Anda di halaman 1dari 13

Sumber Hukum Pidana

Makalah ditujukan guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pidana

Dosen Pengampu: Dr. H. Imron Rosyadi, S.H., M.H.

Disusun Oleh:

1. Muhammad Faisal Hidayat (05040120125)

2. Nikmatul Inayah (05040120129)

3. Sirojum Munir (05040120142)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Sumber Hukum Pidana”.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Pidana yang diampu oleh Bapak Dr. H. Imron Rosyadi, S.H., M.H. Makalah ini
berisikan tentang informasi tentang Bebrapa Sumber Hukum Pidana. Diharapkan
makalah ini dapat memberikan informasi dan khazanah bagi kita semua. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Madiun, 17 September 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I ................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

BAB II ................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN .................................................................................................. 3

A. Pengertian Hukum Pidana ......................................................................... 3


B. Sumber Hukum Pidana .............................................................................. 4
C. Macam Macam Pembagian Delik .............................................................. 5
D. Macam Macam Pidana .............................................................................. 6

BAB III ................................................................................................................ 9

PENUTUP ........................................................................................................... 9

A. Kesimpulan ............................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 10

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Pidana merupakan bagian dari ranah hukum publik. Hukum Pidana di
Indonesia diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP), yang merupakan peninggalan zaman penjajahan Belanda. KUHP
merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia, dimana
asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang
diatur di luar KUHP. Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional
mengamanatkan asas setiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan. Hal ini tidak terbukti dengan adanya ketidakseimbangan antara
perlindungan hukum antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku
kejahatan karena masih sedikitnya hak-hak korban kejahatan diatur pada
perundang-undangan nasional. Segala aktivitas manusia dalam segala aspek
kehidupan sosial, politik, dan ekonomi dapat menjadi sebab terjadinya kejahatan.
Kejahatan akan selalu hadir dalam kehidupan ataupun lingkungan sekitar,
sehingga diperlukan upaya untuk menanganinya. Dengan upaya penanggulangan
kejahatan, diharapkan dapat menekan baik dari kualitas maupun kuantitasnya
hingga pada titik yang paling rendah sesuai dengan keadaannya.
Upaya untuk menekan kejahatan secara garis besar dapat dilalui dengan 2
(dua) cara yaitu, upaya penal (hukum pidana) dan non penal (di luar hukum
pidana). Penanggulangan kejahatan melalui jalur penal, lebih menitik beratkan
pada sifat represif (merupakan tindakan yang diambil setelah kejahatan terjadi).
Pada upaya non penal menitik beratkan pada sifat preventif (menciptakan
kebijaksanaan sebelum terjadinya tindak pidana). 1 Setiap tindak pidana
menitikberatkan pada pelaku kejahatan atau pelaku tindak pidana, sedangkan
korban kejahatan seolah terlupakan dalam sistem peradilan pidana. Jika dilihat
dari aspek kerugian, korban tindak pidana biasanya mengalami penderitaan fisik
(mental), ekonomi, sosial dan yang lainnya. Kerugian yang diderita oleh korban
1
Barda Nawawi, 1991, Upaya Non Penal dalam Penanggulangan Kejahatan, Semarang: Fakultas
Hukum Universitas Diponegoro, hal. 1-2.

1
tindak pidana ini dapat berlangsung sangat lama di antaranya mengalami sebuah
trauma, hal tersebut juga dirasakan oleh pihak keluarga korban. Kedudukan
korban dalam Sistem Peradilan Pidana (SPP) saat ini belum diberikan kedudukan
yang adil sehingga keadaan ini menimbulkan 2 (dua) hal yang fundamental, yaitu
tiadanya perlindungan hukum bagi korban dan putusan hakim yang tidak
memenuhi rasa keadilan bagi korban, pelaku maupun masyarakat luas.
Kedudukan korban yang demikian oleh para viktimolog memiliki beberapa istilah
di antaranya forgotten man (manusia yang dilupakan), forgotten person, invisible
(orang yang dilupakan, tidak kelihatan), a second class citizen, a second
victimization (sebagai Warga Negara Kedua, jadi korban kedua setelah yang
pertama) dan double victimization. 2

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka pemakah akan menyimpulkan pembahasan
ini menjadi beberapa rumusan masalah, diantaranya adalah:

1. Apa pengertian dari Hukum Pidana?


2. Bagaimana sejarah terbentuknya Hukum Pidana di Indonesia?
3. Apa saja Sumber dari Hukum Pidana?

C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan pembahasan pemakalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui apa itu HukumPidana.
2. Untuk mengetahui Sejarah Lahirnya Hukum Pidana di Indonesia.
3. Untuk mengetahui Sumber Hukum Pidana.

