Anda di halaman 1dari 15

Disusun oleh:

Kelompok 2
*
Jinayah adalah perbuatan yang diharamkan atau
dilarang karena dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan
agama, jiwa, akal atau harta benda.
Kata jinayah berasal dari kata jana-yajni yang berarti
akhaza (mengambil) atau sering pula diartikan kejahatan,
pidana atau kriminal.
Istilah lain yang sepadan dengan istilah jinayah adalah jarimah,
yaitu larangan-larangan syara yang diancam Allah dengan
hukuman had atau tazir.

Dari Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah


Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak halal darah
seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
bahwa aku adalah Utusan Allah, kecuali salah satu dari tiga orang:
janda yang berzina, pembunuh orang dan orang yang
meninggalkan agamanya berpisah dari jama'ah." Muttafaq Alaihi.
*

Perbuatan-perbuatan manusia dapat dikategorikan


sebagai jinayah jika perbuatan-perbuatan tersebut diancam
hukuman. Karena larangan-larangan tersebut dari syara,
maka larangan-larangan tadi hanya ditujukan kepada orang-
orang yang berakal sehat.
Perbuatan-perbuatan yang dilakukan anak kecil atau
orang gila tidak dapat dikategorikan sebagai jinayah, karena
tidak dapat menerima khithab atau memahami taklif.
Jinayat hudud yaitu hukum dengan aturan tertentu terhadap
tindak kejahatan atau maksiat, untuk mencegah tindak serupa yang
kedua kalinya.

Yang termasuk dalam jinayat hudud adalah:


a.Zina
b.Qodzaf
c.Minum khomr
d.Mencuri
e.Merampok
f.Pemberontakan
g.Murtad
a.Pembunuhan sengaja.
Yaitu dilakukan oleh yang membunuh guna membunuh orang
yang dibunuhnya dengan perkakas yang biasa dapat digunakan untuk
membunuh orang.

b.Pembunuhan semi sengaja.


Yaitu pembunuhan yang tidak direncanakan, yang terjadi karna
unsur kekeliruan dan ketidak sengajaan.

c.Pembunuhan karena kesalahan.


Yaitu pembunuhan yang tidak direncanakanyang terjadi seolah-
olah disengaja, maksudnya, seseorang bermaksud memukul, atou
melukaidengan suatu alat yang bukan alat-alat senjata yang digunakan
untuk membunuh.
Jarimah tazir ini dibagi menjadi tiga bagian :
a.Jarimah hudud atau qishah/diyat yang syubhat atau tidak
memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat, misalnya percobaan
pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan
pencurian aliran listrik.
b.Jarimah-jarimah yang ditentukan al-quran dan al-hadits, namun
tidak ditentukan sanksinya, misalnya penghinaan, saksi palsu, tidak
melaksanakan amanat dan menghina agama.
c.Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh ulul amri untuk
kemashlahatan umum. Dalam hal ini, nilai ajaran islam di jadikan
pertimbangan penentuan kemashlahatan umum.
*

Pada awal sejarah Islam, undang-undang hukum pidana


langsung merujuk kepada petunjuk al-Quran dan as-Sunnah. Di
samping itu, Nabi Muhammad Saw. juga bertindak sebagai hakim yang
memutuskan perkara yang timbul dalam masyarakat. Dalam perkara
pidana, Nabi Saw. memutuskan bentuk hukuman terhadap pelaku
perbuatan pidana sesuai dengan wahyu Allah. Setelah Nabi Saw. wafat,
tugas kepemimpinan masyarakat dan keagamaan dilanjutkan oleh al-
Kulafaar-Rasyidun sebagai pemimpin umat Islam, yang memegang
kekuasaan sentral. Masalah pidana tetap dipegang oleh khalifah sendiri.
Pada era Bani Umayyah (661-750) peradilan dipegang oleh
khalifah. Untuk menjalankan tugasnya, khalifah dibantu oleh ulama
mujtahid. Berdasarkan pertimbangan ulama, khalifah menentukan
putusan peradilan yang terjadi dalam masyarakat. Undang-undang
hukum pidana yang mula-mula dikodifikasi adalah pada masa
pemerintahan Sultan Mahmud II (1785-1839) pada tahun 1839 di bawah
semangat Piagam Gulhane. Dalam undang-undang ini ditentukan bahwa
setiap perkara yang besar, putusannya harus mendapat persetujuan
Sultan. Undang-undang ini kemudian diperbarui pada tahun 1851 dan
disempurnakan pada tahun 1858. Undang-undang hukum pidana ini
disusun berdasarkan pengaruh hukum pidana Perancis dan Italia.
Undang-undang hukum pidana ini tidak memuat ketentuan hukum
pidana Islam, seperti kisas terhadap pembunuhan, potong tangan
terhadap pencurian, dan hukuman rajam atas tindak pidana zina.
Perumusan undang-undang hukum pidana diikuti oleh Libanon.
Diawali dengan pembentukan sebuah komisi yang bertugas membuat
rancangan undang-undang hukum pidana pada tahun 1944. Dalam
penyusunannya, Libanon banyak mengadopsi undang-undang hukum
pidana Barat seperti Perancis, Jerman dan Swiss.
Undang-undang hukum pidana Libanon menjiwai undang-undang
hukum pidana Suriah. Perumusannya diawali dengan pembuatan komisi
untuk membuat rancangan undang-undang hukum pidana Suriah pada
tahun 1949. Pada tanggal 22 Juni 1949 berdasarkan Penetapan
Pemerintah No. 148 rancangan tersebut disahkan menjadi undang-
undang hukum pidana dan dinyatakan efektif berlaku pada bulan
September 1949.
*
Hukum Pidana Islam adalah hukum yang mengatur tindak
pidana, akan tetapi hukum pidana Islam dipandang sebagai hukum yang
tidak berkembang dan telah mati karena menyajikan qisash dan hudud
yang dianggap sebagai hukuman sadis dan tidak manusiawi. , tidak
semua negara Islam atau negara yang basis konstitusinya syariah, seperti
Mesir, Yordania, Syiria, Tunisia, Maroko, tidak mengadopsi hukum
rajam, tidak ada hukum cambuk, karena mereka mengadopsi syariah
bukan dalam bentuk hukumnya tapi dalam bentuk esensinya, nilai-nilai
universal yang lebih mengutamakan keadilan, bukan dalam bentuk
formal hukumnya. Jadi, kalau Indonesia mengadopsi hukum rajam, itu
aneh karena Indonesia bukan negara Islam. Yang agama Islam saja tidak
mengadposinya.
*
1. Mengandung prinsip bahwa melakukan tindakan kriminal atau suatu
tindakan yang dapat merugikan orang lain sangat lah tidak baik dan
sangat tidak disukai oleh Allah. Oleh karena itu, perbuatan tersebut
harus di tinggalkan.
2. Dengan mempelajari jinayah dan hudud, maka kita akan mengetahui
macam- macam tindakan kriminal dan hukumnya.
3. Dapat mempertebal rasa persaudaraan, karena perbuatan yang dapat
merugikan orang lain sangat di benci oleh Allah SWT.
4. Dapat mengingatkan kita akan adab dalam bergaul di masyarakat.
5. Dapat mempertebal rasa keimanan kepada Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai