Anda di halaman 1dari 12

JARIMAH TA’ZIR YANG BERKENAAN DENGAN PELUKAAN

(PENGANIAYAAN)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Ta’zir
Dosen pengampu Iman Hilman Fathurachman, M. Ag.

Disusun Oleh :
Agung Rizki Maulana 1193060002
Annida Ashilah Syarif 1193060013
Cheppy Bayu Adam 1193060018
Resti Oktaviani 1193060097

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Dengan ucapan Bismillahirrahmanirraim kami awali makalah ini
agar keberkahan senantiasa mengiringi perjalanan kami sebagai
mahasiswa. Makalah ini ditulis sengan tujuan untuk memenuhi tugas
dalam mata kuliah Fiqh Ta’zir sekaligus melatih agar kami dapat
berproses dan sabar serta ikhlas. Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah
SWT., atas ridho-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Terimakasih kami ucapkan kepada kedua orangtua kami yang selalu
mendukung dan mendoakan kami hingga saat ini.
Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada dosen
pembimbing yang selalu membimbing kami yakni Bapak Iman Hilman
Faturachman, M. Ag. Serta kepada teman-teman sekelas Hukum Pidana
Islam yang telah memberikan semangat bagi penulis. Makalah ini berjudul
“JARIMAH TA’ZIR YANG BERKAITAN DENGAN PELUKAAAN
( PENGANIYAYAAN )”.
Kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan
ataupun penyusunannya masih dalam kekurangan dan perlu diperbaiki.
Maka dari itu, kami mohon kepada pembaca untuk memberikan kritik
serta saran yang dapat membantu memperbaiki kekurangan kami dalam
pengerjaan makalah lainnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bandung , 10 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Jarimah Ta’zir
B. Kaidah Jarimah Ta’zir
C. Jarimah Ta’zir Dalam Pelukaan
BAB III PENUTUPAN
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam hukum pidana Islam, istilah penganiayaan bisa juga disebut
dengan jarimah pelukaan. pelukaan berasal dari kata ‫ الجرح‬yang berarti menyakiti
sebagian anggota badan manusia. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa
penganiayaan merupakan suatu jarimah pelukaan. Hukum pidana Islam (fiqh
jinayah) membedakan tindak pidana atas jiwa (pembunuhan) dan tindak pidana
atas selain jiwa (penganiayaan).
Menurut para fuqaha tindak pidana atas selain jiwa (penganiayaan) adalah
setiap perbuatan yang menyakitkan yang mengenai badan seseorang namun tidak
mengakibatkan kematian. Perbuatan tersebut bisa berupa melukai, memukul,
mendorong, menarik, mencekik dan lain sebagainya. Islam memandang berat
terhadap orang yang melakukan kelalaian terhadap jiwa dengan hukuman yang
setimpal terhadap pelakunya yaitu hukuman qishash .Menurut Sayyid Sabiq
pelukaan secara sengaja tidak mewajibkan qishash kecuali apabila hal itu
memungkinkan, sehingga ada kesamaa dengan luka (korban) tanpa lebih kurang.
Apabila persamaan dalam hal tersebut tidak bisa direalisasikan kecuali dengan
sedikit kelebihan atau untung-untungan, atau akan menimbulkan bahaya pada diri
orang yang di qishash maka qishash tidak wajib, dan sebagai penggantinya adalah
diyat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jarimah ta’zir dan kaidah jarimah ta’zir ?
2. Apa yang dimaksud dengan jarimah ta’zir dalam pelukaan ( penganiyayaan )
dan Dasar Hukum dalam jarimah pelukaan ( penganiyayaan ) ?
3. Apa saja Macam – Macam pelukaan (penganiyaaan ) dan jenis- jenis hukum
jarimah pelukaan ( penganiyaayan ) ?
C. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan makalah ini adalah
studi pustaka, yaitu mengkaji berbagai literatur berupa buku-buku, artikel yang
berkaitan dengan permasalahan yang ada.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jarimah Ta’zir


