Anda di halaman 1dari 9

Nama : Nurdin Wicaksono

NIM : 1220190003

UTS Hukum Pidana Islam

1. Dalam Fiqih Jinayah jarimah disebut juga dengan tindak pidana. Pengertian jinayah
secara bahasa adalah nama bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang
diusahakannya.pengertian jinayah secara bahasa adalah suatu istilah untuk perbuatan
yang dilarang oleh sara’, baik berupa perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau
lainnya.

Ada beberapa macam pengertian jarimah (tindak pidana): menurut bahasa Jarimah adalah
melakukan perbuatan-perbuatan atau hal-hal yang dipandang tidak baik, dibenci oleh
manusia karena pertentangan dengan keadilan, kebenaran dan jalan yang lurus (agama).
Pengertian secara umum jarimah adalah pelanggaran terhadap perintah dan larangan
agama, baik pelanggaran tersebut mengakibatkan hukuman duniawi maupun ukhrawi.

Istliah ma’shiyat dalam hukum pidana Islam mengandung makna melakukan


perbuatan-.perbuatan yang diharamkan maupun yang dilarang oleh hukum, sehingga
istilah ma’shiyat hanya mencakup unsur perbuatan yang dilarang oleh hukum untuk
dilakukan

2. Hukum Pidana Islam adalah bagian dari hukum Islam.jumurul fuqaha‟ sudah sepakat
sumber-sumber hukum islam pada umumnya ada 4, yakni al-Qur‟an, hadits, Ijmak, Qiyas
dan hukum tersebut wajib diikuti.apabila tidak terdapat hukum suatu peritiwa dalam Al-
Qur‟an baru di cari dalam hadist dan seterusnya prosesnya seperti itu dalam mencari
hokum
 Al-Qur’an
Al-Qur‟an adalah sumber hukum ajaran islam yang pertama yang memuat kumpulan
beberapa wahyu yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. Diantaranya
kandungan isinya ialah peraturan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah,
dengan dirinya sendiri, sesama manusia dan hubungannya dengan alam beserta makhluk
lainnya. Sebagaian besar umat islam sepakat menetapkan sumber ajaran islam adalah Al-
qur‟an, As-sunnah dan ijtihad kesepakatan itu tidak semata-mata didasarkan kemauan
bersama tapi kepada dasar-dasar normatif yang berasal dari Al-qur‟an dan al-sunnah
sendiri,
 Al-Sunnah / Hadits
Al-sunnah / Hadits merupakan sumber hukum ajaran Islam yang ke 2, karena hal-hal
yang di ungkapkan dalam Al-qur‟an bersifat umum atau memerlukan penjelsan,maka
nabi Muhammad Saw menjelaskan melalui Hadist. Adapun yang dimaksud dengan
sunnah adalah segala sesuatu yang datang dari nabi. Selain al-Qur‟an, baik berupa
perkataan, perbuatan atau taqrir yang bisa dijadikan sebagai dasar penetapan hukum
syarak. Fungsi dari As- sunnah sendiri adalah untuk menafsirkan menjelaskan ayat Al-
Qur‟an. Ayat-ayat Al-Qur‟an yang hanya menjelaskan dasar-dasar permasalahan sesuatu,
maka hadist berfungsi untuk menjelaskan.

 Ijma
’ Menurut bahasa Ijma‟ mempunyai 2 arti yaitu : Kesepakatan, seperti; perkataan: “Jama
al qaumu „alaa kadzaa idzaa itafaquudlaini”. Yang artinya suatu kaum telah berijma‟
begini, jika mereka sudah sepakat kepadanya.

 Qiyas.
Qiyas adalah mempersamakan hukum peristiwa yang belum ada ketentuannya dengan
hukuman peristiwa yang sudah ada ketentuannya, karena antara kedua peristiwa tersebut
terdapat segi-segi persamaan. Para fuqaha‟ memperselisihkan kebolehan memakai Qiyas
untuk semua hukum-hukum syara‟ ada yang memperbolehkannya dengan alasan, bahwa
semua hukum-hukum syara‟masih termasuk dalam satu jenis juga, yaitu hukum syara‟.
Dan apabila salah satunya di tetapkan dengan Qiyas, maka terhadap yang lain juga bisa
ditetapkan dengan Qiyas. Menurut fuqaha‟ lainnya Qiyas tidak bisa di pakai untuk semua
hukum-hukum syara‟, sebab meskipun termasuk dalam satu jenis namun sebenarnya
terdapat perbedaan satu sama lain. Apa yang terdapat pada sebagiannya bukan berarti
boleh diterapkan pada lainnya sebab, boleh jadi masing-masing mempunyai ciri khas
tersendiri.
3. Bahwa tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat
kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak
yang mudarat, yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain,
tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani,
individual dan social.
 Pemeliharaan agama merupakan tujuan pertama hukum Islam. Sebabnya adalah
karena agama merupakan pedoman hidup manusia, dan di dalam agama Islam selain
komponen-komponen akidah yang merupakan pegangan hidup setiap Muslim serta
akhlak yang merupakan sikap hidup seorang muslim, terdapat juga syari‟at yang
merupakan jalan hidup seorang muslim baik dalam berhubungan dengan Tuhannya
maupun dalam berhubungan dengn manusia lain dan benda dalam masyarakat.
Karena itulah maka hukum Islam wajib melindungi agama yang dianut oleh
seseorang dan menjamin kemerdekaan setiap orang untuk beribadah menurut
keyakinan (agamanya).
 Pemeliharaan jiwa merupakan tujuan kedua dalam hukum Islam. Karena itu hukum
Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan
kehidupannya. Untuk itu hukum Islam melarang membunuh,
 Pemeliharaan akal sangat dipentingkan oleh hukum Islam, karena dengan
mempergunakan akalnya, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Tanpa akal, manusia tidak mungkin pula menjadi pelaku dan pelaksana
hukum Islam.
 Pemeliharaan keturunan, agar kemudian darah dapat dijaga dan kelanjutan umat
manusia dapat diteruskan, merupakan tujuan keempat hukum Islam. Hal ini tercermin
dalam hubungan darah yang menjadi syarat untuk mendapat saling mewarisi.
 Pemeliharaan harta adalah tujuan kelima hukum Islam. Menurut ajaran Islam, harta
adalah pemberian Tuhan kepada manusia, agar manusia dapat mempertahankan hidup
dan melangsungkan kehidupannya. Oleh karena itu, hukum Islam melindungi hak
manusia untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal dan sah serta
melindungi kepentingan harta seseorang, masyarakat dan Negara,
 Tujuan pokok adanya penghukuman dalam syari’at Islam adalah untuk: Pencegahan
(al radd wa al jazr) Perbaikan (al ‘ishlah) Pendidikan (al ta’dib) Sedangkan menurut
Abdul Qadir Audah, bahwa tujuan penghukuman dalam syari’at Islam adalah untuk
memperbaiki kondisi manusia, menjaga mereka dari kerusakan, mengeluarkan
mereka dari kebodohan, menunjukan mereka dari kesesatan, menghindarkan mereka
dari berbuat maksiat dan mengarahkan mereka agar menjadi manusia yang ta’at.

4. Unsur-Unsur Tindak Pidana Menurut Hukum Islam Perbuatan dapat dianggap sebagai
perbuatan pidana, bila dipenuhi unsur- unsurnya, yaitu:
1. Ada nas yang melarang disertai sanksi hukumnya. Unsur ini disebut unsur formil
(rukun syar’i).
2. Adanya perbuatan pidana. Unsur ini disebut unsur materiel (rukun madani).
3. Pelaku tindak pidana harus cakap hukum (mukalaf). unsur ini disebut unsur moril
(rukun adabi

5. Jinayah dibagi dalam 3 (tiga) aspek yaitu:


1) Jaraimul Qishash, adalah kejahatan yang dapat dikenai hukuman qishash atau diyat.
Qishash artinya balasan yang sepadan, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku
seperti perbuatan yang telah dilakukannya kepada korban. Misalnya hukuman bagi
pembunuh diqishash dengan cara dibunuh, hukuman bagi pelaku yang melukai yang
menyebabkan orang lain cacat diqishash seperti perbuatannya (misalnya : qishash
mata dengan mata, tangan dengan tangan, dan seterusnya. Qishash diatur dalam Al
Quran antara lain:
QS. Al Baqarah, 2:178
“Hai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang
yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, wanita
dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapatkan pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang
diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik
(pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksaan yang
pedih”.
Sedangkan Diyat adalah ganti rugi akibat dari suatu perbuatan pidana (jinayat).
Misalnya, orang yang membunuh dengan tidak sengaja dihukum dengan diyat berupa
memerdekakan hamba sahaya dan membayar 100 ekor unta kepada keluarga korban.

2) Jaraimul Had, adalah kejahatan yang dikenai had atau hudud.


3) Jaraimul Takzir, adalah kejahatan yang dapat dikenai takzir. Jenis dan hukumannya
sanksinya secara penuh ada pada wewenang penguasa (keputusan hakim) demi
terealiasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi pertimbangan
paling utama. Dalam penetapannya prinsip utama yang mejadi acuan penguasa adalah
menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari
kemadhorotan (bahaya), serta penegakannya harus sesuai dengan prinsip syar’i.
Misalnya takzir atas maksiat, kemaslahatan umum, pelanggaran terhadap lingkungan
hidup, pelanggaran lalu lintas, dan lain-lain.

6. Ditinjau dari berat ringannya hukuman yang dikenakan terhadap pelaku jinayah.Jinayah
dapat dibagi menjadi empat yaitu hudud, qishas, diat dan ta’zir, yang biasanya disebut
dengan istilah jarimah hudud, jarimah qishas diat dan jarimah ta’zir.Ahmad Hanafi
mengemukakan yang dimaksud dengan jarimah, adalah laranganlarangan syara’yang
diancam oleh Allah SWT dengan hukuman had dan ta’zir. Adapun Al-ahkam al-jinayah
dalam Islam untuk melindungi kepentingan dan keselamatan umat manusia dari ancaman
tindak kejahatan atau pelanggaran, sehingga tercipta situasi kehidupan yang aman dan
tertib

7. a) Kejahatan hudud adalah kejahatan yangpaling serius dan berat dalam hukum pidana
Islam.Ia adalah kejahatan terhadap kepentingan publik. Tetapi ini tidak berarti bahwa
kejahatan hududtidak mempengaruhi kepentingan pribadi sama sekali, namun, terutama
sekali, berkaitan dengan apa yang disebut hak Allah. Dengan demikian, kejahatan dalam
kategori ini dapat didefinisikan sebagai kejahatan yang diancam dengan hukuman hadd,
yaitu hukuman yang ditentukan sebagai hak Allah. Dalam definisi ini, hukuman yang
ditentukan, berarti bahwa baik kuantitas maupun kualitasnya ditentukan dan ia tidak
mengenal tingkatan. Menurut Mohammad Ibnu Ibrahim Ibnu Jubair, yang tergolong
kejahatan hudud ada tujuh kejahatan yaitu riddah(murtad), al- baghy(pemberontakan),
zina, qadzaf(tuduhan palsu zina), sarigah(pencurian), hirabah(perampokan), dan shurb al-
khamr(meminum khamar).

b) Qishash jatuh pada posisi di tengah antara kejahatan hududdan ta’zirdalam hal
beratnya. Kejahatan-kejahatan dalam kategori qishash ini kurang serius dibanding yang
pertama (hudud), namun lebih berat daripada yang berikutnya (ta’zir).Sasaran dari
kejahatan ini adalah integritas tubuh manusia, sengaja atau tidak sengajaia terdiri dari apa
yang di- kenal dalam hukum pidana modem sebagai kejahatan terhadap manusia atau
crimes against persons. Jadi, pembunuhan dengan sengaja, pembunuhan menyerupai
sengaja, pembunuhan karena kealpaan, penganiayaan, menimbulkan luka/sakit karena
kelalaian, masuk dalam kategori tindak pidana qishash ini.

8. 7 Tindak pidana dalam hokum islam, yaitu :


