FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SAHID JAKARTA
Nama : Muhammad Fhadillah Putra
NPM : 2019510025
Mata Kuliah : Hukum Islam
Kelas : 1PPA
Dosen : Dr. Wahyu Nugroho, SH., MH
3. AHKAMUL KHOMSAH
Dalam hukum Islam dikenal dengan istilah ahkamul khamsah (5 hukum syara).
-Pertama, jaiz atau mubah, yaitu sesuatu perbuatan yang dibolehkan untuk memilih dikerjakan atau
ditinggalkan. Contoh makan dan minum bebas dilakukan waktunya.
-Kedua, Sunnah (mandub) adalah sesuatu perbuatan yang dianjurkan oleh Allah atau RasulNya
kepada manusia yang sudah dewasa (aqil baliqh). Yang mengerjakan dapat pahala, yang tidak
mengerjakan tidak berdosa. Contoh shalat traweh.
-Ketiga, makruh, adalah sesuatu perbuatan jika dilakukan tidak berdosa, akan tetapi mendapat
pahala jika ditinggalkan. Contoh, tidur pagi sesudah shalat Subuh, makan dan minum berdiri.\
-Keempat, haram, yaitu larangan keras untuk dikerjakan. Kalau dikerjakan berdosa, dan dikenakan
hukuman. Jika tidak dikerjakan dapat pahala.
Contoh berzina, mencuri, membunuh dan sebagainya.
-Kelima, wajib, yaitu sesuatu yang diperintahkan oleh Allah atau RasulNya untuk dikerjakan.
Dikerjakan dapat pahala, ditinggalkan berdosa dan mendapat hukuman.
Contoh perintah berpuasa, shalat 5 waktu, Bayar zakat.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka
dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)
Contoh lainnya dari Bayan at-Taqrir adalah terkait perintah sholat. Allah SWT berfirman,
“Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
(QS. 4/An-Nisa`: 103)
“Bacalah Kitab (Al-Quran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah
sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan juga mungkar.” (QS. 29/Al-
Ankabut: 45).
Dalam dua ayat diatas Allah SWT tidak memberikan penjelasan tentang jumlah rakaat didalam
shalat dan juga bagaiman tata cara pelaksanaannya. Maka dari itu Rosulullah SAW menjelaskan
dengan berupa perbuatan/praktek ataupun dengan perkataan. Rasulullah SAW bersabda, ” Sholatlah
kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat. ” (HR. Bukhori).
Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni sebagai Bayan At-Tafsir atau hadits
berfungsi untuk menafsirkan isi Al-Qur’an.
Fungsi hadist sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi Al-Qur’an
yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat
yang bersifat mutlak (taqyid). Contoh hadist sebagai bayan At- tafsir adalah penjelasan nabi
Muhammad SAW mengenai hukum pencurian.
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan
pencuri tersebut dari pergelangan tangan”
َِّارقَةُ فَا ْقطَعُوْ ااَ ْي ِد يَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكاالً ِمنَ هللا ُ َّار
ِ ق َوالس ِ َوالس
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” (QS.Al-Maidah:38)
Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong
tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW memberikan batasan bahwa yang
dipotong dari pergelangan tangan.
3. Bayan At-Tasyri’ (Memberi Kepastian Hukum Islam yang Tidak Terdapat dalam Al-
Qur’an)
Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni adalah sebagai Bayan At-Tasyri’, yang
dimana hadits sebagai pemberi kepastian hukum atau ajaran-ajaran islam yang tidak dijelaskan
dalam Al-Qur’an. Biasanya Al-Qur’an hanya menjelaskan secara general, kemudian diperkuat dan
dijelaskan lebih lanjut dalam sebuah hadits. Sebagaimana contohnya hadist mengenai zakat fitrah,
dibawah ini:
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sha’
kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”(HR.
Muslim).
Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni sebagai Bayan Nasakh atau mengganti
ketentuan terdahulu. Secara etimologi, An-Nasakh memiliki banyak arti diantaranya at-taqyir
(mengubah), al-itbal (membatalkan), at-tahwil (memindahkan), atau ijalah (menghilangkan).
Para ulama mendefinisikan Bayan An-nasakh berarti ketentuan yang datang kemudian dapat
menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan
lingkungannya dan lebih luas.
Untuk fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih terjadi perdebatan di kalangan ulama. Para
ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan menasakh al-Qur’an dengan segala hadits
walaupun hadits ahad.
Kelompok Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa harus matawatir.
Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat hadist harus mutawatir. Selain
itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh bukanlah fungsi hadist.
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa” (QS.Al-Baqarah:180)
-MENCURI
ِ َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا َأ ْي ِديَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِمنَ هَّللا ِ َوهَّللا ُ ع
َزي ٌز َح ِكي ٌم ُ َّار
ِ ق َوالس ِ َوالس
Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Maidah: 38).
Hukuman dengan memotong tangan orang yang mencuri bukti bahwa mencuri adalah perbuatan
yang sangat dilarang dalam Islam. Dalam hadis bahkan orang yang mencuri akan dilaknat.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لعن هللا السارق يسرق البيضة فتقطع يده ويسرق الحبل فتقطع يده
Artinya: “Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur, lalu di lain waktu ia dipotong
tangannya karena mencuri tali.” (HR. Bukhari no. 6285).
-BERZINA
Zina merupakan sebuah tindakan yang dilarang oleh Allah SWT. Tindakan yang termasuk dosa
besar ini apabila tetap dilaksanakan akan mendapatkan balasan pedih dari Allah SWT sebagaimana
yang tertulis dalam firman Allah di surat ayat 68-69.
"Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina,
barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya)
(68) (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab
itu, dalam keadaan terhina (69)." (QS Al-Furqan: 68-69).