mengadakan pemisahan.2

B. Unsur unsur Jarimah


Pada dasarnya suatu perbuatan dapat dikatakan telah melanggar peraturan atau
tindak pidana (jarimah) apabila unsur-unsurnya telah terpenuhi. Untuk lebih
jelasnya maka diberi ilustrasi sebagai berikut. Kata “Jarimah” terdiri dari huruf j,
a, r, i, m, a, dan h. Jika satu huruf saja tidak dipenuhi maka tidak dapat disusun
menjadi kata “jarimah”. Misalnya tidak ada huruf j maka menjadi arimah, atau
tidak ada huruf r maka menjadi kata jaimah dan tentunya mengakibatkan beda
pengertian dan beda maksud.
Suatu perbuatan dapat dianggap sebagai tindak pidana (jarimah) apabila
unsur-unsurnya telah terpenuhi, yaitu unsur umum dan unsur khusus3. Unsur
umum yang berlaku untuk semua tindak pidana, seperti memindahkan atau
mengambil harta orang lain adalah unsur yang hanya ada pada tindak pidana
pencurian. Demikian dengan menghilangkan nyawa seseorang hanya ada pada
tidak pidana pembunuhan. Sedangkan unsur khusus hanya berlaku untuk masing-

1
Sahid HM, Pengantar Hukum Pidana IslamI, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hal. 6
2
Ibid. hal. 8
3
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 13.

2
masing tindak pidana dan berbeda antar jarimah. Unsur umum dalam jarimah
terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. Unsur Formil (‫رعي‬
ُّ ‫)الركن ال ّش‬, yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang
perbuatan dan mengancamnya dengan hukuman. Artinya, setiap perbuatan
tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dapat dipidana
kecuali adanya nash atau undang-undang yang mengaturnya. Sebagai
contoh tentang hukum pencurian yang ditetapkan dalam Al-Qur’an surat
Al-Maidah ayat 38.
2. Unsur material (‫ادي‬UU‫)الركن الم‬, yaitu sifat melawan hukum, yakni adanya
tingkah laku seseorang yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan
nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat (negatif). Yang artinya
Perbuatan tersebut benar-benar telah dilakukan, walaupun baru percobaan
saja. Misalnya pencuri yang membobol rumah seseorang, walau belum
mengambil apapun, tidakan dari pencuri tersebut adalah unsur
materialnya.
3. Unsur moral (‫)الركن االدبي‬, yaitu bahwa pelaku adalah orang mukallaf yakni
orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang
dilakukannya. 4
Adapun unsur khusus adalah unsur yang merupakan spesifikasi pada
setiap tindak pidana / Jarimah dan tidak ditemukan pada tindak pidana
yang lain. Contohnya adalah memindahkan atau mengambil harta orang
lain adalah unsur yang dimiliki oleh jarimah pencurian, sudah tentu tidak
dimiliki oleh jarimah pembunuhan yang spesifikasi unsurnya adalah
menghilangkan nyawa orang lain.5

C. Pengklasifikasian Unsur Jarimah


a. Unsur Formil
Dalam unsur ini terdapat lima masalah pokok6 :
1) Asas legalitas dalam hukum pidana islam.
4
Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al-Jinay Al-Islamiy, (Beirut: Dar Al-Kitab, t.t.), hal. 110-111.
5
Sahid HM, Pengantar Hukum Pidana IslamI, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hal. 21
6
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), hal. 1.

