Anda di halaman 1dari 14

JARIMAH

Makalah
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Fikih Jinayah
Dosen Pengampu: Drs. Atep Mastur, M.Ag., Deden Najmudin, M.Sy.

disusun:
Nisrina Farhani 1223060088
Siti Ayssah 1223060110
Wise Wilujeng 1223060119
Zaskia Herlia Ramadani 1223060124

JURUSAN HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas ke hadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Jarimah” ini
tepat pada waktunya. Selawat beserta salam selalu tercurah limpahkan kepada baginda
Nabi Muhammad saw. serta kepada para keluarga, sahabat, tabiin tabiat dan sampai
kepada umatnya.
Jarimah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tindak kejahatan
seperti mencuri, berzina dan minum-minuman keras, atau tindak pidana yang dilarang
oleh agama dengan sanksi hudud atau takzir. Pengertian ini serupa dengan pengertian
tindak pidana pada hukum positif Indonesia
Ucapan terima kasih kepada bapak Drs. Atep Mastur, M.Ag., dan bapak Deden
Najmudin, M.Sy. yang telah membimbing proses pembelajaran sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, harapan dari
segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari para pembaca
untuk peningkatan kualitas dan keselarasan isi makalah ini.

Bandung, 25 Maret 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 4
BAB 2 ........................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN........................................................................................................................... 5
2.1 Pengertian Jarimah.......................................................................................................... 5
2.2 Unsur-unsur Jarimah ....................................................................................................... 6
2.3 Bentuk-bentuk Jarimah ................................................................................................... 7
2.3.1 Berdasarkan Bentuk Hukuman ..................................................................................... 7
2.3.2 Berdasarkan Niat Mujrim.............................................................................................. 7
2.3.3 Berdasarkan Waktu Tertangkap.................................................................................... 8
2.3.4 Berdasarkan Segi Pelaksanaanya .................................................................................. 8
BAB 3 ........................................................................................................................................ 9
PENUTUP .................................................................................................................................. 9
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Syariat Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Hukum dalam
syariat Islam ada yang langsung terlihat dalam Al-Qur’an, sunah dan ijtihad para
ulama. Ketentuan yang diturunkan oleh Allah Swt. berhubungan dengan jinayah dan
jarimah. Masalah ini dikaji dalam hukum Islam dengan sebutan fikih jinayah.
Fikih jinayah atau hukum Pidana Islam berbeda dengan hukum pidana di
Indonesia. Karena hukum pidana di Indonesia lebih berpacu kepada hukum positif
dan UU. Sedangkan fikih jinayah berpacu pada ketentuan-ketentuan hukum Islam
atau syariat. Hukum pidana Islam dalam literatur hukum Islam merupakan bagian
yang sangat berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Hukum pidana dengan merujuk
kepada fikih klasik memuat beberapa pembahasan seperti hudud, takzir, dan jinayah.
Dalam kutipan Ahmad Wardi Muchlis, menurut Imam Al-Mawardi jarimah
adalah segala perbuatan yang dilarang oleh syariat dengan ancaman hukuman had
atau takzir.
Berdasarkan uraian di atas, penulis akan menyajikan makalah yang membahas
segelintir dari pengetahuan hukum dalam hukum pidana Islam tentang Pengertian
Jarimah atau jinayah, unsur-unsur dan bentuknya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan jarimah?
2. Apa saja unsur-unsur yang terdapat dalam jarimah?
3. Apa saja bentuk-bentuk dari jarimah?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. menjelaskan pengertian atau definisi mengenai jarimah
2. memaparkan unsur-unsur yang terkandung di dalam jarimah
3. memaparkan bentuk-bentuk dari jarimah

3
4

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini yaitu untuk menambah wawasan tentang hukum pidana
Islam dan memberikan penjelasan mengenai jarimah.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Jarimah


