Anda di halaman 1dari 13

Bab 1

Pendahuluan
A. Latar Belakang

Hukum pidana Islam mengatur segala permasalahan kejahatan yang dilakukan oleh
seseorang, karena sudah pasti perbuatan atau kejahatan tersebut melanggar syari’at
yang ada.Seseorang yang melakukan kejahatan akan menerima akibatnya seperti
dikenakan salah satu jenis Jarimah. Dalam hukum pidana Islam, ketentuan-ketentuan
tentang Jarimah telah diatur sedemikian rupa. Jadi, apabila seseorang berani
melakukan sebuah kejahatan, maka dia juga telah siap menerima Jarimah sesuai
kejahatan yang dia lakukan.
Umat Islam, perlu mengetahui unsur-unsur dan macam-macam Jarimah yang
terkandung dalam tindak pidana Islam, agar sikap yang dipilihnya adalah sikap yang
bijak .Karena hak ini menyangkut pula syari’at, dimana Al-Qur’an dan As-Sunnah
selamanya akan dipegang teguh. Oleh sebab itu, dalam makalah ini penulis
megangakat tema yang didasarkan pada pentingnya wawasan umat akan unsur-unsur
dan macam-macam Jarimah dalam tindak pidana Islam, sehingga penulis akan
memaparkan masalah tersebut dalam makala dengan judul “Unsur-Unsur dan
Macam-Macam Jarimah”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja umsur-unsur Jarimah ?
2. Apa Saja Macam-Macam Jarimah ?
3. Pembagian jarimah kepada jarimah Hudud, Qishash dan Diat, Ta’zir ?
4. Pembagian macam-macam jarimah ditinjau dari beberapa segi ?

1
A.UNSUR-UNSUR JARIMAH
Sebagaimana telah kita ketahui bahwasannya pengertian Jarimah adalah larangan-
larangan Syara’ yang diancamkan hukuman had atau hukuman ta’zir. Larangan
tersebut adakalanya berupa perbuatan yang ditegah, atau meninggalkan yang disuruh.
Juga telah disebutkan, bahwa dengan penyebutan kata-kata “Syara”, dimaksudkan
bahwa larangan-larangan harus datang dari ketentuan-ketentuan (nas-nas) Syara’, dan
berbuat atau tidak berbuat baru dianggap sebagai Jarimah, apabila diancamkan
hukuman terhadapnya.
Karena perintah dan larangan-larangan tersebut datang dari Syara’ maka perintah-
perintah dan larangan-larangan itu hanya ditujukan kepada orang yang berakal sehat
dan dapat memahami pembebanan (taklif), sebab pembebanan itu artinya panggilan
(khitab), dan orang yang tidak dapat memahami, seperti hewan dan benda-benda
mati, tidak mungkin menjadi obyek panggilan tersebut.
Bahkan orang yang dapat memahami pokok panggilan (khitab), tetapi tidak
mengetahui perincian-perinciannya, apakah berupa suruhan atau larangan, apakah
akan membawa pahala atau siksa, seperti orang gila dan kanak-kanak yang belum
tamyiz, maka keduanya dipersamakan dengan hewan dan benda-benda mati.
pembebanan tersebut, bukan saja diperlukan pengertiannya terhadap pokok
panggilan, tetapi juga diperlukan pengertiannya terhadap perincian-perinciannya.
Abdul Qadir Audah mengemukakan bahwa unsur-unsur umum untuk Jarimah ada
3 macam, yaitu :
1) Unsur Formal (rukun Syar’i) yang dimaksud dengan unsur formal atau Rukun
Syar’i adalah adanya ketentuan syara atau nash yang menyatakan bahwa
perbuatan yang dilakukan merupak perbuatan yang oleh hokum dinyatakan
sebagai sesuatu yang dapat dihukum atau adanya nash (ayat) yang mengancam
hukuman terhadap perbuatan yang dimaksud. Ketentuan tersebut harus datang
(sudah ada) sebelum perbuatan yang dilakukan dan bukan sebaliknya.
Seandainya perbuatan tersebut datang setelah perbuatan terjadi, ketentuan
tersebut tidak dapat diterapkan.

2
2) Unsur Material (rukun maddi) yang dimaksud dengan unsur material adalah
adanya prilaku yang membentuk Jarimah, baik berupa perbuatan ataupun tidak
berbuat atau adanya perbuatan yang bersifat melawan hokum. Kalau kita
kembalikan kepada kasus di atas bahwa pencurian adalah tindakan pelaku
tersebut adalah unsur material yaitu, perilaku yang membentuk Jarimah dalam
hokum positif, perilaku tersebut disebut sebagai unsur objektif, yaitu perilaku
yang bersifat melawan hukum.
3) Unsur Moril (rukun adabi) unsur ini juga disebut dengan al-mas’uliyyah al
jiniyyah atau pertanggungjawaban pidana. Maksudnya adalah pembuat Jarimah
atau pembuat tindak pidana atau delik haruslah orang yang dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh karena itu, pembuat Jarimah
(tindak pidana, delik) haruslah orang yang dapat memahami hokum, mengerti
isi beban, dan sanggup menerima beban tersebut. Orang yang diasumsikan
memiliki kriteria tersebut adalah orang-orang mukallaf sebab hanya merekalah
yang terkena khitab (panggilan) pembebanan (taklif).
Ketiga unsur tersebut harus terdapat pada sesuatu perbuatan untuk digolongkan
kepada “Jarimah”. Disamping unsur umum pada tiap-tiap Jarimah juga terdapat
unsur-unsur khusus untuk dapat dikenakan hukuman, seperti unsur “pengambilan
dengan diam-diam” bagi jarimah pencurian.
Perbedaan antara unsur-unsur umum dengan unsur-unsur khusus ialah kalau unsur
–unsur umum dengan unsur-unsur khusus ialah kalau unsur-unsur umum satu
macamnya pada semua Jarimah, maka unsur-unsur khusus dapat berbeda-beda
bilangan dan macam-macamnya menurut perbedaan Jarimah.
Dikalngan fuqaha biasanya pembicaraan tentang kedua unsur umum dan unsur
khusus dipersatukan, yaitu ketika satu-persatunya Jarimah.

3
B. Macam-Macam Jarimah

1. Jarimah ditinjau dari segi hukumannya terbagi kepada tiga bagian,yaitu


Jarimah Hudud, Jarimah Qishash dan Diat, dan Jarimah Ta’zir.
a. Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah Jarimah yang diancam dengan hukuman had. Pengertian
hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan menjadi hak
Allah (hak masyarakat). Dengan demikian ciri khas jarimah hudud itu adalah sebagai
berikut:
a). Hukumannya tertentu dan terbatas dalam hati bahwa hukumannya telah
ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas minimal dan maksimal.
b). Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalau ada hak
manusia di samping hak Allah maka hak Allah yang lebih dominan.
Dalam hubungannya dengan hukuman had maka pengertian hak Allah di sini
adalah bahwa hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan oleh perseorangan (orang yang
menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang diwakili oleh negara.
Jarimah hudud ini ada tujuh macam antara lain sebagai berikut.

1. Jarimah Zina

2. Jarimah Qazdaf

3. Jarimah Syurbul Khamr

4. Jarimah Pencurian

5. Jarimah Hirabah

6. Jarimah Riddah

7. Jarimah Al Bagyu (pemberontakan)1

1
Abdul Qadir Audah,op cit.,halaman 78.

4
b. Jarbimah Qishash dan Diat
Jarimah Qishash dan Diat adalah Jarimah yang diancam dengan hukuman Qishash
atau Diat. Baik Qishash maupun diat kedua-duanya adalah hukuman yang sudah
ditentukan oleh syara’. Perbedaannya dengan hukuman had adalah bahwa hukuman
had merupakan hak Allah ( hak masyarakat ), sedangkan qishash dan diat merupakan
hak manusia ( hak individu). Dalam hubungannya dengan hukuman Qishash dan Diat
maka pengertian hak manusia disini adalah bahwa hukuman tersebut bisa dihapuskan
atau dimaafkan oleh korban atau keluarganya, dengan demikian maka ciri khas dari
Jarimah Qishash dan Diat itu adalah:
a). Hukumannya sudah tertentu dan terbatas, dalam arti sudah ditentukan oleh
syara’ dan tidak ada batas minimal atau maksimal.
b). Hukuman tersebut merupakan hak perseorangan (individu), dalam arti bahwa
korban atau keluarganya berhak memberikan pengampunan terhadap pelaku.
Jarimah Qishash dan Diat ini hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan
penganiayaan ,Namun apabila diperluas maka ada lima macam, yaitu:

