1. Ditinjau dari berat- ringannya macam hukuman yang diancamkan berapa
klasifikasinya ? Menjelaskan a. Jarimah qishas/diyat Hukum qishas adalah pembalasan yang setimpal (sama) atas pelanggaran yang bersifat pengerusakan badan. Atau menghilangkan jiwa, seperti dalam firman Allah SWT. Surah Jarimah qishas/diyat. Hukum qishas adalah pembalasan yang setimpal (sama) atas pelanggaran yang bersifat pengerusakan badan. Atau menghilangkan jiwa, seperti dalam firman Allah SWT, al-Maidah : 45, surah al-Baqarah : 178. Diat adalah denda yang wajib harus dikeluarkan baik berupa barang maupun uang oleh seseorang yang terkena hukum diad sebab membunuh atau melukai seseorang karena ada pengampunan, keringanan hukuman, dan hal lain. Pembunuhan yang terjadi bisa dikarenakan pembunuhan dengan tidak disengaja atau pembunuhan karena kesalahan (khoto’). Hal ini dijelaskan dalam al-Quraan surah an-Nisa’ : 92. Jarimah qishash/ diyat meliputi: Pembunuhan sengaja. Pembunuhan semi sengaja. Pembunuhan tidak sengaja / tersalah. Pembunuhan di tanah haram Pembunhuan oleh muhrim b. Jarimah hudud Hudud, jamaknya had yang menurut bahasa berarti : menahan (menghukum). Menurut istilah hudud berarti: sanksi bagi orang yang melanggar hukum syara’ dengan cara didera/ dipukul (dijilid) atau dilempari dengan batu hingga mati (rajam). Sanksi tersebut dapat pula berupa dipotong tangan lalu sebelah atau kedua-duanya atau kaki dan tangan keduanya, tergantung kepada kesalahan yang dilakukan. Hukum had ini merupakan hukuman yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi setiap hukum, yang dalam beberapa kasus di jelaskan pada QS An-Nuur/24: 2 dan 4,Al-Maidah/5: 33 dan 38 Jarimah hudud meliputi: Perzinaan Qadzaf (menuduh berbuat zina) Meminum minuman keras Pencurian Perampokan Pemberontakan c. Jarimah Ta’zir Hukum ta’zir adalah hukuman atas pelanggaran yang tidak di tetapkan hukumannya dalam Al-Quran dan Sunnah karena bentuknya sebagai hukuman ringan. Menurut hukum Islam, pelaksanaan hukum ta’zir diserahkan sepenuhnya kepada Hakim Islam. Hukum ta’zir diperuntukkan bagi seseorang yang melakukan jinayah/ kejahatan yang tidak atau belum memenuhi syarat untuk dihukum had atau tidak memenuhi syarat membayar diyat sebagai hukum ringan untuk menebus dosanya akibat dari perbuatannya. Jarimah ta’zir dibagi menjadi tiga bagian: Jarimah hudud atau qishah/diyat yang syubhat atau tidak memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat, misalnya percobaan pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan pencurian aliran listrik. Jarimah-jarimah yang ditentukan Al-Quran dan Hadis, namun tidak ditentukan sanksinya, misalnya penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanat dan menghina agama. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulil Amri untuk kemashlahatan umum.
Sedangkan jarimah berdasarkan niat pelakunya dibagi menjadi menjadi
dua, yaitu: Jarimah yang disengaja (al-jarimah al-maqsudah). Jarimah karena kesalahan (al-jarimah ghayr al-maqsudah/jarimah al- khatha’).
2. Apa saja unsur-unsur tidak pidana dalam Islam? Menjelaskan
Unsur formil (ar-rukn asy asy-syar’i), yakni ada nas yang melarang perbuatan tersebut dan ancaman hukuman bagi pelakunya. Pada unsur formil ini, ulama fiqh membuat kaidah: Tidak ada suatu tindak pidana dan tidak ada pula suatu hukum tanpa ada nas. Senada dengan kaidah ini juga dikatakan: Sebelum ada nas, tidah ada hukum bagi orang-orang berakan. Unsur materil (ar-rukn al-madi), yakni tingkah laku yang membentuk perbuatan jarimah, baik berupa perbuatan nyata melanggar larangan syara’ (seperti mencuri) maupun dalam bentuk sikap tidak berbuat sesuatu yang diperintahkan syart’ (seperti tidak melakukan shalat dan menunaikan zakat). Unsur moril (ar-rukn al-adabi), yakni pelaku jarimah, seseorang yang telah mukalaf atau orang yang sudah bisa diminta pertanggungjawaban secara hukum. Selain ketiga unsur di atas, setiap jarimah (tindak pidana) mempunyai unsur-unsur khusus atau tersendiri pula yang antara satu bentuk tindak pidana dan tindak pidana lain berbeda-beda. 3. Bagaimanakah penetapan hukuam dalam Hukum Islam bila dibandingkan dengan hukum konvensional ? Analisis Pensyariatan hukuman terhadap setiap tindak pidana dalam hukum Islam bertujuan untuk mencegah manusia melakukan tindakan tersebut. Dalam hal ini, walaupun hukuman ditetapkan untuk mewujudukan kemaslahatan umum, hakikat pidana itu sendiri adalah suatu kebaikan, walaupun suatu perusakan bagi pelaku itu sendiri (seperti hukuman mati, potong tangan, dan lainnya).namun di sisi lain hukuman dapat membawa kemaslahatan yang hakiki bagi masyarakat, sekaligus memelihara kemaslahatan tersebut. Dalam hal ini, hukum Islam sejalan dengan hukum konvensional bahwa tujuan penetapan tindak pidana dan hukuman adalah untuk melindungi kepentingan dan kemaslahatan masyarakat, menjaga sistem masyarakat, dan menjamin keberlangsungan hidup mereka. Kendati memiliki tujuan yang sama, namun dalam hal mencapai tujuan tersebut kedua sistem hukum memiliki cara yang berbeda. Hukum Islam menganggap akhlak yang utama sebagai sendi masyarakat. Karena itu, hukum Islam sangat memerhatikan pemeliharaan akhlak sehingga setiap perbuatan yang menyentuh dan bertentangan dengan akhlak utama tersebut akan dijatuhi hukuman. Sedangkan hukum konvensional yang cenderung mengabaikan persoalan akhlak. Hukum konvensional baru memerhatikan persoalan akhlak ini apabila suatu perbuatan telah membawa kerugian langsung bagi individu (perseorangan), keamanan, atau sistem umum masyarakat.Contohnya, perbuatan zina. Pada hukum konvensional nyaris tidak menghukum perbuatan zina kecuali bila terjadi pemaksaan salah satu pihak (perkosaan). Bahaya perbuatan tersebut menurut hukum konvensional menyentuh secara langsung kebaikan individu dan keamanan umum sekaligus. Sedangkan aturan hukum Islam menghukum perbuatan zina, dalam keadaan dan bentuk apapun, karena, menurut hukum Islam, perbuatan tersebut masuk ke dalam kategori tindak pidana yang ada pada ranah akhlak. Apabila akhlak rusak, maka otomatis masyarakatnya juga akan rusak dan hancur