3
Asas legalitas yang terkenal di dalam hukum positif telah
ada sejak Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ayat-
ayat yang menggambarkan adanya asas legalitas diantaranya
adalah Surah Al-Isra ayat 15 dan Al-Qashash ayat 59. Dengan
demikian maka syariat Islam telah mengenal lebih dahulu asas ini.
2) Sumber-sumber aturan-aturan pidana islam.
Jumhur ulama telah sepakat bahwa sumber hukum Islam
pada umumnya ada empat, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’, dan
qiyas. Untuk hukum pidana Islam formil, atau hukum acara pidana
semua sumber hukum tersebut bisa terpakai. Akan tetapi,
penggunaan qiyas dalam jarimah tertentu masih diperdebatkan oleh
para fuqaha.
3) Masa berlakunya aturan-aturan pidana islam.
Menurut hukum pidana Islam ketentuan tentang masa
berlakunya peraturan pidana ini, pada prinsipnya sama dengan
hukum positif. Seperti halnya dalam hukum positif, peraturan
pidana dalam hukum Islam berlaku sejak ditetapkannya dan tidak
berlaku terhadap peristiwa yang terjadi sebelum peraturan itu
dikeluarkan. Dengan demikian peraturan pidana dalam hukum
pidana Islam juga tidak berlaku surut. 7 Hal ini juga dijelaskan oleh
Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 22-23, Al-Maidah ayat 38.
4) Lingkungan berlakunya aturan-aturan pidana islam.
Dalam hubungan dengan lingkungan berlakunya peraturan
pidana Islam, secara teoritis para fuqaha membagi dunia ini kepada
dua bagian, yaitu Negeri Islam dan Negeri Bukan Islam. Termasuk
kelompok negeri Islam adalah negeri-negeri dimana hukum Islam
tampak di dalamnya, karena penguasanya adalah penguasa Islam.
Juga termasuk dalam kelompok ini, negeri dimana penduduknya
yang beragama Islam dapat menjalankan hukum-hukum Islam.
Termasuk dalam kelompok negeri bukan Islam adalah negeri-
negeri yang tidak dikuasai oleh kaum muslimin atau negeri dimana

7
Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al-Jinay Al-Islamiy, (Beirut : Dar Al-Kitab, t.t.), 110-111.

4
hokum Islam tidak dijalankan walaupun di sana terdapat umat
Islam.
5) Asas pelaku atau terhadap siapa berlakunya aturan-aturan hukum
pidana islam.
Hukum pidana syariat Islam khususnya dalam pelaksanaannya
tidak membeda-bedakan tingkatan manusia. Sejak pertama kali
diturunkan syariat Islam memandang bahwa semua orang di depan
hukum itu sama tingkatannya. Tidak ada perbedaan antara orang
kaya dan miskin, dan sebagainya. Dalam Islam perbedaan
tingkatan itu hanya satu, yaitu yang paling takwa. Allah berfirman
dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujurat : 13

b. Unsur Materil
pengertian unsur materil dari jarimah ini sebagaimana yang
dikemukakan Muhammad Abu Zahrah : “Melakukan perbuatan atau
perkataan yang dilarang dan telah ditetapkan hukumannya yang
dilaksanakan oleh pengadilan.”8
1) Percobaan melakukan jarimah
Untuk mengetahui sampai dimana suatu perbuatan
percobaan dapat dihukum maka terdapat tiga fase pelaksanaan
jarimah, yaitu fase pemikiran dan perencanaan, fase persiapan, dan
fase pelaksanaan.
Pada fase pemikiran dan perencanaan, memikirkan dan
merencanakan suatu jarimah tidak dianggap sebagai maksiat yang
dijatuhi hukuman, karena menurut ketentuan yang berlaku dalam
syariat Islam, seseorang tidak dapat dituntut atau dipersalahkan
karena lintasan hatinya atau niat yang terkandung di dalam hatinya.
Hal ini didasarkan kepada hadis Nabi SAW : Abu Hurairah ra.
Berkata : Nabi SAW telah bersabda : “Sesungguhnya Allah

8
Musthafa Muhammad ‘Imarah, Jawahir Al Bukhari, (Kairo : Maktabah At Tujariyah Al Kubra,
1356 H), 270

5
mengampuni umatku karena aku atas apa yang terlintas dalam
hatinya, selama belum dikerjakan atau diucapkan.”9
Fase persiapan juga tidak dianggap sebagai maksiat yang
dapat dihukum, kecuali apabila perbuatan persiapan itu sendiri
dipandang sebagai maksiat. Akan tetapi mazhab Hambali dan
Maliki, perbuatan persiapan dipandang sebagai perantara kepada
perbuatan yang haram dan hukumnya adalah haram. Sehingga
dengan demikian pelakunya dikenakan hukuman.
Fase pelaksanaan, pada fase inilah perbuatan pelaku dapat
dianggap sebagai jarimah. Untuk dikenakan hukuman maka dalam
hal ini cukup apabila perbuatan itu sudah dianggap sebagai
perbuatan maksiat.

