Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS JARIMAH PENCURIAN BERDASARKAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM

PIDANA ISLAM

Fathan Muhamad Nurrahman1


Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
e-mail:

Abstrak

Jarimah identik dengan arti pelanggaran atau tindak pidana. Salah satu jenis jarimah
adalah tindakan pencurian. Pencurian merupakan salah satu tindak kejahatan
terhadap manusia yang tertera pada BAB XXII Buku II Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan hukum pidana islam (Fiqih
Jinayah) adalah adalah sistem hukum yang mengatur tindak pencurian terutama dakam
kehidupan masyarakat dan menjadi sebuah perlindungan pada hak pada harta atau benda
yang dimiliki oleh masyarakat. Sehingga tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah untuk
memberikan pemahaman tentang jarimah pencurian, unsur-unsur yang terlibat didalamnya,
dan sanksi atau hukum pidana dan hukum pidana islam pada tindak pencurian. Adapun Jenis
penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kualitatif Library Research (peneliti
pustaka).

Kata Kunci: Jarimah Pencurian, Hukum Pidana, Hukum Pidana Islam

Abtract

Keywords:

Pendahuluan
Pencurian merupakan suatu perbuatan yang dilarang, baik dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP), maupun di dalam hukum pidana Islam1, sehingga
pencurian termasuk perbuatan tercela, berdosa, mengganggu kepentingan orang lain dan
bertentangan dengan tujuan pensyari’atan Islam 2. Oleh karena itu, agama Islam
mengajarkan kepada manusia untuk mencari harta sekuat tenaga dalam bekerja karena
Islam memuat seperangkat aturan dalam hal memperoleh harta. setiap orang yang
melakukan pelanggaran berupa pencurian akan dikenai tindak pidana atau jarimah.
Tindak pidana pencurian merupakan salah satu bentuk pelanggaran norma agama
dan norma hukum yang menjadi pokok atau dasar di kehidupan masyarakat 3.
Perbuatan manusia yang dinilai sebagai pelanggaran atau kejahatan kepada sesamanya,
baik pelanggaran tersebut secara fisik atau nonfisik, seperti membunuh, menuduh atau

1
Ishaq, 2017, Perbandingan Sanksi Pidana Pencurian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan
Hukum Pidana Islam , Al-Risalah, Jambi, hlm. 1.
2
Mardani, 2008, Sanksi Potong Tangan Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dalam Perspektif Hukum
Islam, Jurnal Hukum, Jakarta, hlm. 1.
3
Lubis Dipo Syahputra, 2013, Perbandingan Tindak Pidana Pencurian menurut Hukum Pidana Nasional
dan Hukum Pidana Islam, Sumatera Utara, hlm.5.
memfitnah maupun kejahatan terhadap harta benda lainnya, dibahas dalam jinayah.
Pembahasan terhadap masalah yang sama dalam ilmu hukum, dinamai hukum pidana.
Undang-Undang Hukum Pidana menjelaskan bahwa pencurian adalah bentuk kejahatan
terhadap harta benda, dan bentuknya lainnya, yakni pencurian biasa yang terdapat
dalam Pasal 362 KUHP. Pencurian berkualifikasi tercantum dalam Pasal 363 KUHP.
Pencurian ringan yang tercantum dalam Pasal 364 KUHP. Pencurian dengan kekerasan
yang biasa disebut perampokan di atur dalam Pasal 365 KUHP, dan pencurian dalam
keluarga yang tercantum dalam Pasal 367 KUHP merupakan tindak pidana aduan.
Sanksi pencurian tersebut dipadana penjara yang berbeda-berbeda 4.
Kasus ini semakin meningkat di lingkungan masyarakat terutama diakibatkan oleh
semakin memburuknya bidang ekonomi dikalangan menengah kebawah kemudian
seringnya terjadi kenaikan harga barang dan inflasi yang cukup tinggi sedangkan
pembagian pendapatan bagi masyarakat tidak merata, dan juga tingginya angka
pengangguran yang disebabkan oleh sulitnya mendapatkan pekerjaan 5. Selain itu,
terdapat faktor pendukung lainnya yakni pengaruh lingkungan yang sangat kuat, adanya
kesempatan untuk melakukan tindak pidana tersebut, kurangnya kesadaran terhadap
hukum dari si pelaku serta dapat disebabkan oleh faktor sosial lainnya ataupun
lingkungan keluarga yang memang terkesan tidak peduli.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pembahasan artikel ini dimaksudkan
untuk mendiskripsikan sanksi pidana pencurian dalam Kitab Undang Undang Hukum
Pidana dan Hukum Pidana Islam. Metode penulisan makalah ini adalah deskriptif
analisis, yaitu menguraikan gambaran dari data yang diperoleh dan menghubungkannya
satu sama lain untuk mendapatkan suatu kejelasan perbedaan sanksi pidana pencurian di
dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam yang disertai
dengan dalil yang memadai. Kemudian akan dilakukan suatu analisis secara mendalam,
sehingga diharapkan dapat ditemukan suatu jawaban yang komprehensif. Pengupulan
data dilakukan secara library research, dengan mempelajari tulisan ilmiah lainnya yang
berkaitan dengan pokok masalah6.
Pembahasan
1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian
Pengertian Pencurian secara Etimologis yaitu, pencurian asal kata dari
saraqa yasriqu-saraqan, wa sariqan wa saraqatan, wa sariqatan wa sirqatan,
yang berarti mengambil sesuatu secara sembunyi-sembunyi atau secara terang-
terangan7. Adapun menurut istilah, mencuri adalah mengambil harta yang

4
Ishaq, 2017, Perbandingan Sanksi Pidana Pencurian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan
Hukum Pidana Islam , Al-Risalah, Jambi, hlm. 1.
5
Rian Prayudi Saputra, 2019, Perkembangan Tindak Pencurian di Indonesia, Jurnal Pahlawan, hlm. 2.
6
Ishaq, Kontribusi konsep jarimah zina dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia, dalam Jurnal
Ijtihad, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 14, No. 1 Juni 2014, (Salatiga: Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, 2014), hlm. 84
7
Fuad Irfan al-Gustami, Munjid Al Tulab, Libanon (Dar Al Masyriq), Cet. 33, 1957, hlm. 315
terjaga dan mengeluarkan dari tempat penyimpanannya tanpa ada kerancuan
(syubhat) di dalamnya dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi8. Dalam
bukunya, Sayid Sabiq berpendapat bahwa yang dimaksud mencuri adalah
mengambil hak orang lain tanpa ada yang mengetahuinya atau secara sembunyi-
sembunyi. Mencuri adalah mengambil milik orang lain dengan tidak hak untuk
dimilikinya tanpa sepengetahuan pemiliknya. Kemudian ada juga pengertian
umum mencuri berarti mengambil sesuatu barang secara sembunyi-sembunyi,
baik yang melakukan itu anak kecil atau orang dewasa, baik yang dicuri itu
sedikit atau banyak, dan barang yang dicuri itu disimpan di tempat yang wajar
untuk menyimpan atau tidak.
Dari beberapa pendapat di atas, maka yang dimaksud mencuri yaitu
mengambil hak dari harta orang lain yang terjaga atau tidak dari tempat
penyimpanannya, dengan cara sembunyi-sembunyi dan harta tersebut tidak
syubhat. Mencuri hukumnya adalah haram, dan dalam hadits dikatakan bahwa
mencuri merupakan tanda hilangnya keimanan seseorang. Adapun tindakan ini
akan menimbulkan beberapa bentuk pelanggaran baik secara hukum maupun
agama. pelanggaran tersebut lebih dikenal dengan istilah jarimah.
Pengertian jarimah terdapat pada Fiqih jinayah sebagaimana
dikemukakan oleh imam Al Mawardi adalah sebagai berikut:

“Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam


oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zir”
Jarimah memiliki arti yang sama dengan jinayah. Menurut Abdul Qadir Audah
pengertian jinayah adalah sebagai berikut:

“Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik
perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, dan lainnya.”
Jadi pengertian jinayah adalah semua perbuatan yang diharamkan.
Perbuatan yang diharamkan adalah tindakan yang dilarang atau dicegah oleh
syara’ (Hukum Islam). Apabila dilakukan perbuatan tersebut mempunyai
konsekuensi membahayakan agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta benda 9.
Jarimah itu sebenarnya sangat banyak macam dan ragamnya, akan tetapi, secara
garis besar dapat dibagi dengan meninjaunya dari beberapa segi. Ditinjau dari
segi berat ringannya hukuman, jarimah dapat dibagi kepada tiga bagian antara
lain: jarimah qisâs/diyat, jarimah hudud, dan jarimah ta'zir.

