JARIMA TAKZIR
Dosen Pengampu: TAS’AN
Oleh
WAWAN PRASDIKA
BERI MUSA RENDI
ZANDI JULIANTA
APRIYANTO SYAHRUL GUNAWAN
b. Rumusan Masalah
1. Pengertian Jarimah Ta’zir ?
2. Macam-Macam Jarimah Ta’zir ?
3. Macam-Macam hukuman Ta’zir ?
4. Pengecualian/orang yang tidak dapat di hukum ta’zir ?
B. Pembahasan
a. Pengertian Jarimah Ta’zir
Jarimah Ta’zir secara bahasa adalah memberi pengajaran (al-ta’dib). Sedangkan jarimah
Ta’zir menurut hukum pidana islam adalah tindakan yang berupa edukatif (pengajaran) terhadap
pelaku perbuatan dosa yang tidak ada sanksi hadd dan kifaratnya. Atau kata lain, ta’zir adalah
hukuman yang bersifat edukatif dan hukumannya di tentukan oleh hakim, atau pelaku tindak
pidana atau pelaku perbuatan maksiat yang hukumannya belum ditentukan oleh syari’at.[1]
Dapat dijelaskan bahwa dijelaskan ta’zir adalah suatu istilah untuk hukuman atas
jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’, dikalangan para fuqoha
jarimah yang hukumannya belum di tetapkan oleh syara’ disebut dengan jarimah ta’zir. Dapat
dipahami juga bahwa jarimah ta’zir terdiri atas perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak di
kenakan hukuman had dan tidak pula kifarat.[2] Jadi,hukuman ta’zir tidak mempunyai batas-
batas hukuman tertentu, karena syara’ hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, mulai dari
yang seringan-ringannya sampai yang seberat-beratnya. Dengan kata lain, hakim yang berhak
menetukan macam tindak pidana beserta hukumannya, karena hukumannya belum di tentukan
oleh syara’.[3]
Dengan demikian ciri khas dari jarimah ta’zir adalah :
1. Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya hukuman tersebut belum di tentukan oleh
syara’.
2. Penetuan hukuman tersebut adalah oleh hakim.[4]
Aturan hukum pidana islam yang paling fleksibel terdapat pada jarimah ta’zir, Pada kategori
jarimah ini, baik kriminalisasi suatu perbuatan maupun hukumannya diserahkan kepada Hakim.
Jadi ta’zir merupakan hukuman bagi perbuatan pidana (jarimah) yang tidak ada ketetapannya nas
tentang hukumnya.[5]
1. Jika dilihat dari eksistensinya jarimah ta’zir sama dengan jarimah hudud, karena keduanya sama-
sama sebagai pengajaran (al-ta’lib) untuk mencapai kemaslahatan dan sebagai tindakan preventif
yang macam hukumnya berbeda-beda sesuai jenis perbuatan dosaatau tindak pidana yang
dilakukan. Jika pada jarimah hudu sudah ditentukan secara pasti dan jelas hukuman-
hukumannya, dan tidak bisa dirubah atau diganti, sedangkan pada jarimah ta’zir belum
ditentukan hukumannya.[6]
Mengenai macam-macam hukuman yang ada pada jarimah ta’zir adalah mulai dari
memberi nasehat atau peringatan, hukuman cambuk, penjara, dan lain-lain, bahkan sampai
hukuman mati, jika jarimah yang dilakukan benar-benar sangat membahayakan, baik yang
dirasakan oleh dirinya maupun masyarakat. Oleh karena itu hakim boleh memilih hukuman
tersebut tentunya disesuaikan dengan jenis perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan, baik
mengenai kkriteria pelakunya maupun factor-faktor penyebabnya.[7]
Dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa Umar bin khathab ra. Pernah menjatuhkan
hukuman ta’zir dan pembinaan dengan memotong rambut, mengasingkan, dan cambuk.
Sebagaiman dia juga pernah membakar warung para tukang khamar serta kampong tempat
perjualan khamar. Dia juga membakar istana Sa’ad bin Abi Waqqash di kufah lantaran
keberadaan istana ini membuatnya tertutup dengan rakyat. Dia membuat cambuk untuk memukul
orang yang layak mendapatkan cambukan serta membuat bangunan penjara dan mencambuk
wanita yang meratapi jenazah hingga rambutnya terlihat. Tiga imam Fiqih mengatakan itu wajib,
syafi’I mengatakan tidak wajib.
Pelaksanaan hukuman pada jarimah ta’zir yang sudah diputuskan oleh hakim, juga
menjadi hak penguasa Negara atau petugas yang ditunjuk olehnya. Hal ini oleh karena hukuman
itu disyari’atkan untuk melindungi masyarakat, dengan demikian hukuman tersebut menjadi
haknya dan dilaksanakan oleh wakil masyarakat, yaitu penguasa Negara seperti presiden atau
aparat Negara. Orang lain, selain penguasa atau orang yang ditunjuk oleh nya tidak boleh
melaksankan hukuman ta’zir, meskipun hukuman tersebut menghilangkan nyawa. Apabila
iamelaksanakan sendiri dan hukumannya berupa hukuman mati sebagai ta’zir maka ia dianggap
sebagai pembunuh, walaupun sebenarnya hykuman mati tersebut adalah hukuman yang
menhilanhkan nyawa.[8]
Dari uraian tersebut di atas terlihat adanya perbedaan pertanggung jawaban dari
pelaksanaan hukuman yang tidak mempunyai wewenang, dalam melaksanakan hukuman mati
sebagai had dan sebagai ta’zir. Orang yang melaksanakan sendiri hukuman mati sebagai had,
tidak dianggap sebagai pembunuh, sedangkan yang melaksanaakan sendiri hukuman mati
sebagai ta’zir dianggap sebagai pembunuh. Perbedaan tersebut disebabkan , karena hukuman had
adalah hukuman yang sidah pasti yang tidak bias digugurkan atau dimaafkan, sedangkan
hukuman ta’zir masih bias dimaafkan oleh penguasa Negara, apabila situasi dan kondisi
menghendaki untuk dimaafkan dengan berbagai pertimbangan.[9]
b. Macam-macam jarimah Ta’zir
Dapat dijelaskan bahwa dari hak yang dilanggar, jarimah ta’zair dapat dibago kepada dua
bagian, yaitu
1. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak Allah;
2. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak individu.
Dari segi sifatnya, jarimah ta’zir dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu
a. Ta’zir karena melakukan perbuatan maksiat;
b. Ta’zir karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan umum;
c. Ta’zir karena melakukan pelanggaran.
Di samping itu, dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), ta’zir juga dapat di bagi
menjadi kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1) Jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qishas, tetapi syarat-syaratnya tidak
dipenuhi, atau ada syubhat, seperti pencurian yang tidak mencapai nishab, atau oleh keluaraga
sendiri.
2) Jarimah ta’zir yang jenisnya disebutkna dalam nas syara’ tetapi hukumannya belum ditetapkan,
sepeti riba, suap,dan mengurangi takaran dan timbangan.
3) Jarimah ta’zir yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan oleh syara’.
Jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti pelanggaran disiplin pegawai
pemerintah.
Abdul aziz amir membagi secara rinci kepada beberapa bagian, yaitu
a) Jarimah ta’zir yang berkaitan denag pembunuhan;
b) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan perlukaan;
c) Jarimah ta’zir yang berkaitna dengan kejahatan kehormatan dan kerusakan akhlak;
d) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan harta.
e) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu;
f) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan keamanan umum.[10]
C. Penutup
a. Simpulan
Jarimah ta’zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir.
Pengertian ta’zir secara bahasa adalah memberi pengajaran.
Sedangkan pengertian jarimah ta’zir adalah tindakan yang berupa edukatif (pengajaran) terhadap
pelaku perbuatan dosa yang tindkannya tidak ada sanksi had dan kifaratnya. Atau dengan kata
lain, ta’zir adalah hukuman yang bersifat edukatif yang ditentukan oleh hakim, terhadap pelaku
tindak pidana atau pelaku perbuatan maksiat yang hukumannya belum ditentukan oleh syari’at.
Mengenai macam-macam hukuman yang ada pada jarimah ta’zir adalah mulai dari
memberi nasehat, peringatan, hukuman cambuk, penjara, dan lain-lain, bahkan sampai hukuman
mati, jika jarimah uang dilakukan benar-benar sangat membahayakan, baik yang diraskan oleh
dirinya maupun masyarakat oleh karena itu hakim boleh memilih hukuman mulai yang paling
ringan smapai yang paling berat. Pemberian berat hukuman tersebut tentunya disesuaikan dengan
jenis perbuata atau tindak pidana yang dilakukan baik mengenai kriteria maupun factor-faktor
penyebabnya.
Orang yang tidak dapat dikenai hukuman :
1. Orang yang gila sampai dia sadar
2. Anak-anak sampai dia mencapai usia dewasa/baligh
3. Orang yang tidur sampai dia bangun”.
b. Penutup
Alhamdulillah, Demikian makalah ini yang telah kami buat dan kami paparkan, kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. maka dari itu kritik dan saran dari
teman-teman sangat kami harapakan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menambah ilmu
pengetahuan bagi pemakalah khusunya dan bagi para pembaca pada umumnya. Amiin
c. Daftar pustaka
Muslich, Ahmad wardi, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika,2005.
Syahrur, Muhammad, Limitasi Hukum Pidana Islam, Semarang: Walisongo Press. 2008.
Rokhmadi, Reformasi Hukum Pidana Islam, Semarang: Rasail Media Group
Santoso, topo, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Rahman, abdur, Tindak Pidana Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.