BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syariat Allah yang terkandung
dalam
kitab
Al-Quran
dan
Sunnah
Rasulullah
SAW.
Setiap orang
yang
1.3. Tujuan
a. Mengetahui tujuan pensyariatan hukum Islam
b. Mengetahui prinsip-prinsip dalam pensyariatan hukum Islam
Qardhawi, Yusuf. 1993. Malamih Al-Mujtama Al-Muslim Alladzi Nansyuduhu, Kairo: Maktabah Wahbah hal.
151
Artinya : Dan tidaklah kami utus engkau melainkan sebagai rahmat untuk semesta alam.
(Al-Anbiya[21]: 107)
Ada satu kaidah umum yang berkaitan dengan tujuan umum syari, yaitu bahwa
tujuan umum syari dalam mensyariatkan hukum, ialah merealisir kemaslahatan manusia
dalam kehidupan ini, menarik keuntungan untuk mereka, dan melenyapkan bahaya dari
mereka4.
5
6
Koto, Alaiddin. 2012. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada hal. 49
Khallaf, Abdul Wahhab. Op. Cit. hal. 333
Artinya: dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah[2]: 179)
Dan untuk memelihara akal, Islam mensyariatkan mengharamkan khomr (arak =
jenis minuman keras) dan setiap yang memabukkan, memidana orang yang
meminumnya, atau menggunakan jenis apa saja yang dapat merusak akal.
Untuk memelihara keturunan atau kehormatan, Islam mensyariatkan had (dera)
bagi lelaki atau perempuan yang berzina. Juga had bagi al-qodzif (penuduh berbuat
zina). Islam juga melarang kita untuk berzina.
Untuk memelihara harta, Islam menetapkan hukuman potong tangan bagi pencuri.
Selain itu, Islam juga menyuruh umatnya untuk berupaya mencari dan mendapatkan
harta melalui cara-cara yang halal. Islam juga memberi had (dera) kepada pencuri lelaki
atau perempuan, mengharamkan penipuan, khianat dan memakan harta manusia secara
bathil.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Islam mensyariatkan beberapa hukum dalam
berbagai bab ibadah, muamalah, dan uqubah (pidana), dengan tujuan menjamin
keperluan pokok manusia dengan cara mewujudkan, memelihara, dan menjaganya.
b. Kebutuhan Hajiyat
Kebutuhan hajiyat adalah segala sesuatu yang sangat dihajatkan oleh manusia
untuk menghilangkan kesulitan dan menolak segala halangan. Artinya: ketiadaan aspek
hajiyat ini tidak sampai mengancam eksistensi kehidupan manusia menjadi rusak,
melainkan hanya sekadar menimbulkan kesulitan dan kesukaran saja 7.
Implementasinya dapat dirupakan digolongkan dalam tiga macam ketentuan, yaitu
ibadah, muamalat dan pidana. Dalam hal ibadah, Islam memberi keringanan
(rukhshah) bila seorang mukallaf mengalami kesulitan dalam menjalankan suatu
kewajiban ibadahnya. Islam membolehkan berbuka pada siang bulan Ramadhan bagi
... ...
Artinya: Allah tidak hendak menyulitkan kamu, ... (Q.S. Al-Maidah[3]: 6)
... ...
Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu(Q.S. Al-Baqarah[2]: 185).
c. Kebutuhan Tahsiniyat
Kebutuhan tahsiniyat adalah tindakan atau sifat-sifat yang pada prinsipnya
berhubungan dengan al-mukarim al-akhlaq (budi pekerti mulia), serta pemeliharaan
tindakan-tindakan utama dalam bidang ibadah, dat dan muamalat. Ketiadaan aspek ini
akan menimbulkan suatu kondisi yang kurang harmonis dalam pandangan akal sehat
dan adat kebiasaan, menyalahi kepatutan, sopan santun, dan menurunkan martabat
pribadi atau masyarakat.
Artinya: Sesungguhnya Allah SWT itu suci. Dia tidak menerima kecuali sesuatu yang
suci/baik.
Perlu ditegaskan bahwa ketiga jenis kebutuhan manusia (dharuriyat, hajiyat, dan
tahsiniyat) di atas, dalam mencapai kesempurnaan kemaslahatan yang diinginkan
syara sulit untuk dipisahkan satu sama lain. Intinya ketiganya memiliki peranan
penting dan saling melengkapi dalam haltercapainya tujuan syari dalam pensyariatan
hukum Islam9.
Rosyada, Dede. 1993. Hukum Islam dan Pranata Sosial. Jakarta: CV Rajawali hal. 29
Koto, Alaiddin. 2012. Op.Cit. hal. 52
...