Hukum Pidana Islam memiliki berbagai macam istilah di dalamnya. Sebagai
mahasiswa hukum pidana Islam, kita pasti sudah pernah mendengar, mengetahui, atau
bahkan memahami istilah-istilah itu. Adapun pembahasan pada kali ini mengenai
istilah kata ‘jarimah’.
Kata jarimah memang memiliki keterkaitan yang erat dengan kata jinayah.
Sebagian ahli fikih menganggap sama istilah jinayah dengan istilah jarimah. Namun,
secara etimologi, kata ‫ جرم ـ يجرم ـ جريمة‬memiliki banyak pendapat perihal arti dan
maknanya. Ada yang berpendapat kata Jarimah berarti memangkas, memotong, atau
memintas (Dr. H. Zainuddin, M.A., 2019:3). Ada pula yang mengatakan kata Jarimah
merupakan masdar, asalnya ‫ جرم‬yang berarti salah, tindakan yang tidak benar
(Makhrus Munajat, 2004:56). Dapat diambil kesimpulan bahwa jarimah merupakan
perbuatan yang tidak benar yang dapat dijatuhkan hukuman pidana .
Adapun secara terminologi, seorang ahli fikih asal Irak yang bernama Abu Al-
Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi atau biasa dikenal dengan sebutan
Al-Mawardi memiliki pendapat bahwa jarimah yakni tindakan atau perilaku yang
tidak boleh bahkan diharamkan dalam syara’, dilarang oleh Allah Swt. dan diancam
melalui sanksi baik di dunia maupun di akhirat. Mengenai sanksi di dunia ada istilah
had atau ta’zir. Pendapat seorang ulama, Ahmad Abu Zahrah menyatakan
bahwasanya jarimah merupakan segala perilaku atau tindakan yang bertentangan
dengan kebaikan, kebenaran, kesesuaian, dan agama Islam yang lurus. Bahkan beliau

mendeskripsikan kata jarimah, yaitu ‫ فعل ما هني هللا عنه وعصيان ما امر هللا به‬yang artinya

jarimah adalah melaksanakan perilaku yang dilarang oleh Allah Swt. dan merupakan
perilaku yang durhaka atau bertentangan dengan apa yang Allah perintahkan.
Melalui berbagai definisi yang telah dicantumkan di atas, secara substansial
kata dan makna jarimah adalah suatu perbuatan yang dilarang agama atas perintah
Allah Swt. yang diancam dengan sanksi atau hukuman di dunia baik had maupun
ta’zir. Ulama Abdul Qadir Audah mendeskripsikan bahwa larangan Allah terdapat
dua macam yaitu

5
6

tindakan yang tidak dibenarkan atau dilarang dan meninggalkan tindakan yang
diperintahkan.
Jadi, kata jarimah dan jinayah memiliki keterkaitan yang erat dan memiliki
substansi yang sama dalam istilah hukum pidana Islam. Ada pula orang yang
melakukan tindakan yang tidak baik sehingga membebani dirinya sendiri disebut
Mujrim.

2.2 Unsur-unsur Jarimah


Seorang ahli perundang-undangan dan hukum Islam asal Mesir yang bernama
Abdul Qadir Ali Audah menerangkan bahwasanya ia membedakan antara rukun
jarimah yang sifatnya umum dan rukun jarimah yang sifatnya khusus.
Maksud daripada rukun jarimah yang sifatnya umum yaitu rukun-rukun yang
tercantum harus ada pada tiap jarimah. Berbeda dengan rukun jarimah yang sifatnya
khusus yang tidak mesti ada pada semua jarimah. Adapun rukun-rukun jarimah yang
sifatnya umum, yaitu:
a) Unsur formal (‫)الركن الشرع‬, ialah keberadaan sebuah nash atau ketentuan yang
menunjukkan aturan sebagai perbuatan atau unsur jarimah. Tidak akan terjadi
perbuatan jarimah sebelum adanya nash yang menyatakannya. Sebagaimana Allah
swt. berfirman
Q.S Al-isra ayat 15 :
‫ة ِو ۡز َر أُ ۡخ َر ٰٰۗى‬ٞ ‫از َر‬
ِ ‫ض ُّل عَلَ ۡي َه ۚا َو ََل ت َِز ُر َو‬ َ ‫ٱهتَ َد ٰى فَإِنَّ َما يَهۡ تَدِي ِلن َۡف ِس ِهۦۖ َو َمن‬
ِ َ‫ض َّل فَإِنَّ َما ي‬ ۡ ‫َّم ِن‬
ٗ ُ‫َو َما كُنَّا ُمعَ ِذبِينَ َحتَّ ٰى ن َۡبعَثَ َرس‬
‫وَل‬
“Siapa orang yang melakukan perintah (Allah), maka sungguh (keselamatan) bagi
dirinya dan siapa orang yang tersesat maka sungguh (kerugian) itu bagi dirinya. Dan
seseorang yang berdosa tidak akan dapat memikul dosa orang lain, tetapi Kami tidak
akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul.”
b) Unsur materil (‫)الركن المد‬, yaitu tindakan yang dilakukan si pelaku yang melanggar
atau dikenai pidana. Tindakan tersebut yaitu pelanggaran kepada aturan syari’at yang
dikenai hukuman atau sanksi.
c) Unsur moral (‫)الركن أدب‬, yaitu adanya niat seseorang untuk melakukan tindak pidana.
Jika seseorang baru berniat di dalam hatinya untuk melakukan tindak pidana maka
pelaku tidak dapat dikategorikan sebagai pelaku jarimah sebagaimana menurut hadist
7

nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim. Pelaku yang
dikenai pidana hanya yang telah baligh dan berakal sehat.
2.3 Bentuk-bentuk Jarimah
Abdul Qadir Audah mengelompokkannya dari berbagai sudut pandang, yakni:
2.3.1 Berdasarkan Bentuk Hukuman
Berdasarkan bentuk hukuman, terdapat tiga macam jarimah, yaitu:
a) Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah hukuman yang ketentuannya tercantum dalam
Al-Qur’an atau As-Sunnah, tidak dapat diganti dengan hukuman lain atau
dibatalkan. Yang termasuk kepada Jarimah Hudud ialah :
1. Pencurian (‫)السرقة‬
2. Perampokan (‫)الحربة‬
3. Pemberontakan (‫)بغة‬
4. Zina
5. Menuduh seseorang berbuat zina (‫)قظف‬
6. Meminum minuman keras (Syaribul Khamr),
7. Murtad (Riddah)
b) Qishas dan diyat
Jarimah Qishash adalah hukumanatau sanksi yang sama dengan perbuatan
jarimah yang dilakukan. Adapun bentuk Pembunuhan dan penganiayaan
yang mengakibatkan hilangnya nyawa, terlukanya anggota tubuh, atau
hilang anggota badan.
Jarimah Diyat adalah suatu bentuk hukuman ganti rugi yang dilakukan
dengan cara membayar denda atas penderitaan yang dialami korban atau
keluarganya. Pembunuhan tidak disengaja termasuk kepada Jarimah
Diyat. Pembunuhan disengaja pun bisa masuk kategori Jarimah Diyat
dengan syarat keluarga korban memaafkan pelaku.
c) Ta’zir.
Jarimah taʼzir adalah Segala sesuatu tindak pidana yang sebelumnya tidak
ada di dalam ketentuan atau nash Al-Qur’an maupun Sunnah.