Ta’zir merupakan suatu bentuk hukuman yang ketentuannya belum
terdapat dalam nash. Dalam Hukum Pidana Islam, ta’zir merupakan bagian dari
‘uqubat atau hukuman yang merupakan suatu balasan atas jarimah yang telah
dilakukan oleh seseorang. Kerena ketentuan ta’zir tidak terdapat di al-Qur’an
maka seluruh ketentuan diserahkan kepada oleh hakim, dalam hal ini bisa juga
pemerintah atau waliyul amri dengan metode ijtihad. Namun dalam pelaksanaan
hukumnya harus sesuai dengan kehendak syar’I sebagai penentu suatu hukum
yaitu Allah swt dan Rasul-Nya. 1
Dalam penegakan hukum khususnya di negara Islam, maka segala
ketentuannya harus sesuai dengan syariat. Jika hukuman tersebut tidak sebutkan
maupun tidak ada ketentuannya dalam al-Qur’an atau Hadits, maka tugas waliyul
amri sebagai penerus khalifah untuk melakukan ijtihad. Penegakan ta’zir ini pun
tidak lepas dari tujuan untuk mensejahterakan rakyat pada umumnya dan bagi
ummat Islam pada khususnya.
Adapun tokoh yang mendefinisikan ta’zir sebagai berikut, menurut Al-
Mawardi bahwa ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan
dosa (maksiat) yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara. 2
Jumlah dari
jarimah ta’zir yaitu semua jarimah yang hukumannya selain oleh had, kifarat,
diyat. Qishash. Maka dapat dikatakan jumlah dari jarimah ta’zir itu sangat
banyak.
1
Ahmad Syarbaini. 2009. “Teori Ta’zir Dalam Hukum Pidana Islam”. Hal. 2
2
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Piadana Islam, cet. 6., (Bulan Bnitang: Jakarta, 2005), hlm. 268- 270.
Terdapat pula pembagain dalam jarimah ta’zir yaitu ; (1) jarimah yang
bentuk dan macamnya ditentukan dalam al-Qur’an maupun Hadits namun untuk
ketentuan hukumannya diserahkan kepada manusia, (2) jarimah yang baik bentuk
maupun macamnya juga hukumannya tidak terdapat dalam nash, maka diserahkan
kepada manusia.
Syara’ tidak menentukan macam-macam hukuman untuk setiap jarimah
ta’zir tetapi hanya manyebutkan sekumpulan hukuman dari yang seringan-
ringannya sampai seberat-beratnya. Syari’ah hanya menentukan sebagian jarimah
ta’zir, yaitu perbuatan-perbuatan yang selamanya akan dianggap sebagai jarimah
seperti riba, menggelapkan titipan, memaki-maki orang, suap-menyuap dan
sebagainya.

B. Kaidah Jarimah Ta’zir


Sebelum membahas pelukaan yang merupakan salah satu dari macam-
macam jarimah ta’zir. Terdapat pula jenis tindakan yang bisa dihukum ta’zir
diantaranya yaitu jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pembunuhan, jarimah
ta’zir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan kerusakan
akhlak, jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu, juga jarimah
ta’zir yang berkaitan dengan harta.
Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa segala tindak pidana yang
memiliki hukuman selain qishash, diyat, kifarat, had merupakan jarimah ta’zir.
Adapun hukuman yang berlaku dalam jarimah ta’zir bisa berupa hukuman mati,
hukuman kurungan penjara, hukuman jilid, hukuman pengucilan, bisa juga
hukuman ancaman. Hukuman-hukuman tersebut merupakan putusan hakim dalam
pengadilan, maka bisa saja dalam tiap putusannya hakim memberikan hukuman
yang berbeda-beda tergantung kepada kemaslahatan.
Dalam pelaksanaannya, jarimah ta’zir harus bergantung kepada kaidah
fiqh jinayah. Berikut merupakan kaidah fiqh jinayah yang berkenaan dengan
jarimah ta’zir :

‫التّعز ير يدور مع المصلحة‬


“Sanksi ta’zir (berat ringannya) bergantung kepada kemaslahatan”3
Seperti diketahui bahwa sanksi ta’zir berkaitan dengan tindak pidana
ta’zir. Tindak pidana ta’zir ada 3 macam, yaitu : pertama, tindak pidana hudud
atau qisas yang dikukuhkan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadis tetapi tidak memenuhi
syarat untuk dijatuhi hukuman had atau qisas, seperti percobaan pencurian,
perampokan, perzinaan atau pembuhan. Kedua, kejahatan-kejahatan yang
dikukuhkan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadis tetapi tidak disebutkan sanksinya.
Sanksinya diserahkan kepada pemerintah (ulil amri), seperti penipuan, saksi
palsu, perjudian, penghinaan, dan lain sebagainya. Ketiga, kejahatan-kejahatan
yang ditentukan oleh pemerintah demi untuk kemaslahatan rakyatnya, seperti
aturan lalu lintas, perlindungan hutan, dan lain sebagainya. Sanksi ta’zir yang
terberat adalah hukuman mati, sedangkan yang teringan adalah berupa peringatan.

