Anda di halaman 1dari 4

NAMA: FARAH FAUZIAH FIRDAUS

JURUSAN: HTN 3A
NIM: 1213030044
UTS FIQIH JINAYAH
1. Jarimah yaitu melakukan perbuatan-perbuatan atau hal-hal yang dipandang tidak baik,
dibenci oleh manusia karena bertentangan dengan keadilan, kebenaran dan jalan yang
lurus (agama). Contoh jarimah yaitu berupa tidak melakukan suatu perbuatan yang
diperintahkan ialah seseorang tidak memberi makan anaknya yang masih kecil atau
seorang suami yang tidak memberikan nafkah yang cukup bagi keluarganya.Jarimah
dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
 Jarimah hudud, jarimah yang diancam dengan hukuman had (hukuman yang telah
ditentukan oleh syara). Contohnya yaitu: jarimah zina, jarimah menuduh zina, jarimah
perampokan, jarimah pembunuhan, jarimah pemberontakan, pencurian, dan jarimah
minuman keras.
 Jarimah qishas, jarimah yang diancam dengan hukuman qishah atau diat. Contohnya
yaitu: pembunuhan sengaja, pembunuhan menyerupai sengaja, pembunuhan karena
kesalahan, penganiayaan sengaja dan penganiayaan tidak sengaja
 Jarimah ta'zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara melainkan diserahkan
kepada ulil amri, baik penentuannya maupun pelaksanaanya. Contohnya yaitu: sumpah
palsu, saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati
amanah, dan menghina agama.
2. Yang mendasari larangan dan hukuman pidana dalam islam, Al-Syatibi dalam al-
Muwafaqat fi Usul al-Syari'ah Jilid II mengatakan bahwa tujuan utama Allah menetapkan
syariat adalah demi terwujudnya maslahat hidup manusia, baik di dunia maupun di
akhirat. Oleh sebab itu, penetapan hukum harus mengarah pada terwujudnya tujuan
tersebut. Mengutip jurnal Teori Maqashid Al-Syari'ah dalam Hukum Islam tulisan Ghofar
Shidiq, Imam al-Haramain al-Juwaini secara tegas mengatakan bahwa seseorang tidak
dapat dikatakan mampu menetapkan hukum sebelum benar-benar memahami tujuan
Allah SWT mengeluarkan perintah dan larangan tersebut.
3. Konsep tindak pidana menurut hukum islam dan hukum konvensional!
Yang menjadi dasar dan sumber dalam hukum islam yaitu Al Quran, artinya sudah jelas
bersifat konsisten, jadi sumber hukum islam itu Al Quran dan hadis. Meskipun di
Indonesia sendiri hukum islam tidak dipergunakan sepenuhnya dalam kehidupan
bermasyarakat. Sedangkan hukum konvensional yaitu bersumber dari pikiran manusia,
sumber hukum konvensional adalah UUD 1945 dan Pancasila menurut hasil pemikiran
dan perubahan zaman, oleh karena itu Indonesia menggunakan hukuk konvensional untuk
mengatur kehidupan masyarakatnya.
4. Pembagian sisi beratnya hukuman yang di ancamkan,
Berdasarkan berat ringannya hukuman, hukum pidana Islam mengenal tiga macam
golongan kesalahan.
 Pertama tindak pidana hudud, yang sering diartikan sebagai hukum atau ketetapan
Allah SWT. Hukuman yang diberikan kepada para pelaku tindak pidana hudud
merupakan hak Tuhan yang tidak bisa dihapuskan, baik oleh perseorangan yang
menjadi korban tindak pidana itu sendiri maupun oleh masyarakat yang diwakili
lembaga negara. Dalam hukum Islam dikenal tujuh macam tindak pidana hudud, yaitu:
zina, qazaf (menuduh orang berbuat zina), meminum minuman keras, mencuri, hirabah
(orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya), murtad, dan orang yang memberontak
terhadap penguasa yang sah.
 Kedua, tindak pidana kisas dan diat (ganti rugi). Tindakan pidana ini berkenaan
dengan kejahatan terhadap orang, seperti membunuh dan menganiaya. Bagi pelaku
tindak pidana ini akan dikenai hukuman kisas atau diat dari individu yang menjadi
korban. Kadar jumlah hukuman yang diberikan ditentukan oleh sang korban, namun
tidak memiliki aturan batasan minimal ataupun maksimal. Adapun tindak pidana kisas
dan diat ini terbagi dalam lima macam, yakni: pembunuhan yang disengaja,
pembunuhan yang menyerupai disengaja, pembunuhan tersalah, penganiayaan yang
disengaja, dan penganiayaan yang tersalah. Penganiayaan yang dimaksud di sini
adalah perbuatan yang tidak sampai menghilangkan jiwa sang korban, seperti
pemukulan dan pelukaan.
 Ketiga, tindak pidana takzir. Berupa kejahatan yang tidak termasuk dalam hudud
karena bentuk hukumannya diserahkan kepada kebijakan hakim. Istilah takzir ini
bermakna memberikan pendidikan (pendisiplinan). Maksudnya adalah memberikan
hukuman yang bertujuan mengoreksi atau merehabilitasi pelaku kejahatan.
5. Tindak pidana
a. Berdasarkan niat pelaku, dilihat dari niat pelakunya, tindak pidana terbagi menjadi
tindak pidana disengaja (doleus delicten) dan tidak disengaja (culpose delicten).
Tindak pidana disengaja menunjukkan adanya kesengajaan untuk berbuat tindak
pidana dari si pelaku. Sedangkan pada tindak pidana tidak disengaja, kecenderungan
untuk berbuat salah tidak ada. Itulah sebabnya, hukuman yang diberikan kepada
pelaku tindak pidana disengaja lebih berat dari pelaku tindak pidana tidak disengaja.
b. Berdasarkan waktu terungkapnya, Ada dua jenis tindakan pidana berdasarkan waktu
terungkapnya, yaitu tindakan pidana yang tertangkap basah dan tindakan pidana yang
tidak tertangkap basah. Menurut para fukaha (ahli fikih), tertangkap basah adalah
terungkapnya pelaku tindak pidana pada waktu tindak pidana itu dilakukan. Dalam
hukum Islam, tak ada larangan untuk menganggap adanya keadaan tertangkap basah.
Hal ini karena tujuannya untuk mempermudah proses penyelidikan kebenaran
c. Berdasarkan cara memperbuat tindak pidana, tindak pidana terbagi menjadi: tindak
pidana yang menganggu masyarakat umum, tindak pidana yang menganggu individu,
tindak pidana biasa, dan tindak pidana politik. Tindak pidana masyarakat adalah suatu
tindak pidana yang hukumannya dijatuhkan demi menjaga kepentingan (kemaslahatan)
masyarakat, baik tindak pidana tersebut mengenai individu, masyarakat, maupun
mengancam keamanan dan sistem masyarakat. Para fukaha berpendapat bahwa
penjatuhan hukuman atas tindak pidana jenis ini menjadi hak Allah. Tindak pidana
perseorangan adalah suatu tindak pidana yang hukumannya dijatuhkan untuk
memelihara kemaslahatan individu. Meskipun demikian, sesuatu yang menyentuh
kemaslahatan individu otomatis menyentuh kemaslahatan masyarakat. Contohnya,
tindak pidana pencurian dan qazaf (menuduh orang lain berbuat zina).Sejak awal,
syariah membedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana politik. Menurut
hukum Islam, pemisahan ini untuk menjaga kemaslahatan dan keamanan masyarakat
serta memelihara sistem dan eksistensi mereka. Karena itu, tidak semua tindak pidana
yang diperbuat untuk tujuan politik disebut tindak pidana politik meskipun sebagian
tindak pidana biasa yang diperbuat dalam kondisi politis tertentu disebut tindak pidana
politik.
d. Berdasarkan cara melakukannya, berdasarkan cara melakukannya, tindak pidana
terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, tindak pidana positif dan tindak pidana
negatif. Tindak pidana positif terjadi karena melakukan suatu perbuatan yang dilarang,
seperti mencuri, zina, dan pemukulan. Sedang, tindak pidana negatif terjadi karena
tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan, seperti seseorang yang tidak mau
memberikan kesaksiaan atau tidak mau mengeluarkan zakat.
6. Unsur umum tindak pidana yaitu, secara umum yang harus dipenuhi dalam menetapkan
suatu perbuatan jarimah, yaitu:
 Rukun Syar’i (unsur formil), yaitu nash yang melarang perbuatan dan mengancam
perbuatan terhadapnya.
 Rukun Maddi (unsur materiil), yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah,
baik perbuatan-perbuatan nyata maupun sikap tidak berbuat.
 Rukun Adabi (unsur moril), yaitu orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban
terhadap jarimah yang diperbuatnya.
7. Sumber sumber dalam hukum islam
 Al Quran, keberadaan Alquran tidak hanya sebagai kitab suci bagi agama Islam saja.
Tetapi juga dijadikan sebagai sumber hukum islam yang pokok atau yang paling
utama. Seperti yang diketahui bahwa Alquran berisi ayat-ayat suci yang menjadi
pedoman hidup bagi umat Islam. Ayat-ayat tersebut tidak hanya sekedar dibaca saja,
tetapi juga berusaha untuk bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
 Hadis, sumber hukum islam yang kedua adalah hadis. Nah, melalui hadis inilah yang
akan memberikan penjelasan lebih lanjut dari apa yang tercantum di Alquran. Di mana
hadis sendiri adalah sabda, perbuatan, dan persetujuan dari Rasulullah saw. Karena
pada dasarnya Alquran dan hadis tidaklah bisa dipisahkan, tetapi saling melengkapi.
Keduanya selama ini telah menjadi pedoman bagi masyarakat, terutama umat Muslim.
 Ijma, kedudukan ijma ini adalah sebagai sumber hukum islam yang ketiga setelah
Alquran dan hadis. Pada awalnya, ijma ini dijalankan oleh para khilafah serta para
petinggi negara. Dari musyawarah yang sudah mereka lakukan, lalu hasilnya akan
dianggap sebagai perwakilan dari pendapat umat Muslim.
 Qiyas, Sumber hukum islam yang terakhir adalah qiyas. Qiyas sendiri secara bahasa
adalah tindakan mengukur sesuatu yang kemudian disamakan. Sedangkan secara
istilah, qiyas adalah penetapan hukum pada suatu perbuatan yang saat itu belum ada
ketentuannya dan kemudian didasarkan dengan yang sudah ada ketentuannya.
8. Masa berlaku dan lingkungan berlakunya hukum pidana. Masa berlakunya yaitu suatu
keadaan atau suatu periode dimana kapan hukum pidana itu dilaksanakan, artinya suatu
tindak pidana itu akan dihukumi hukum islam melihat dulu letak atau tempat kejadiannya
dimana, jika diwilayah berdasarkan hukum islam maka pelaku mendapat perlakuan sesuai
dengan hukum islam, tetapi kalau dilakukan di wilayah non hukum islam maka yang
dipakau tergantung suatu wilayah tersebut memakai asas hukum apa.
9. Tindak pidana zina, yaitu zina adalah perbuatan yang sangat tercela dan pelakunya
dikenakan sanksi yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akal. Mengapa
zina diancam dengan hukuman berat? karena perbuatan zina sangat dilarang oleh islam
dan pelakunya akan dihukum dengan hukuman rajam (dilempari batu sampai meninggal
dengan disaksikan orang banyak) jika ia muhsan, jika ia ghairu muhsan maka dihukum
cambuk 100. Adanya perbedaan hukuman tsb karena muhsan seharusnya bisa lebih
menjaga diri untuk melakukan perbuatan tercela itu, apalagi kalau masih dalam ikatan
perkawinan.
10. Tindak pidana Qazaf, Qadzaf adalah menuduh orang lain berbuat zina, baik tuduhan itu
melalui pernyataan yang jelas maupun menyatakan anak seseorang bukan keturunan
ayahnya, perbuatan ini termasuk dosa besar, syarat seorang qadzif jika ingin selamat dari
hukuman dera maka ia harus menghadirkan empat orang saksi laki-laki yang adil, jika
tidak mampu maka hukuman (had) baginya adalah di dera sebanyak 80 kali tidak diterima
kesaksiannya untuk selamanya dan termasuk golongan orang fasik.

Anda mungkin juga menyukai