2
Anna Shapland, Jon Willmore, Peter Duff, 1985, Victim In The Criminal Justive System, Series
Editor: A.E. Bottons, Published by Gower Publishing Company Limited, Gower House, croft Road,
Aldershot, Hant Gu 3 HR, England, hal. 1 dan 496.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Pidana


Merumuskan hukum pidana ke dalam rangkaian kata untuk dapat
memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud
dengan hukum pidana adalah sangat sukar. Namun setidaknya dengan
merumuskan hukum pidana menjadi sebuah pengertian dapat membantu
memberikan gambaran/deskripsi awal tentang hukum pidana. Banyak pengetian
dari hukum pidana yang diberikan oleh para ahli hukum pidana. Pada dasarnya,
kehadiran hukum pidana di tengah masyarakat dimaksudkan untuk memberikan
rasa aman kepada individu maupun kelompok dalam masyarakat dalam
melaksanakan aktifitas kesehariannya.
Rasa aman yang dimaksudkan dalam hal ini adalah keadaan tenang, tanpa ada
kekhawatiran akan ancaman ataupun perbuatan yang dapat merugikan antar
individu dalam masyarakat. Kerugian sebagaimana dimaksud tidak hanya terkait
kerugian sebagaimana yang kita pahami dalam istilah keperdataan, namun juga
mencakup kerugian terhadap jiwa dan raga. Raga dalam hal ini mencakup tubuh
yang juga terkait dengan nyawa seseorang, jiwa dalam hal ini mencakup perasaan
atau keadaan psikis. Istilah hukum pidana merupakan terjemahan dari istilah
bahasa Belanda “Strafrecht”, Straf berarti pidana, dan Recht berarti hukum.
HUkum Pidana menurut Para ahli:
1. Satochid Kartanegara
Mengemukakan bahwa hukuman pidana adalah sejumlah petaturan yang
merupakan bagian dari hukum positif yang mengandung laranganlarangan dan
keharusan-keharusan yang ditentukan oleh negara atau kekuasaan lain yang
berwenang untuk menentukan peraturan pidana, larangan atau keharusan itu
disertai ancaman pidana, dan apabila hal ini dilanggar timbullah hak negara untuk
melakukan tuntutan, menjatuhkan pidana, melaksanakan pidana.

3
2. W.L.G. Lemaire
Mengemukakan bahwa hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang
berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-
undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu
penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa
hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan
terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu)
dan dalam keadaan-keadaan begaimana hukum itu dapat dijatuhkan, serta
hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakantindakan tersebut.
3. Van Kan
Mengemukakan bahwa hukum pidana tidak mengadakan norma-norma baru
dan tidak menimbulkan kewajiban-kewajiban yang dulunya belum ada. Hanya
norma-norma yang sudah ada saja yang dipertegas, yaitu dengan mengadakan
ancaman pidana dan pemidanaan. Hukum pidana memberikan sanksi yang bengis
dan sangat memperkuat berlakunya norma-norma hukum yang telah ada. Tetapi
tidak mengadakan norma baru. Hukum pidana sesungguhnya adalah hukum
sanksi.
Dari beberapa pendapat yang telah dikutip tersebut dapat diambil gambaran
tentang hukum pidana, bahwa hukum pidana setidaknya merupakan hukum yang
mengatur tentang:
1. Larangan untuk melakukan suatu perbuatan.
2. Syarat-syarat agar seseorang dapat dikenakan sanksi pidana.
3. Sanksi pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan
suatu perbuatan yang dilarang (delik).
4. Cara mempertahankan/memberlakukan hukum pidana.

B. Sumber Hukum Pidana


Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan
sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan

4
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia
Belanda.Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
1. Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
2. Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
3. Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang
dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
1. UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
2. UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
3. UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan
Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perindungan
Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya.

C. Macam-Macam Pembagian Delik


Dalam hukum pidana dikenal macam-macam pembagian delik ke dalam:
1. Delik yang dilakukan dengan sengaja, misalnya, sengaja merampas jiwa
orang lain (Pasal 338 KUHP) dan delik yang disebabkan karena kurang hati-
hati, misalnya, karena kesalahannya telah menimbulkan matinya orang lain
dalam lalu lintas di jalan.(Pasal 359 KUHP).
2. Menjalankan hal-hal yang dilarang oleh Undang-undang, misalnya,
melakukan pencurian atau penipuan (Pasal 362 dan378 KUHP) dan tidak
menjalankan hal-hal yang seharusnya dilakukan menurut Undang-undang,
misalnya tidak melapor adanya komplotan yang merencanakan makar.
3. Kejahatan (Buku II KUHP), merupakan perbuatan yang sangat tercela,
terlepas dari ada atau tidaknya larangan dalam Undang-undang. Karena itu
disebut juga sebagai delik hukum.

5
4. Pelanggaran (Buku III KUHP), merupakan perbuatan yang dianggap salah
satu justru karena adanya larangan dalam Undang-undang. Karena itu juga
disebut delik Undang-undang.