8
Rizka Umami, Makalah: Mencuri dalam Syari’at Islam (https://zkamiye.blogspot.com), 17 Juni 2013
9
Syayidah Nur Amaliyah Alfi, 2020, Unsur-Unsur Pidana Islam, Surabaya, Hlm.4.
2. Unsur-Unsur Jarimah Pencurian
Abdul Qadir Audah menjelaskan bahwa unsur-unsur umum untuk
jarimah itu ada tiga macam10:
a. Unsur formal, yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang perbuatan dan
mengancamnya dengan hukuman.
b. Unsur material, yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik
berupa perbuatan nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat (negatif).
c. Unsur moral, yaitu bahwa pelaku adalah orang mukallaf yakni orang yang
dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukannya.
Ketiga unsur tersebut harus terpenuhi ketika menentukan suatu perbuatan untuk
digolongkan kepada jarimah. Di samping unsur-unsur umum, terdapat unsur-
unsur yang lebih sfesifik yaitu:
a. Mengambil barang secara diam-diam;
b. Yang diambil itu berupa harta/barang yang kongkret;
c. Yang diambil itu berupa barang yang berharga;
d. Yang diambil itu harta milik orang lain;
e. Dengan sengaja untuk memiliki barang tersebut.
Penjelasan dari semua unsur tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Mengambil barang secara diam-diam
Pengambilan secara diam-diam, menurut Wahbah Az-Zuhaili, berpendapat
bahwa si pencuri menganggap atau menduga bahwa si pemilik rumah rumah
tidak mengetahui kedatangan dan keberadaannya11. Jika dilakukan secara terang-
terangan dan melakukan kekerasan maka tidak disebut dengan pengertian ini
melainkan perampokan karena ia keluar dengan tujuan mengambil harta dengan
kekerasan.
b. Yang Diambil Itu Berupa Harta/Barang Yang Kongkret
Menurut H. Ahmad Wardi Muslich, menjelaskan bahwa harta yang berupa
benda bergerak apabila benda tersebut bisa dipindahkan dari satu tempat ke
tempat yang lain12. Artinya, dapat dipindah tangankan disimpan ditempat yang
layak karena barang tersebut sangat berharga bagi pemiliknya.
c. Yang Diambil Berupa Barang yang Berharga.
Barang yang berharga, yaitu barang yang memiliki nilai sehingga pemilik
barang menyimpannya di tempat tertentu, yang dianggap aman dan mencapai
nisab.

