Anda di halaman 1dari 15

UQUBAH DALAM PIDANA ISLAM

Nama : Bobby Julian Wikrama

Nim : 1600024067

Kelas : B

PENGERTIAN HUKUMAN

Hukuman atau Hukum Pidana dalam Islam disebut al-‘Uqubaah yang meliputi baik hal-
hal yang merugikan maupun tindak kriminal. Nama lain dari al- ‘Uqubah adalah al-Jaza’ atau
hudud.A. Rahman Ritonga berpendapat bahwa hukuman adalah bentuk balasan bagi seseorang
yang atas perbuatannya melanggar ketentuan syara’ yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya untuk
kemaslahatan manusia.

Hukuman dalam bahasa Arab disebut ‘uqubah. Lafaz ‘uqubah menurut bahasa berasal
َ ‫ ع‬yang sinonimnya ‫ خَ لفهُ َو َجا َءب َعقب ِه‬artinya mengiringnya dan datang di belakangnya.
dari kata ‫َقب‬
Dalam pengertian yang agak mirip dan mendekati pengertian istilah, barangkali lafaz tersebut
َ َ‫ عَاق‬yang sinonimnya ‫ َجزَاهُ َس َوا ًء بِما َ فَ َع َل‬artinya membalasnya sesuai dengan
bisa diambil dari lafaz ‫ب‬
apa yang dilakukannya.Dari pengertian yang pertama dapat dipahami bahwa sesuatu disebut
hukuman karena ia mengiringi perbuatan dan melaksanakan sesudah perbuatan itu dilakukan.
Sedangkan dari pengertian yang kedua dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena ia
merupakan balasan terhadap perbuatan yang menyimpang yang telah dilakukannya.

Menurut Abdul Qadir Audah, definisi hukuman adalah sebagai berikut:

‫ع‬ ِ ‫اَ ْل ُعقُوْ بَةُ ِه َى ْال َج َزا ُء ْال ُمقَ َّر ُر لِ َمصْ لَ َح ِة ْال َج َماع ِة عَلى ِعصْ يَا ِن اَ ْم ِر ال َّش‬
ِ ‫ار‬
Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara kepentingan masyarakat, karena
adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara’.
TUJUAN HUKUMAN

Tujuan dari penetapan dan penerapan hukuman dalam syari’at Islam adalah:

1. Pencegahan ( ‫ع َوال ّزجْ ُر‬


ُ ‫) ال ّر ْد‬
Pengertian pencegahan adalah menahan orang yang berbuat jarimah agar ia tidak
mengulangi perbuatan jarimahnya. Di samping mencegah pelaku, pencegahan juga
mengandung arti mencegah orang lain selain pelaku agar ia tidak ikut-ikutan melakukan
jarimah, sebab ia bisa mengetahui bahwa hukuman yang dikenakan kepada pelaku juga
akan dikenakan terhadap orang lain yang juga melakukan perbuatan yang sama.
Menurut Ibn Hammam dalam fathul Qadir bahwa hukuman itu untuk mencegah sebelum
terjadinya perbuatan (preventif) dan menjerakan setelah terjadinya perbuatan (represif).
2. Perbaikan dan Pendidikan ( ُ‫) ا ِالصْ ال ُح والتّ ْه ِذ يْب‬
Tujuan yang kedua dari penjatuhan hukuman adalah mendidik pelaku jarimah
agar ia menjadi orang yang baik dan menyadari kesalahannya. Di sini terlihat bagaimana
perhatian syari’at Islam terhadap diri pelaku. Dengan adanya hukuman ini, diharapkan
akan timbul dalam diri pelaku suatu kesadaran bahwa ia menjauhi jarimah bukan karena
takut akan hukuman, melainkan karena kesadaran diri dan kebenciannya terhadap
jarimah serta dengan harapan mendapat rida dari Allah SWT.
3. Kemaslahatan Masyarakat
Memberikan hukuman kepada orang yang melakukan kejahatan bukan berarti
membalas dendam, melainkan sesungguhnya untuk kemaslahatannya, seperti dikatakan
oleh Ibn Taimiyah bahwa hukuman itu disyariatkan sebagai rahmat Allah bagi hamba-
Nya dan sebagai cerminan dari keinginan Allah untuk ihsan kepada hamba-Nya. Oleh
karena itu, sepantasnyalah bagi orang yang memberikan hukuman kepada orang lain atas
kesalahannya harus bermaksud melakukan ihsan dan memberi rahmat kepadanya.