C. Jarimah Ta’zir Dalam Pelukaan


Pelukaan merupakan suatu perbuatan menyakiti seseorang melewati
badannya namun tidak sampai menghilangkan nyawa. Melukai atau menganiaya
dalam jinayah terhadap selain jiwa terdapat sengaja, semi sengaja dan tidak
sengaja. Terdapat pula definisi pelukaan menurut beberapa ahli, seperti menurut
Sayyid Sabiq bahwa pelukaan merupakan tindakan seseorang merusak anggota
tunggal atau yang berpasangan milik orang lain. Lain halnya menurut Menurut
Abdul Qodir Audah bahwa pelukaan yaitu tindak penyerangan yang tidak sampai
mematikan seperti pelukaan dan pemukulan.
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa jarimah pelukaan
adalah perlakuan sewenang-wenang yang dilakukan oleh seorang untuk menyakiti
orang lain atau menyiksa orang lain. Jika ditinjau dari segi objeknya atau
sasarannya sebagai akibat dari perbuatan pelaku maka penganiayaan ini terbagi
kepada :
1) Ibanat Al-Atraf (penganiayaan atas anggota badan dan semacamnya).
Adapun yang dimaksud dengan penganiayaan atas anggota badan dan
semacamnya adalah tindakan perusakan terhadap anggota badan dan anggota
3
‘Abd al-Aziz Amir, al-Ta’zir fi al-Syari’at al Islam, (Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1969), h. 55.
lain yang disertakan dengan anggota badan, baik berupa pemotongan dan
pelukaan. Dalam kelompok ini termasuk pemotongan tangan, kaki, jari, kuku,
hidung, zakar, biji pelir, telinga,bibir, pencongkelan mata, merontokkan gigi,
pemotongan rambut, alis, bulu mata, jenggot, kumis, bibir kemaluan
perempuan, dan lidah.
2) Izhab ma'a Al-Atraf (menghilangkan manfaat anggota badan, sedangkan
jenisnya masih tetap utuh).
Maksud dari jenis ini adalah tindakan yang merusak manfaat dari
anggota badan, sedangkan jenis anggota badannya masih utuh. Dengan
demikian, apabila anggota badannya hilang atau rusak sehingga manfaatnya
juga ikut hilang maka perbuatannya termasuk kelompok pertama yaitu
perusakan anggota badan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah
menghilangkan daya pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan lidah,
kemampuan berbicara, bersetubuh, dan lain-lain.
3) Asy-Syajjaj
Asy-Syajjaj adalah pelukaan khusus pada bagian muka dan kepala.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa syajjaj adalah pelukaan pada bagian
muka dan kepala, tetapi khusus di bagian-bagian tulang saja seperti dahi.
Menurut Imam Abu Hanifah, syajjaj itu ada sebelas macam, diantaranya:
a) Al-Kharishah, yaitu pelukaan atas kulit, tetapi tidak sampai mengeluarkan
darah.
b) Ad-Dami’ah, yaitu pelukaan yang mengakibatkan pendarahan, tetapi
darahnya tidak sampai mengalir melainkan seperti air mata.
c) Ad-Damiyah, yaitu pelukaan yang berakibat mengalirkan darah.
d) Al-Badhi'ah, yaitu pelukaan yang sampai memotong daging.
e) Al-Mutalahimah, yaitu pelukaan yang memotong daging lebih dalam dari
pada Al-Badhi’ah.
f) As-Simhaq, yaitu luka yang memotong daging dan menampakkan lapisan
tipis antara daging dan tulang.
g) Al-Mudihah, yaitu luka yang memotong kulit yang melindungi tulang dan
menampakkan tulang walaupun hanya seujung jarum.
h) Al-Hasyimah, yaitu pelukaan yang lebih dalam lagi sehingga memotong
atau memecahkan tulang.
i) Al-Munqilah, yaitu pelukaan yang bukan hanya sekedar memotong tulang
tetapi sampai memindahkan posisi tulang dari tempat asalnya
j) Al-Ammah, yaitu pelukaan yang lebih dalam lagi sehingga sampai kepada
ummud dimagh, yaitu selaput antara tulang dan otak.
k) Ad-Damighah, yaitu luka yang menembus lapisan di bawah tulang sampai
ke otak.
4) Al-Jirah
Al-Jirah adalah pelukaan pada anggota badan selain wajah, kepala dan
athraf. Anggota badan yang pelukaannya termasuk jirah ini meliputi leher,
dada, perut, sampai batas pinggul.
5) Yang tidak termasuk empat jenis sebelumnya adalah pelukaan ini antara lain
seperti pemukulan pada bagian muka, tangan, kaki, atau badan, tetapi tidak
sampai menimbulkan atau mengakibatkan luka, melainkan hanya memar,
muka merah atau terasa sakit.

Berkenaan dengan sanksi ta’zir dalam pelukaan, terdapat beberapa


pendapat mengenai hal itu. Seperti menurut Imam Malik berpendapat bahwa ta’zir
dapat dikenakan pada jarimah pelukaan yang qisasnya dapat dihapuskan atau
dilaksanakan karena sebab hukum. Hal tersebut sangat logis apabila sanksi ta’zir
dapat pula dilakukan pada pelaku jarimah pelukaan selain qishash, itu merupakan
sanksi yang diancamkan kepada perbuatan yang berkaitan dengan hak perorangan
maupun masyarakat. Maka kejahatan yang berkaitan dengan jama’ah dijatuhi
sanksi ta’zir. Sudah tentu percobaan pelukaan merupakan jarimah ta’zir yang
dikenai sanksi ta’zir.
Jika kita berbicara mengenai hukuman atau sanksi bagi pelaku pelukaan
maka akan merujuk kepada syariat. Dasar hukum pelukaan untuk mengetahui
hukuman yang diterapkan oleh Allah Swt terhadap Jarimah pelukaan, itu harus
dilihat tentang lukanya sendiri, ada yang terkena hukuman qiṣāṣatau diyātbila
syarat-syarat qishash tidak terpenuhi. Adapun pendapat jumhur ulama mengenai
hukuman qishash bagi pelaku pelukaan yaitu Menurut Jumhur ulama, Hanafiyah,
Malikiyah, sebagian Syafi’iyah dan sebuah riwayat Ahad dimana pendapat ini
dinilai sebagai yang paling tepat, ayat-ayat tentang qisash terhadap anggota badan
dan kewajiban pebagian air di masayarakat tetap berlaku bagi umat islam.
Menurut ulama-ulama kalangan Asy’riyah, Mu’tazillah, sebagian pengikut
Syafi’iyah, dan dalam riwayat Imam Ahmad yang lain: bahwa Syari’at yang
seperti ini tidak berlaku bagi orang islam. Pendapat ini menurut Al-Zuhaili
didukung oleh Al-Ghazali, Al-Amidi, Al-Razi dan ibnu Hazm.
Dari uraian di atas maka dapat diketahui bahwa pendapat jumhur ulama
lebih kuat dari pada pendapat-pendapat lain sehngga qisash terhadap anggota
badan masih tetap berlaku dengan sanksi-sanksi hukum yang beragam satu sama
lain sesuai dengan jenis, cara, dan di bagia tubuh mana jarimah penganiayaan
terjadi.

BAB III
PENUTUPAN
Simpulan
Dalam Hukum Pidana Islam, ta’zir merupakan bagian dari ‘uqubat atau
hukuman yang merupakan suatu balasan atas jarimah yang telah dilakukan oleh
seseorang. Kerena ketentuan ta’zir tidak terdapat di al-Qur’an maka seluruh
ketentuan diserahkan kepada oleh hakim, dalam hal ini bisa juga pemerintah atau
waliyul amri dengan metode ijtihad. Syara’ tidak menentukan macam-macam
hukuman untuk setiap jarimah ta’zir tetapi hanya manyebutkan sekumpulan
hukuman dari yang seringan-ringannya sampai seberat-beratnya. Syari’ah hanya
menentukan sebagian jarimah ta’zir, yaitu perbuatan-perbuatan yang selamanya
akan dianggap sebagai jarimah seperti riba, menggelapkan titipan, memaki-maki
orang, suap-menyuap dan sebagainya.
Berkenaan dengan sanksi ta’zir dalam pelukaan, terdapat beberapa
pendapat mengenai hal itu. Seperti menurut Imam Malik berpendapat bahwa ta’zir
dapat dikenakan pada jarimah pelukaan yang qisasnya dapat dihapuskan atau
dilaksanakan karena sebab hukum. Hal tersebut sangat logis apabila sanksi ta’zir
dapat pula dilakukan pada pelaku jarimah pelukaan selain qishash, itu merupakan
sanksi yang diancamkan kepada perbuatan yang berkaitan dengan hak perorangan
maupun masyarakat. Maka kejahatan yang berkaitan dengan jama’ah dijatuhi
sanksi ta’zir. Sudah tentu percobaan pelukaan merupakan jarimah ta’zir yang
dikenai sanksi ta’zir.

Daftar Pustaka
Ahmad Syarbaini. 2009. “Teori Ta’zir Dalam Hukum Pidana Islam”.

Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Piadana Islam, cet. 6., (Bulan Bnitang: Jakarta,
2005)

‘Abd al-Aziz Amir, al-Ta’zir fi al-Syari’at al Islam, (Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arabi,
1969)

Nurul Irfan, Masyrofah, Fiqih Jinayah, (Jakarta: AMZAH 2013)

Anda mungkin juga menyukai