Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“FIQH MUNAKAHAT”
Dosen Pengampu : Jamahari, S.HI., M.Kn.
Tentang: “Ta’zir”

Disusun oleh :
Siti Hajar
Nim ; 19.21.001

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Saya
juga bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami
sehingga kami dapat mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini dari
internet dan perpustakaan. Kami telah berusaha semampu saya untuk
mengumpulkan berbagaimacam bahan tentang “Ta’zir.”
Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna,
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami
mohon bantuan dari para pembaca.
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam
penulisan, kami mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami
mengucapkan terima kasih.
Wassalam

Kuala Tungkal, Juli 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................i


DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................1
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Ta’zir.......................................................................................2
B. Pelaksanaan Hukuman Ta’zir....................................................................3
C. Dalil Disyari’atkan Ta’zir.........................................................................5
D. Jenis-Jenis Hukuman Ta’zir......................................................................6
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................10
B. Saran .........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum pidana atau Fiqh Jinayah merupakan bagian dari syari’at islam
yang berlaku semenjak diutusnya Rosulullah Saw. Oleh karena nya pada
zaman Rosulullah dan Khulafaur Rasyidin, hukum pidana islam berlaku
sebagai hukum publik. Yaitu hukum yang diatur dan diterapkan oleh
pemeritah selaku penguasa yang sah atau Ulil Amri.
Walaupun dalam kenyataannya, masih banyak umat islam yang belum
tahu dan faham tentang apa dan bagaimana hukum pidana islam itu, serta
bagaimana ketentuan-ketentuan hukum terssebut seharusnya disikapi dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dalam kesempatan ini
pemakalah akan mencoba menjelaskaan tentang hadits-hadits yang berkaitan
dengan hukum ta’zir, berikut dengan pengertian, dasar hukum serta jarima-
jarimah yang meliputinya.
Ada tiga bagian jarimah yang digolongkan menurut berat ringannya
hukuman, yaitu Hudud, Qishas atau Diyat dan Ta’zir. Hudud dapat
dikaegorikan sebagai sebuah hukuman yang telah ditetapkan oleh nash.
Qishas-Diyat adalah hukuman yang apabila dimaafkan maka qishas dapat
diganti dengan diyat. Dan Ta’zir, adalah jarimah yang belum ada ketentuan
nashnya dalam Al-qur’an. Belum ditentukan seberapa kadar hukuman yang
akan diterima oleh si tersangka atau pelaku kejahatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ta’zir ?
2. Bagaimana Pelaksanaan Hukuman Ta’zir ?
3. Apa Dalil Disyari’atkan Ta’zir ?
4. Apa Jenis-Jenis Hukuman Ta’zir ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ta’zir
Menurut bahasa lafadz ta’zir berasal dari kata “Azzara” yang berarti
menolak atau mencegah, serta berarti mendidik, mengagungkan dan menghormati,
membantu, menguatkan dan menolong.1 Dari pengertian tersebut yang paling
relevan adalah pengertian pertama yaitu mencegah dan menolak, serta pengertian
kedua yaitu mendidik. Karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi
perbuatannya. Ta’zir diartikan mendidik, karena ta’zir dimaksudkan untuk
mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari perbuatannya.
Menurut istilah ta’zir didefinisikan oleh Al-Mawardi sebagai berikut:
‫واتعزير تادب على ذنوب لم تشرع فيها العدود‬
“Ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa
yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara”.2
Dari definisi yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa ta’zir adalah suatu
istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan
oleh syara’. Dikalangan Fuqaha, jarimah-jarimah yang hukumannya belum
ditetntukan oleh syara’ dinamakan jarimah ta’zir. Jadi, istilah ta’zir bisa
digunakan untuk hukuman dan bisa jugaa untuk jarimah (tindak pidana).
Ta’zir sering juga dapat dipahami bahwa jarimah ta’zir terdiri atas
perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had atau kafarat.
Hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa atau hakim. Hukuman
dalam jarimah ta’zir tidak ditentukan ukuran atau kadarnya, artinya untuk
menentukan batas terendah dan tetinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim
(penguasa). Dengan demikian, syari’at mendelegasikan kepada hakim untuk
menentukan bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku.

1
Ibrahim Unais, et. al. Al-Mu’jam Al-Wasith Juz II (Beirut: Dar Ihya’ At-Turats
Al-‘Arabi, 1993) hlm. 598.
2
Abu Al-Hasan Ali Mawardi, Kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah (Beirut: Dar Al-Fikr,
1996) hlm. 236.

2
B. Pelaksanaan Hukuman Ta’zir
Dalam pelaksanakan hukuman ta‟zir harus diperhatikan beberapa
ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaannya, tidak bisa ta‟zir diterapkan kepada
seseorang secara langsung dan sama rata dengan yang lainnya. Akan tetapi ada
kaidah-kaidah atau rambu-rambu dalam penetapan hukuman ta‟zir kepada
seseorang. Maka hukuman ta‟zir itu sendiri memiliki beberapa kaidah yang
dipakai dalam penerapannya itu sendiri. diantaranya yang kami intisarikan dari
Qawaid wa Dhawabit al Uqubat al Hudud wa at Ta‟azir milik Ibrahim bin Fahd
bin Ibrahim al Wad’ an
1. Hukuman ta’zir sesuai dengan kadar perbuatan dosa yang dilakukan.
Yaitu bahwa sebuah hukuman harus sesuai dengan perbuatan dosa yang
dikerjakan. Dengan syarat perbuatan kejahatan itu mewajibkan
dilaksankannya hukuman. Maksud dari hukuman tersebut terlaksana yaitu
memberi efek jera bagi pelaku maksiat serta adanya tindakan preventif
untuk kemaslahatan masyarakat.
2. Hukuman sesuai dengan kondisi pelaku kejahatan
Seorang hakim dalam memutuskan suatu hukuman harus melihat dari
kondisi pelaku kemaksiatan. Hukuman yang dijatuhkan harus sesuai
dengan kondisi pelaku maksiat apakah dia seorang budak atau seorang
yang merdeka ataupun selainnya, karena setiap orang berbeda-beda
kondisinya ketika melakukan kemaksiatan tersebut
3. Adanya tahapan dalam menghukumi
Bahwa dalam memutuskan hukuman kepada pelaku maksiat maka harus
memperhatikan tahapan-tahapan dalam penegakkan hukumanta‟zir yang
akan di jatuhkan kepada pelaku maksiat. Beliau mengatakan, “ Bahwa
Mawardi berkata: „Tingkatan manusia berada pada derajatnya, maka
dalam masalah ketentuan hudud manusia semua sama tidak ada yang
membedakan, akan tetapi dalam masalah ta‟zir maka harus dilihat dari
kemampuannya dalam menerima hukuman ta‟zir.”3

3
Mawardi, Al-Ahkamu al-Sulthaniyah, (Kairo: Darul Hadits, 2006), h.344.

3
4. Pertimbangan dalam Ta’zir Harus Dilihat dari Sisi Tujuan Maslahah
Seorang pemimpin adalah wali bagi rakyatnya berkaitan dengan maslahah
umum dan ketatanegaraan. Maka segala kebijakan seorang pemimpin
harus melihat keselarasanya dengan kemaslahatan umum.
5. Semua Jenis Kemaksiatan Yang Tidak Ada Ukuran Hukumannya Masuk
Kedalam Hukum Ta’zir
Perbuatan maksiat telah ditetapkan oleh Allah untuknya hukuman yang
berkaitan dengannya seperti had perbuatan zina, murtad, pencurian dan
lain sebagainya. Maka itu termasuk dalam hak-hak Allah, dan hukuman
yang tidak memiliki kadar hukuman had dan kafarahanya maka perbuatan
tersebut masuk kepada hukum ta‟zir
6. Pertimbangan dari Penjagaan Kehormatan Manusia
Bukti keluasan syariat Islam ialah dalam melindungi kehormatan seorang
manusia dan penjagaannya. Dimana Allah sendiri memuliakan manusia
dan mengakat derajat mereka dari makhluk-makhluknya.
7. Pertimbangan Hukuman Ta’zir Harus Ditinjau Nash Syari’iyah dan
Kaidahnya.
Bahwa hukuman yang telah ditetapkan tidak bisa dijadikan atau dianggap
sebagai hukuman bagi pelaku maksiat kecuali ia bersandarkan pada kitab
Allah dan sunah atau dikuatkan oleh ijtihad para ulama‟ muslimin dan
mereka mengerti kaidah syariat Islam. Artinya semua hukuman ta‟zir yang
akan di jatuhkan harus sesuai dengan apa yang telah Allah SWT turunkan
di dalam Alquran dan Sunah maupun ijtihad para ulama‟.
8. Metode Penghukuman Yang Adil dan Sesuai
Adanya persamaan disetiap sisi, adil dalam menempatkan hukum, dan
tidak membedakan antara manusia maka disemua hadapan hukum itu sama
semua. Tidak ada pilih kasih dalam hukum ta‟zir antara satu dengan yang
lainnya baik itu seorang muslim atau non muslim.