2) Turut serta melakukan jarimah10


Turut serta melakukan jarimah itu ada dua macam yaitu
turut serta secara langsung dan secara tidak langsung. Turut serta
secara langsung terjadi apabila orang yang melakukan jarimah
dengan nyata lebih dari satu orang. Turut berbuat tidak langsung
adalah setiap orang yang mengadakan perjanjian dengan orang lain
untuk melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum, menyuruh
(menghasut) orang lain atau memberikan bantuan dalam perbuatan
tersebut disertai dengan kesengajaan.

c. Unsur Pertanggungjawaban (Moral) Jarimah


1) Pertanggungjawaban pidana
Pengertian pertanggungjawaban pidana dalam syariat Islam
adalah pembebanan seseorang dengan akibat perbuatan atau
adanya perbuatan yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri,
dimana orang tersebut mengetahui maksud dan akibat dari
perbuatannya itu.11

9
Ibid. hal. 271
10
Ibid,1
11
A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), 121.

6
Orang yang harus bertanggung jawab atas suatu kejahatan
adalah orang yang melakukan kejahatan itu sendiri, bukan orang
lain. Faktor yang menyebabkan adanya pertanggungjawaban
pidana adalah perbuatan maksiat, yaitu mengerjakan perbuatan
yang dilarang oleh syara’ atau meninggalkan perbuatan yang
diperintahkan oleh syara’.
2) Hapusnya pertanggungjawaban pidana
Pertanggungjawaban pidana dapat dihapus karena hal-hal
yang bertalian dengan perbuatan atau karena bertalian dengan
keadaan pelaku. Sebab-sebab dibolehkannya perbuatan yang
dilarang disebut asbab al-ibahah. Sedangkan sebab-sebab yang
berkaitan dengan keadaan pelaku disebut asbab raf’i al-uqubah
atau sebab hapusnya hukuman.
Abdul Qadir Audah mengemukakan bahwa sebab
dibolehkannya perbuatan yang dilarang itu ada enam macam, yaitu
pembelaan yang sah, pendidikan dan pengajaran, pengobatan,
permainan olahraga, hapusnya jaminan keselamatan, menggunakan
wewenang dan melaksanakan kewajiban bagi pihak yang berwajib.
Sedangkan sebab-sebab hapusnya hukuman itu ada empat macam,
yaitu paksaan, mabuk, gila, dan di bawah umur.12

D. Macam Macam Jarimah


Jarimah terbagi menjadi 3 :
1. Jarimah Qishash
Jarimah Qishash adalah segala perbuatan melawan hukum yang
dimana sanksinya adalah ganjaran yang setimpal. Dalam jarimah ini, hak
manusia lebih diutamakan. Jika pelaku mendapatkan maaf dari korban
atau keluarga korban, maka pelaku harus membayar diyat kepada mereka.
2. Jarimah Hudud
Jarimah Hudud adalah selaga perbuatan melawan hukum dimana
sanksinya ditentukan oleh nash.

12
Topo Santoso, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Depok: Rajagrafindo, 2016), hal. 139

7
3. Jarimah Ta’zir13
Jarimah Ta’zir adalah segala perbuatan melawan hukum dimana
negara atau hakim diberi keleluasaan memberikan sanksi, karena nash
tidak menentukannya.
Abdul Qadir Audah membagi hukuman ta’zir kepada 3 bagian:
a. Hukuman ta’zir atas perbuatan maksiyat.
Hukuman ta’zir dikenakan pada setiap perbuatan maksiyat, yang
tidak terkena had dan kifarat, baik berkenaan dengan hak Allah
(masyarakat) maupun hak adami (individu).
Maksiyat dibagi 3:
1) Perbuatan maksiyat yang dikenakan hukuman had, tetapi
kadangkala ditambah dengan kifarat, seperti pelukaan,
pencurian dan mabuk minuman keras (had + ta’zir jika
kemaslahatan umum menghendakinya). Contoh dari Imam
Malik, dalam pelukaan disamping qishash bisa ditambah ta’zir.
Contoh dari Imam Syafi’iyah, meminum khamr disamping 40 x
dera (had) + 40 x (ta’zir). Contoh dari Madhab Hanbali,
disamping potong tangan + mengalungkan tangan yg dipotong.
Contoh dari Madzhab Hanafi menganggap pengasingan 1 tahun
untuk pezina ghairu muhsan sebagai ta’zir.
2) Maksiyat yang dikenakan kifarat, tetapi tidak dikenai had.
Seperti bersetubuh di siang hari Ramadhan. Kifarat pada
dasarnya termasuk ibadah karena wujudnya membebaskan
budak/puasa/memberi makan fakir miskin. Bila kifarat
dikenakan pada perbuatan yang bukan maksiyat (seperti
membayar fidyah bagi yang tidak kuat berpuasa), statusnya
sebagai ibadah murni; tapi jika dikenakan pada maksiyat,
statusnya hukuman murni. Jenis maksiat ini sangat terbatas,
yaitu merusak puasa dan ihram, melanggar sumpah, dan
berjimak dengan istri yang sedang haid/dhihar.

