Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TINDAK PIDANA

Disusun Oleh:
1. Rozi
2. Yusril
3. Zainul Muttaqin
4. Zinnurain Hasan
5. Yinnia Sirli Rosita
6. Muh. Hayadi Muawwikin

Dosen Pengampu:
Abdul Hayyi Nukman, MA.

HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW LOMBOK TIMUR
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum wr wb

Alhamdulillahirobbil'alamin segala puji kehadirat ALLAH SWT. Yang telah


memberikan rahmat, petunjuk, dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini tepat pada waktunya. Solawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad Saw. Yg telah membawa kita semua dari jalan kegelapan menuju jalan
terang benderang. Adapun tujuan kami menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
beserta sebagai penambah wawasan bagi kami dan teman-teman semua. Kami ucapakan
terima kasih kepada Bapak ABDUL HAYYI NUKMAN, MA. yang telah membimbing kami
dalam mata kuliah ini sehingga kami dapat menyusun Makalah ini walaupun masih kurang
dari kesempurnaan. Dan kami ucapkan terima kasih juga kepada teman semua yang telah ikut
membantu menyusun makalah ini. Semoga kita semua selalu dalam lindungan ALLAH Swt.,
Aamiiiin ya robbal'alamin......

Sekian

Assalamu'alaikum wr wb

Anjani, 02 Desember 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Tindak Pidana

B. Unsur-unsur Tindak Pidana

C. Penyebab Terjadinya Tindak Pidana

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia memiliki peraturan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.


Peraturan ini biasanya berupa perintah atau larangan untuk melakukan sesuatu yang
biasa disebut hukum. Hal ini diterapkan salah satunya agar masyarakat terlindungi
dari berbagai ancaman dan kejahatan. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari,
masyarakat membutuhkan hukum untuk mencapai kesejahteraan bersama. Hukum
diciptakan untuk mengatur serta membatasi berbagai macam aktivitas masyarakat
agar terbentuk suatu tatanan hidup yang aman, tertib, dan berkeadilan. Di Indonesia
sendiri memiliki beberapa macam hukum, salah satunya hukum pidana.

Hukum pidana kerap diartikan sebagai ketentuan hukum atau undang-undang


yang menentukan sanksi terhadap suatu pelanggaran. Biasanya, hukum pidana
digunakan untuk menghukum seseorang yang berbuat kejahatan seperti merampok,
pembunuhan, dan aksi kriminal lainnya. Salah satu tujuan hukum pidana yang paling
mendasar adalah memperbaiki orang-orang yang sudah melakukan kejahatan agar
tidak mengulangi perbuatannya. Hal ini sebagai yang tercantum dalam UUD 1945
pasal 1 ayat (3). Yang mana hukum menjadi keharusan dalam kehidupan bangsa dan
negara, karena hukum dapat menciptakan ketertiban serta keadilan pada masyarakat.

Hukum merupakan peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat,
yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Hukum juga dapat diartikan sebagai
undang-undang dan peraturan untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.
Sementara itu, hukum pidana sendiri terdiri dari norma-norma yang berisi beberapa
kegarusan dan larangan yang dikaitkan dengan suatu sanksi hukuman. Hukum pidana
dapat diartikan sebagai peraturan berupa norma dan sanksi yang diciptakan untuk
mengatur tingkah laku manusia dengan tujuan menjaga ketertiban, keadilan, serta
mencegah terjadinnya tindak kejahatan.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian tindak pidana ?

2. Apa saja unsur-unsur dari tindak pidana ?

3. Apa saja penyebab terjadinya tindak pidana ?

C. Tujuan

1. Memahami pengertian tindak pidana

2. Mengetahui unsur-unsur dari tidak pidana

3. Mengetahui apa saja penyebab terjadinya tindak pidana


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan
hukum yang di ancam dengan saksi pidana. Kata tindak pidana berasal dari istilah
yang dikenal dalam hukum pidana Belanda, yaitu strafbaar feit, kadang-kadang juga
menggunakan istilah Delict, yang berasal dari bahasa latin delictum. Hukum pidana
negara-negara Angxlo-saxon menggunakan istilah offense atau criminal act untuk
maksud yang sama.1

Oleh karena kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP) bersumber


pada W .v.S Belanda, maka istilah aslinya pun sama yaitu strafbaar feit (perbuatan
yang dilarang oleh undang-undang yang di ancam dengan hukuman). Dalam hal ini
Satochid Kartanegara cenderung untuk menggunakan istilah delict yang telah lazim
dipakai.2

Istilah offence, criminal act, yang oleh Negara-negara Eropa Kontinental dikenal
dengan istilah strafbaar feit atau delict, ketika diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, tampaknya mengalami keberagaman istilah. Keberagaman ini baik dalam
Perundang-undangan maupun dalam berbagai literatur hukum yang ditulis oleh para
pakar. Keberagaman istilah para ahli ini meliputi tindak pidana, peristiwa pidana,
delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum, dan perbuatan pidana.3

Pada dasarnya, istilah strafbaar feit jika dijabarkan secara harfiah, terdiri dari tiga
kata. Straf yang diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Kata baar diterjemahkan
dengan dapat dan boleh. Kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa,
pelanggaran dan perbuatan. Jadi, istilah strafbaar feit secara singkat bisa diartikan
perbuatan yang boleh di hukum. Namun dalam kajian selanjutnya tidak sesederhana

1
Nurul Irfan Muhammad. “Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Dalam Perspektif Fiqih Jinayah”, (Jakarta:
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI,2009), 31.
2
Irfan Muhammad. “Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Dalam Perspektif Fiqh Jinayah”, 45.