SYARAT-SYARAT PELAKSANAAN HUKUMAN

1. Hukuman Harus ada Dasarnya dari Syara’


Hukum dianggap mempunyai dasar (syar’iyah) apabila ia didasarkan kepada
sumber-sumber syara’ seperti: Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, atau undang-undang yang
ditetapkan oleh lembaga yang berwenang (ulil amri) seperti dalam hukuman ta’zir.
Dalam hal hukuman ditetapkan oleh ulil amri maka disyaratkan tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan syara’. Apabila bertentangan maka ketentuan hukuman
tersebut menjadi batal.Perbuatan dianggap salah jika ditentukan oleh nas. Prinsip ini yang
dalam bahasa hukum disebut dengan istilah asas legalitas.
Hukum pidana Islam mengenal asas ini secara substansial sebagaimana
disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya:
– Surat Al-Isra’ ayat 15:
َ ‫… َو َما ُكنَّا ُم َع ِّذبِ ْينَ َحتَّى ن ْب َع‬
ً‫ث َرسُوْ ﻻ‬
”…dan Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang Rasul”.
– Surat Al-Baqarah ayat 286:
َ ‫ﻻَيُ َكلِّفُ هّٰللا ُ نَ ْفسًا اِﻻَّ ُو ْس َعها‬
“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya…”.
Berikut ini kaidah yang dirumuskan oleh para ahli hukum yang diambil dari sunstansi
ayat-ayat tersebut:
ِّ‫ﻻَ َج ِر ْي َمةَ َوﻻَ ُعقُوْ بَةَ اِﻻَّ بِالنَّص‬
“Tidak ada tindak pidana dan tidak ada hukuman kecuali adanya nas”.

2. Hukuman Harus Bersifat Pribadi (Perorangan)


Ini mengandung arti bahwa hukuman harus dijatuhkan kepada orang yang
melakukan tindak pidana dan tidak mengenai orang lain yang tidak bersalah. Syarat ini
merupakan salah satu dasar dan prinsip yang ditegakkan oleh syariat Islam dan ini telah
dibicarakan berkaitan dengan masalah pertanggungjawaban.
3. Hukuman Harus Bersifat Universal Dan Berlaku Umum
Ini berarti hukuman harus berlaku untuk semua orang tanpa adanya diskriminasi,
baik pangkat, jabatan, status, atau kedudukannya.
Di dalam hukum pidana Islam, persamaan yang sempurna itu hanya terdapat dalam
jarimah dan hukuman had atau qishash, karena keduanya merupakan hukuman yang telah
ditentukan oleh syara’. Setiap orang yang melakukan jarimah hudud akan dihukum
dengan hukuman yang sesuai dengan jarimah yang dilakukannya. Sedangkan persamaan
yang dituntut dari hukuman ta’zir adalah persamaan dalam aspek dampak hukuman
terhadap pelaku, yaitu mencegah, mendidik, dan memperbaikinya. Sebagian pelaku
mungkin cukup dengan hukuman peringatan, sebagian lagi perlu dipenjara, dan sebagian
lagi mungkin harus didera atau bahkan ada pula yang harus dikenakan hukuman mati.

MACAM-MACAM HUKUMAN

Menurut Abdul Qadir Audah macam-macam hukuman adalah sebagai berikut :

1. Penggolongan ini ditinjau dari segi pertalian antara satu hukuman dengan hukuman yang
lainnya, dan dalam hal ini ada empat macam hukuman yaitu:

a. Hukuman pokok (‘Uqubah Ashliyah), yaitu hukuman yang ditetapkan untuk jarimah yang
bersangkutan sebagai hukuman yang asli, seperti hukuman qishash untuk jarimah pembunuhan,
atau hukuman potong tangan untuk jarimah pencurian.

b. Hukuman pengganti (‘Uqubah Badaliyah), yaitu hukuman yang menggantikan hukuman


pokok, apabila hukuman pokok tidak dapat di laksanakan karena alasan yang sah, seperti
hukuman diyat (denda) sebagai pengganti hukuman qishash.

c. Hukuman tambahan (‘Uqubah Taba’iyah), yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok
tanpa memerlukan keputusan tersendiri seperti larangan menerima warisan bagi orang yang
melakukan pembunuhan terhadap keluarga.

d. Hukuman pelengkap (‘Uqubah Takmiliyah), yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok
dengan syarat ada keputusan tersendiri dari hakim, dan syarat inilah yang menjadi ciri
pemisahnya dengan hukuman tambahan. Contohnya mengalungkan tangan pencuri yang telah
dipotong di lehernya.

2. Penggolongan kedua ini ditinjau dari kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya
hukuman. Dalam hal ini ada dua macam hukuman:

a. Hukuman yang hanya mempunyai satu batas, artinya tidak ada batas tertinggi atau batas
terendah, seperti hukuman jilid (dera) sebagai hukuman had (80 kali atau 100 kali).

b. Hukuman yang mempunyai batas tertinggi dan batas terendahnya, dimana hakim diberi
kebebasan memilih hukuman yang sesuai antara kedua batas tersebut, seperti hukuman penjara
atau jilid pada jarimah-jarimah ta’zir.
3. Penggolongan ketiga ini ditinjau dari segi besarnya hukuman yang telah ditentukan, yaitu:

a. Hukuman yang telah ditentukan macam dan besarnya dimana hakim harus melaksakannya
tanpa dikurangi atau di tambah, atau diganti dengan hukuman yang lain. Hukuman ini disebut
hukuman keharusan.

b. Hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk dipilihnya dari sekumpulan hukuman-
hukuman yang ditetapkan oleh syara’ agar dapat disesuaikan dengan keadaan pembuat dari
perbuatannya. Hukuman ini disebut hukuman pilihan.

4. Penggolongan ditinjau dari segi tempat dilakukannya hukuman, yaitu:

a. Hukuman badan, yaitu yang dijatuhkan atas badan seperti hukuman mati, dera, dan penjara.

b. Hukuman jiwa, yaitu dikenakan atas jiwa seseorang, bukan badannya, seperti ancaman,
peringatan atau teguran.

c. Hukuman harta, yaitu yang dikenakan terhadap harta seseorang, seperti diyat, denda dan
perampasan harta.

5. Penggolongan kelima ditinjau dari segi macamnya jarimah yang diancamkan hukuman, yaitu:

a. Hukuman hudud, yaitu hukuman yang ditetapkan atas jarimah-jarimah hudud.

b. Hukuman qishash dan diyat, yaitu yang ditetapkan atas jarimah-jarimah qisas diyat.

c. Hukuman kifarat, yaitu yang ditetapkan untuk sebagian jarimah qishash dan diyat dan
beberapa jarimah ta’zir.

d. Hukuman ta’zir, yaitu yang ditetapkan untuk jarimah-jarimah ta’zir.

PEMBERLAKUAN HUKUMAN

Dalam perkembangannya, pemberlakuan sanksi dalam hukum pidana Islam muncul 3 kalangan,
yaitu:

1. Kalangan Tradisional.s
Kalangan ini beranggapan bahwa hukuman harus dijalankan sesuai dengan Al-Qur’an
dan Al-Hadits
2. Kalangan Modernis.
Kalangan ini beranggapan bahwa hukum Islam memang ada dan berlaku tetapi
tergantung bagaimana metode pelaksanannya.
3. Kalangan Reformatif.
Kalangan ini mencoba menggabungkan kalangan tradisionalis dan kalangan modernis.
Artinya
kalangan ini tetap meyakini hukum Islam ada pada nash dan dilaksanakan menurut
metode nash.
Akibat dari pemecahan 3 kalangan tersebut dalam kehidupan kita muncul 2 sanksi, yaitu
sanksi pidana dan sanksi tindakan, perbedaannya adalah:
1. Sanksi pidana dan sanksi tindakan. Dimana masing-masing mempunyai prinsip dan
tujuan dengan teori serta filosofis yang dipahaminya.
2. Sanksi pidana bersumber pada ide dasar-dasar “mengapa diadakan pemidanaan”?
3. Sanksi tindakan bertolak pada ide dasar “untuk apa diadakan pemidanaan”?

Hukuman Hudud

1. Hukuman Zina
Zina secara harfiah berarti fahisyah, yaitu perbuatan keji. Secara istilah adalah hubungan
kelamin antara seorang lelaki dengan seorang perempuan juga satu sama lain tidak terikat
dalam hubungan perkawinan. Nabi Muhammad SAW telah menyatakan bahwa zina merupakan
dosa paling besar kedua setelah syirik (mempersekutukan Allah). Beliau bersabda:
‫قال عليه الصالة والسالم مامررس يعد السرل اعظم مرعيرهللا مريطعه ومعها رحل فى رحم اليعل له‬
“Nabi SAW telah bersabda: Tak ada dosa yang lebih besar setelah syirik di sisi Allah selain dari
seorang lelaki yang mencurahkan maninya di tempat/kandungan yang tidak halal baginya”.
Hukuman zina ditetapkan tiga hukuman, yaitu dera, pengasingan dan rajam. Hukuman dera dan
pengasingan ditetapkan untuk pembuat zina tidak muhshan, dan hukuman rajam dikenakan
pada terhadap zina muhshan. Kalau kedua pelaku zina tidak muhshan keduanya, maka keduanya
dijilid atau diasingkan. Akan tetapi keduanya muhshan keduanya dijatuhi hukuman rajam.
a. Hukuman Jilid
Hukuman jilid seratus kali diancamkan atas perbuatan zina yang dilakukan oleh orang
yang tidak muhshan. Hukuman jilid dijatuhkan untuk mengimbangi faktor psikologis
yang mendorong diperbuatnya jarimah zina, yaitu keinginan untuk mendapatkan
kesenangan. Faktor psikologis penentangnya yang menyebabkan seorang meninggalkan
kenangan tersebut ialah ancaman sengsara yaitu yang ditimbulkan oleh seratus jilid.
Kalau faktor pendorong zina lebih kuat daripada faktor penghalaunya maka derita
hukuman yang dijatuhkan cukup melupakan kesenangan yang sudah diperoleh, sehingga
bisa mendorongnya untuk memikirkannya kembali
b. Hukuman pengasingan
Terhadap pembuat zina tidak muhshan dikenakan hukuman pengasingan selama satu
tahun selain hukuman jilid.
c. Hukuman rajam
Hukuman rajam ialah hukuman mati dengan jalan dilempari batu dan yang dikenakan
adalah pembuat zina muhshan, baik lelaki maupun perempuan. Hukuman rajam tidak
tercantum dalam Al-Qur’an, oleh karena itu fuqaha-fuqaha khawarij tidak memakai
hukuman rajam. Menurut jarimah-jarimah zina dikenakan hukuman jilid saja, baik pelaku
muhshan atau belum.Orang yang sudah muhshan mendapat hukuman lebih berat, yaitu
hukuman rajam karena biasanya keihshanan seseorang cukup menjauhkannya dari
pemikiran tentang perbuatan zina. Akan tetapi kalau ia masih juga memikirkannya maka
hal ini menunjukkan kekuatan birahi dan keinginan akan kelezatan, dan oleh karena itu
maka harus dijatuhi hukuman yang berat, sehingga ketika ia menginginkan jarimah
tersebut terbayang pula derita dan sengsara yang akan menimpa dirinya.Akan tetapi
apabila sudah kawin maka sudah tidak ada jalan bagi jarimah zina, sebab tali perkawinan
itu sendiri bukanlah perkara abadi yang tidak boleh putus, sehingga oleh karena itu
apabila perkawinan tidak dapat dipertahankan lagi, maka suami bisa menceraikan istri.

2. Hukuman Qadzaf
Salah satu delik pidana dalam hukum pidana Islam, yaitu al Qadzfu. Qadzf secara
harfiah berarti melemparkan sesuatu. Istilah qadzaf dalam hukum Islam adalah tuduhan
terhadap seseorang bahwa tertuduh telah melakukan perbuatan zina.Qadzaf atau fitnah
merupakan suatu pelanggaran yang terjadi bila seseorang dengan bohong menuduh
seorang muslim berzina atau meragukan silsilahnya. Ia merupakan kejahatan yang besar
dalam Islam dan yang melakukan disebut pelanggar yang berdosa oleh Al-Qur’an. QS.
24/An-Nur: 4. Sanksi bagi yang menuduh orang banyak melakukan zina dengan berulang
kali ucapan adalah hadd yang berulang kali pula sesuai dengan jumlah pengulangan
ucapan yang ia lakukan, akan tetapi apakah sanksi bagi yang menuduh orang banyak
(melakukan zina) dengan satu kali ucapan itu satu kali hadd atau berulang kali sesuai
dengan jumlah orang yang dituduh.Dalam Qawl Qadim, Imam Syafi’i berpendapat
bahwa orang yang menuduh orang banyak (melakukan zina) dengan satu kali ucapan itu
dihukum dengan satu kali hadd: karena perbuatannya sepadan dengan menuduh satu
orang melakukan zina (dikatakan sekali ucapan). Sedangkan dengan menuduh satu orang
melakukan zina (dikatakan sekali ucapan). Sedangkan dalam Qawl Jadid Imam Syafi’i
berpendapat bahwa orang yang menuduh orang banyak (melakukan zina) dengan satu
kali ucapan itu dihukum dengan berulang kali hadd sesuai dengan jumlah orang dengan
dituduh, menuduh orang banyak dengan satu kali ucapan sepadan dengan menuduh orang
banyak dengan berulang kali ucapan.Jarimah qadzaf dikenakan hukuman pokok, yaitu
jilid delapan puluh kali, dan hukuman tambahan, yaitu tidak menerima persaksian
pembuatnya. Hukuman tersebut dijatuhkan apabila berisi kebohongan. Apabila berisi
kebenaran maka tidak ada jarimah qadzaf.Banyak faktor yang menimbulkan jarimah
qadzaf, antara lain iri hati, dengki, balas dendam dan persaingan. Akan tetapi
kesemuanya bertujuan satu, yakni menghina korban dan melukai hatinya. Dengan
jarimah qadzaf pembuat bermaksud menimbulkan kejiwaan dan oleh karena itu maka
harus diimbangi pula dengan derita badan yang ditanggung oleh pembuat jarimah,
disamping derita kejiwaan pula yang harus diterimanya dari masyarakat, yakni
dinyatakan hapus keadilannya dan oleh karena itu maka ia tidak bisa menjadi saksi, serta
mendapatkan cap abadi orang fasik.

3. Hukum Minum Minuman Keras


Jarimah minum minuman keras dijatuhi hukuman delapan puluh jilid. Menurut
Imam Syafi’I hukuman jarimah tersebut adalah empat puluh jilid sebagai hukuman had,
sedang empat puluh jilid lainnya tidak termasuk hukuman had, melainkan sebagai
hukuman ta’zir, artinya sebagai hukuman yang dijatuhkan apabila dipandang perlu oleh
hakim.Faktor yang mendorong seseorang untuk minum khamer ialah keinginannya untuk
melupakan penderita jiwanya dan kenyataan hidupnya untuk menuju mendapatkan
kebahagian khayalan yang ditimbulkan oleh lezatnya khamer.
Faktor pendorong ialah yang diperangi oleh syariat dengan hukuman jilid yang
selain menimbulkan derita kejiwaan juga menimbulkan derita badan
.
4. Hukuman Pencurian
Pencurian adalah orang yang mengambil benda atau barang milik orang lain
secara diam-diam untuk dimiliki.Pencurian diancamkan hukuman potong tangan dan
kaki, sesuai dengan firman Allah SW
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Al-Maidah 38)
Di kalangan fuqaha sudah sepakat bahwa didalam pengertian kata-kata “tangan”
(yad) termasuk juga kaki. Apabila seseorang melakukan pencurian untuk pertama
kalinya, maka tangan kanannya yang dipotong, dan apabila pencurian tersebut diulangi,
maka kaki kirinya yang dipotong.Seseorang yang mencuri ketika meniatkan
perbuatannya maka sebenarnya ia menginginkan agar usahanya (kekayaannya) ditambah
dengan kekayaan orang lain, dan ia meremehkan usaha-usaha halal. Ia tidak
mencukupkan dengan hasil usahanya sendiri, melainkan mengharapkan usaha orang lain,
agar dengan demikian ia bertambah daya nafkahnya atau tidak bersusah-susah bekerja
atau dapat terjamin hari depannya. Dengan perkataan lain tambahnya usaha atau
kekayaan itulah yang menjadi factor pendorong adanya pencurian. Sebagai imbangan
dari factor tersebut Syariat Islam menetapkan hukuman potong tangan (dan kaki) karena
terpotongnya tangan dan kaki sebagai alat kerja penyambung kerja yang utama yang
mengurangi usaha dan kekayaan, serta mengakibatkan hari depannya terancam.