2.3.2 Berdasarkan Niat Mujrim


Berdasarkan niat mujrim, terbagi kepada dua macam yaitu
8

a) Sengaja
Jarimah ini dilakukan secara sengaja oleh pelaku padahal pelaku
mengetahui bahwa hal yang dilakukannya itu termasuk kepada perbuatan
yang dilarang. Pada hukum positif jarimah ini dikenal dengan "Pukulan
Yang Membawa Kematian".
b) Tidak disengaja.
Jarimah ini dilakukan oleh pelaku dengan tidak diniatkan untuk
melakukan perbuatan yang terlarang, tetapi perbuatan yang dilakukannya
secara tidak sadar termasuk kepada perbuatan yang dilarang dan
menimbulkan kesalahan.
2.3.3 Berdasarkan Waktu Tertangkap
Berdasarkan waktu tertangkap ada dua yaitu
a) Tertangkap langsung
Jarimah ini pelakunya ditangkap ketika sedang melakukan perbuatan
terlarang atau setelah melakukan perbuatan terlarang tersebut dalam
jangka waktu yang cepat.
b) Tidak tertangkap langsung.
Jarimah ini pelakunya tidak tertangkap langsung Ketika sedang
melakukan perbuatan terlarang, melainkan setelah melakukan perbuatan
terlarang dalam jangka waktu yang lama antara penangkapan dengan
kejadian.
2.3.4 Berdasarkan Segi Pelaksanaanya
Berdasarkan dari segi pelaksanaan ada dua, yaitu:
a) Ijabiyah
Jarimah ijabiyah ialah jarimah dengan bentuk melakukan sesuatu
perbuatan yang dilarang dan mutlak larangannya. Seperti Mencuri,
Merampok, Zina, dan lain sebagainya.
b) Salabiyah
Jarimah salabiyah ialah jarimah dengan bentuk meninggalkan perbuatan
yang telah di wajibkan dengan kewajiban yang mutlak. Seperti tidak
melaksanakan shalat yang hukumnya wajib, tidak menunaikan zakat yang
hukumnya wajib, dan lain sebagainya.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut etiomologi atau dari segi bahasa kata jarimah berawal dari kata
“jarama” yang di dalam bentuk masdarnya yaitu “jaramatan” atau dapat dimaknai
sebagai perbuatan dosa, salah atau sebuah kejahatan.
Menurut seorang ulama yaitu Imam al-mawardhi jarimah ialah segala perilaku
yang dilarang oleh syari’at agama yang diancam Allah dengan sanksi Takzir atau
Had.
Unsur-unsur jarimah yaitu :
a) Unsur forml (‫ )الركن الشرع‬: Keberadaan nash ataupun ketentuan yang
menunjukkan aturan sebagai perilaku jarimah.
b) Unsur materil (‫)الركن المد‬: Tindakan yang dilakukan oleh subjek atau si pelaku
yang melanggar atau dikenai pidana.
c) Unsur moral (‫)الركن أدب‬: yaitu keberadaan niat si pelaku untuk berbuat
kejahatan atau jarimah.
Bentuk Bentuk Jarimah:
a) Berdasarkan bentuk hukuman: jarimah hudud, jarimah qishash, jarimah diyat,
dan jarimah ta’zir
b) Berdasarkan niat mujrim: sengaja dan tidak sengaja
c) Berdasarkan waktu tertangkap: langsung dan tidak langsung
d) Berdasarkan segi pelaksanaan: ijabiyah dan salabiyah

9
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Zainuddin, M. (2019). Hukum Pidana Islam. Yogyakarta: Deepublish.


Irfan, M. N. (2016). Hukum Pidana Islam. Jakarta: AMZAH.
Mustofa Hasan, B. A. (t.thn.). Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah.
Pengertian dan Unsur Jarimah. (2015 , Januari 23). Diambil kembali dari Sudut
Hukum: https://suduthukum.com/2015/01/pengertian-dan-unsur-jarimah.html
Prof. Dr. H Zainuddin Ali, M. (2006). Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Seva Mayasari, M. (2023). Fiqih Jinayah. Jambi: PT. Sonpedia Publishing Indonesia .

10
NOTULENSI
Tanya Jawab :

1. Jelaskan kembali secara terperinci dan sistematis tentang unsur-unsur


jarimah ? (Rifa)

Jawaban :
• Unsur-unsur dalam jarimah itu ada 3 ya seperti yang tertulis didalam
makalah, yang pertama ada Unsur Form atau Ar-rukn As-syari yaitu
ketentuan yang menujukan aturan jarimah nya bisa berbentuk ayat Al-
Qur’an atau As-sunnah, yang kedua ada Unsur Materil atau Ar-rukn Al-
maddi yaitu Tindakan yang dilakukan oleh pelaku jarimah, yang
terakhir ada Unsur Moral atau Ar-rukun Adabi yaitu niat pelaku untuk
melaksanakan jarimah tersebut. (Wise)

2. Kenapa zina tidak termasuk jarimah salabiyah padahal larangan zina ada
dalam Al-Qur’an ? (Sultan)

Jawaban:
▪ Karena zina tidak termasuk pada perintah Allah yang jadi
kewajiban kaya sholat, zakat, Puasa, dan lain-lain. Sedangkan zina
bukan termasuk kewajiban yang diperintahkan. ( Siti Ayssah)

▪ sholat, zakat, puasa di dalam Al-Qur’an pun bersifat Perintah


untuk dilaksanakan yang hukumnya wajib. Dalam Ushul Fiqih
wajib itu kan “ dikerjakan mendapat pahala ditinggalkan mendapat
dosa/siksa”. sedangkan zina dalam alquran itu bersifat larangan ,
larangan untuk dikerjakan yang hukumnya itu haram. Dalam
Ushul Fiqih Haram itu didefinisikan “ Ditinggalkan mendapat
pahala, di kerjakan mendapat dosa/siksa”. Jadi Untuk penempatan
dalam jarimah, zina itu termasuk Jarimah salabiyah sedangkan
meninggalkan shalat, meninggalkan Zakat, Meninggalkan Puasa
itu termasuk kedalam jarimah Ijabiyah. (Wise)

3. Apa saja sebab terhapusnya Jarimah? (Thahirah)


Jawaban:
• Penyebab gugur nya jarimah : Paksaan,Gila,Mabuk,dan dibawah umur.
(Zaskia)
Diskusi :

1. Dalam pembebasan hukuman kan termasuk yang orang mabuk, sedangkan


khamar itu dilarang karna sebab nya bisa membayakan orang sekitar, tapi
kenapa di dalam perda tercantum bahwa khamar itu dilarang, namun
masih saja ada yang tidak menjalankan perda tersebut "menjual minuman
keras"? .(Sultan)
• 1.hukum khamar adalah haram sesuai dengan nash yang ada baik
sedikit maupun banyak (QS. Al-Maidah ayat 90) Dalam sebuah riwayat
dari Ali disebutkan pula tentang status haram khamr:
"Khamr itu (sedikit maupun banyak) diharamkan karena bendanya itu
sendiri, sedangkan semua minuman yang lain diharamkan kalau
memabukkan saja." Dalam hadits Mutawatir yang diriwayatkan oleh
Ahmad, Muslim, Rasulullah SAW bersabda:
"Setiap benda yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr itu
haram."
2.hukum menjual alkohol/hal yang memabukkan haaram sebagaimana
haramnya mengonsumsinya, dan dilarang sesuai dengan aturan yang
ada, lalu bagaimana masi tetap menjualkannya sedangkan peraturan
daerah sudah ada larangannya? Jika seperti itu termasuk kebijakan
pemerintah dalam melaksanakan hukum yang sudah mereka sepakati.
3.kenapa Sebagian daerah ada perda khamar dan Sebagian tidak?
Bahkan bisa diperjualbelikan secara terang-terangan, sebab sistim
hukum yang dianut di negara Indonesia adalah sistem hukum positif,
bukanlah sistem hukum islam.
4. lalu bagaimana hukum yang serupa dengan khamar padahal bukanlah
khamar? Seperti lem, dsb yang digunakan untuk mabuk? Hukumnya di
qiaskan dengan khamar sebab yang memabukkan adalah khamar dan
khamar itu haram.
5.lalu bagaimana hukum menjual benda yang serupa dengan khamar
seperti lem dsb tersebut? Dalam melihat hukumnya perlu untuk
mengetahui izin diperjual belikan, sebab contohnya lem, izin
memperjual belikan bukanlah disebabkan guna pembuatan lem itu
untuk mabuk-mabuk, melainkan untuk lem (melengketkan
sebagaimana lem pada umumnya, dan itu tidak terlepas dari legalitas
dari pemerintah yang sudah meninjau kegunaannya bagi masyrakat,
dan bila dilakukan untuk mabuk-mabukan maka itu jadi pertanggung
jawaban pidana bagi pelaku pemabukan. Wallahualam Bissawab
( Zaki)
• kita ga bisa maksa hukum buat semua orang perda soal miras juga
cuman ada disuatu daerah ga bisa diterapin disemua daerah karena
Indonesia tuh negara mayoritas Islam bukan negara penganut hukum
Islam. Masalah pedagang miras yg dijual bebas pun buka urusan kita
kita semua gabisa maksa gimana cara org nyari uang. (Raisya Asyiani)
• pembahasan kita kan hukum pidana islam, nah kalo hukum khamar udh
jelas hukumnya. Tapi kan balik lgi di indonesia tuh kita pake hukum
positif. Kan sultan bahas tentang pelaturan daerah. tidak semua daerah
di Indonesia memakai hukum islam. Bahkan di luar negri sudah
menjadi hal yang lumrah khamar itu. Jadi klo yang di masalahin sultan
tentang kenapa pemerintah tidak melarang hal itu, ya kita tau sendiri
faktanya bahwa yang tinggal tuh kan tidak semua beragama islam kaya
apa yang di sampein Raisya Asyiani. (Putri)

Anda mungkin juga menyukai