3
Irfan Muhammad. “Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Dalam Prspektif Fiqh Jinayah”, 50.
ini, karena yang bisa dihukum itu bukan perbuatannya melainkan orang yang
melakukan sesuatu perbuatan yang melanggar aturan hukum.
Selanjutnya beberapa rumusan tentang tindak pidana menurut para pakar hukum
pidana perlu dikemukakan bahwa menurut Simons, sebagaimana dikutip oleh Andi
Hamzah, strafbaar feit atau tindak pidana adalah kelakuan yang diancam dengan
pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan
kelakuan orang yang mampu bertanggung jawab. Hal ini berkaitan erat dengan dua
aliran monisme dan dualisme dalam hukum pidana.
Dalam mengomentari perbedaan pendapat antara aliran dualisme dan monisme
ini, Andi Hamzah mengatakan bahwa pemisahan tersebut hanya penting diketahui
oleh para penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan. Karena surat dakwaan
cukup berisi bagian inti (bestanddelen) delik dan perbuatan nyata4

B. Unsur-unsur Tindak Pidana

Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut


pandang, yaitu (1) dari sudut pandang teoritis dan (2) dari sudut pandang Undang-
undang. Maksud teoritis adalah berdasarkan pendapat ahli hukum, yang tercermin
daripada rumusnya. Sedangkan sudut Undang-undang adlah kenyataan tindak pidana
itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam Pasal-pasal perundang-undangan
yang ada. 5

a. Unsur-unsur tindak pidana menurut beberapa teoritis

Berdasarkan rumusan tindak pidana menurut Moeljatno, maka unsur tindak pidana
adalah perbuatan, yang dilarang (oleh aturan hukum), ancaman pidana (bagi yang
melanggar larangan). Dari batasan yang dibuat Jonkers dapat dirincikan unsur-
unsur tindak pidana adalah perbuatan, melawan hukum (yang berhubungan
dengan), kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat),
dipertanggungjawabkan. E. Y.Kanter dan SR. Sianturi menyusun unsur-unsur
tindak pidana yaitu : 6

Ke-1 Subjek
4
Nurul Irfan Muhammad. “Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Dalam Perspektif Fiqh Jinayah”, 59-60.

5
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana II, Rajawali Pers,Jakarta,2002,hlm. 78

6
E Y.Kanter dan S.R. Sianturi,Op. Cit, hlm. 211
Ke-2 Kesalahan

Ke-3 Bersifat melawan hukum (dari tindakan)

Ke-4 Suatu tindakan yang dilarang dan diharuskan oleh UU/PerUU-an dan
terhadap pelanggaranya diancam dengan pidana

Ke 5 Waktu, tempat, keadaan (unsure objektif lainnya).

Sementara K. Wantjik Saleh menyimpulkan bahwa suatu perbuatan akan


menjadi tindak pidana apabila perbuatan itu : 7

1. Melawan hukum

2. Merugikan masyarakat

3. Dilarang oleh aturan pidana

4. Pelakunya diancam oleh pidana.

Perumusan Simons mengenai tindak pidana, menunjukkan unsur-unsur tindak


pidana sebagai berikut : 8

1. Handeling, perbuatan manusia, dengan hendeling dimaksudkan tidak saja


eendoen (perbuatan) tetapi juga “een natalen” atau “niet doen” (melalaikan
atau tidak berbuat)

2. Perbuatan manusia itu harus melawan hukum (wederrechtelijk)

3. Perbuatan itu diancam pidana (Strafbaarfeit Gesteld) oleh UU

4. Harus dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab


(toerekeningsvatbaar).

5. Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan.

b. Unsur rumusan tindak pidana dalam Undang-undang

Buku II KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana tertentu yang


masuk dalam kelompok kejahatan dan Buku III adalah pelanggaran. Ternyata ada
7
K. Wantjik Saleh, Kehakiman dan Keadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998

8
Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm. 26-27
unsur yang selalu disebutkan dalam setiap rumusan ialah tingkah laku/perbuatan,
walaupun ada perkecualian seperti Pasal 335 KUHP. Unsur kesalahan dan
melawan hukum terkadang dicantumkan dan seringkali juga tidak dicantumkan.
Sama sekali tidak dicantumkan ialah mengenai unsur kemampuan bertanggung
jawab. Disamping itu banyak mencantumkan unsur-unsur lain baik
sekitar/mengenai objek kejahatan maupun perbuatan secara khusus untuk rumusan
tertentu.

Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP, maka dapat


diketahui adanya delapan unsur tindak pidana, yaitu :

1. Unsur tingkah laku

2. Unsur melawan hukum

3. Unsur kesalahan

4. Unsur akibat konstitutif

5. Unsur keadaan yang menyertai

6. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana

7. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana

8. Unsur syarat tambahan untuk dapat didana

C. Penyebab Terjadinya Tindak Pidana

Dalam KUHP, tindak pidana terbagi dua, yakni untuk semua yang dimuat dalam
buku II, dan pelanggaran untuk semua yang terdapat dalam Buku III. Sehingga tindak
pidana merupakan faktor kejahatan.

Faktor-faktor sosial yang mempunyai pengaruh terhadap terjadinya suatu pidana,


dapat dikategorikan sebagai berikut : 9

1. Faktor Ekonomi, meliputi sistem ekonomi, yang tidak saja merupakan sebab
utama (basic causa) dari terjadinya kejahatan terhadap hak milik, juga
mempunyai pengaruh kriminogenik karena membangun egoisme terhadap

9
Stepen Huwitz, Kriminologi, Saduran Moeljatno, Bina Aksara, Jakarta, 1986, hlm. 86
macam-macam kejahatan lain dengan cara pola hidup konsumeristis, dan
persaingan pemenuhan kebutuhan hidup, perubahan harga pasar , yang
mempengaruhi tingkat pencurian, keadaan krisis, pengangguran.

2. Faktor-faktor mental, meliputi kurangnya pemahaman terhadap agama,


pengaruh bencana, film dan televisi

3. Faktor-faktor fisik, keadaan iklim, seperti hawa panas/dingin, keadaan


terang/gelap, dan lain-lain dianggap sebagai penyebab langsung dari kelakuan
manusia yang menyimpang dan khususnya kejahatan kekerasan berkurang
semakin basah dan panas iklimnya.

4. Faktor-faktor pribadi, meliputi umur, jenis kelamin, ras dan nasionalitas,


alkoholisme, dan perang berakibat buruk bagi kehidupan manusia. Secara
umum dapat diklasifikasikan hal yang dapat menjadi pemicu terjadi tindak
pidana, antara lain:

a. Keadaan ekonomi yang lemah dan pengangguran

b. Lemahnya penegakan hukum, dalam hal ini mencakup lemahnya dari


sanksi perundang-undangan pidana, dan tidak terpadunya sistem peradilan
pidana

c. Adanya demonstration effects, yaitu kecenderungan masyarakat untuk


memamerkan kekayaan sehingga menyulut pola hidup konsumtif yang
berlomba-lomba mengejar nilai lebih sedangkan kesanggupan rendah

d. Perilaku korban yang turut mendukung sehingga terjadinya tindak pidana

e. Lingkungan keluarga yang tidak harmonis dan pergaulan dengan


masyarakat yang berintegrasi dengan pola-pola kejahatan dalam
masyarakat

f. Kurangnya penddikan tentang moral

g. Penyakit kejiwaan.

Sementara secara sederhana, dalam dunia krminalits dikenal dua faktor

penting terjdi tindak pidana, yaitu niat dan kesempatan. Kedua faktor saling
mempengaruhi dan harus ada untuk terjadinya tindak pidana.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan
hukum yang di ancam dengan saksi pidana. Kata tindak pidana berasal dari istilah
yang dikenal dalam hukum pidana Belanda, yaitu strafbaar feit, kadang-kadang juga
menggunakan istilah Delict, yang berasal dari bahasa latin delictum. Hukum pidana
negara-negara Angxlo-saxon menggunakan istilah offense atau criminal act untuk
maksud yang sama.

Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang,
yaitu (1) dari sudut pandang teoritis dan (2) dari sudut pandang Undang-undang.
Maksud teoritis adalah berdasarkan pendapat ahli hukum, yang tercermin daripada
rumusnya. Sedangkan sudut Undang-undang adlah kenyataan tindak pidana itu
dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam Pasal-pasal perundang-undangan
yang ada.

Dalam KUHP, tindak pidana terbagi dua, yakni untuk semua yang dimuat dalam
buku II, dan pelanggaran untuk semua yang terdapat dalam Buku III. Sehingga tindak
pidana merupakan faktor kejahatan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mustafa. 1983. Intisari Hukum Pidana, Jakarta : Ghalia Indonesia

Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana II, Jakarta : Rajawali Pers

Huwitz, Stepen. 1986. Kriminologi Saduran Moeljatno, Jakarta : Bina Aksara

Muhammad, Irfan. 2009. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Dalam Perspektif Fiqh
Jinayah, Jakarta : Badan Litbang dan Diklat
Saleh. K.Wantjik. 1998. Kehakiman dan Keadilan, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai