Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FIQH JINAYAH

“Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Jurusan
Syariah dan Hukum Islam, Prodi Hukum Keluarga Islam ”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 11

AKBAR

YUSRIL IZZA MAHENDRA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE

TAHUN PELAJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah
Subhana Wataala yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga
kami mampu menyelesaikan penulisan makalah “Jarimah Hudud dan Jarimah
Ta’zir” ini dan tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang ikut
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Sarana penunjang makalah ini kami susun berdasarkan referensi yang


bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan untuk membantu para mahasiswa untuk
mengetahui, memahami, bahkan menerapkannya.

Namun demikian, dalam penulisan makalah ini masih terdapat kelemahan


dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat di
harapkan.

Akhirul kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada
para mahasiswa dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kampus.
Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Bone, 28 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................1

a) Latar Belakang...................................................................1
b) Rumusan Masalah..............................................................1
c) Tujuan Penulisan................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.............................................................2

a) Pengertian Jarimah Hudud dan Ta’zir...............................2


b) Pembagian Jarimah Hudud dan Ta’zir...............................6

BAB III PENUTUP.....................................................................16

a) Kesimpulan........................................................................16
b) Saran..................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan suatu ajaran yang memiliki aturan dan hukum

yang sangat kompleks meliputi seluruh yang berkaitan dengan kehidupan

manusia di muka bumi ini. Allah ‫ ﷻ‬sebagai pembuat hukum

menghendaki hambaNya untuk senantiasa menyembah kepadaNya.

Hukum dalam Islam dapat berlaku dalam segala persoalan hidup

sesuai dengan hubungannya dengan persoalan yang terjadi, baik itu

mengenai ibadah, muamalah maupun dalam beramal sosial.

Di dalam Islam juga ditentukan segala perbuatan yang baik dan

dibolehkan syara‟ untuk dilakukan dan yang tidak boleh (dilarang). Maka

segala perbuatan yang baik akan mendapat balasan pahala, sedangkan

untuk perbuatan yang dilarang jika dilakukan akan mendapatkan sanksi

syara‟. Begitulah keadilan yang Allah ‫ ﷻ‬ciptakan sebagai pembuat

hukum tunggal. Dalam makalah ini, akan penulis jelaskan Bagaimana

konsep Jarimah yang dalam bahasa indonesia disebut hukum pidana islam

yang akan dibahas dalam fokus pembahasan Jarimah Hudud dan Ta’zir.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian Jarimah Hudud dan Ta’zir?

2. Bagaimana Pembagian Jarimah Hudud dan Ta’zir?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Jarimah Hudud dan Ta’zir?

2. Untuk Mengetahui Pembagian Jarimah Hudud dan Ta’zir?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jarimah Hudud dan Ta’zir

Karena sebelumnya pengertian Jarimah sudah kita bahas dalam

kelompok sebelumnya, yaitu lebih kepada hukum tindak pidana dalam

islam terhadap perbuatan kejahatan yang mengancam masyarakat banyak

pada umumnya.
Dilihat dari segi berat ringannya hukuman, maka tindak pidana

(jarimah) dibagi menjadi:

1. Jarimah Hudud

Hudud jamak dari hadd, jarimah hudud adalah jarimah yang

diancam dengan hukuman had, Makna dasarnya mencegah. Had secara

bahasa adalah pemisah antara dua hal supaya tidak bercampur dengan

yang lainnya, atau batasan antara satu dengan yang lainnya, atau

pemisah antara dua hal yang sudah mempunyai batas. Sebagai contoh

batas tanah, batas haram dan sebagainya.1

Secara terminologis hudud adalah hukuman yang telah

ditetapkan syariat untuk rnencegah kejahatan. Menurut Qanun No. 6


Tahun 2014 tentang hukum Jinayat, hudud adalah jenis hukurnan yang

bentuk dan besamya telah ditentukan dalam qanun secara jelas.2

Jarimah Hudud sering di artikan sebagai tindak pidana yang

macam dan sanksinya di tetapkan secara mutlak Oleh Allah. Sehingga

manusia tidak berhak untuk menetapkan hukuman lain selain hukum

1
Reni Surya. “Klasifikasi Tindak Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Perspektif Hukum
Islam”, Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, Vol. 2 No. 2, Juli-Desember 2018, h. 531.
2
Mardani, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2019), h. 9.

2
3

yang di tetapkan berdasarkan kitab allah. Kejahatan hudud adalah

kejahatan yang paling serius dan berat dalam hukum pidana islam. ia

adalah kejahatan terhadap kepentingan publik.3

Di antara ayat al-Qur’an yang berbicara masalah hudud adalah

firman Allah ‫ ﷻ‬surat al-Talaq ayat 1:4

‫الل فقد ظلم نفسه‬


َّ ‫حدودالل ومن يتَع ّد حدود‬
َ ‫وتلك‬
Terjemahan: Itulah hukum-hukum Allah ‫ ﷻ‬dan
barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka
sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.
Ayat tersebut di atas berbicara tentang masalah hitungan

waktu ‘iddah cerai. Meskipun ayat tersebut tidak berkaitan secara

langsung dengan hudud yang dimaksudkan dalam konteks jarimah,

akan tetapi dapat dipahami hudud adalah batas-batas hukum Allah

‫ ﷻ‬yang telah ditetapkan-Nya.5

Sehingga dapat ditemukan sebuah kesimpulan bahwa ciri

jarimah hudud adalah: Pertama, Hukumannya telah ditentukan syara’

dan tidak ada batas maksimal dan minimal. Kedua, Hukuman tersebut

hak Allah, atau jika terdapat hak manusia maka hak Allah

didahulukan. Hudud merupakan hak Allah, sehingga hukuman


tersebut tidak dapat digugurkan oleh perseorangan, atau orang yang

menjadi korban atau keluarganya atau masyarakat yang diwakili

negara.6

3
Abd al-Qadir awdah, Al-Tasyri al-Jina’I al-Islami, (Beirut: Dar al-Fikr), h. 79.
4
Reni Surya. “Klasifikasi Tindak Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Perspektif Hukum
Islam”, h. 533.
5
Reni Surya. “Klasifikasi Tindak Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Perspektif Hukum
Islam”, h. 544.
6
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Rulan Hintang, 1990), h. 1.
4

2. Jarimah Ta’zir

Ta’zir merupakan jarimah yang diancam dengan hukuman

ta’zir. Ta’zir menurut bahasa berasal dari kata ‘azara yang sinonimnya

Al-man’u Warraddu berati mencegah dan menolak, kemudian At-

tadibu yang artinya memberi pelajaran. Dari penjelasan tersebut dapat

diambil pengertian bahwa jarimah ta’zir adalah suatu hukuman yang

bersifat mendidik yang dapat menjadi pelajaran bagi orang lain dan
mencegah pelaku supaya tidak mengulangi perbuatannya lagi.7

Menurut Qanun No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat,

takzir adalah jenis uquhat yang telah ditentukan dalam qanun yang

bentuknya bersifat pilihan dan besarnya dalam batas tertinggi dan/atau

terendah.8

Ta’zir adalah hukuman bagi perbuatan yang belum ditetapkan

oleh syara’, perbuatan tersebut merupakan perbuatan maksiat yang

meninggalkan kewajiban-kewajiban dan melakukan yang diharamkan.

Seperti menolak membayar zakat, meninggalkan shalat fardlu, tidak

membayar hutang, berkhianat, dan sebagainya. Perbuatan maksiat

yang diharamkan tersebut seperti mencium perempuan lain yang bukan


istrinya, sumpah palsu, penipuan dalam jual beli, riba,

menyembunyikan penjahat, dan sebagainya. kemudian yang

berwenang memutuskan hukumannya adalah ulil amri.9

7
Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, cet; 2, 2005), hlm.
249.
8
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, h. 9.
9
Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, h. 250.
5

Ciri-ciri jarimah ta’zir adalah hukumannya belum ditentukan

oleh syara’ dan ada batas maksimal dan minimalnya. Kemudian,

Penentuan hukuman tersebut diserahkan kepada pemerintah.10

Hukuman takzir juga dapat dijatuhkan terhadap perbuatan yang

tergolong hudud tetapi ada alasan untuk mengecualikannya (misalnya

ada keraguan dalam bukti, pencurian ringan, dan lain-lain). Atau

terhadap perbutan yang dilarang (haram) tetapi tidak ditetapkan


hukuman tertentu (misalnya makan daging babi, mengurangi

timbangan, dan lain-lain). Hukuman takzir juga dapat dikenakan

terhadap perbuatan yang merugikan kepentingan umum atau merusak

ketertiban masyarakat (misalnya pelanggaran lalu lintas,

pemberantasan korupsi, dan lainlain).

10
Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, h. xii.
6

B. Pembagian Jarimah Hudud dan Ta’zir

Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan diuraikan bentuk jarimah

hudud dan ta’zir beserta hukumannya:

1. Jarimah Hudud

Para ulama berbeda pendapat mengenai pengelompokan

jarimah hudud. Ulama syafi’iyah menyebutkan ada 7 macam:

penganiayaan, pemberontakan, zina, qadzaf, pencurian, murtad, dan


minum-muniman yang memabukkan. Ulama Malikiyah menyebutkan

ada 8: pembunuhan, penganiayaan, pemberontakan, zina, qadzaf dan

perampokan, pencurian, murtad, dan minum-muniman yang

memabukkan. Sedangkan Ulama Hanafiyah membagi ke dalam 5

golongan: zina, minum khamr, mencuri, merampok, dan qadzaf.11

Abdoeraoef membatasinya hanya pada lima jenis kejahatan,

yaitu: pembunuhan (al-Baqarah: 178), perampokan (al-Maaidah: 33),

pencurian (al- Maaidah: 38-39), perzinaan (an-Nur: 2), dan penuduhan

berzina (an-Nur: 4)12

Namun secara umum jarimah hudud dibagi menjadi 7 macam

yang jenis pidana dan hukumannya telah ditentukan, yaitu: Jarimah


zina, Jarimah qadzaf (menuduh orang lain berbuat zina), Jarimah Syur

bal-khamr, Jarimah Pencurian, Jarimah Hirabah (perampokan atau

pembegalan), Jarimah riddah (gangguan keamanan), jarimah

pemberontakan13:

11
Jaih Mubarok, dan Enceng Arif Faisal, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum
Pidana Islam), (Bandung: Pustaka Bani Quraiys, 2004), h. 2.
12
Suparman Usman, Hukum Islam: Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam
Tata Hukum Indonesia, h. 44.
13
Mardani, Hukum Pidana Islam, h. 10.
7

a. Jarimah Zina

Zina adalah hubungan kelamin antara laki-laki dan

perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah dan di

lakukan dengan sadar serta tanpa adanya unsur subhat. Perzinaan

di tegaskan dalam al-Qur’an dan sunah. Hukuman bagi pelaku zina

yang belum menikah (ghairu mukhsan) di dasarkan pada ayat Al-

Qur’an yakni di dera 100 kali, Sedangkan bagi pezina muhsan


(sudah menikah) dikenai hukuman rajam. Rajam dari segi bahasa

adalah melempari batu, sedangkan menurut istilah adalah

melempari pezina muhsan sampai menemui ajalnya 14. Adapun

hukum dasar dera atau cambuk 100 kali adalah firman Allah dalam

surat an-Nur: 2.

b. Jarimah Qazf

Qazf dari segi bahasa berarti ar-rumyu (melempar).menurut

istilah qazf adalah menuduh wanita baik baik berbuat zina tanpa

adanya alasan yang meyakinkan. Dalam hukum islam, perbuatan

seperti ini masuk kategori tindak pidana hudud yang di ancam

dengan hukuman yang berat yaitu 80 kali cambuk. Hukuman bagi


orang yang menuduh zina tapi tidak terbukti(qazf) di dasarkan

pada firman Allah ‫ ﷻ‬surat an-Nur: 4.

Unsur dalam tindak pidana dalam jarimah qadzaf ini ada

tiga, yaitu : Menuduh zina atau mengingkari nasab, Orang yang di

14
Abu zahrah, Al-jarimah wa al-uqubah Fi al-Fiqh al-Islam (Beirut: Dar al-Fikr), h. 109.
8

tuduh itu muhsan dan bukan pezina, Ada itikad jahat Orang yang

menuduh zina harus membuktikan kebenarannya.15

c. Jarimah Syurb al-Khamr

Larangan meminum-minuman memabukan di dasarkan

pada Q.S al-Maidah: 90. Al-Qur’an tidak menegaskan hukuman

apa bagi peminum khamr. Sangsi terhadap delik ini di sandarkan

pada hadits melalui sunah fi’liyahnya, bahwa hukuman terhadap


jarimah ini adalah 40 kali dera. Abu bakar mengikuti jejak ini

tetapi umar bin khatab menjatuhkan 80 kali dera.16

Menurut imam Abu hanifah dan imam malik, sanksi

meminum khamr adalah 80 kali dera, sedangkan menurut Imam

Syafi’i adalah 40 kali dera, Tetapi imam boleh menambah menjadi

80 kali dera. Jadi yang 40 kali adalah hukuman had, sedangkan

sisanya adalah hukuman ta’zir.17

d. Jarimah Sariqah

Sariqah (pencurian) di definisikan sebagai perbuatan

mengambil harta orang lain secara diam-diam dengan maksud

untuk memiliki serta tidak ada paksaan. Menurut syarbini  al khatib
yang di sebut pencurian adalah mengambil barang secara sembunyi

sembunyi di tempat penyimpanan dengan maksud untuk memiliki

yang di lakukan dengan sadar atau adanya pilihan serta memenuhi

15
H.A. Djazuli, fiqh jinayah: Upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam, (Jakarta:
Rajawali Press, 1996), h. 66.
16
Marsum, fiqh jinayah; hukum pidana islam, (Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 1994),
h. 69-70.
17
H.A. Jazuli, fiqh jinayah: Upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam, (Jakarta:
Rajawali Press, 1996), h. 90.
9

syarat-syarat tertentu.18 Al-Qur’an menyatakan orang yang mencuri

di kenakan hukum potong tangan. Hukum potong tangan sebagai

sangsi bagi jarimah sariqah di dasarkan pada firman Allah ‫ﷻ‬

Q.S al-Maidah: 38

Hukum potong tangaan di berlakukan dalam islam dengan

mempertimbangkan dengan syarat dan rukun yang sangat ketat:

1) Syarat yang berkaitan dengan subyek yaitu pelakunya dewasa,


tidak terpaksa dan tahu bahwa perbuatan itu di larang.

2) Syarat yang berkaitan dengan materi curian yaitu mengambil

harta secara diam-diam, mengambil barang tanpa

sepengetahuan pemiliknya dan tanpa kerelaan.

3) Syarat berkaitan dengan obyek yaitu barang yang di curi

berupa harta benda dan bergerak, serta mencapai satu nilai

minimal tertentu. Imam malik mengukur nisab sebesar ¼ dinar

atau lebih sedangkan imam abu Hanifah menyatakan bahwa

nisab pencurian itu senilai 10 dirham/1 dinar.19

e. Jarimah Hirabah

Hirabah sama dengan qat’u tariq yaitu sekelompok orang


yang membuat keonaran, pertumpahan darah, merampas harta,

kehormatan, tatanan serta membuat kekacauan di muka bumi.20

Dasar hukum jarimah hirabah adalah firman Allah ‫ ﷻ‬dalam

Q.S al-Maidah: 33

18
Syarbini al-khatib, Mughni al-Muhtaj, (Mesir: Dar al-bab al-Halabi wa awladuhu,
1978), h. 158.
19
H.A. Djazuli, fiqh jinayah: Upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam, h. 77.
20
As-Sayid Sabiq, Fiqh.II, h. 393.
10

Jarimah hirabah dapat terjadi dalam berbagai kasus, antara

lain:

1) Seseorang pergi dengan niat untuk mengambil harta secara

terang-terangan dan mengadakan intimidasi, namun ia tidak

jadi mengambil harta dan tidak membunuh.

2) Seseorang berangkat dengan niat untuk mengambil harta

dengan terang-terangan dan kemudian mengambil dengan harta


yang di maksud tetapi tidak membunuh.

3) Seseorang berangkat dengan niat merampok, kemudian

membunuh tetapi tidak mengambil harta korban.

4) Seseorang berangkat untuk merampok kemudian ia mengambil

harta dan membunuh pemiliknya.21

Sanksi bagi perampok menurut Imam Abu Hanifah, Syafi’i

dan Ahmad berbeda-beda sesuai dengan perbuatannya. Bila hanya

mengambil harta dan membunuh ia di hukum salib, jika ia tidak

mengambil harta tetapi membunuh ia di hukum bunuh. Jika hanya

mengambil harta dengan paksa dan tidak membunuh, maka

sangsinya adalah potong tangan dan kaki secara bersilang, bila


hanya menakut-nakuti hanya  hukum penjara.

Menurut imam malik, sanksi hirabah ini di serahkan kepada

imam untuk memilih salah satu hukuman yang tercantum dalam

ayat yang sesuai dengan kemaslahatan. Bagi pelaku yang

mengambil harta dan membunuh maka hukumannya menurut

21
As-Sayid Sabiq, Fiqh.II, h. 87.
11

pendapat Imam Syafi’i, Ahmad dan Zadiyah adalah di hukum mati

lalu di salib.22

f. Jarimah Riddah

Riddah dari segi bahasa berarti rujuk (kembali) menurut

istilah riddah adalah orang yang kembali dari agama islam,

pelakunya di sebut murtad.yakni ia secara berani menyatakan kafir

setelah beriman. Nash yang berkaitan dengan murtad di jelaskan


dalam Q.S al-Baqoroh: 217. Dalam hadis di riwayatkan bahwa

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: Barang siapa mengganti

agamanya, maka bunuhlah dia”.

Para ulama’beragam dalam membuat batasan tentang

perbuatan riddah. Riddah dapat di lakukan dengan perbuatan (atau

meninggalkan perbuatan), dengan ucapan, dengan I’tikad. Yang di

maksut dengan riddah dengan perbuatan adalah melakukan

perbuatan yang haram dengan menganggapnya tidak haram,

misalnya sujud kepada matahari/bulan, atau melakukan zina

dengan menganggap zina itu bukan suatu perbuatan maksiat.

Adapun ketentuan di antara para ahli hukum islam bahwa


tindak pidana ini di ancam dengan hukuman mati perlu di kaji

ulang karena pernyataan nabi ketika orang yang mengganti agama

harus di hukum mati, hal itu terjadi pada musim perang, yakni ada

sebagian tentara islam yang berjiwa munafik melakukan tindakan

22
As-Sayid Sabiq, Fiqh.II, h. 402.
12

desersi (penghianatan Negara) maka orang yang melakukan desersi

di perintahkan untuk di bunuh.23

g. Jarimah Al-baghy (Penberontakan)

Al-baghyu (pemberontakan) sering di artikan sebagai

keluarnya seseorang dari ketaatan kepada imam yang sah tanpa

alasan. Ulama’ syafi’iyah berpendapat bahwa yang di maksut al-

bagyu adalah orang-orang muslim yang menyalahi imam dengan


cara tidak menaatinya dan melepaskan diri darinya atau menolak

kewajiban dengan kekuatan, argumentasi dan memiliki

pemimpin.24

Hukum bunuh bagi pemberontak di pahami oleh sebagian

ulama’ sebagai serangan balik dan hanya di tujukan untuk

mematahkan pemberontak guna mengembalikan ketaatannya

kepada penguasa yang sah. Memerangi pemberontak hukumnya

adalah wajib, karena menegakkan hukum Allah, sebagaimana di

jelaskan dalam Q.S al-Hujarat: 9.