Artinya :
dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Q.S. Al-Haj[22]: 78)
Sedangkan ada 3 prinsip lain selain 2 prinsip pokok yang telah disebutkan, yaitu:
a. Menyedikitkan beban
10
11
12
13
Djamil, Fatchurrahman. 1999. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu hal. 68
Ibid. hal. 69
,
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya". (Q.S. Al-Baqarah[2]: 219).
Dan ayat di atas tidak menjelaskan tuntutan untuk meninggalkannya, meskipun
dengan ayat ini seseorang yang jiwanya dalam lagi mengetahui rahasia tasyri akan
memahaminya, karena sesuatu yang banyak dosanya, sesuatu itu haram dilakukannya
karena perbuatan-perbuatan itu hanya mengandung keburukan-keburukan sematamata, sedang tempat berputarnya pengharam dan penghalalnya adalah memenangkan
kebaikan atas keburukan. Kemudian Allah menurunkan titahnya yang mengatakan
bahwa kepada mereka yang mabuk dilarang untuk solat. Allah berfirman :
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari
tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
(Q.S. An-Nisa[4]: 43)
P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 10
Larangan ini tidaklah membatalkan kepada yang pertama bahkan yang
menguatkannya. Kemudian Al-Quran menjelaskan larangan sebagai keputusan secara
tegas kepada suatu hukum, dengan firman Allah,
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.
hendak
menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu,
dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu). (Q.S. Al-Maidah[5]: 90-91).
Begitulah Islam mensyariatkan sebuah hukum perbuatan atas dasar bertahap.
c. Mewujudkan keadilan yang merata
Keadilan memiliki beberapa arti. Secara bahasa, keadilan adalah meletakkan
sesuatu pada tempatnya (wadl al-syai fi mahallihi). Salah satu keistimewaan syariat
Islam adalah memiliki corak yang generalistik, datang untuk semua manusia untuk
menyatukan urusan dalam ruang limgkup kebenaran dan memadukan dalam kebaikan.
Menurut syariat Islam, semua orang memiliki derajat atau kedudukan yang sama.
Penguasa tidak terlindung kekuasaannya ketika ia berbuat kedzaliman. Orang kaya dan
orang berpangkat tidak terlindung oleh harta dan pangkat ketika yang bersangkutan
berhadapan dengan pengadilan. 14
Dalam khutbah haji wada yang pengikutnya hampir seluruhnya orang
berkebangsaan Arab, rasul bersabda: Tidak ada perbedaan antara orang Arab dan
orang ajam.
Salah satu dalil tentang keadilan adalah firman Allah SWT,
14
Ibid. hal. 73 dikutip dari Ahmad Hanafi, M.A. 1991. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Bulan
Bintang hal. 29
P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 11
Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S.
Al-Maidah[5]: 8)
P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
1. Bahwa tujuan pensyariatan hokum Islam adalah terpenuhinya 3 kebutuhan manusia
yang menunjukkan atas kemaslahatan umat manusia, yaitu kebutuhan dhoruriyat
(primer), hajiyat (sekunder), dan tahsiniyat (pelengkap). Ketiganya harus berimbang
bila ingin adanya sebuah kemaslahatan yang sempurna dalam sebuah hukum.
2. Adapun prinsip pensyariatan hukum Islam ada beberapa prinsip, yaitu prinsip meraih
kemaslahatan dan menolak kemafsadatan, memberikan kemudahan dan menolak
kesukaran, menyefikitkan beban, ditetapkan secara bertahap, dan merujudkan keadilan
yang nyata.
P e n s y a r i a t a n H u k u m I s l a m | 13
DAFTAR PUSTAKA
Djamil, Fatchurrahman. 1999. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Khallaf, Abdul Wahhab. 1989. Kaidah-kaidah hukum Islam : (Ilmu Ushulul Fiqh). Jakarta:
Rajawali
Koto, Alaiddin. 2012. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Qardhawi, Yusuf. 1993. Malamih Al-Mujtama Al-Muslim Alladzi Nansyuduhu, Kairo:
Maktabah.
Rosyada, Dede. 1993. Hukum Islam dan Pranata Sosial. Jakarta: CV Rajawali
Yahya, Mukhtar dan Fatchurrahman. 1993. Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami.
Bandung: Al-Maarif
Zahrah, Abu. 1994. Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus
http://rifkygr.blogspot.com/2013/06/makalah-tarikh-tasyri-prinsip-prinsip.html diakses pada 1
Oktober 2014 pukul 7:30