4. Hukuman Gangguan Keamanan


Terhadap gangguan keamanan (hirabah) dikenakan empat hukuman, yaitu
hukuman mati biasa, hukuman mati dengan salib, hukuman dengan potong tangan dan
kaki dan pengasingan.

 Hukuman Mati
Hukuman ini dijatuhkan atas pengganggu keamanan (pembegal, penyamun) apabila ia
melakukan pembunuhan. Hukuman tersebut hukuman had dan bukan hukuman qisas. Oleh karna
itu maka hukuman tersebut tidak boleh dimaafkan. Naluri keinginan hidup sendiri merupakan
pendorong bagi pembuat untuk melakukan jarimahnya itu. Kalau ia menyadari bahwa ketika ia
membunuh orang lain, sebenarnya ia membunuh dirinya sendiri pula pada galibnya ia tidak akan
meneruskan perbuatannya. Jadi faktor kejiwaan disini dilawan pula dengan factor kejiwaan agar
ia menghindari jarimah.

 Hukuman Mati Disalib

Hukuman ini dijatuhkan apabila pengganggu keamanan melakukan pembunuhan serta merampas
harta benda. Jadi hukuman tersebut dijatuhkan atas pembunuhan dan pencurian harta bersama-
sama. Dimana pembunuhan tersebut merupakan jalan untuk memudahkan pencurian harta.
Hukuman tersebut juga merupakan hukuman had yang tidak bisa dimaafkan.
Penjatuhan hukuman tidak beda dengan dasar penjatuhan hukuman mati. Akan tetapi karena
harta benda disini menjadi pendorong bagi perbuatan jarimahnya maka hukuman harus
diberatkan, sehingga apabila ia meniatkan jarimah-jarimah tersebut beserta hukumannya yang
berat, maka ia akan mengurungkan niatnya.

 Pemotongan Anggota Badan

Pemotongan tangan kanan pembuat dan kaki kirinya sekaligus, yakni tangan dan kaki berseling-
seling. Jatuhan hukuman tersebut sama dengan penjatuhan hukuman pencurian. Akan tetapi
jarimah ini biasanya dikerjakan dijalan-jalan umum yang jatuh dari keramaian, maka
pengganggu keamanan pada galibnya yakin akan berhasilnya perbuatan yang dilakukannya dan
akan keamanan dirinya. Keadaan demikian itulah yang menjadi penguat factor kejiwaan yang
menjauhkannya. Oleh karena itu hukuman harus diperberat agar kedua factor tersebut dapat
seimbang.
Hukuman gangguan keamanan disini sama dengan hukuman pencurian dua kali, dan pelipatan
disini adalah adil, karena bahaya gangguan keamanan tidak kalah dengan bahayanya pencurian
biasa dan karena kesempatan untuk meloloskan diri lebih banyak daripada kesempatan dalam
pencurian biasa.

 Pengasingan
Hukuman ini dijatuhkan apabila pengganggu keamanan hanya menakut-nakuti orang yang
berlalu lintas, tetapi tidak mengambil harta dan tidak pula membunuh. Boleh jadi perbuatannya
ia maksudkan mencari ketenaran nama diri oleh karna itu maka ia harus diasingkan, sebagai
salah satu cara untuk mengurangi ketenarannya. Boleh jadi dengan perbuatannya tersebut
pengganggu keamanan bermaksud meniadakan keamanan dijalan-jalan umum sebagai bagian
dari negri, dan oleh karna itu maka ia akan dihukum dengan meniadakan keamanan diri nya dari
semua bagian negri. Baik alasan itu tepat atau tidak, namun yang jelas ialah bahwa factor
kejiwaan ditandingi pula dengan factor kejiwaan yang lain.