13
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, cet.1, (Jakarta: Amzah, 2013), 3-4.

8
3) Maksiyat yang tidak dikenai had dan kifarat, seperti mencium
wanita yang bukan istri, percobaan pencurian, memakan
bangkai dan darah, dll. Ulama sepakat memberi hukuman
ta’zir, karena memang itulah satu-satunya hukumannya.

b. Hukuman ta’zir dalam rangka mewujudkan kemaslahatan umum


Kaidah umumnya, ta’zir hanya untuk perbuatan maksiyat. Namun
syari’at Islam membolehkan untuk menjatuhkan hukuman ta’zir
atas perbuatan bukan maksiyat (yg tidak ditegaskan larangannya),
apabila dikehendaki oleh kemaslahatan dan kepentingan umum.
Jenisnya tidak bisa ditentukan, dan semua perbuatan yang ada
unsur merugikan kepentingan dan ketertiban umum masuk dalam
kategori ini. Contoh Rasulullah pernah menahan seorang laki-laki
yang dituduh mencuri onta, ketika ternyata tidak terbukti, ia
dilepaskan. Penahanan (ta’zir), sedangkan hukuman jika memang
sudah terbukti di pengadilan. Tindakan penahanan dibenarkan
demi kepentingan umum (walaupun tertuduh bersih), sebab
membiarkan tertuduh bebas di luar sangat berbahaya (lari atau
malah dikenakan hukuman yang tidak sesuai).  Umar juga pernah
men-ta’zir pemuda tampan Nashr Ibn Hajjaj yang tidak melakukan
apa-apa, hanya semata-mata karena tampan. Jadi kebutuhan
masyarakat yang bisa menentukan hukuman ta’zir, maka sifatnya
elastis, tidak kaku dan sesuai situasi dan kondisi.

c. Hukuman ta’zir atas perbuatan-perbuatan pelanggaran (mukhalaf)


Mukhalafah dita’zir dijalankan jika perbuatan tersebut telah
berulang-ulang dilakukan. Jadi dita’zir bukan karena
pelanggarannya, tapi karena berulang-ulang sehingga menjadi adat
kebiasaan. Namun jika menggangu kepentingan umum, pelaku bisa
dita’zir tanpa ada syarat berulang-ulang (hukuman bukan karena
makruh/mandub, tapi karena mengganggu ketertiban umum)