1) Zina
Hukuman untuk zina ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Hukuman bagi pelaku
zina yang belum menikah (ghoirumuhsan) didasarkan pada ayat Qur’an, Sedangkan
bagi orang yang sudah menikah (muhsan) hukumannya menurut para ahli hukum
Islam adalah rajam (dilempari batu) sampai mati.
2) Qadzaf (Menuduh Palsu Zina)
Dalam Islam, kehormatan merupakan satu hak yang harus dilindungi. Oleh sebab itu,
tuduhan zina yang tidak terbukti dianggap sangat berbahaya dalam masyarakat.Dalam
hukum Islam, perbuatan seperti ini masuk kategori tindak pidana hududyang diancam
dengan hukuman berat, yaitu 80 kali dera.
3) Shurb al-Khamr (Meminum Minuman yang Memabukkan).
Larangan meminum minuman memabukkan didasarkan pada ayat Qur’an, “Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan setan.Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.” (al-Maa’idah: 90)
4) As-Sariqah (Pencurian)
Dasar hukum penjatuhan sanksi bagi jarimah as-sariqahadalah firman Allah, “Laki-
laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah.Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.“(al-Maa’idah: 38).
Pencurian didefinisikan sebagai perbuatan mengambil harta orang lain secara diam-
diam dengan itikad tidak baik. Yang dimaksud dengan mengambil harta secara diam-
diam adalah mengambil barang tanpa sepengetahuan pemiliknya dan tanpa
kerelaannya, seperti mengambil barang dari rumah orang lain ketika penghuninya
sedang tidur.
5) AI-Hirabah (Perampokan/ Pengacau Keamanan)
sanksi bagi perampok menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, dan Imam Ahmad
berbeda-beda sesuai dengan perbuatannya.Bila hanya mengambil harta dengan paksa
dan tidak membunuh, maka sanksinya adalah potong.tangan dan kaki secara
bersilang.Bila hanya membunuh, tidak mengambil harta, maka sanksinya hukuman
matt. Menurut Imam Malik, sanksi hirabahini diserahkan kepada Imam untuk
memilih salah satu hukuman yangtercantum dalam ayat di atas sesuai dengan
kemaslahatan. Bagi pelaku yang mengambil harta dan membunuh maka hukumannya
menurut pendapat Imam Syafii, Imam Ahmad, dan Imam Zaidiyah adalah dihukum
mati lalu disalib.
6) Ar-Riddah(Murtad)
pendapat pakar hukum Islam tentang hukuman bagi pelaku riddahini.Syekh Mahmud
Syaltut menyatakan bahwa orang murtad itu sanksinya diserahkan kepada Allah,
tidak ada sanksi duniawi atasnya. Alasannya karena firman Allah dalam surat al-
Baqarah ayat 217 di atas hanya menunjukkan kesia-siaan amal kebaikan orang
murtad dan sanksi akhirat, yaitu kekal dalam neraka.
7) Al-Baghy(Pemberontakan)
Menurut ulama Hanafiyah, al-baghyudiartikan sebagai keluamya seseorang dari
ketaatan kepada imam yang sah tanpa alasan. Ulama Syafi’iyah berkata,
“Pemberontakan adalah orang-orang muslim yang menyalahi imam dengan cara tidak
menaatinya dan melepaskan diri darinya atau menolak kewajiban dengan memiliki
kekuatan, memiliki argumentasi, dan memiliki pemimpin.

9. ASAS-ASAS DALAM HUKUM PIDANA ISLAM


1) Asas Legalitas dalam Hukum Pidana Islam Asas legalitas biasanya tercermin dari
ungkapan dalam bahasa Latin: NullumDeliktumNullaPoena Sine PraeviaLegePoenali
(tiada delik tiada hukuman sebelum ada ketentuan terlebih dahulu). Asas ini
merupakan suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas
aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini melindungi dari
penyalahgunaan kekuasaan atau kesewenang-wenangan hakim, menjamin keamanan
individu dengan informasi yang boleh dan yang dilarang.Setiap orang harus diberi
peringatan sebelumnya tentang perbuatan-perbuatan illegal dan hukumannya.

2) Asas Tidak Berlaku Surut


dalam Hukum Pidana Islam Asas ini melarang berlakunya hukum pidana ke
belakang, kepada perbuatan yang belum ada aturannya. Hukum pidana harus berjalan
ke depan. Pelanggaran terhadap asas ini mengakibatkan pelanggaran terhadap hak
asasi manusia.Contoh dari pelaksanaan asas ini adalah pelarangan praktik yang
berlaku di antara bangsa Arab pra-Islam.

3) Asas Praduga Tak Bersalah


Suatu konsekuensi yang tidak bisa dihindarkan dari asas legalitas adalah asas praduga
tidak bersalah.(principle of lawfullness). Menurut asas ini, semua perbuatan dianggap
boleh, kecuali dinyatakan sebaliknya oleh suatu nash hukum.Selanjutnya, setiap
orang dianggap tidak bersalah untuk suatu perbuatan jahat, kecuali dibuktikan
kesalahannya pada suatu kejahatan tanpa ada keraguan.Jika suatu keraguan yang
beralasan muncul, seorang tertuduh harus dibebaskan.

4) Tidak Sahnya Hukuman karena Keraguan


Berkaitan erat dengan asas praduga tak bersalah di atas adalah batalnya hukuman
karena adanya keraguan (doubt).Nash hadits jelas dalam hal ini: “Hindarkanhudud
dalam keadaan ragu, lebih baik salah dalam membebaskan daripada salah dalam
menghukum.”Menurut ketentuan ini, putusan untuk menjatuhkan hukuman harus
dilakukan dengan keyakinan, tanpa adanya keraguan.
5) Prinsip Kesamaan di Hadapan Hukum
Pada masa jahiliyah, tidak ada kesamaan di antara manusia. Tidak ada kesamaan
antara tuan dan budak, antara pemimpin dan rakyat biasa, antara si kaya dan si
miskin, antara pria dan wanita. Dengan datangnya Islam, semua pembedaan atas
dasar ras, warna, seks, bahasa, dan sebagainya dihapuskan.

Anda mungkin juga menyukai