4
C. Dalil Disyari’atkan Ta’zir
Ta’zir adalah hukuman yang bersifat mendidik atas perbuatan dosa yang
belum ditetapkan oleh syara’ atau hukuman yang siderahkan kepada keputusan
hakim. Dasar hukum ta’zir adalah pertimbangan kemashlahatan dengan mengacu
pada prinsip keadilan. Pelaksanaannya pun bisa berbeda, tergantung pada tiap
keadaan. Karena sifatnya mendidik, maka bisa dikenakkan pada anak kecil.4
Bentuk sanksi ta’zir bisa beragam, sesuai keputusan hakim. Namun secara
garis besar dapat dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya yaitu hukuman
mati bisa dikenakan pada pelaku hukuman berat berulang-berulang. Hukuman
cambuk, hukuman penjara, hukuman pengasingan, menyita harta pelaku,
mengubah bentuk barang, hukuman denda, peringatan keras, hukuman nasihat,
hukuman celaan, ancaman, pengucilan, pemecatan dan publikasi.
Lihat QS. Al-Maidah ayat 12 dan QS. Al-A’raf ayat 157
‫ لئن‬،‫ وقال هللا انّي معكم‬،‫ وبعثنا منهم اثني عشر نقيبا‬،‫ولقد اخذ هللا ميثاق بني اسرائيل‬
‫اقمتم الصلوة واتيتم الزكوة وامنتم برسلي وعزرتموهم واقرضتم هللا قرضا حسنا‬
ّ ّ‫الكف‬
‫ فمن كفر بعد ذلك منكم‬،‫رن عنكم سيّاتكم والدخلنّكم جنّت تجرى من تحتها االنهر‬
١٢( ‫فقد ض ّل سواء السبيل‬
Artinya: “Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani
Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah
berfirman: “Sesungguhnya aku beserta kamu, Sesungguhnya jika kamu
mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rosul-rosul-Ku dan
kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik.
Sesungguhnya aku akan menutupi dosa-dosamu, dan sesungguhnya kamu akan
kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air di bawahnya sungai-sungai. Maka
barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat
dari jalan yang lurus.” (QS.Al-Maidah: 12)
‫ل‬ŒŒ‫ة واالنجي‬ŒŒ‫د هم في التورى‬ŒŒ‫ا عن‬ŒŒ‫ه مكتوب‬ŒŒ‫الذين يتبعون الرسول النب ّي اال ّم ّي الذي يجدون‬
‫ع‬ŒŒ‫بئث ويض‬ŒŒ‫ ّرم عليهم الخ‬Œ‫يأمرهم بالمعروف وينههم عن المنكر ويح ّل لهم الطّيّبت ويح‬
4
Hussein Khalid Bahreish, Himpunan Hadits Shahih Muslim (Surabaya: Al-Ikhlas, 1987)
hlm. 241-242

5
‫وا‬ŒŒ‫روه واتبع‬ŒŒ‫ ّزروه ونص‬Œ‫ه وع‬ŒŒ‫وا ب‬ŒŒ‫ فالذين امن‬،‫عنهم اصرهم واالغلل التي كانت عليهم‬
١٥٧( ‫ اولئك هم المفلحون‬،‫النور الذي انزل معه‬
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikuti rosul, Nabi yang Ummi
yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka
dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan mengharamkan bagi mereka segala buruk dan membuang dari mereka beban-
beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang
beriman kepadanya akan memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya
yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-quran), mereka itulah orang-orang
yang beruntung.” (QS. Al-A’raf: 157)
Disamping itu dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), ta’zir juga
dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qishas, tetapi
syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat seperti pencurian yang
tidak mencapai nisab, atau keluarga sendiri.
2. Jarimah ta’zir yang jenisnya disebutkan dalam nash syara’, tetapi
hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap dan mengurangi takaran
dalam timbangan.
3. Jarimah ta’zir yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan oleh
syara’. Jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan kepada Ulil Amri, seperti
pelanggaran disiplin pegawai pemerintah, pelanggaran terhadap
lingkungan hidup dan lalu lintas.5

D. Jenis-Jenis Hukuman Ta’zir


Dalam menentukan hukuman tersebut, hakim hanya menentukan hukuman
secara umum saja artinya pembuat undang-undang tidak menetapkan hukuman
untuk masing-masing jarimah ta’zir, melainkan hanya menetapkan hukuman dari
yang paling ringan sampai yang paling berat. Jenis-jenis hukuman ta’zir adalah
sebagai berikut:
5
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) hlm. 255

6
1. Hukuman Mati
Pada dasarnya hukuman ta’zir dalam hukum islam adalah
hukuman yang bersifat mendidik. Sehingga dalam hukuman ta’zir tidak
boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. Tetapi
sebagian besar fuqoha memberikan pengecualian terhadap peraturan
hukuman tersebut yaitu diperbolehkannya hukuman mati apabila
kepentingan umum menghendakinya atau kerusakan yang dilakukan
pelaku tidak bisa dihindari kecuali dengan membunuhnya, seperti
menjatuhkan hukuman mati kepada mata-mata, penyeru bid’ah (pembuat
fitnah) atau residivis yang berbahaya. Oleh karena itu hukuman mati
merupakan suatu pengecualian dari aturan hukuman ta’zir, hukuman
tersebut tidak boleh diperluas dan diserahkan seluruhnya kepada hakim.
2. Hukuman Cambuk
Hukuman cambuk merupakan salah satu hukuman pokok dalam
hukum islam dan hukuman yang ditetapkan untuk hukuman hudud dan
hukuman ta’zir. Dikalangan fuqoha terjadi perbedaan tentang batas
tertinggi hukuman jilid dalam ta’zir. Menurut pendapat yang terkenal di
kalangan ulama Maliki, batas tertinggi diserahkan kepada penguasa
karena hukuman ta’zir didasarkan atas kemashlahatan masyarakat dan
atas dasar berat ringannya jarimah
3. Hukuman Kawalan (Penjara atau Kurungan)
Ada dua macam hukuman kawalan dalam hukum islam.
Pembagian ini didasarkan pada lama waktu hukuman yaitu hukuman
kawalan terbatas dan hukuman kawalan tidak terbatas. Pertama, hukum
kawalan terbatas, batas terendah dari hukuman ini adalah satu hari,
sedangkan batas tertinggi ulama berbeda pendapat, ulama Syafi’iyah
menetapkan batas tertingginya satu tahun, karena mereka
menyamakannya dengan pengasingan dalam jarimah zina. Sementara
ulama-ulama lain menyerahkan semuanya kepada penguasa berdasarkan
mashlahat. Kedua, hukuman kawalan tidak terbatas. Sudah disepakati
bahwa hukuman kawalan ini tidak ditentukan terlebih dahulu karena

7
hukuman ini tidak terbatas, melainkan berlangsung terus sampai
terhukum mati atau taubat dan baik pribadinya. Orang yang dikenakkan
hukuman ini adalah penjahat yang berbahaya atau orang berulang-ulang
melakukan jarimah-jarimah yang berbahaya.
4. Hukuman Salib
Hukuman salib sudah dibicarakan dalam jarimah gangguan
keamanan (hirobah) dan para fuqoha mengatakan bahwa hukuman salib
dapat menjadi hukuman ta’zir. Akan tetapi untuk jarimah ta’zir hukuman
salib tidak dibarengi atau didahului dengan hukuman mati, melainkan si
terhukum disalib hidup-hidup dan tidak dilarang makan dan minum,
tidak dilarang mengerjakan wudhu, tetapi dalam menjalankan shalat
cukup dengan isyarat. Dalam penyaliban ini, menurut fuqoha tidak lebih
dari tiga hari.
5. Hukuman Pengucilan
Hukuman pengucilan merupakan salah satu jenis hukuman ta’zir
yang disyari’atkan oleh islam. Dalam sejarah, Rosulullah pernah
melakukan hukuman pengucilan terhadap tiga orang yang tidak ikut serta
dalam perang Tabuk, yaitu Ka’ab bin Malik, Miroroh bin Rubi’ah dan
Hilal bin Umayyah. Mereka dikucilkan selama lima puluh hari tanpa
diajak bicara. Sehingga turunlah firman Allah surat At-Taubah ayat 118,
sebagai berikut:
‫ حتى اذا ضاقت عليهم االرض بما رحبت وضاقت عليهم‬،‫وعلى الثلثة الذين خلفوا‬
‫ ان هللا هو الت ّواب‬،‫ ث ّم تاب عليهم ليتوبوا‬،‫انفسهم وظنّوا ان ال ملحا من هللا اال اليه‬
١١٨( ‫الرحيم‬
Artinya: “Dan terhadap tiga orang yang tinggal, sehingga apabila
bumi terasa sempit oleh mereka meskipun dengan luasnya, dan sesak
pula diri mereka, serta mereka mengira tidak ada tempat berlindung dari
Tuhan kecuali padaNya, kemudian Tuhan menerima taubat mereka agar
mereka bertaubat”. (QS At-Taubat: 118)
6. Hukuman Ancaman, Teguran dan Peringatan

8
Ancaman juga merupakan salah satu hukuman ta’zir, dengan
syarat dapat membawa hasil dan bukan hanya ancaman saja. Misalnya
dengan ancaman cambuk, dipenjarakan atau dihukum dengan hukuman
yang lain jika pelaku megulangi tindakannya lagi. Sementara hukuman
teguran bisa dilakukan apabila dipandang hukuman tersebut bisa
memperbaiki dan mendidik pelaku. Hukuman teguran pernah dilakukan
oleh Rosulullah terhadap sahabat Abu Dzar yang memaki-maki orang
lain dengan menghina ibunya. Hukuman peringatan juga diterapkan
dalam syari’at islam dengan jalan memberikan nasehat, kalau hukuman
ini cukup membawa hasil. Hukuman ini dicantumkan dalam Al-qur’an
sebagaimana hukuman terhadap istri yang berbuat dikhawatirkan berbuat
nusyuz.
7. Hukuman Denda
Hukuman denda ditetapkan juga oleh syari’at Islam sebagai
hukuman. Antara mengenai pencurian buah yang masih tergantung
dipohonnya, hukumannya didenda dengan dua kali lipat harga buah
tersebut, disamping hukuman lain yang sesuai dengan perbuatannya
tersebut. Hukuman yang sama juga dikenakkan terhadap orang yang
menyembunyikan barang hilang. Sebagian fuqoha berpendapat bahwa
denda yang bersifat finansial dapat dijadikan hukuman ta’zir yang umum,
tapi sebagian lainnya tidak sependapat.6

6
http://lampionilmu.blogspot.com/2017/09/makalah-tazir-qishos-dan-kaitannya.html
Diakses pada tanggal 05 Juli 2021

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Menurut bahasa lafadz ta’zir berasal dari kata “Azzara” yang berarti
menolak atau mencegah, serta berarti mendidik, mengagungkan dan
menghormati, membantu, menguatkan dan menolong. Dari pengertian
tersebut yang paling relevan adalah pengertian pertama yaitu mencegah
dan menolak, serta pengertian kedua yaitu mendidik.
2. Dalam pelaksanakan hukuman ta‟zir harus diperhatikan beberapa
ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaannya, tidak bisa ta‟zir diterapkan
kepada seseorang secara langsung dan sama rata dengan yang lainnya.
Akan tetapi ada kaidah-kaidah atau rambu-rambu dalam penetapan
hukuman ta‟zir kepada seseorang. Maka hukuman ta‟zir itu sendiri
memiliki beberapa kaidah yang dipakai dalam penerapannya itu sendiri.
diantaranya yang kami intisarikan dari Qawaid wa Dhawabit al Uqubat al
Hudud wa at Ta‟azir milik Ibrahim bin Fahd bin Ibrahim al Wad’ an
3. Jenis-jenis hukuman ta’zir adalah sebagai berikut:
a. Hukuman Mati
b. Hukuman Cambuk
c. Hukuman Kawalan (Penjara atau Kurungan)
d. Hukuman Salib
e. Hukuman Pengucilan
f. Hukuman Ancaman, Teguran dan Peringatan
g. Hukuman Denda

B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk
itu pemakalah memohon saran dan kritik para pembaca demi kesempurnaan
makalah pemakalah berikutnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abu Al-Hasan Ali Mawardi, Kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah (Beirut: Dar Al-


Fikr, 1996).
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2005)
Hussein Khalid Bahreish, Himpunan Hadits Shahih Muslim (Surabaya: Al-Ikhlas,
1987)
Ibrahim Unais, et. al. Al-Mu’jam Al-Wasith Juz II (Beirut: Dar Ihya’ At-Turats
Al-‘Arabi, 1993)
Mawardi, Al-Ahkamu al-Sulthaniyah, (Kairo: Darul Hadits, 2006),
http://lampionilmu.blogspot.com/2017/09/makalah-tazir-qishos-dan-
kaitannya.html Diakses pada tanggal 05 Juli 2021

11

Anda mungkin juga menyukai