D. Macam-Macam Pidana
Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah
bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana,
dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat
dijatuhkan, yaitu sebagai berikut :
Hukuman-Hukuman Pokok
1. Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah
menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia
sendiri hukuman mati ini kadang masih di berlakukan untuk beberapa
hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
2. Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan kedalam hukuman
penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara
minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam
penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di
dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
3. Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara
dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggar Biasanya
terhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda .
4. Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda
dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
5. Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik
terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan
hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
Dalam pasal 35 KUHP ditentukan bahwa yang boleh dicabut dalam putusan
Hakim dari hak si bersalah ialah:

6
a. Hak untuk menjabat segala jabatan atau jabatan tertentu.
b. Hak untuk menjadi anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
baik udara, darat, laut maupun Kepolisian.
c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan berdasarkan Undangundang
dan peraturan umum
d. Hak menjadi penasihat, penguasa dan menjadi wali, wali pengawas,
curotor atau curator pengawas atas orang lain daripada anaknya
sendiri
e. Kekuasaan orang tua, perwalian dan pengampunan atas anaknya
sendiri.
f. Hak untuk mengerjakan tertentu3.
Dalam ayat (2) Pasal 35 tersebut berbunyi Hakim tidak berkuasa akan memecat
seorang pegawai dari jabatannya, apabila dalam Undang-undang umum telah
ditunjuk pembesar lain yang semata-mata berkuasa untuk melakukan pemecatan4.
Dalam Pasal 36 KUHP, pencabutan hak dapat dilakukan terhadap orang-orang
yang melanggar kewajiban-kewajiban khusus atau mempergunakan kekuasaan,
kesempatan atau daya upaya yang diperoleh dari jabatannya, melakukan tindak
pidana5.
Mengenai lamanya pencabutan hak terdapat dalam Pasal 38 KUHP yang berbunyi
sebagai berikut:
1. Bila dijatuhkan hukuman pencabutan hak, maka hakim menentukan
lamanya sebagai berikut:
a. Jika dijatuhkan hukuman mati atau penjara seumur hidup buat selama
hidup.
b. Jika dijatuhkan hukuman penjara sementara atau kurungan buat
selama-lamanya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun.
c. Dalam hal denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan
selama-lamanya lima tahun.

3
www.legalitas.org, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hlm. 12.
4
Ibid, hlm. 12.
5
Ibid, hlm. 12.

7
2. Hukuman itu mulai berlaku pada hari keputusan Hakim dapat dijalankan. 6
2. Perampasan barang-barang tertentu.
Dalam hal perampasan barang-barang tertentu yang tercantum dalam Pasal 39
KUHP adalah:
1. a. Barang-barang milik terhukum yang diperoleh dari kejahatan pemalsuan
uang, uang suapan yang diperoleh dari kejahatan penyuapan dan
sebagainya yang disebut Corpora Dilictie.
b. Barang-barang yang dipakai untuk melakukan kejahatan, misal pistol
untuk melakukan kejahatan penodongan atau pisau yang digunakan untuk
melakukan pembunuhan dan sebagainya yang disebut dengan Instrument
Dilictie.
2. Bahwa barang-barang yang dirampas harus milik si terhukum kecuali
dalam Pasal 520 bis KUHP yakni dalam hal membuat uang palsu. Hukuman
perampasan barang ini hanya boleh dalam ketentuan-ketentuan hukum pidana
yang bersangkutan, dalam hal kejahatan dengan unsur culpa atau
pelanggaran.
3. Bahwa ketentuan perampasan barang itu pada umumnya bersifat fakultatif
(boleh dirampas), tetapi kadang-kadang juga bersifat imperatif (harus
dirampas) misalnya dalam kejahatan yang disebutkan dalam Pasal 250 bis,
261 dan 275 KUHP (tentang kejahatan pemalsuan).

6
Ibid, hlm. 13.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum Pidana, sebagai salah satu bagian independen dari Hukum Publik
merupakan salah satu instrumen hukum yang sangat urgen eksistensinya sejak
zaman dahulu. Hukum ini ditilik sangat penting eksistensinya dalam menjamin
keamanan masyarakat dari ancaman tindak pidana, menjaga stabilitas negara dan
(bahkan) merupakan “lembaga moral” yang berperan merehabilitasi para pelaku
pidana. Hukum ini terus berkembang sesuai dengan tuntutan tindak pidana yang
ada di setiap masanya.
Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda.Adapun sistematika
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain:
1. Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
2. Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
3. Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus
yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
1. UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
2. UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba. 3. UU No. 16 Tahun Tahun 2003
Tentang Anti Terorisme. Dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan
Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perindungan
Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya. Macam-
macam hukuman yang dapat dijatuhkan.

9
Daftar Pustaka

Barda Nawawi, 1991, Upaya Non Penal dalam Penanggulangan Kejahatan,


Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, hal. 1-2.

Anna Shapland, Jon Willmore, Peter Duff, 1985, Victim In The Criminal Justive
System, Series Editor: A.E. Bottons, Published by Gower Publishing
Company Limited, Gower House, croft Road, Aldershot, Hant Gu 3 HR,
England, hal. 1 dan 496.

Hamzah, andi,1984. bunga rampai hukum pidana dan acara pidana.Jakarta:


Ghalia Indonesia

Hamzah, Andi. 1987. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia
Indonesia.

10

Anda mungkin juga menyukai