5. Hukuman Jarimah Murtad dan Pemberontakan


Perbuatan murtad diancam dengan dua hukuman, yaitu hukuman mati sebagai hukuman
pokok dan dirampas harta bendanya sebagai hukuman tambahan.
 Hukuman Mati
Syariat Islam menghukum perbuatan murtad, karena perbuatan tersebut ditujukan
terhadap agama Islam sebagai system social bagi masyarakat Islam. Ketidak-tegasan
dalam menghukum jarimah tersebut akan berakibat goncangnya system tersebut. Dan
oleh karena itu pembuatnya perlu ditumpas sama sekali untuk melindungi masyarakat
dan sitem kehidupannya, dan agar menjadi alat pencegahan umum. Sudah barang tentu
hanya hukuman mati saja yang bisa mencapai tujuan tersebut.
Kebanyakan Negara-negara didunia pada masa sekarang dalam melindungi system
masyarakatnya memakai hukuman berat yaitu hukuman mati. Yang dijatuhkan terhadap
orang yang menyeleweng dari system tersebut atau berusaha merobohkannya.
 Perampasan Harta
Perampasan harta merupakan hukuman tambahan, menurut Imam-imam Malik dan
Syafi’I dan pendapat yang kuat dalam madzhab Hambali, semua harta orang dirampas.
Menurut imam Abu Hanifah dan pendapat yang tidak kuat dalam madzhab Hambali,
hanya harta yang diperolehnya sesudah murtad itu saja yang dirampas, sedang harta yang
diperoleh sebelum murtad diberikan kepada keluarga ahli waris yang beragama Islam.

 Hukuman Pemberontakan
Hukuman pemberontakan ialah hukuman mati. Syariat mengambil tindakan keras
terhadap jarimah pemberontakan, karena apabila tidak demikian maka akan timbul fitnah,
kekacauan serta ketidak-tenangan dan pada akhirnya akan mengakibatkan kekacauan
masyarakat dan kemundurannya. Tindakan keras tersebut tidak lain adalah hukuman
mati. Pada masa sekarang hampir seluruh dunia menjatuhkan hukuman mati terhadap
pemberontakan.

Hukuman Jarimah Qishash-Diyat

Qisas-diyat ada lima yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan tidak
sengaja, penganiayaan sengaja dan penganiayaan tidak sengaja. Hukum-hukum yang
diancamkan terhadap jarimah-jarimah tersebut ialah qisas, diyat, kifarat, hilangnya hak mewaris,
dan hak hilangnya menerima wasiat. Hukuman-hukuman tersebut akan dibicarakan satu-persatu.