1. Pembunuhan

2. Pembunuhan menyarupai sengaja

3. Pembunuhan karena kesalahan

4. Penganiayaan sengaja

5. Penganiayaan tidak sengaja2

c. Jarimah Ta’zir

Mahmud Syaltut,Al Islam’Aqidah wa Syari’ah.Dar Al-Qalam,cetakan III,1966,halaman 296.


Abdul Qadir Audah, op cit,halaman 79.
Mahmud Syaltut,loc cit.

5
Jarimah Ta’zir adalah Jarimah yang diancam dengan hukuman Ta’zir.Pengertian
Ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib atau memberi pelajaran. Ta’zir juga diartikan Ar
Rad wa Al Man’u artinya menolak dan mencegah. Akan tetapi menurut istilah,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Mawardi, pengertiannya sebagai berikut.
Ta’zir itu adalah hukuman pendidikan atas dosa ( tindak pindah ) yang belum
ditentukan hukumannya oleh syara’
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa hukuman Ta’zir itu adalah hukuman yang
belum ditetapkan oleh syara’. Melainkan diserahkan kepada Ulil Amri, baik
penentuannya maupun pelaksanaannya. Dalam menentukan hukuman tersebut,
penguasa hanya menetapkan hukuman secara global saja. Artinya pembuat undang-
undang tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing jarimah Ta’zir, melainkan
hanya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai yang
seberat-beratnya.
Dengan demikian ciri khas dari jarimah ta’zir itu adalah sebagai berikut.
a). Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya hukuman tersebut
belum ditentukan oleh syara’ dan ada batas minimal dan batas maksimal.
b). Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa ( Ulil Amri ).
Berbeda dengan Jarimah Hudud dan Qishash maka jarimah Ta’zir tidak
ditentukan banyaknya. Hal ini oleh karena yang termasuk jarimah Ta’zir ini adalah
setiap perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman Had dan Qishash, yang
jumlahnya sangat banyak. Tujuan diberikannya hak penentuan jarimah-jarimah Ta’zir
dan hukumannya kepada penguasa adalah agar mereka dapat mengatur masyarakat
dan memelihara kepentingan-kepentingannya, serta bisa menghadapi dengan sebaik-
baiknya setiap keadaan yang bersifat mendadak.3

3
Abdul Qadir Audah, loc cit.
Ibid,halaman 80.
Dr.Abdul Aziz ‘Amir,At Ta’zir fi Asy Syari’ah Al Islamiyah,Dar al Fikr Al’Araby,cetakan
IV,1969,halaman 52.
Al Mawardi, op cit., halaman 236.

6
C. Pembagian jarimah kepada jarimah Hudud, Qishash dan Diat, Ta’zir ini
tampak penting dalam segi-segi berikut:
1) Segi Pengampunan
Pada jarimah Hudud tidak ada pengampunan sama sekali, baik dari korban
atau walinya maupun dari penguasa tertinggi ( kepala negara). Akan tetapi
pada jarimah Qishash dan Diat, pengampunan bisa diberikan oleh korban atau
keluarganya. Pengampunan tersebut berpengaruh terhadap hukuman, sehingga
hukuman pokok, yaitu Qishash menjadi gugur dan diganti dengan hukuman
Diat. Kalau Diat dimaafkan juga maka dari segi hukuman yang berkaitan
dengan hak manusia, dia sudah bebas .Akan tetapi, karena dalam Jarimah
Qishash san Diat terdapat hak Allah ( hak masyarakat ) di samping hak
manusia maka dalam hal ini hakim masih dibolehkan untuk menjatuhkan
hukuman Ta’zir sebagai imbangan dari Allah tersebut. Dalam jarimah Ta’zir
sifat pengampunannya lebih luas. Pengampunan tersebut bisa diberikan oleh
korban dalam hal yang menyangkut hak individu dan bisa juga oleh penguasa
dalam hal yang menyangkut hak masyarakat.

2) Segi Kompetensi Hakim


Dalam Jarimah Hudud apabila sudah dapat dibuktikan maka hakim hanya
tinggal memutuskan dan melaksanakan hukuman sesuai dengan ketentuan
yang ada dalam syara’, tanpa mengurangi, menambah, atau menggantinya
dengan hukuman yang lain .Sedangkan dalam Jarimah Qishash dan Diat
prinsipnya sama dengan jarimah hudud. Hanya perbedaannya kalau korban
memberikan pengampunan baik dari hukuman Qishash maupun Diat maka
pengampunan tersebut bisa dipertimbangakan oleh hakim, sehingga
keputusan (vonis) bisa diubah. Dalam Jarimah Ta’zir, hakim mempunyai
kekuasaan yang luas, mulai dari memilih macamnya hukuman yang sesuai,
sampai kepada memberatkan atau meringankan hukuman atau
membebaskannya, karena dalam jarimah Ta’zir hakim mempunyai kebebasan
untuk berijtihad.

7
3) Segi Keadaan yang Meringankan
Dalam jarimah Hudud dan Qishash, hukuman tidak terpengaruh oleh
keadaan-keadaan tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan Jarimah, kecuali
apabila pelaku tidak memenuhi syarat-syarat Taklif, seperti gila atau dibawah
umur. Akan tetapi dalam jarimah-jarimah Ta’zir, keadaan korban atau suasana
ketika jarimah itu dilakukan dapat mempengaruhi berat ringannya hukuman
yang akan dijatuhkan kepada pelaku.

4) Segi Alat-Alat Pembuktian


Untuk jarimah-jarimah Hudud dan Qishash, syara’ telah menetapkan
bilangan saksi tertentu, apabila alat pembuktian yang digunakan berupa saksi.
Dalam membuktikan Jarimah Zina misalnya diperlukan empat orang saksi
yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri terjadinya jarimah tersebut.
Sedangkan untuk jarimah hudud yang lain dan jarimah Qishash dan Diat,
hanya diperlukan minimal dua orang saksi. Bahkan dalam jarimah Ta’zir
kadang-kadang hanya diperlukan saksi saja.4

D. Pembagian macam-macam jarimah ditinjau dari beberapa segi yaitu antara


lain:

1. Ditinjau dari Segi Niat


Ditinjau dari segi niatnya, Jarimah itu dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:
a). Jarimah sengaja
b). jarimah tidak sengaja.

a). Jarimah Sengaja

4
Ibn Tarmiyah,As Siyasah As Syari’iyah,Maktabah Anshar As-Sunnah Al
Muhammadiyah,Kairo,1961,halaman 112.

8
Jarimah sengaja adalah suatu jarimah yang dilakukan oleh seseorang dengan
kesengajaan dan atas kehendaknya serta ia mengetahui bahwa perbuatan tersebut
dilarang dan diancam dengan hukuman.
Dari definisi tersebut dapatlah diketahui bahwa untuk jarimah sengaja harus di
penuhi tiga unsur :
Unsur kesengajaan,
1) Unsur kehendak yang bebas dalam melakukannya
2) Unsur pengetahuan tentang dilarangnya perbuatan.
Apabila salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada maka perbuatan tersebut
termasuk jarimah yang tidak sengaja.5
b). Jarimah Tidak Sengaja
Jarimah tidak sengaja adalah jarimah dimana pelaku tidak sengaja (berniat) untuk
melakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut terjadi akibat kelalaiannya
( kesalahannya).
Dari definisi tersebut kita melihat bahwa kelalaian (kesalahan) dari pelaku
merupakan faktor penting untuk jarimah tidak sengaja .Kesalahan atau kekeliruan ini
ada dua macam :
1. Pelaku sengaja melakukan perbuatan yang akhirnya menjadi jarimah, tetapi
jarimah ini sama sekali tidak diniatkannya. Kekeliruan macam yang pertama ini ada
dua macam :
a) Keliru dalam perbuatan, contohnya seperti seseorang yang menembak
binatang burauan, tetapi pelurunya menyimpang mengenai manusia.
b) Keliru dalam dugaan, contohnya seperti seseorang yang menembak orang lain
yang disangkanya penjahat yang sedang dikejarnya, tetapi kemudian ternyata
ia penduduk biasa.

2.Pelaku tidak sengaja berbuat dan Jarimah yang terjadi tidak diniatkannya
sama sekali. Dalam hal ini Jarimah tersebut terjadi sebagai sebagai akibat

5
Abdul Qadir Audah, op cit., halaman 83.
Muhammad Abu Zahrah, op cit., halaman 143.
Abdul Qadir Audah, op cit,halaman 83.

9
kelalaiannya atau ketidak-hatiannya. Dalam istilah proses fuqaha kekeliruan semacam
ini disebut “ jariyah majral khatha “. Seperti seseorang yang tidur disamping seorang
bayi dlam barak pengungsian dan ia menindih bayi itu sampai mati.

Pentingnya pembagian ini dapat dilihat dari dua segi.


1.) Dalam Jarimah sengaja jelas menunjukkan adanya kesengajaan berbuat
Jarimah, sedangkan dalam Jarimah tidak sengaja kecenderungan untuk
berbuat salah tidak ada. Oleh karenanya, hukuman untuk Jarimah sengaja
lebih berat dari pada Jarimah tidak sengaja.
2.) Dalam Jarimah sengaja hukuman tidak bisa dijatuhi apabila unsur kesengajaan
tidak terbukti. Sedangkan pada Jarimah tidak sengaja hukuman dijatuhkan
karena kelalaian pelaku atau ketidak-hatiannya semata-mata.

2. Ditinjau dari Segi Objeknya


Ditinjau dari objek atau sasaran yang terkena oleh jarimah maka jarimah itu dapat
dibagi menjadi dua bagian :
a. Jarimah perorangan
b. Jarimah masyarakat

Pengertian Jarimah perseorangan adalah suatu jarimah di mana hukuman terhadap


pelakunya dijatuhkan untuk melindungi hak perseorangan (individu). Walaupun
sebenarnya apa yang menyinggung individu, juga berarti menyinggung masyarakat.
Dengan demikian dalam jarimah perseorangan, segi perorangan lebih menonjol.
Jarimah Qishash dan Diat termasuk kedalam kelompok jarimah perseorangan. Oleh
karenany, korban atau walinya dapat memaafkan pelaku dari hukuman Qishash atau
Diat. Jarimah Ta’zir sebagian ada yang termasuk Jarimah perorangan apabila yang
dirugikan adalah hak perorangan, seperti penghinaan ,penipuan, dan semacamnya.

Pengertian Jarimah masyarakat adalah suatu Jarimah di mana hukuman terhadap


pelakunya dijatuhkan unutk melindungi kepentingan masyarakat, walaupun
sebenarnya kadang-kadang apa yang menyinggung masyarakat, juga menyinggung

10
perorangan. Dengan demikian dalam Jarimah masyarakat, segi masyarakat yang
terkena oleh Jarimah itu lebih menonjol. Berbeda dengan Jarimah perorangan, dalam
Jarimah masyarakat tidak ada pengaruh maaf, karena hukumannya merupakan hak
Allah ( hak masyarakat).6

3. Ditinjau dari Segi Tabiyatnya


Ditinjau dari segi watak atau tabiyatnya,jarimah terbagi kepada dua bagian :
a. Jarimah biasa
b. Jarimah politik
Syariat Islam memang mengadakan pemisahan antara jarimah biasa (jarimah
‘adiyat) dan jarimah politik ( jarimah siyasah). Pemisahan tersebut didasarkan atas
kemaslahatan, keamanan, dan ketertiban masyarakat, serta pemeliharaan sendi-
sendinya. Jarimah biasa adalah jarimah yang dilakukan oleh seseorang tanpa
mengaitkannya dengan tujuan-tujuan politik. Sedangkan yang dimaksud dengan
jarimah politik, sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah. Jarimah
Politik adalah Jarimah yang merupakan pelanggaran terhadap peraturan pemerintah
atau pejabat-pejabat pemerintah atau terhadap garis-garis politik yang telah
ditentukan oleh pemerintah.
Dengan perkataan lain Jarimah Politik adalah Jarimah yang faktor pembangkitnya
(pendorongnya) adalah suatu ide atau pandangan, walaupun ide tersebut ide yang
menyimpang. Sebaliknya dalam jarimah biasa faktor pembangkitnya (motif) berupa
ide atau pandangan tersebu tidak ada. Jadi motif dilakukannya jarimah biasa adalah
biasa-biasa saja, walaupun kadang-kadang jarimah biasa bisa dilakukan untuk
maksud-maksud politik.
Menurut pandanga Islam, jarimah politik tidak terdapat dalam keadaan normal.
Jadi setiap jarimah yang dilakukan dalam keadaan biasa, dianggap sebagai jarimah
biasa bagaimanapun tujuan dan motifnya. Jarimah politik baru terdapat dalam
keadaan luar biasa, yaitu dalam keadaaan pemberontakan dan perang saudara.7

6
Ibid, halaman 87.
7
Ibid,halaman 100.

11
3.Ditinjau dari Segi Cara Melakukannya
Ditinjau dari segi cara melakukannya,jarimha dapt dibagi kepada dua bagian.
a. Jarimah positif
b. jarimah negatif
Pengertian Jarimah Positif adalah Jarimah yang terjadi karena melakukan
perbuatan yang dilarang, seperti pencurian, zina, dan pemukulan. Sedangkan Jarimah
Negatif adalah Jarimah yang terjadi karena meninggalkan perbuatan yang
diperintahkan, seperti tidak mau menjadi saksi, enggan melakukan salat dan puasa.

Jarimah Negatif ada dua macam yaitu sebagai berikut.


1) Jarimah Negatif semata-mata. Jarimah ini tidak menyebabakan timbulnya
jarimah lain. Seperti contoh di atas yaitu enggan melakukan salat dan puasa.
Dalam hukum positif disebut dengan delik ommissionis.
2) Jarimah Negatif yang menimbulkan Jarimah Positif, atau denga kata lain
Jarimah Positif dengan jalan Negatif. Dalam hukum Positif disebut delik
commissionis per ommissa. Seperti seorang ibu yang tidak mau menyusui
anaknya, sehingga anaknya itu mati kelaparan atau kehausan, atau seperti
seseorang yang menahan orang lain dengan tidak diberi makan dan minum
sehingga orang tersebut mati.8

4. Ditinjau dari Segi Waktu Tertangkapnya


Ditinjau dari segi waktu tertangkapnya, Jarimah itu dapat dibagi kepada dua
bagian.
a. Jarimah tertangkap basah
b. Jarimah yang tidak tertangkap basah
Pengertian Jarimah yang tertangkap basah adalah Jarimah dimana pelakunya
tertangkap pada waktu melakukan perbuatan tersebut atau sesudahnya tetapi dalam

Muhammad Abu Zahrah, op cit., halaman 153.


8
Jalaluddin Abdurrahman ibn Abi Bakar As-Sayuthi,Al- Jami’ Ash Shagir , Juz II, Dar Al Fikr,t.t.,
halaman 171.
Abdul Qadir Audah,op cit.,halaman 86.

12
masa yang dekat. Sedangkan yang dimaksud dengan Jarimah yang tidak tertangkap
basah adalah Jarimah di mana pelakunya tidak tertangkap pada waktu melakukan
perbuatan tersebut, melainkan sesudahnya dengan lewatnya waktu yang tidak sedikit.

Pentingnya pembagian ini dapat dilihat dalam dua segi.


1) Dari segi pembuktian
Apabila Jarimah yang dilakukan berupa Jarimah kudud dan pembuktiannya
dengan saksi maka dalam Jarimah yang tertangkap basah, para saksi harus
menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri pada saat terjadinya Jarimah
tersebut.
2) Dari segi Amar Mak’ruf Nahi Munkar
Dalam Jarimah yang tertangkap basah, orang yang kedapatan sedang
melakukan tindak pidana dapat dicegah dengan kekerasan, agar ia tidak
meneruskan tindakannya.9

9
Ibid, halaman 85
Ibid, halaman 85
Ibid, halaman 85.

13

Anda mungkin juga menyukai