Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

JARIMAH QISHASH-DIYAT

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Fiqh Jinayat

DosenPembimbing : Dr. Hj. NailiAnafah,SHI., M.Ag

Disusun Oleh:

1. Siti Rofiqoh (2002016069)


2. M. Luqman Afiq (2002016074)

HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah wasyukurilah, segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat
Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa
ilmu dan amal, sehingga kita senantiasa berada dalam genggamannya dengan penuh
kepasrahan. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada sang pencerah
alam semesta dengan cahaya keimanan. Yakni dengan kehadiran baginda Nabi
Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari alam kebodohan hingga ke alam yang
penuh ilmu pengetahuan ini.
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada  Ibu Dr. Hj. NailiAnafah,SHI., M.Ag
selaku dosen mata kuliah Fiqh Jinayat yang telah memberikan kesempatan kepada kami
untuk menyusun makalah ini. Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan kami bantuan
baik berupa material maupun spiritual.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari pembaca untuk dijadikan pedoman dalam pembuatan makalah
selanjutnya.Harapan kami semoga makalah “Jarimah Qishash-Diyat” yang kami susun
ini menjadi suatu ilmu yang bermanfaat. Aamiin

              Semarang, 23 Agustus 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sebagai agma yang mengatur segala aspek bagikehidupan manusia memiliki
sebuah dasar yang paling penting yaitu keadilan. Terbukti dengan adanya firman Allah
SWT: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) memberlakukan adil dan perbuatan baik,
memberi kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi penghargaan agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Dalam hal ini, segala jenis kejahatan memang diharapkan pupus di dunia ini.
Akan tetapi, terbukti dari awal kehidupan makhluk manusia wujud kejahatan tetap ada
dan tidak pernah luput dari bumi. Kejahatan tersebut berupa pembunuhan, penderaan dan
lain-lain.
Oleh karena itu, ketika islam turun, beliau menyampaikan paket-paket hukum dan
hukuman bagi pelaku kejahatan-kejahatan ini. Walaupun kejahatan ini tidak bisa hilang
sepenuhnya di muka bumi, pengaturan minimal hukum islam bertujuan untuk
menurunkan tingkat kejahatan yang melanda di Negara islam. Dalam hal ini, kejahatan
tersebut di kategorikan dengan nama qishahs dan diyat.
A. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Qishash?
2. Apa Pengertian Diyat?
3. Apa sajahkah macam-macam Qishash?
4. Apa sajakah macam-macam Diyat ?
5. Apa sajakah alat pembuktian Qishash dan Diyat ?
B. Tujuan masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Qishash Diyat
2. Untuk Mengetahui Pengertian Diyat
3. Untuk Mengetahui macam-macam Qishash
4. Untuk Mengetahui macam-macam Diyat
5. Untuk Mengetahui pembuktian Qishash dan Diyat
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Qishash
Secara estimologi qishash berasal dari kata qashsha-yaqushshu-qashashan yang
berarti mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si penjahat sebagai pembalasan atas
perbuatannya.1Adapun arti qishash secara terminologi yang dikemukakan oleh Al-Jurjani,
yaitu mengenakan sebuah tindakan (sanksi hukum) kepada pelaku persis seperti tindakan
yang dilakukan oleh pelaku tersebut (terhadap korban). Sementara itu dalam Al-Mu‘jam
Al-Wasît, qishash diartikan dengan menjatuhkan sanksi hukum kepada pelaku tindak
pidana sama persis dengan tindak pidana yang dilakukan, nyawa dengan nyawa dan
anggota tubuh dibalas dengan anggota tubuh.2
Qishash memiliki banyak arti sebagai berikut: Menurut Abd al-Qadir Audah,
qishash adalah sebagai keseimbangan atau pembalasan terhadap si pelaku tindak pidana
dengan sesuatu yang seimbang dari apa yang telah diperbuatnya.
Menurut Wahbah Zuhaili, qishash adalah menjatuhkan hukuman kepada pelaku
persis seperti apa yang dilakukannya. Menurut Abdur Rahman Qishash merupakan
hukum balas dengan hukuman yang setimpal bagi pembunuhan yang dilakukan.
Hukuman pada si pembunuh sama dengan tindakan yang dilakukan itu, yaitu nyawanya
sendiri harus direnggut persis seperti dia mencabut nyawa korbannya. Kendatipun
demikian, tidak harus berarti bahwa dia juga harus dibunuh dengan senjata yang sama".3
Menurut syara’ qishash yaitu hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku
pembunuhan maupun perusakan atau penghilangan fungsi anggota tubuh orang lain yang
di lakukan dengan sengaja.4
B. Pengertian Diyat
Diyat secara etimoogi berarti denda berbentuk harta. Sedangkan secara
terminologi diyat adalah harta yang diserahkan kepada keluarga (ahli waris) kurban,

1
Tri Bimo Soewarno,dkk. buku siswa FIKIH, cetakan Ke-1 (Jakarta:Kementerian Agama , 2015), hal. 10
2
Nurul Irfan,. Masyrofah ,fiqh Jinayah, Cetakan pertama (Jakarta: Amzah, 2013), hal. 4
3
Marsaid, Al-Fiqh Al-Jinayah, cetakan Ke-1, (Palembang, CV. Amanah, 2020), hal. 109
4
Tri Bimo Soewarno,dkk. buku siswa FIKIH, cetakan Ke-1 (Jakarta: Kementerian Agama, 2015), hal. 10
akibat melakukan kejahatan kepada orang lain dengan menghilangkan nyawa atau
melukai orang. Dengan definisi semacam ini berarti diyat dikhususkan sebagai pengganti
jiwa atau yang semakna dengannya, artinya pembayaran diyat itu terjadi karena
berkenaan dengan kejahatan terhadap jiwa(nyawa) seseorang. Sedangkan diyat untuk
anggota badan di sebut ‘irsy.5
Dalam kamus bahasa Indonesia diyat berarti denda (berupa uang atau barang)
yang harus dibayar karena melukai atau membunuh orang (Depdikbud, 1996 : 156).
Sedangkan menurut Sayid Sabiq diyat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada
pelaku, karena terjadinya tindak pidana (pembunuhan atau penganiyayaan) dan diberikan
kepada wali korban atau walinya ( Sayid Sabiq, 1980, I : 465).6

C. Macam – Macam Qishash


Penyebab sanksi hukum qishash menurut mayoritas ulama dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
a. Membunuh dengan menghilangkan nyawa. Kejahatan berupa pembunuhan ini
dibagi menjadi tiga, yaitu: membunuh dengan sengaja, membunuh menyerupai
sengaja dan membunuh tersalah atau tidak ada unsur kesengajaan. Ketiga unsur
pembunuhan ini dan jenis sanksinya akan dijelaskan di bab tersendiri. Membunuh
dengan sengaja akan di kenakan hukuman qishash, berdasarkan firman Allah
dalam surah Al-Baqarah ayat 178. Jika kesalahan pembunuhan ini dimaafkan ahli
waris si kurban, hukuman qishash ini bisa digantikan dengan diyat ataupun tidak
dikenakan kompensasi apapun jika ahli waris tidak meminta pengganti apa-apa.
b. Al-Jahru (mencederai, memotong, atau mengurangi fungsi anggota tubuh tanpa
menghilangkan nyawa). Misalnya, memotong tangan, mencongkel mata, atau
memutus telinga atau hidung. Dengan demikian, al-jarh yang berakibat
dijatuhkannya sanski qishash, bentuknya ada tiga macam, yaitu; melukai atau
mencederai anggota tubuh, menghilangkan atau memotong anggota tubuh, dan
mengurangi fungsi anggota tubuh. Ketika seseorang mencederai anggota tubuh
orang lain, kemungkinannya ada dua : mencederai dengan sengaja dan

5
Fuad Tohari, Hadis Ahkam:Kajian hadis-hadis hukum pidana islam(hudud,qisas dan diyat), (Yogyakarta: Grup
penerbit CV BUDI UTAMA, 2012), hal. 15
6
Aksamawanti, Konsep Diyat dalam Diskursus Fiqih. Jurnal Syariati.Vol. 1 No.3,Mei 2016, hal. 480.
mencederai karena teledor yang dari awal tidak sengaja untuk melukai orang lain.
Menurut ketentuan hukum islam, qishash hanya berlaku bagi kejahatan akibat
melukai orang dengan di sengaja.
Bentuk hukuman qishash nya, pelaku akan di balas di lukai, persis seperti
dia melukai orang lain. Sebaliknya ketika seseorang mencederai orang lain
dengan tidak sengaja, tidak di kenai sanksi qishash tetapi dikenai hukuman diyat.
Ketentuan sanksi hukum qishash hanya dijatuhkan bagi yang sengaja mencederai
atau melukai orang lain, yang didasarkan firman Allah dalam surah Al-Ma’idah
ayat 45.7

D. Macam-Macam Diyat
Sebagai bentuk pemberatan dan peringanan pembayaran diyat dibagi menjadi:
a. Diyat mughallaẓah (diyat berat)
Adapun yang dimaksud dengan diyat berat adalah 100 ekor unta, diyat ini
diberlakukan kepada pembunuhan sengaja yang mendapat pengampunan dari wali korban
dan pembunuhan semi sengaja. Komposisi hewan untanya menurut Malikiyah,
Syafi’iyah, dan Imam Muhammad ibn Hasan (Wahbah Zuhaili,VI,1989: 304), dibagi
menjadi tiga yaitu:
 30 ekor unta hiqqah (umur 3-4 tahun)
 30 ekor unta jaża’ah (umur 4-5 tahun)
 40 ekor unta khalifah (umur 4-5 tahun)
Pendapat ini didasarkan kepada Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Turmudzi
dan Abu Dawud dari Amr Ibnu Syu’aib, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Diat itu
adalah tiga puluh ekor unta jaża’ah, tiga puluh hiqqah, dan empat puluh khalifah yang
didalam perutnya ada anaknya”. (Al-Kahlani, III : 249)
Sisi pemberatan hukuman diyat pembunuhan sengaja yaitu: pertama,
pembayarannya ditanggung sendiri oleh pelaku pembunuhan, ini sudah menjadi ijma’
sebagaimana disampaikan ibnu Qudamah (1413 : 12-13). Kedua, diwajibkan pembayaran
secara kontan. Ketiga, diperberat dari sisi usia unta.

7
Fuad Tohari, Hadis Ahkam: Kajian hadis-hadis hukum pidana islam(hudud,qisas dan diyat), (Yogyakarta: Grup
penerbit CV BUDI UTAMA, 2012), hal. 199
Pemberatan dalam pembunuhan semi sengaja hanya satu yakni usia dan kadar
jumlah unta sama dengan pembunuhan sengaja. Namun, mendapat keringanan daru dua
sisi yaitu: Pembayarannya dapat dibebankan kepada ‘Aqilah (keluarga) dan
pembayarannya dapat diangsur dalam waktu tiga tahun.
‘Aqilah adalah kelompok yang secara bersamasama menanggung pembayaran
diyat. Mereka adalah kelompok aṣâbah, yaitu semua kerabat laki-laki dari pihak bapak
yang baligh, berakal, dan mampu (Sayid Sabiq, tth, II, 470). Hal didasarkan ijma’
sebagaimana dikatakan Ibnu Qudamah, ”Diriwayatkan dari Umar ra. Bahwa keduanya
menetapkan diyat kepada al-‘aqilah selama tiga tahun dan tidak ada yang menyelisihi
keduanya di zaman mereka sehingga itu menjadi ijma’ (Qudamah, 1413, XII: 17).8
b. Diyat mukhaffafah
Adapun yang dimaksud dengan diyat mukhaffafah dengan membayar 100 ekor
unta, terdiri dari: 20 ekor hiqqah, 20 ekor jadza’ah, 20 ekor binta labun (unta betina lebih
dari dua tahun), dan 20 ekor unta ibnu labun ( unta jantan berumur lebih dari dua tahun),
dan 20 ekor unta binta makhad (unta betina berumurlebih dari satu tahun). Denda ini
wajib dibayarkan keluarga yang membunuh dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhir harus
dibayar sepertiganya. Sebagaimana Rasulullah bersabda: “ Diyat pembunuhan tersalah
(al-qatlu khata’an) diperinci lima macam hewan, yaitu: 20 ekor unta umur 4 tahun, 20
ekor unta umur 5 tahun, 20 ekor betina umur 1 tahun, 20 ekor betina umur 2 tahun, dan
20 ekor unta jantan umur 2 tahun”.
Diyat mukhaffafah ini dijatuhkan kepada:
 Orang yang membunuh tidak sengaja (al-qatlu khata’an) selain ditanah Haram, bulan
Haram,dan bukan kepada sesame muslim. Masa pembayarannya boleh di angsur selama
3 tahun.
 Orang yang sengaja memotong atau membuat cacat atau melukai anggota badan
seseorang.
Adapun ukuran diyat mukhaffafah selain pembunuh sebagai berikut:
 Membayar diyat mukhaffafah secara penuh bagi orang yang melakukan kejahatan,
memotong dua tangan, dua kaki, dua telinga, hidung, lidah, dua bibir, kemaluan laki-laki,
dua mata, tempat keluarnya suara, penglihatan atau merusak pendengaran. Rasulullah

8
Aksamawanti, Konsep Diyat dalam Diskursus Fiqih. Jurnal Syariati.Vol. 1 No.3,Mei 2016, hal. 485
bersabda: Karena (memotong) dua kaki, dihukum dengan satu diyat penuh”. Dalam hadis
Nabi Saw. sebagaimana diriwayatkan Qatadah, sebagai berikut: “ karena (memotong) dua
tangan dihukum satu diyat penuh. Adapun tentang ketentuan diyat anggota badan, Nabi
Saw. bersabda: “ Rasulullah Saw. telah terkirim surat kepada penduduk Yaman, di antara
beberapa hukum yang beliau terangkan dalam surat beliau ialah ketentuan-ketentuan,
sunnah-sunnah, dan diyat,…..” Bahwasannya memotong hidung seluruhnya, lidah, dua
bibir, dua pelir, kemaluan, dua mata, wajib diyat sempurna ( sebagaimana diyat
membunuh), dan memotong satu kaki adalah seperdua diyat.
 Membayar setengah diyat mukhaffafah berlaku bagi orang yang memotong salah satu
anggota tubuh yang memiliki pasangan. Nabi Saw. bersabda, sebagai berikut: “ merusak
satu telinga wajib membayar 50 ekor unta”.
 Membayar sepertiga diyat mukhaffafah berlaku bagi orang yang melukai kepala sampai
otak dan melukai badan sampai perut.
 Membayar diyat 5 ekor unta, jika melukai sampai gigi tanggal. Nabi Saw. bersabda,
sebagai berikut: “ Dan setiap melukai gigi, setiap gigi satu diyat nya 5 ekor unta”.
Jika denda tidak dapat dibayar dengan unta, wajib dibayar dengan uang sebanyak
harga unta. Ini pendapat sebagian ulama. Pendapat ulama yang lain, boleh dibayar
dengan uang sebanyak 12.000 dirham (kira-kira 37,44 kg perak). Kalau denda itu
termasuk denda berat, ditambah sepertiganya.9

E. Pembuktian Qishash dan Diyat


Setiap ketetapan hukum yang dijatuhkan kepada terpidana, ia haruslah melalui
proses peradilan. Ini merupakan konsep hukum umum dan konsep hukum Islam.
Sedangkan proses membuktikan sebuah perbuatan itu benar-benar terjadi tentunya
memerlukan aturan. Aturan ini disebut dengan hukum acara atau “‫”أحكام المرافعات‬.
Dalam konsep hukum acara ini, fiqh Islam sudah mengatur secara jelas konsep
menetapkan suatu hukum. Sesuatu itu harus dikuatkan dengan alat-alat bukti
yang valid agar memudahkan dan menyakinkan hakim dalam memberi putusan.
Alat-alat bukti dalam menetapkan sebuah kejahatan yang mengakibatkan kisas
atau diyat adalah sebagai berikut:
9
Fuad Tohari, Hadis Ahkam: Kajian hadis-hadis hukum pidana islam(hudud,qisas dan diyat, (Yogyakarta: Grup
penerbit CV BUDI UTAMA, 2012), hal. 20-22
1. Pengakuan (‫)اإلق\\رار‬: syarat dalam pengakuan bagi kasus pidana yang akan
berakibatkan kisas atau diyat adalah harus jelas dan terperinci. Tidak sah pengakuan yang
umum dan masih terdapat syubhat.
2. Persaksian (‫)الشهادة‬: Dalam kasus pidana selain zina, syarat minimal adalah 2
orang saksi lelaki yang adil.
3. Qarînah: Segala tanda-tanda yang zahir yang bersamaan dengan sesuatu yang
masih samar, maka tanda itu menunjukkan kepada itu. Syarat dalam qarînah ada 2: (1)
Ditemukannya perkara yang zahir yang diketahui dan patut menjadi asas untuk
dipercayai (2) Ditemukan persambungan (hubungan) yang menyambung antara perkara
yang zahir dengan yang samar tadi. Akan tetapi alat bukti ini tidak dapat dijadikan alat
bukti untuk kasus pidana hudud dan kisas kecuali qasâmah menurut mayoritas ulama.
4. Menarik diri dari Bersumpah (‫)النك\ول عن اليمين‬: Ketika terdakwa menarik diri
(mengelak) dari bersumpah yang diajukan kepada terdakwa melalui hakim. Akan tetapi,
alat ini hanya dipakai oleh mazhab Hanbali. Sedangkan mazhab Hanafi hanya terbatas
pada kisas anggota dengan keadaan sengaja dan diyat ketika tersalah. Sedangkan kisas
jiwa dan lainnya tidak boleh, akan tetapi terdakwa dipenjara sampai ia bersumpah atau
mengaku.
5. Al-Qasâmah: Sebuah sumpah yang diulang-ulang bagi kasus pidana
pembunuhan. Ia dilakukan 50 kali sumpah dari 50 lelaki. Menurut mayoritas ulama;
orang-orang yang bersumpah ialah ahli waris mangsa untuk menetapkan tuduhan bunuh
terhadap terdakwa. Setiap orang perlu menyebut dalam sumpahnya: “Demi Allah yang
tiada tuhan yang disembah melainkan-Nya, sesungguhnya orang ini telah memukulnya
lalu dia mati” atau “Dia telah dibunuh oleh orang ini”. Jika sebagian pewaris tidak mau
bersumpah, maka waris yang lain akan diminta bersumpah untuk bilangan sumpahan
yang tertinggal dan mengambil diyat masing-masing. Jika mereka tidak mau sumpah,
atau tidak terdapat qarînah yang menandakan pembunuhan atau permusuhan nyata,
sumpahan itu dipindahkan ke atas orang yang didakwa yang akan ditunaikannya oleh
penjamin (‫ )العاقلة‬sebanyak 50 kali. Tetapi jika orang yang didakwa tidak mempunyai
penjamin, orang yang dituduh sendiri akan dimintai bersumpah sebanyak 50 kali,
kemudian dia akan bebas.10
10
http://akitiano.blogspot.com/2010/06/jarimah-qishash-diyat-sebuah-pengertian.html?m=1 ( diakses, 2021-08-23)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara estimologi qishash berasal dari kata qashsha-yaqushshu-qashshan wa
qashshan. Yang berarti mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si penjahat sebagai
pembalasan atas perbuatannya. Menurut syara’ qishash yaitu hukuman balasan yang
seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun perusakan atau penghilangan fungsi anggota
tubuh orang lain yang di lakukan dengan sengaja.
Diyat secara etimoogi berarti denda berbentuk harta. Sedangkan secara
terminologi diyat adalah harta yang diserahkan kepada keluarga (ahli waris) kurban,
akibat melakukan kejahatan kepada orang lain dengan menghilangkan nyawa atau
melukai orang.
Adapun macam-macam qishash meliputi Membunuh dengan menghilangkan
nyawa. Al-Jahru (mencederai, memotong, atau mengurangi fungsi anggota tubuh tanpa
menghilangkan nyawa). Seelain itu, macam-macam diyat ada dua yaitu; diyat
mughaladzah dan diyat mukhaffafah.
Alat-alat bukti dalam menetapkan sebuah kejahatan yang mengakibatkan kisas
atau diyat adalah sebagai berikut: pengakuan, persaksian, qarinah, menarik diri dari
bersumpah dan al-qasamah.

B. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah
dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggung jawabkan nantinya. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

DAFTAR PUSTAKA
Aksamawanti. 2016. Konsep Diyat dalam Diskursus Fiqih. Jurnal Syariati.Vol. 1 No.3.
Bimo Soewarno, Tri,dkk. 2015. buku siswa FIKIH. cetakan Ke-1. Jakarta: Kementerian
Agama.
Irfan, Nurul. Masyrofah. 2013. fiqh Jinayah. Cetakan pertama. Jakarta: Amzah.
Marsaid. 2020. Al-Fiqh Al-Jinayah. cetakan Ke-1. Palembang: CV. Amanah.
Tohari, Fuad. 2012. Hadis Ahkam: Kajian hadis-hadis hukum pidana islam(hudud,qisas
dan diyat). Yogyakarta: Grup penerbit CV BUDI UTAMA
http://akitiano.blogspot.com/2010/06/jarimah-qishash-diyat-sebuahpengertian.html?m=1
Diakses pada 23 Agustus 2021

Anda mungkin juga menyukai