Korupsi VS
Jinayah Islam
ISMATUL MAULA, M.S.I
Hudud adalah kosa kata dalam bahasa Arab yang merupakan bentuk
jama‟ dari kata Had yang asal artinya pembatas antara dua benda.
Sehingga dinamakan had karena mencegah bersatunya sesuatu
dengan yang lainnya. Ada juga yang menyatakan bahwa kata Had
berarti Alman‟u (pencegah), sehingga dikatakan Hudud Allah adalah
perkaraperkara yang Allah larang melakukan dan melanggarnya.
Adapun menurut syar‟i, istilah Hudud adalah hukuman-hukuman
kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara‟ untuk mencegah dari
terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama dan
menghapus dosa pelakunya
HUDUD-- HAD
Syarat-syarat penerapan al-Hudud
Hukuman itu bersifat universal, yaitu dapat menghentikan orang dari melakukan suatu
tindak kejahatan, bisa menyadarkan dan mendidik bagi pelaku jarimah.
Penetapan materi hukuman itu sejalan dengan kebutuhan dan kemaslahatan masyarakat
(maslahat).
Seluruh hukuman yang dapat menjamin dan mencapai kemaslahatan pribadi dan
masyarakat, adalah hukuma yang disyari‟atkan, karena harus dijalankan
Hukuman dalam Islam bukan soal balas dendam, tetapi untuk melakukan perbaikan
terhadap pelaku tindak pidana
Tindak pidana harus memenuhi syarat-syarat
1. Hukuman itu disyari‟atkan, yaitu sesuai dengan sumber hukum yang telah ditetapkan dan diakui oleh
syari‟at Islam. Perbuatan salah jika ditentukan oleh nash, prinsip ini dalam hukum disebut juga asas
legalitas hukum. Hukum pidana Islam mengenal asas ini secara substansial sebagaimana disebutkan
dalam beberapa ayat dalam AlQuran Surah al-Isra‟ ayat 15, Surah al-Qasas ayat 54, Surah al-Baqarah
ayat 286
2. Hukuman itu hanya dikenakan pada pelaku tindak pidana, karena pertanggungjawaban tindak
pidananya hanya di pundak pelakunya, orang lain tidak boleh dilibatkan dalam tindak pidana yang
dilakukanseseorang kecuali dalam masalah diyat, pembebanan ganti rugi dapat ditanggung oleh
keluarganya
3. Hukuman itu bersifat universal dan berlaku bagi seluruh orang, karena pelaku tindak kejahatan di
muka hakim berlaku sama derajatnya, tanpa membedakan apakah itu orang kaya atau miskin, rakyat
atau penguasa. Sehingga dalam jarimah qisas, bila pelakunya sekalipun penguasa maka haruslah
dikenakan hukuman pula.
Mencuri menurut fiqh jinayah masuk dalam wilayah jarimah hudud bersama enam jenis
jarimah lainnya, yaitu zina, menuduh orang berzina, meminum khamr (minuman keras),
memberontak, merampok, dan murtad17, maka sanksi hukum tindak pidana korupsi tidak bisa
disamakan dengan sanksi pidana pencurian atau perampokan
Sebab, menyamakan korupsi dengan mencuri berarti melakukan analogi dalam bidang hudud.
Menurut M. Cherif Bassiouni, sebagaimana dikemukakan oleh andi Hamzah, bahwa Hudud,
crime which are codified in the quran, require a rigid aplication of the principles of legality,
hudud sebagai sebuah jarimah yang telah disebutkan secara tegas dalam alQuran harus
dilaksanakan secara baku, tegas atau apa adanya sesuai dengan prinsip-prinsip keabsahan
hukum. Hudud is strictly and not analogy, dilarang keras memakai analogi dalam hudud,
berbeda dengan qisas dan ta‟zir yang di dalamnya bisa berlaku analogi. Dalam Alquran hanya
terdapat ketentuan potong tangan bagi pencuri, bukan bagi pelaku korupsi
Dalam Alquran hanya terdapat ketentuan potong tangan bagi pencuri, bukan bagi pelaku
korupsi
Terdapat perbedaan mendasar antara mencuri dan korupsi. Mencuri, harta sebagai objek curian
berada di luar kekuasaan pelaku dan tida ada hubungan dengan kedudukan pelaku
Dalam korupsi, harta sebagai objek korupsi berada dibawah kekuasaannya dan ada kaitan
dengan kedudukan pelaku. Bahkan, bisa jadi pelaku memiliki saham atau paling tidak
mempunyai hak sekecil apapun pada harta yang dikotupsinya.
Walaupun hukum hudud tidak bisa deberlakukan dalam menuntut hukum pelaku korupsi,
namun bukan berarti sanksi ta‟zir bagi koruptor bersifat ringan. Hukum ta‟zir bagi koruptor
bisa dalam bentuk pidana denda materi, pidana seumur hidup, dinyatakan sebagai warga
masyarakat yang bermasalah atau black list, dan bahkan bisa saja berupa hukuman mat