d. Yang Diambil Harta Milik Orang Lain


10
Fitrotul Umam, 2019, Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pencurian Yang Dilakukan Penyandang
Disabilitas, Surabaya, hlm.22.
11
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 7, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, dkk,
(Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 369.
12
H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta:Sinar Grafika, 2005), hlm. 84
Harta milik orang lain adalah harta yang bukan menjadi baginya. Seperti
misalnya, uang yang seharusnya diterimanya adalah sebesar Rp. 100.000, tetapi
ia mengambil uang Rp. 150.000, itu berarti uang sebesar Rp. 50.000 adalah hasil
curian, karena itu bukan uang miliknya.
e. Dengan Sengaja Untuk Memiliki Barang Tersebut
Jika pengambilan barang diambil secara sengaja oleh si pelaku, maka hal
tersebut dikatakan sebagai tindakan pencurian. akan tetapi, jika tidak ada unsur
kesengajaan meskipun barang yang diambil menvcapai batas nasab, maka hal
tersebut tidak dikatakan sebagai jarimah pencurian tetapi dikatakan sebagai
kelalaian.
Adapun menurut KUHP unsur-unsur pencurian terdiri dari dua jenis yaitu
unsur subjektif dan unsur objektif
a. Unsur subjektif
Met het oogmerk het zich wederrechtlijk toe te eigenen atau dengan maksud untuk
menguasai benda tersebut secara melawan hukum.
b. Unsur objektif
1. hij atau barangsiapa
2. wegnemen atau mengambil Perbuatan mengambil itu telah selesai, apabila
benda tersebut telah berada di tangan si pelaku walaupun seandainya benar
bahwa ia kemudian telah melepaskan kembali benda tersebut karena ketahuan
oleh orang lain.
3. eenig goed atau sesuatu benda Termasuk kedalam “benda” adalah “benda-
benda yang berwujud dan dapat bergerak”, juga benda-benda yang tidak
mempunyai nilai ekonomis, misalnya: sebuah karcis kereta api yang sudah dipakai,
sebuah kunci yang dipakai oleh pelaku untuk memasuki rumah lain, sepucuk surat
dan sepucuk surat keterangan dokter13.
3. Cara Pembuktian Jarimah Pencurian
Pembuktian jarimah pencurian, dapat dilakukan beberapa cara, diantaranya:
a) Adanya Saksi
Keberadaan saksi dimaksudkan untuk membuktikan kebeneran sebenarnya
terhadap tindakan pidana pencurian. Jumlah saksi yang dihadirkan sama dengan
saksi pada jarimah sariqah, yaitu yaitu minimal dua orang laki-laki atau seorang
laki-laki dan dua orang perempuan. Apabila saksi kurang dari dua orang maka
pencuri tidak dikenai hukuman. Saksi bisa diambil dari para korban atau orang-
orang yang terlibat langsung dalam kejadian perampokan.
b) Pengakuan dari si Pencuri
Dengan pengakuan Pengakuan seorang pencuri merupakan salah satu alat bukti
untuk tindak pidana perampokan. Menurut Jumhur Ulama pengakuan cukup
dinyatakan satu kali dan tidak perlu diulang-ulang. Akan tetapi menurut pendapat