9
BAB III
ANALISIS KASUS

A. KASUS
Fakta Baru soal Aulia Kesuma yang Bunuh Suami dan Anak Tirinya

Polisi telah menetapkan empat pelaku pembunuhan Edi Chandra Purnama


alias Pupung Sadili dan Adi Pradana alias Dana. Keempat pelaku tersebut
dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan
ancaman hukuman mati.
Keempat tersangka itu yakni Aulia Kusuma (35) yang merupakan istri
Pupung, Geovanni Kelvin (25), Kusmawanto Agus, dan Muhammad Nur
Sahid.
Kasus ini bermula saat warga di Kampung Bondol, Desa Pondokkaso
Tengah, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi menemukan dua mayat
dalam keadaan hangus dalam sebuah mobil. Sebelum dibakar, kedua korban
dibunuh terlebih dahulu oleh pelaku di kediamannya di kawasan Lebak
Bulus, Jakarta Selatan.
Berikut sejumlah fakta terbaru soal kasus ini:
Aulia Kesuma Punya Utang Rp 10 M
Aulia Kesuma, otak pembunuhan Edi Chandra Purnama alias Pupung Sadili
(54) dan Adi Pradana alias Dana (23) memiliki utang hingga Rp 10 miliar.
Setiap bulannya, Aulia harus membayar utangnya tersebut sebesar Rp 200
juta ke 2 bank yang berbeda.
ADVERTISEMENT
"Rp 10 miliar (total utang), Rp 7 miliar di Danamon, Rp 2,5 miliar di BRI
dan Rp 500 juta di kartu kredit,” ucap Kapolres Sukabumi AKBP Nasriadi
dalam keterangannya, Rabu (28/8).
Aulia sempat meminta Pupung untuk menjual rumahnya di Lebak Bulus,
Jakarta Selatan, untuk membayar utang. Namun Dana yang merupakan anak
tiri Aulia, menolaknya.
Motif Pembunuhan Tak Hanya soal Utang

10
Kapolda Jabar Irjen Pol Rudy Sufahriadi menyebut motif Aulia Kesuma
(35) membunuh dan membakar jenazah Edi Chandra Purnama alias Pupung
Sadili (54) dan Adi Pradana alias Dana (23) tak hanya soal utang piutang.
Menurut Rudy, Aulia dan Pupung pernah terlibat cek cok permasalahan
penjualan rumah mereka di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Ia menyebut,
awalnya Aulia dan Pupung sama-sama memiliki utang dan sepakat untuk
menjual rumah yang ditempatinya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

"(Pelaku) itu mengaku punya utang, dan suami (korban) juga punya utang,
mereka sepakat menjual rumah, rumahnya kan besar. Tapi pembagian itulah
yang menjadi masalah," kata Rudy, di kantornya, Rabu (28/8).
Namun, seiring berjalannya waktu, pembagian keuntungan antara korban dan
pelaku menjadi masalah."Jadi masalahnya sengketa pembagian penjualan
rumah," ujar Rudy.

Pembunuhan Direncanakan di Apartemen Kalibata


Para pembunuh Pupung Sadili dan Dana sempat bertemu di sebuah apartemen
di Jakarta Selatan sebelum melancarkan aksinya. Dalam pertemuan itu, Aulia
meminta mantan pembantunya untuk mencari pembunuh bayaran. Hasilny,
empat eksekutor didatangkan dari Lampung.
“Jadi kemarin setelah kita lakukan penyelidikan kita juga berkordinasi
dengan Polda Jabar bahwa ternyata kasus ini sudah direncanakan di salah satu
apartemen di Kalibata, Jakarta Selatan,” ucap Kabid Humas Polda Metro
Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, Rabu (28/8).
“Jadi setelah pertemuan tersebut di apartemen melakukan menghubungi
pembunuh di Lampung, mencari orang untuk menjalankan kegiatan
menghabisi nyawa orang,” lanjutnya.

Kelvin Bukan Anak Aulia


Sebelumnya, disebutkan Kelvin merupakan anak dari Aulia. Tapi, hal itu
terasa janggal karena jarak usia keduanya hanya 10 tahun.

11
Setelah diselidiki, polisi menemukan fakta bahwa Kelvin bukannya anak dari
Aulia. Kelvin merupakan keponakan Aulia Kesuma.
"Tersangka AK ini ada yang bertanya kenapa umurnya terpaut 10 tahun
(dengan Kelvin). Itu bukan anaknya tapi itu keponakan, bukan anaknya. Itu
(Aulia) tantenya (Kelvin)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol
Argo Yuwono, di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, pada Rabu (28/8).14

B. ANALISS
Sesuai dengan materi yang telah dibahas mengenai unsur-unsur jarimah.
Unsur jarimah adalah unsur yang menentukan apakah perbuatan yang
dilakukan termasuk tindak pidana yang dapat dipidanakan atau tidak.
Dari kasus tersebut, inti dari kasus yang dapat diketahui sebagai berikut:
“pembunuhan berencana yang dilakukan seorang perempuan (istri muda
korban), dilakukan dengan sengaja bersama anak kandungnya dan pembunuh
bayaran lainnya”.
Dalam hukum pidana Islam, terdapat dua unsur yakni unsur umum dan unsur
khusus. Unsur umum masih terdapat 3 bagian pokok, sedangkan unsur khusus
tergantung pada jenis pidana yang dilakukan. Berikut akan kami uraikan
unsur yang ada dalam kasus tersebut berdasarkan hukum pidana islam
(jarimah):
1. Unsur Umum
a. Unsur Formal : adanya undang-undang atau nass yang mengaturnya
( asas legalitas).
Dalam hal kasus pembunuhan diatas sudah ada nass yang
mengaturnya, yakni pada Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 178-179:

‫األُ ْنثَى‬UUِ‫ ِد َواألُ ْنثَى ب‬U‫ ُد بِ ْال َع ْب‬U‫صاصُ فِي ْالقَ ْتلَى ْالحُرُّ بِ ْالحُرِّ َو ْال َع ْب‬ َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْالق‬ َ ِ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا ُكت‬
ٌ U‫ك ت َْخفِي‬
‫ف ِم ْن َربِّ ُك ْم‬U َ U ِ‫ا ٍن َذل‬U ‫ ِه بِإِحْ َس‬U ‫ُوف َوأَدَا ٌء إِلَ ْي‬ِ ‫ال َم ْعر‬U ْ Uِ‫ع ب‬
ٌ ‫ا‬UUَ‫ ْي ٌء فَاتِّب‬U ‫ ِه َش‬U ‫هُ ِم ْن أَ ِخي‬U َ‫فَ َم ْن ُعفِ َي ل‬

14
Kumparan ( 2019, 28 agustus), Fakta baru soal aulia kusuma yang bunuh suami dan anak
tirinya. Dikutip 3 September 2019 dari https://kumparan.com/@kumparannews/fakta-baru-soal-
aulia-kesuma-yang-bunuh-suami-dan-anak-tirinya-1rkx2hMEkyK.

12
ِ ‫ا‬UUَ‫اأُولِي األَ ْلب‬UUَ‫اةٌ ي‬UUَ‫اص َحي‬
‫ب‬ َ ِ‫) َولَ ُك ْم فِي ْالق‬178( ‫ َذابٌ أَلِي ٌم‬U‫ك فَلَهُ َع‬
ِ U‫ص‬ َ ِ‫َو َرحْ َمةٌ فَ َم ِن ا ْعتَدَى بَ ْع َد َذل‬
)179( َ‫لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash


berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan
wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari
saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara
yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat)
kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih.(178) Dan dalam qishaash itu ada
(jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang
berakal, supaya kamu bertakwa. (179)”

Sedangkan dalam konteks hukum pidana Indonesia, kasus


pembunuhan terdapat pada Pasal 340 KUHP (Kitab Udang-undang
Hukum Pidana) tentang Pembunuhan yang berbunyi “Barangsiapa
dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu
menghilangkan nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan
direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur
hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.”
Oleh karena itu, kasus ini memenuhi unsur yang pertama, yaitu unsur
formal.
2. Unsur Material :perbuatan yang melawan hukum
Dalam Hukum pidana islam, perbuatan melawan hukumnya adalah
1) Membunuh, dalam hal kasus ini pelaku telah membunuh korban
2) Korban yang di maksud adalah orang lain, maksudnya bukan
membunuh diri sendiri.
Dalam Pasal 340 KUHP, perbuatan yang melawan hukum adalah

13
1) Menghilangkan nyawa, dalam kasus ini, pelaku telah menghilangkan
nyawa dari suaminya sendiri
2) Orang lain, dalam kasus ini, posisi korban ( suami dari istri
muda/pelaku) adalah sebagai orang lain, maksudnya bukan diri pelaku
sendiri.
3. Unsur moral : Pelakunya adalah mukallaf, yakni orang-orang yang bisa
dimintai pertanggung jawaba atas tindakan pidananya.
Dalam kasus ini, jelas, pelaku adalah orang yang sehat, tidak sakit jiwa.
Jika di dalam hukum pidana islam adalah orang yang aqil dan baligh.
Menurut kami, pelaku sudah memenuhi aqil dan baligh terseut. Di dalam
hukum pidan Indonesia, pelaku adalah yang cakap hukum.
Unsur diatas adalah unsur umum yang berlaku untuk semua perilaku
pidana yang dilakukan, sedangkan unsur khusus adalah unsur yang
tergantung dari jenis pidananya. Maka untuk kasus pembunuhan ini,
unsur-unsunya kita kaitkan dulu dengan nass atau undang-undang yang
mengaturnya.

