ٰۤي َا ُّيَه ا اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنْو ا ُك ِتَب َع َلْي ُك ُم اْلِقَص ا ُص ِفى اْلَقْت ٰل ىۗ َاْلُحُّر ِبا ْلُح ـِّر َو ا ْلَعْب ُد ِبا ْلَعْب ِد َو ا
ُاْل ْن ٰث ى ِبا ُاْل ْن ٰث ىۗ َفَم ْن ُع ِفَي َلٗه ِمْن َاِخْي ِه َش ْي ٌء َفا ِّت َب ا ٌع ِۢب ا ْلَمْع ُرْو ِف َو َا َدٓاٌء ِاَلْي ِه ِبِا
ْح َس ا ٍن ۗ ٰذ ِلَك َتْخ ِفْيٌف ِّم ْن َّر ِّب ُك ْم َو َر ْح َم ٌة ۗ َفَم ِن اْع َت ٰد ى َبْع َد ٰذ ِلَك َفَلٗه َع َذ ا ٌب َاِلْي م
Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya, diwajibkan
kepada kalian menghukum orang yang membunuh orang lain secara sengaja dan
karena permusuhan dengan hukuman yang sama dengan kejahatan yang
dilakukannya. Maka orang yang merdeka harus dijatuhi hukuman mati karena
membunuh orang yang merdeka. Seorang budak harus dijatuhi hukuman mati karena
membunuh seorang budak. Seorang wanita harus dijatuhi hukuman mati karena
membunuh seorang wanita. Apabila si korban -sebelum menghembuskan nafas
terakhirnya- atau keluarganya memaafkan si pelaku dengan imbalan diat (sejumlah
harta yang dibayarkan oleh pembunuh sebagai kompensasi bagi pengampunan atas
kejahatannya), maka pihak yang memaafkan harus memperlakukan si pembunuh
dalam menuntut pembayaran diat itu secara wajar, bukan dengan menyebut-nyebut
kebaikannya sendiri dan meyakiti hati si pelaku. Dan pihak pelaku pun harus
membayar diat tersebut dengan cara yang baik, tanpa menunda-nunda. Pemberian
maaf dan pembayaran diat itu adalah keringanan yang Allah berikan kepada kalian,
dan merupakan rahmat yang Dia berikan kepada umat ini. Maka barangsiapa
menyerang si pembunuh setelah ada pemberian maaf dan pembayaran diat itu, niscaya
baginya azab yang menyakitkan dari Allah SWT.
QS al-baqarah: 179 menegaskan tujuan dasar diberlakukannya hukum qisas untuk
menjaga kelangsungan hidup manusia. Para fuqaha’merumuskan tingkatan
pembunuhan sekalligus hukumannya sebagai implementasi hukuman qisas yang
mengandung nilai keadilan restoratif dengan penyelesaian secara perdata, namun
dalam hukum positif lebih menekankan pada hukum pidana murni karena adanya asas
kepastian hukum.
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa terbunuh dengan tidak diketahui
pembunuhnya, atau terkena lemparan batu, atau kena cambuk, atau kena tongkat,
maka dendanya ialah denda bunuh karena kekeliruan. Barangsiapa dibunuh dengan
sengaja, maka dendanya hukum mati, Barangsiapa menghindar dari berlakunya
hukuman itu, maka laknat Allah padanya." Riwayat Abu Dawud, Nasa'i dan Ibnu
Majah dengan sanad kuat.
Hukuman dilihat seperti dari segi yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah
yaitu:
a) Jarimah Al-hudud, yaitu tindak pidana yang kadar hukumannya telah ditentukan oleh
Allah SWT
b) Jarimah Al Qishas dan diyat, yaitu tindak pidana yang dikenal aksi qishas dan diyat
Qishas dan diyat ini adalah hukuman yang ditentukan hukumannya, tapi merupakan
hak individu- Individu, artinya bahwa hukuman tu ditentukan karena hanya
mempunyai satu had (hukuman) yang telah ditentukan. Sebagal hak individu, bila
pihak individu yang dirugikan karena tindak pidana ini menghendaki pemaafan,
adalah merupakan haknya dan dapat diterima dn dibenarkan secara hukum, sehingga
hukuman hadnya itu hilng karena pemaafan itu. Tapi hukuman yang takdir tetap
dikenakan.
c) Jarimah takzir, yaitu perbuatan- perbuatan hukumnya pidana tidak yang disyariatkan
oleh syara dengan hukuman tertentu. dikemukakan Sebagimana oleh yang Mahmud
Syaltut tentang hukuman takzir dalam kejahatan hudud adalah: Melakukan Imenuduh
zina, melakukan pencurian, mabuk, qadzaf zina, khirabah (menyamun), dan murtad,
al- baghy (pemberontakan. Adapun jenis kejahatan qishas adalah pembunuhan,
kejahatan athraf dan melukai badan.1
3
Djamil, Fathurrahman. 1997. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
"memerangi Allah dan Rasul-Nya bersifat majaz (bukan arti yang sebenarnya)
karena Allah tidak mungkin dapat diperangi karena sifat-Nya yang sempurna.
Pada redaksi ayat ini ada yang dibuang (hadhf mudaf) yaitu memerangi wali-
wali Allah. Ungkapan ini menunjukkan bahwa Allah mengagungkan dan
memuliakan wali-wali-Nya.
6) Pemberontakan Pemberontakan atau al-Baghyu
menurut bahasa adalah Artinya: Mencari atau menuntut sesuatu.
Pengertian tersebut kemudian menjadi populer untuk mencar dan menuntur
sesuatu yang tidak halal, baik karena dosa maupun kezaliman Sesuai dengan
firman Allah surat al-Araf ayat 33:
Artinya: Katakanlah: Tuhanku Hanya mengharamkan perbuatan yang keji,
baik yang nampak ataupun yang tersembunyi,dan perbuatan dosa, melanggar
hak manusia tanpa alasan yang benar. (mengharamkan) mempersekutukan
Allah dengan suatu yang allah tidak menurunkan hujjah untuk itu
(mengharamkan) mengadakan terhadap allah apa yang tidak kamu ketahui.
7) murtad
Murtad atau riddah adalah kembali dari agama Islam kepada kekafiran,
baik dengan niat, perbuatan yang menyebabkan kekafiran, atau dengan
ucapan. Adapun unsur-unsur jarimah riddah ini adalah kembali atau keluar
dari Islam dan adanya niat melawan hukum (kesengajaan), Dasar hukum
jarimah riddah adalah surat al- Baqarah ayat 217:
Artinya: Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya,lalu dia mati
dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di
akhirat, dan mereka inilah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.4
4
Chazawi, Adami. 2005. Hukum Pidana Materiil dan Formiil Korupsi di Indonesia. Malang: CV. Bayu Media