Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

DEFINISI FIQIH JINAYAH DAN BENTUK-BENTUKNYA


PENGANTAR FIQIH

DOSEN PENGAMPU:
ANA ROSYIDATU UMATIN, M.Pd.I

DISUSUNOLEH KELOMPOK 6:
1. DESYA KIKI ANJANI
2. MUHAMMAD ROMADON
3. LUKMAN HADI

YAYASAN NURUL ISLAM (YASNI)


INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)
PERBANKAN SYARIAH (PSY)
1/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWTatas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas
Makalah yang berjudul“Definisi Fiqih Jinayah Dan Bentuk-bentuknya”
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan karunia-Nya, serta tak lupa sholawat dan salam kepada
junjungan Nabi besar Muhammad SAW atas petunjuk dan risalah-Nya,
dan atas do’a restu dan dorongan dari berbagai pihak-pihak yang telah
membantu kami memberikan referensi dalam pembuatan Makalah.
Di harapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua, saya dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan Makalah, oleh karena itu saya sangat menghargai akan saran
dan kritik untuk membangun Makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga melalui Makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Muara Bungo, 11 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................ii
BAB I Pendahuluan...........................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................1
B. Rumusan masalah..................................................................1
C. Tujuan ...................................................................................1
BAB II Pembahasan...........................................................................2
A. Definisi Fiqih Jinayah............................................................2
B. Pembagian Fiqih Jinayah.......................................................4
C. Dalil-dalil Fiqih jnayah .........................................................7
D. Implementasi Fiqih Jinayah Pada Masa Kini.........................8
BAB III Penutup................................................................................9
A. Kesimpulan ...........................................................................9
B. Saran......................................................................................9
Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh Jinayah.
Fiqh Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau
perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf sebagai
hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-
Qur’an dan Hadist. Tindakan kriminal dimaksud, adalah tindakan-
tindakan kejahatan yang menggangu ketentraman umum serta tindakan
melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-Qur’an
dan Hadits.
Hukum Pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung
kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Syari’at Islam dimaksud secara materil mengandung kewajiban asasi bagi
setiap manusia untuk melaksankannya. Konsep kewajiban asasi syari’at
yaitu menempatkan Allah sebagai pemegang segala hak, baik yang ada
pada diri sendiri maupun yang ada pada orang lain. Setiap orang hanya
pelaksana, yang berkewajiban memenuhi perintah Allah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi fiqih jinayah?
2. Jelaskan pemagian dari fiqih jinayah!
3. Tuliskan dalil-dalil mengenai fiqih jinayah!
4. Bagaimana implementasi fiqih jinayah pada masa kini?
C. Tujuan
Memperdalam ilmu tentang fiqih jinayah bagaimana implementasinya
dalam kehidupan,pembagian-pembagian fiqih jinayah,dan dalil-dalilnya.

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi Fiqih Jinayah


1. Pengertian
Secara etimologis lughah jinayah, berarti perbuatan terlarang,
dan jarimah berarti perbuatan dosa. Secara termologis jinayah atau
jarimah adalah sebagaimananya dikemukakan Imam Al-Mawardi
“Jarimah adalah segala larangan syarak yang diancam hukuman had
atau ta’zir’.
Dengan demikian, jinayah atau jarimah adalah perbuatan yang
mengancam keselamatan jiwa.
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya mengatakan
jinayah adalah kata jinayah berasal dari bahasa Arab, yang merupakan
jamak dari kata jinayah diambil dari jinaaya yang berarti memetik.
Dalam bahsa, kata janaitus tsamara  bermaksud mengambil buah-
buahan. Jinaa’alaa qawmihii jinaayatan  bermaksud ‘a melakukan
tindakan kejahatan tehadap kaumnya, dan harta benda.
Adapun kata jinayah menurut syariat Islam ialah segala
tindakan yang dilarang oleh hukum syariat untuk dilakukan; setiap
perbuatan yang dilarang oleh syariat harus dihindari, karena perbuatan
itu akan menimbulkan bahaya terhadap agama, jiwa, akal, harga diri,
dan harta benda.
Adanya hukuman (‘uqubat) atas tindak kejahatan adalah untuk
melindungi manusia dari kebinasaan hidup terhadap lima hal yang
mutlak (al-dharuriyyat al-khamsah) pada manusia; yaitu agama, jiwa,
akal, harta, dan keturunan atau harga diri. Seperti ketetapan Allah
tentang hukuman mati terhadap pembunuhan, tujuannya tidak lain
adalah agar jiwa manusia terjamin dari pembunuhan. Hal ini dapat di
pahami dalm firman Allah berikut ini :

2. Klasifikasi Jinayah

a Klafikasi Berdasarkan Sanksi Hukum

Lanjutnya, para ulama pada umumnya


mengelompokan jinayah  dengan melihat sanksi hukuman yang
ditetapkan, kepada tiga kelompok : qishash, hudud, (jamak dari
had) dan ta’zir.

2
3

1) Qishash
Qishash adalah tindakan kejahatan yang sanksi
hukumannya adalah balasan setimpal, dan didenda darah (diat).
Termasuk kedalam kelompok ini adalah tindakan
pidana :pembunuhan:penghilangan anggota badan, dan
pelukaan.

2) Hudud
Hudud (jamak dari ; had) adalah tindakan kejahatan
yang sanksi hukumannya telah ditetapkan secara pasti oleh
Allah dan RasulNya. Termasuk kedalam kelompok ini tindak
pidana:pencurian, perampokan, perzinaan, tuduhan zinah
(qadzaf), minuman keras, makar, dan murtad.

3) Ta’zir
Ta’zir adalah tindakan kejahatan lain yang tidak di
ancam hukuman qishash atau diat, dan tidak pula diamcam
dengan hudud. Dalam hal ini ancamannya ditetapkan oleh
negara.

b Klafikasi Berdasarkan Sanksi Hukum

Di samping pengelompokan di atas ada pula ulama yang


mengelompokan jinayah dengan melihat kepada hak siapa yang
terlanggar dalam peristiwa kejahatan itu. Pengelompokan ini
berkaitang dengan boleh-tidaknya pelaku kejahatan itu dimaafkan.
Di bawah ini adalah pengelompokan jinayah kepada empat
macam:
1) Kejahatan yang melanggar hak hamba.
Kejahatan yang melanggar hak hamba secara murni
adalah kejahatan yang termasuk kelompok yang diancam
hukuman qishash, dan atau diat, yaitu : pembunuhan, tindakan
penghilangkan bagian anggota badan, dan tindakan pelukaan,
yang dilaksanakan hukumannya diserahkan seluruhnya kepada
korban kejahatan.
2) Kejahtan yang melanggar hak Allah.
Kejahatan yang melanggar hak Allah atau kepentingan
umum (publik) secara murni, yaiyu: perzinaan, minuman keras,
perampokan, makar, dan murtad. Adanya pemberian maaf dari
korban kejahatan tidak memengaruhi pelaksanaan hukuman.
3) Kejahatan yang melanggar hak hamba yang berbaur dengan
hak Allah, namun hak hamba lebih dominan.
Kejahatan jenis ini merupakan kejahatan yang
melanggar hak hamba yang berbaur dengan hak Allah, namun
hak hamba lebih dominan. Yang termasuk katagori kejahatan
4

ini adalah tuduhan zina tampa bukti. Menurut bagian ulama,


ancaman hukuman pelaku kejahatan ini dapat dihindarkan bila
ada maaf dari pihak korban kejahatan.
4) Kejahatan yang melanggar hak hamba yang berbaur dengan
hak Allah, namun hak Allah lebih dominan.
Kejahatan jenis ini merupakan kejahatan yang
melanggar hak Allah., yang berbaur dengan hak hamba namun
hak Allah lebih dominan. Yang termasuk kedalam katagori
tidakan kejahatan ini adalah pencurian. Dalam hal ini, menurut
sebagian ulama, pihak korban kejahatan dapat memaafkan
pelaku kejahatan, selama khususnya belum masuk pengadilan.1

B. Pembagian Fiqih Jinayah


1. Jarimah qisas dan diyat
Jarimah qisas dan diyat adalah jarimah yang diancam dengan
hukuman qisâs atau diyat. Baik qisâs maupun diyat keduanya adalah
hukuman yang sudah ditentukan oleh syara'. Perbedaannya dengan
hukuman had adalah bahwa had merupakan hak Allah (hak
masyarakat), sedangkan qisâs dan diyat adalah hak manusia
(individu).
Adapun yang dimaksud dengan hak manusia sebagaimana
dikemukakan oleh Mahmud Syaltut adalah yang ada hubungannya
dengan kepentingan pribadi seseorang dan dinamakan begitu karena
kepentingannya khusus untuk mereka.
Dalam hubungannya dengan hukuman qisâs dan diyat maka
pengertian hak manusia di sini adalah bahwa hukuman tersebut bisa
dihapuskan atau dimaafkan oleh korban atau keluarganya. Dengan
demikian maka ciri khas dari jarimah qisâs dan diyat itu adalah
a Hukumannya sudah tertentu dan terbatas, dalam arti sudah
ditentukan oleh syara' dan tidak ada batas minimal atau maksimal.
b Hukuman tersebut merupakan hak perseorangan (individu), dalam
arti bahwa korban atau keluarganya berhak memberikan
pengampunan terhadap pelaku. Jarimah qisas dan diyat ini hanya

1
Islamul haq, Fiqih Jinayah (Sulawesi selatan: IAIN Parepare nusantara pres), hal 12-15
5

ada dua macam, yaitu pembunuhan dan penganiayaan. Namun


apabila diperluas maka ada lima macam, yaitu:
1) Pembunuhan Sengaja
2) Pembunuhan Menyerupai Sengaja
3) Penganiayaan Sengaja
4) Penganiayaan Tidak Sengaja
2. Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman
had, Pengertian hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan
oleh syara' dan menjadi hak Allah (hak masyarakat).
Dengan demikian ciri khas jarimah hudud itu sebagai berikut.
a Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukumannya
telah ditentukan oleh syara' dan tidak ada batas minimal dan
maksimal.
b Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalau
ada hak manusia di samping hak Allah maka hak Allah yang lebih
menonjol. Pengertian hak Allah sebagaimana dikemukakan oleh
Mahmud Syaltut sebagai berikut: hak Allah adalah sekitar yang
bersangkut dengan kepentingan umum dan kemaslahatan bersama,
tidak tertentu mengenai orang seorang. Demikian hak Allah,
sedangkan Allah tidak mengharapkan apa-apa melainkan semata-
mata untuk membesar hak itu di mata manusia dan menyatakan
kepentingannya terhadap masyarakat.
Jarimah hudud ini ada tujuh macam antara lain sebagai berikut.
1). Jarimah zina
2). Jarimah qazaf (menuduh zina)
3). Jarimah syurbul khamr (minum-minuman keras)
4). Jarimah pencurian(sariqah)
5). Jarimah hirabah (perampokan)
6). Jarimah riddah (keluar dari Islam)
7). Jarimah Al Bagyu (pemberontakan).
6

Dalam jarimah zina, syurbul khamar, hirabah, riddah, dan


pemberontakan yang dilanggar adalah hak Allah semata-mata.
Sedangkan dalam jarimah pencurian dan qazaf (penuduhan zina)
yang disinggung di samping hak Allah juga terdapat hak manusia
(individu), akan tetapi hak Allah lebih menonjol.
3. Jarimah Ta'zir
Jarimah ta'zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman
ta'zir. Pengertian ta'zir menurut bahasa ialah ta'dib atau memberi
pelajaran. Ta'zir juga diartikan ar rad wa al man'u, artinya menolak
dan mencegah. Akan tetapi menurut istilah, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Imam Al Mawardi.
Ta'zir itu adalah hukuman atas tindakan pelanggaran dan
kriminalitas yang tidak diatur secara pasti dalam hukum had.
Hukuman ini berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan kasus dan
pelakunya. Dari satu segi, ta'zir ini sejalan dengan hukum had; yakni
ia adalah tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki perilaku
manusia, dan untuk mencegah orang lain agar tidak melakukan
tindakan yang sama seperti itu.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa hukuman ta'zir itu adalah
hukuman yang belum ditetapkan oleh syara', melainkan diserahkan
kepada ulil amri, baik penentuannya maupun pelaksanaannya. Dalam
menentukan hukuman tersebut, penguasa hanya menetapkan hukuman
secara global saja. Artinya pembuat undang-undang tidak menetapkan
hukuman untuk masing-masing jarimah ta'zir, melainkan hanya
menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang seringanringannya
sampai yang seberat-beratnya. Dengan demikian ciri khas dari jarimah
ta'zir itu adalah sebagai berikut.
a Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya hukuman
tersebut belum ditentukan oleh syara' dan ada batas minimal dan
ada batas maksimal.
7

b Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa. Berbeda


dengan jarimah hudud dan qisâs maka jarimah ta'zir tidak
ditentukan banyaknya. Hal ini oleh karena yang termasuk jarimah
ta'zir ini adalah setiap perbuatan maksiat yang tidak dikenakan
hukuman had dan qisâs, yang jumlahnya sangat banyak. Tentang
jenisjenis jarimah ta'zir ini Ibn Taimiyah mengemukakan bahwa
perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had
dan tidak pula kifarat, seperti mencium anak-anak (dengan
syahwat), mencium wanita lain yang bukan istri, tidur satu ranjang
tanpa persetubuhan, atau memakan barang yang tidak halal seperti
darah dan bangkai… maka semuanya itu dikenakan hukuman ta'zir
sebagai pembalasan dan pengajaran, dengan kadar hukuman yang
ditetapkan oleh penguasa.2

C. Dalil-dalil Fiqih Jinayah

Artinya:
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja maka
balasannya ialah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar
baginya.”[an-Nisâ’/4:93]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hendaklah kalian menjauhi tujuh perkara yang membinasakan.” Ada
yang bertanya, “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , apa saja
itu?” Beliau n menjawab,“(Pertama) menyekutukan Allah k, (kedua)
perbuatan sihir, (ketiga) membunuh jiwa yang telah Allah haramkan
2
Dr. H. Marsaid, M.A, AL-FIQH AL-JINAYAH, hal 57
8

(membunuhnya) kecuali dengan cara yang haq, (keempat) makan harta


benda anak yatim, (kelima) makan riba, (keenam) berpaling pada waktu
menyerang musuh (desersi), dan (ketujuh) menuduh (berzina) perempuan-
perempuan Mukmin yang tidak tahu menahu (tentang itu).”3

D. Implementasi Fiqih Jinayah Pada Masa Kini


Transformasi fiqh jinâyah ke dalam sistem hukum pidana nasional masih
menimbulkan perdebatan panjang, baik dari tataran konsep maupun
implementasi.Warisan fiqh jinâyah yang cenderung Arabic centris  membuat
tampilannya kurang elegan. Alhasil  agenda tentang legislasi fiqh
jinâyah menuai pro dan kontra. Di sisi lain, penerapan  fiqh jinâyah secara
literal dan simbolis juga membawa resistensi. Dengan demikian, maka
rekonstruksi metodologi fiqh jinâyah Indonesia menjadi agenda mutlak.
Karena itu,  dengan menggunakan pendekatan sosio-historis kajian ini
bertujuan menemukan konstruk epistemologi baru yaitu fiqh jinâyah yang
berwawasan keindonesiaan dengan menelaah epistemologi fiqh jinâyah dalam
wacana filsafat ilmu.

3
Nuraisyah, pelaksanaan hukum menurut Al-Quran, dan As-Sunah,(Yogyakarta: bintang
pustaka madani), hal 67
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum Pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh Jinayah.
Fiqh Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau
perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf sebagai
hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-
Qur’an dan Hadist. Tindakan kriminal dimaksud, adalah tindakan-
tindakan kejahatan yang menggangu ketentraman umum serta tindakan
melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-Qur’an
dan Hadits.
B. Saran
Untuk merensensi sebuah karya, sebaiknya pelajari dan ketahui
dengan benar langkah-langkahnya. Meresensi dengan baik dan benar agar
mendapatkan hasil resensi yang objektif dan pembaca dapat point-point
yang tepat mengenai kekurangan dan kelebihan sebuah karya tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Marsaid, M.A, 2020, Al-Fiqih Al-Jinayah, Palembang –


Indonesia 30126, Perpustakaan Nasional Katalog.
Islamul Haq, 2020, Fiqih Jinayah, Sulawesi Selatan, IAIN
Parepare nusantara pres
Nuraisyah, 2020, Pelaksanaan Hukum Menurut Al-Quran, dan
As Sunah, Yogyakarta, Bintang pustaka madani

Anda mungkin juga menyukai