Unsur khusus

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash


berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan
wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari
saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara
yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat)
kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih.(178) Dan dalam qishaash itu ada
(jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang
berakal, supaya kamu bertakwa. (179)”

Berdasarkan isi ayat tersebut maka unsur khusunya adalah

14
1. Telah dibununya orang lain
Dalam pasal 340 “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan
direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dihukum
karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau
penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua
puluh tahun.”
Maka unsur yang dapat dirinci adalah sebagai berikut
1) Barang siapa : pelaku, yakni istri muda ( Aulia Kusma), anak istri
() muda beserta pembunuh bayaran,
2) Dengan sengaja dan rencana : Pembunuhan ini sudah di rencakan,
dimulai dari memberikan miuman keras, obat tidur dalam jus,
pembungkaman, sampai akhirnya di buang dan di bakar.
3) Menghilangkan nyawa orang lain: Pembunuhan ini
menghilangkan dua nyawa, yakni suaminya dan anak tirinya.

Maka jika tidak dipenuhi unsur-unsur tersebut tidak dapat disebut


tindak pidana (jarimah) dan akibatnya tidak dapat diberikan hukuman
pidana.

15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian jarimah :
Adalah segala larangan syara’, baik dalam hal meninggalkan perintah
ataupun menjalankan larangan yang dikenai hukuman atas perbuatan
tersebut.
2. Unsur-unsur Jarimah:
Adalah hal-hal, pokok-pokok yang menyebabkan suatu tindakan yang
dikatakan tindak pidana atau jarimah. Dalam unsur jarimah terdpat dua
unsur yaitu unsur umum yang terdiri dari formil, materil, dan moral,
serta unsur khusus.
3. Klasifikasi Jarimah
Jarimah di klasifikasi menjadi
a. Unsur formil yang memuat tentang asas legalitas, sumber, masa
berlaku dan lingkungan jarimah serta asas pelaku.
b. Unsur Materil yang memuat tentang percobaan, turut serta,
c. Pertanggungjawaban (Moral) yang memuat tentang
pertanggungjawaban dan hapusnya pertanggungjawaban.
4. Macam-macam Jarimah
a. Jarimah qishas
b. Jarimah hudud
c. Jarimah ta’zir.
Kesimpulan secara garis besar setelah materi serta analisis kasus
mengenai unsur jarimah yang menjadi judul kami adalah bahwa suatu
perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana atau jarimah apabila
tidak memenuhi unsur-unsur jarimah.

16
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

‘Imarah. Musthafa Muhammad. 1356 H. Jawahir Al Bukhari. Kairo: Maktabah At


Tujariyah Al Kubra.
A. Hanafi. 1967. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Audah Abdul Qadir. At Tasyri’ Al-Jinay Al-Islamiy. Beirut: Dar Al-Kitab, t.t.
Hakim, Rahmat. 2000. Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah. Bandung: Pustaka
Setia.
Irfan, M. Nurul dan Masyrofah. 2013. Fiqh Jinayah, cet.1. Jakarta: Amzah.
MH, Sahid. 2014. Pengantar Hukum Pidana IslamI. Surabaya: UIN Sunan Ampel
Press
Muslich, Ahmad Wardi. 2006. Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh
Jinayah. Jakarta: Sinar Grafika.

Santoso, Topo. 2016. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Depok: Rajagrafindo

Kumparan ( 2019, 28 agustus), Fakta baru soal aulia kusuma yang bunuh suami
dan anak tirinya. Dikutip 3 September 2019 dari
https://kumparan.com/@kumparannews/fakta-baru-soal-aulia-kesuma-yang-
bunuh-suami-dan-anak-tirinya-1rkx2hMEkyK.

17

Anda mungkin juga menyukai