23
Haliman, Hukum Pidana islam menurut ajaran ahli sunnah waljama’ah, (Jakarta:
Bulan Bintang), h. 263.
24
Marsum, fiqh jinayah;hukum pidana islam, (Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 1994),
h. 109.
13

2. Jarimah Ta’zir

Jarimah ta’zir dibagi kepada tiga bagian, yaitu:

a. Ta’zir karena perbuatan maksiat,

b. Ta’zir karena perbuatan yang membahayakan kepentingan umum.

c. Ta’zir karena melakukan pelanggaran.

Kemudian jika dilihat dari segi hak yang dilanggarnya, ta’zir

dibagi menjadi dua bagian, yakni:


a. Ta’zir yang menyinggung hak Allah, maksudnya adalah semua

perbuatan yang berkaitan dengan kepentingan dan kemaslahatan

umum. Seperti penimbunan Sembako, penyelundupan, dan lainya.

b. Ta’zir yang menyinggung hak perorangan, mempunyai pengertian

bahwa perbuatan tersebut berakibat merugikan hak-hak

perseorangan. Seperti penghinaan, penipuan, dan lainya.25

Adapun berdasarkan Hukumanya Ta’zir diklasifikasikan dalam

empat (4) macam, yaitu:26

a. Hukuman Ta’zir yang Berkaitan dengan Badan

1) Hukuman Mati

Hukuman mati diterapkan oleh para fuqaha secara


beragam. Sebagian fuqaha Syafi’iyah membolehkan hukuman

mati sebagai ta’zir dalam kasus penyebaran aliran-aliran sesat

yang menyimpang dari ajaran Alquran dan assunah.

25
Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, h. 252.
26
Achmad Asrofi, “Jarimah Ta'zir dalam Perspektif Hukum Pidana Islam (Jinayah
Islam)” dalam http://asrofisblog.blogspot.com/2015/04/jarimah-tazir-dalam-perspektif-hukum, 28
Maret 2021.
14

2) Hukuman Jilid (Dera)

Alat yang digunakan untuk hukuman jilid adalah

cambuk yang pertengahan (sedang, tidak terlalu besar dan tidak

terlalu kecil) atau tongkat. Pendapat ini juga dikemukakan oleh

Imam Ibn Taimiyah, dengan alasan karena sebaik-baiknya

perkara adalah pertengahan.

b. Hukuman yang Berkaitan dengan Kemerdekaan


1) Hukuman Penjara

Dalam bahasa Arab istilah untuk hukuman penjara yaitu

disebut dengan Al-Habsu yang artinya mencegah atau menahan.

Penahanan model yang dilaksanakan pada masa Nabi dan Abu

Bakar tidak ada tempat yang khusus disediakan untuk menahan

seorang pelaku. Akan tetapi setelah umat Islam bertambah

banyak dan wilayah kekuasaan Islam bertambah luas, Khalifah

Umar pada masa pemerintahan-nya membeli rumah Shafwan

ibn Umayyah dengan harga 4000 dirham untuk kemudian

dijadikan sebagai penjara.

2) Hukuman Pengasingan

Diantara jarimah ta’zir yang dikenakan hukuman

pengasingan adalah orang yang berperilaku mukhannat (waria),

yang pernah dilaksanakan oleh Nabi dengan mengasingkannya

ke luar Madinah. Demikian pula tindak pidana pemalsuan

terhadap Alquran. Hukuman pengasingan ini dilakukan karena


15

dikhawatirkan berpengaruh kepada orang lain sehingga

pelakunya harus dibuang (diasingkan).

Menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, masa pengasingan

tidak boleh lebih dari satu tahun agar tidak melebihi masa

pengasingan dalam jarimah zina yang merupakan hukuman

had.

c. Hukuman yang Berkaitan dengan Harta.


Para ulama, Imam Abu Hanifah dan Muhammad tidak

membolehkan sanksi ta’zir berupa harta, Ulama yang

membolehkannya juga berbeda pendapat dalam mengartikan sanksi

ta’zir berupa harta benda. Ada yang mengartikannya dengan

menahan harta terhukum selama waktu tertentu, bukan dengan

merampas atau menghancurkannya. Alasannya adalah, karena tidak

boleh mengambil harta seseorang tanpa ada alasan hukum yang

membolehkannya.

d. Hukuman Ta’zir lainnya:

1) Peringatan dan Dihadirkan ke Hadapan Sidang

2) Dicela
3) Pengucilan

4) Nasihat

5) Pemecatan dari Jabatan

6) Diumumkan Kejahatannya
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dilihat dari segi berat ringannya hukuman, maka tindak pidana

(jarimah) dibagi menjadi:

1. Jarimah Hudud, adalah hukuman yang telah ditetapkan syariat untuk

rnencegah kejahatan.

2. Jarimah Ta’zir, adalah hukuman bagi perbuatan yang belum

ditetapkan syara’, perbuatan tersebut merupakan perbuatan maksiat

yang meninggalkan kewajiban dan melakukan yang diharamkan.

Secara umum jarimah hudud dibagi menjadi 7 macam yang jenis

pidana dan hukumannya telah ditentukan, yaitu: Jarimah zina, Jarimah

qadzaf (menuduh orang lain berbuat zina), Jarimah Syur bal-khamr,

Jarimah Pencurian, Jarimah Hirabah (perampokan atau pembegalan),

Jarimah riddah (gangguan keamanan), jarimah pemberontakan

Berdasarkan Hukumanya Ta’zir diklasifikasikan: Hukuman Ta’zir

yang Berkaitan dengan Badan Hukuman yang Berkaitan dengan

Kemerdekaan, Hukuman yang Berkaitan dengan Harta, Hukuman Ta’zir


lainnya

B. Saran

Demikian makalah yang telah saya susun apabilah terdapat

kesalahan penggunaan kata dan kesalahan pengetikan mohon dimaafkan

atas perhatiannya terima kasih, lebih dan kurangnya saya mohon maaf

sebanyak banyaknya, Wassalam.

16
DAFTAR PUSTAKA

Awdah, Abdul al-Qadir. Al-Tasyri al-Jina’I al-Islami. Beirut: Dar al-Fikr.


Asrofi, Achmad. “Jarimah Ta'zir dalam Perspektif Hukum Pidana Islam (Jinayah
Islam)” dalam http://asrofisblog.blogspot.com/2015/04/jarimah-tazir-
dalam-perspektif-hukum, 28 Maret 2021.
Djazuli, H.A. Fiqh jinayah: Upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam.
Jakarta: Rajawali Press,1996.
Hanafi, Ahmad. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Rulan Hintang, 1990.
Haliman. Hukum Pidana islam menurut ajaran ahlisunnah waljama’ah. Jakarta:
BulanBintang.
Al-Khatib, Syarbini. Mughni al-Muhtaj. Mesir: Dar al-bab al-Halabi wa
awladuhu, 1978.
Mardani. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Prenada Media Group, 2019.
Marsum. Fiqh jinayah;hukum pidana islam. Yogyakarta: Fak Hukum UII,1994.
Muslih, Ahmad Wardi. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, Cet; 2, 2005.
Surya, Reni. “Klasifikasi Tindak Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Perspektif
Hukum Islam”. Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, Vol. 2 No. 2,
Juli-Desember 2018.
Zahrah, Abu. Al-jarimah wa al-uqubah Fi al-Fiqh al-Islam. Beirut:Dar al Fikr.

17

Anda mungkin juga menyukai