13
Rian Prayudi Saputra, 2019, Perkembangan Tindak Pindana Pencurian di Indonesia, Jurnal Pahlawan,
hlm.3
Imam Abu Yusuf dan Hanabilah bahwa pengakuan harus dinyatakan sebanyak dua
kali14.
4. Sanksi Jarimah Pencurian
Sanksi yang akan dijelaskan ditinjau hukum pidana dan hukum pidana islam
pada jarimah pencurian. berikut penjelasannya.
a. Hukum Pidana
1) Pencurian biasa
Pencurian biasa ini perumusannya terdapat dalam Pasal 362 KUHP yang
menyatakan: “Barangsiapa mengambil sesuatu benda yang sebagian atau
seluruhnya merupakan kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai
benda tersebut secara melawan hukum, karena bersalah melakukan pencurian,
dipidana dengan pidana selama-lamanya lima tahun atau dengan pidana denda
setinggi-tingginya Sembilan ratus ribu rupiah”
2) Pencurian dengan pemberatan
Pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang dikulifikasikan diatur
dalam Pasal 363 dan 365 KUHP.
(a) Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 KUHP
Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dirumuskan sebagai
berikut:
(1) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun:
 Pencurian ternak;
 Pencurian yang dilakukan pada waktu terjadi kebakaran,
peledakkan, bahaya banjir, gempa bumi atau gempa laut,
peletusan gunung berapi, kapal karam, kapal terdampar,
kecelakaan kereta api, huruhara, pemberontakan atau bahaya
perang;
 Pencurian pada waktu malam yang dilakukan di dalam suatu
tempat kediaman atau di atas suatu pekarangan tertutup yang di
atasnya berdiri sebuah tempat kediaman, atau oleh orang yang
berada di situ tanpa pengetahuan atau tanpa izin dari orang yang
berhak;
 Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama:
 Pencurian, di mana orang yang bersalah telah mengusahakan
jalan masuk ke tempat kejahatan15.
(2) Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 365 KUHP
Adapun unsur-unsur dalam Pasal 365 KUHP ini adalah:
(a) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan
tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan
14
M. Nurul Irfan. Fiqih Jinayah. (Jakarta: Amzah. 2013). Hlm. 113-114
15
P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Edisi
Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm 2
kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang yang
dilakukan
(b) Dihukum dengan hukuman selama-lamanya dua belas tahun:
 Apabila perbuatan itu dilakukan pada waktu malam di dalam
sebuah tempat kediaman atau di atas pekarangan tertutup yan
diatasnya berdiri sebuah tempat kediaman, atau dilakukan di
jalan umum, ataupun dilakukan di atas kereta api atau trem
yang sedang bergerak;
 Apabila perbuatan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih
secara bersama-sama;
 Apabila orang yang bersalah telah mengusahakan jalan
masuk ke tempat terjadinya kejahatan dengan melakukan
pembongkaran atau pemanjatan
 Apabila perbuatan itu telah menyebabkan luka berat pada
tubuh seseorang.
(c) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya limabelas
tahun apabila perbuatan itu menyebabkan meninggalnya
seseorang.
3) Pencurian ringan
Pencurian ini di dalam KUHP diatur dalam ketentuan Pasal 364.
Termasuk dalam pengertian pencurian ini adalah pencurian dalam keluarga.
Jenis pencurian ini diatur dalam Pasal 364 KUHP yang menyatakan:
“Perbuatan-perbuatan seperti yang diatur dalam Pasal-pasal 362 dan 363
no. 4, demikian pula yang diatur di dalam Pasal 365 no. 5, apabila dilakukan
di dalam suatu tempat kediaman atau diatas suatu pekarangan tertutup yang
diatasnya berdiri sebuah tempat kediaman dan apabila nilai dari benda yang
dicuri itu tidak lebih dari duaratus limapuluh rupiah, sebagai pencurian
ringan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau
dengan hukuman denda setinggi-tingginya sembilanratus rupiah”.
b. Hukum Pidana Islam
Pencurian merupakan jenis jarimah hudud. Jarimah hudud itu sendiri
adalah tindak penglanggaran yang sanksi perbuatannya telah ditetapkan Allah
SWT secara mutlak. Hal ini dikarenakan jarimah hudud termasuk kejahatan
yang paling serius dan berat dalam hukum pidana Islam 16. Jika dipelaku terbukti
melakukan pencurian, maka terdapat dua pilihan sanksi pidana, yaitu:
(1) penggantian kerugian (Dhaman)
(2) Hukuman potong tangan.
Oleh karena itu sanksi pidananya yang secara tegas dilarang di dalam al-Qur’an
dalam surat al-Maidah [5] ayat 38:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
16
Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesianesia, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 132
siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Q.S. al-
Maidah (5): 38)”
Hukuman potong tangan merupakan hak Allah yang tidak bisa
digugurkan baik oleh korban maupun oleh ulil amri, apabila pelaku pencurian
itu telah dipenuhi tiga syarat, yaitu: (1) taklif (berakal dan balig), (2) tidak
dipakssa, dan (3) tidak ada syubhat pada harta yang dicuri 17. A. Rahman
memberikan pendapat bahwa hukuman ini harus memenuhi beberapa syarat
yaitu:
 Orang yang telah melakukan pencurian itu harus sehat pikiran;
 Dia telah dewasa;
 Tidak dipaksa melakukan pencurian;
 Tidak dalam keadaan lapar saat melakukan pencurian itu18.
maka dapat disimpulka bahwa apabila pelakunya anak kecil, gila dan dalam
keadaan terpaksa, serta dalam keadaan lapar, yakni terdesak oleh kebutuhan
hidup, maka tidak dapat dijatuhi hukuman hadd potong tangan. Adapun yang
berkenaan dengan anggota badan yang dipotong dan batas pemotongannya, para
ulama berbeda pendapat bahwa:
a. Imam Malik dan Imam Syafi’I berpendapat pada pencurian pertama
yang dipotong adalah tangan kanan, pada pencurian kedua yang dipotong adalah
kaki kiri, pada pencurian yang ketiga yang dipotong adalah tangan kiri, pada
pencurian ke empat yang dipotong adalah tangan kanan. Jika pencuri masih
mencuri yang kelima kalinya maka dipenjara sampai dia bertobat.
b. Atha berpendapat bahwa pencurian yang pertama dipotong tangannya,
dan mencuri yang kedua kalinya dihukum ta’zir.
c. Mazhab Zhahiri berpendapat bahwa pada pencurian pertama dipotong
tangan kanannya, pada pencurian kedua dipotong tangan kirinya, pada pencurian
ketiga dikenai hukuman ta’zir.
d. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pada pencurian pertama
pencuri dipotong tangan kanannya, pada pencurian kedua dipotong kaki kirinya,
pencurian ketiga dipenjara sampai tobat
Hukuman potong tangan ini menunjukkan bahwa al-Qur’an sangat menghargai
hak milik atau harta seseorang, itulah sebabnya al-Qur’an menentukan hukuman
yang amat berat kepada orang yang mengganggu hak milik tersebut19.
Kesimpulan

17
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 4, Penerjemah, M. Ali Nursyidi Hunainah M. Thahir Makmun, (Jakarta:
Pena Pundi Aksara, 2013), hlm. 247- 248.
18
A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap HukumHukum Allah (Syari’ah), (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2002), hlm. 337.
19
Ishaq.ibid.hlm.6
Jarimah pencurian merupakan suatu tindakan yang melanggar norma
hukum dan norma agama. unsur-unsur yang terdapat pada jarimah pencurian ada
unsur formal, material dan normal. adapun, cara pembuktian jarimah pencurian
dengan didatangkan para saksi, dan pengakuan dari si pelaku pencurian. Setiap
tindak kejahatan yang dilakukan aka nada sanksinya. sanksi jarimah pencurian
terdapat dalam kitab undang-undang KUHP diberbagai pasal mulai dari
pencurian ringan sampai berat. selain itu hukuman pencurian juga terdapat
dalam hukum pidana islam salah satunya dengan hukuman memotong tangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A. (2002). Keterpurukan Hukum di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Atmaja, Y. D., Mulyani, T., & Sihotang, A. P. (2020). Analisis yuridis mengenai hak
mengeluarkan pendapat dalam perspektif HAM. Semarang Law Review (SLR) .
Basar. (2011). Pelaksanaan Dan Penegakkan Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Di Indonesia,.
Jurnal Humaniora.
hadi, P., & Savitri Wisnuwadhani. (2008). Penegakan Hak Asasi Manusia dalam 10 Tahun.
Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Laurensius, A. (2016). omnas Ham Sebagai State Auxialiary Bodies Di Dalam Penegakan Hak
Asasi Manusia Di Indonesia. Jurnal Bina Mulia Hukum.
Legowo, S. H., Krisnadi, I., & Sumartono, H. (2013). Dinamika politik rezim orde baru di
Indonesia studi tentang kegagalan konsilidasi politik rezim orde baru pada tahun 1990-
1996. Jurnal Publik Budaya.
Putra, M. A. (2015). ksistensi Lembaga Negara Dalam Penegakan HAM Di Indonesia. iat
Justisia Jurnal Ilmu Hukum.
Sidharta, B. A. (2000). Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum. Bandung: CV.Mandar Maju,.
Siroj, A. M. (2020). Problem Penegakan Hak Asasi Manusia. Jurnal Hukum.
Sobarnapraja, A. (2020). Penegakan hukum dan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Jurnal Ilmu Kepolisian.
Supriyanto, B. H. (2020). Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Jurnal AL-
AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL.
Suwirta, A. (2018). Pers dan kritik sosial pada masa order baru. Jurnal Indonesia untuk Kajian
Pendidikan, .
Triwahyuningsih, S. (2018). Perlindungan Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Jurnal Hukum.
Warjiyati, S. (2018). Instrumen Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Instrumen Hukum
Penegakan Hak Asasi Manusia.
Wilujeng, S. R. (2017). Hak Asasi Manusia ditinjau dari Aspek Historis dan Yuridis. Jurnal
Unnes.

Anda mungkin juga menyukai