1. Qishash
Pengertian qisas adalah agar pembuat jarimah dijatuhi hukuman setimpal dengan
perbuatannya, jadi dibunuh kalau ia membunuh, atau dianiaaya kalau ia
menganiaaya.Hukuman qisas dijatuhkan atas pembunuhan sengaja dan penganiaayan
sengaja.
 Qisas pada Hukum Positif
Hukum positif juga mengenal hukuman qisas. Akan tetapi hanya ditetapkan untuk
jarimah pembunuhan saja yang dihukum dengan hukuman mati, sedang terhadap jarimah
penganiayaan tidak dijatuhi hukuman qisas, melainkan dicukupkan dengan hukuman
denda dan hukuman kawalan atau dengan salah satu hukuman tersebut.
 Pengampunan si Korban
Korban atau walinya diberi wewenang untuk mengampuni qisas, baik dengan imbangan
diyat atau tidak memakai imbangan sama sekali. Akan tetapi untuk hapusnya hukuman
qisas penguasa masih mempunyai hak untuk menjatuhkan hukuman ta’zir yang sesuai.
2. Diyat
Diyat adalah hukuman pokok bagi pembunuhan dan penganiayaan semi sengaja dan tidak
sengaja. Meskipun bersifat hukuman, namun diyat merupakan harta yang diberikan
kepada korban, bukan kepada perbendaharaan Negara. Dari segi ini diyat lebih mirip
dengan ganti kerugian apa lagi besarnya dapat berbeda-beda menurut perbedaan kerugian
material yang terjadi dan menurut perbedaan kesengajaan atau tidaknya terhadap jarimah.
 Antara Pembunuhan Sengaja dengan Pembunuhan Semi-Sengaja
Syariat Islam mengadakan pemisahan antara hukuman pembunuhan sengaja dengan
hukuman pembunuhan semi sengaja, dimana untuk perbuatan pertama dikenakan
hukuman qisas dan untuk perbuatan kedua dikenakan hukuman diyat berat. Perbedaan ini
disebabkan karena pada pembunuhan sengaja pembuat meniatkan matinya korban sedang
pada pembunuhan semi sengaja ia meniatkan demikian.
 Antara Jarimah-jarimah Sengaja dengan Jarimah-jarimah Tidak Sengaja
Pada Jarimah-jarimah sengaja, pembuat mensengajakan dan melaksanakannya, agar
dengan demikian ia bisa mewujudkan kepentingan-kepentingan moral atau material bagi
dirinya sendiri atau bagi orang lain. Akan tetapi pada jarimah-jarimah tidak sengaja
pembuat tidak menyegajakan jarimah atau memikirkannya serta tidak ada factor yang
mendorong untuk memperbuatnya.
 Siapa Yang Menanggung Diyat
Pada umumnya para fuqaha sudah sepakat pendapatnya untuk mengikut-sertakan
keluarga pembuat yang disebut “Aqilah” dalam pembayaran diyat. Yang dimaksud
dengan keluarga adalah sanak-saudara yang datang dari pihak ayah. Keluaga yang jauh
dikutsertakan karena mereka jugavbisa menjadi ahli waris kalu keluarga yang dekat tidak
ada, tanpa disyaratkan menjadi ahli waris yang nyata.
 Alasan Kelurga Menanggung Diyat
Kalau kita hanya memegangi prinsip “seseorang hanya menanggung dosanya sendiri”.
Maka akibatnya ialah bahwa sesuatu hukuman hanya dapat dikenakan terhadap pembuat
jarimah yang kaya saja, sedang jumlah mereka lebih sedikit, dan tidak bisa dikenakan
terhadap pembuat jarimah yang miskin, sedang jumlah mereka lebih besar.
Meskipun diyat merupakan hukuman namun ia menjadi hak kebendaan bagi korban atau
walinya. Kalau pembuat saja yang membyarnya, maka kebanyakan korban atau walinya
tidak akan dapat menerimanya, karena biasanya kekayaan perseorangan lebih kecil dari
pada jumlah diyat, yaitu 100 unta.
Keluarga hanya menanggung diyat dalam jarimah-jarimah tidak sengaja dan dalam
jarimah semi sengaja yang dapat dipersamakan dengan jarimah tidak sengaja.
Kehidupan keluarga dan masyarakat menurut tabiatnya ditegakkan atas dasar tolong-
menolong dan kerja sama. Keharusan memelihara jiwa seseorang dan tidak boleh
menyia-nyiakan, sedang diyat ditetapkan sebagai pengganti dan memelihara jiwa.
 System Keluarga Pada Masa Sekarang
System pembayaran diyat oleh keluarga, meskipun dapat menjamin terwujudnya keadilan
dan persamaan antara pembuat-pembuat jarimah dan korban-korbannya, namun system
tersebut adalah adanya keluarga. Sudah barang tentu keluarga dalam arti tersebut hampir
tidak terdapat lagi pada masa sekarang.
3. Pencabutan Hak-mewaris
Pencabutan hak mewaris merupakan hukuman tambahan bagi jarimah pembunuhan,
selain hukuman pokok yaitu hukuman mati, apabila antara orang yang membunuh dengan
korbannya ada hubungan keluarga
4. Pencabutan Hak Menerima wasiat
Pencabutan hak menerima wasiat merupakan hukuman tambahan, disamping
hukumannya yang pokok.

Hukuman Kifarat

Adalah membebaskan seseorang hamba mu’min, merupakan hukuman pokok. Kalau tidak bisa
mendapatkan hamba tersebut atau tidak bisa memperoleh uang harganya, maka orang wajib
berkifarat diwajibkan berpuasa dua bulan, berturut-turut jadi puasa merupakan hukuman
pengganti yang tidak akan terdapat kecuali apabila hukuman pokok tidak bisa dijalankan.

Hukumn Ta’zir

Jenis-jenis hukuman ta’zir adalah:

1) Hukuman mati.

2) Hukuman jilid.

3) Hukuman kawalan.

4) Hukuman pengasingan (At-Taghrib wa Al-Ib’ad).

5) Hukuman salib.
6) Hukuman pengucilan (Al-Hajr).

7) Hukuman ancaman (Tahdid), teguran (Tanbih), dan peringatan.

8) Hukuman denda (Al-Gharamah).

9) Hukuman-hukuman lain yang sifatnya spesifik dan tidak bisa diterapkan pada setiap jarimah
ta’zir, di antara hukuman tersebut adalah pemecatan dari jabatan atau pekerjaan, pencabutan hak-
hak tertentu, perampasan alat-alat yang digunakan untuk melakukan jarimah, penayangan
gambar penjahat di muka umum, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai