MAKALAH
JINAYAT
Dosen Pengampu:
Drs. H. Abdul Mutholib
Disusun oleh:
Asih Herawati (14012100080)
Cahya Tri Ichwana (14012100082)
Gina Patia (14012100092)
Neneng Sifa (14012100112)
Iip Miftahurrohman (14012100047)
Hasan Siddiq (14012100026)
Wahyu Rizki (14012100025)
Johannes Maruli (14012100109)
Humaedi (14012100089)
Pendidikan Agama II
Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Bina Bangsa 2022
lOMoARcPSD|14978996
KATA
PENGANTAR
Penulis megucapkan segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan segenap kekuatan dan kesanggupan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang “Jinayat” dalam rangka Melengkapi Tugas Mata
Kuliah Pendidikan Agama II.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada dosen mata kuliah Pendidikan Agama II dan teman-teman yang telah
membantu dan mendukung sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari makalah ini tidak luput dari berbagai kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan
perbaikan makalah ini. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
i
lOMoARcPSD|14978996
lOMoARcPSD|14978996
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BABI PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Jinayat serta Dasar Hukumnya
2.2 Macam-macam Jinayat
2.3 Penggolongan Pembunuhan dalam Jinayat
2.4 Syarat-syarat Wajib Qishash
2.5 Diyat (Denda) dan Ketentuannya
2.6 Hukum Dakwaan Pembunuhan dengan Tidak Ada Saksi
2.7 Kafarat Membunuh Orang dan Hukumnya
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
ii
lOMoARcPSD|14978996
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum pidana menurut syariat islam merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan setiap muslim dimanapun ia berada. Syariat islam
merupakan hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syariat
islam merupakan bagian ibadah kepada Allah SWT. Namun dalam kenyataannya,
masih banyak umat islam yang belum tahu dan paham tentang apa dan bagaimana
hukum pidana islam itu, serta bagaimana keetentuan-ketentuan hukum tersebut
seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Indonesia adalah negara demokrasi yang begitu menjujung tinggi Hak Asasi
Manusia (HAM) dimana realitas agama masyarakatnya bersifat heterogen
meskipun mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Namun disisi lain,
sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Baqarah: 208, ada perintah bagi setiap
muslim untuk melaksanakan ajaran Islam secara kaffah yang di dalamnya
mengatur juga tentang Hukum Pidana Islam (HPI) sehingga memunculkan gerakan-
gerakan untuk membentuk KUHP Islam yang berbasis syari’at Islam. Adanya
ancaman hukuman atas tindak kejahatan adalah untuk melindungi manusia dari
kebinasaan terhadap lima hal yang mutlak pada manusia, yaitu: agama, jiwa, akal,
harta, dan keturunana atau harga diri. Jiwa manusia dan darahnya adalah perkara
yang sangat dijaga dalam syari’at Islam. Demikian juga kegunaan dan fungsi
anggota tubuh pun tak lepas dari penjagaan syari’at. Semua ini untuk
kemaslahatan manusia dan kelangsungan hidup mereka, sebagaimana firman Allah
Azza wa Jalla:
“Dan dalam qishâsh itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa” (Al Baqarah/2: 179)
Secara bahasa jinayah berasal dari kata ‘janaa dzanba yajniihi jinaayatan’
yang berarti melakukan dosa. Menurut istilah syar’i, kata jinayah berarti
menganiaya badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash atau
membayar denda. Tujuan disyari’atkannya adalah dalam rangka untuk
memelihara akal, jiwa, harta dan keturunan. Ruang lingkupnya meliputi berbagai
1
lOMoARcPSD|14978996
lOMoARcPSD|14978996
2
lOMoARcPSD|14978996
lOMoARcPSD|14978996
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum Pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayat atau
jarimah. Jinayat dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak
pidana. Secara etimologi jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah
diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Secara terminologi kata jinayat
mempunyai beberapa pengertian, seperti yang diungkapkan oleh Abd al Qodir
Awdah bahwa jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan
itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya.
Menurut A. Jazuli, pada dasarnya pengertian dari istilah Jinayah mengacu
kepada hasil perbuatan seseorang. Biasanya pengertian tersebut terbatas pada
perbuatan yang dilarang. Di kalangan fuqoha’, perkataan Jinayat berarti perbuatan
perbuatan yang dilarang oleh syara’. Meskipun demikian, pada umunya fuqoha’
menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan perbuatan yang terlarang
menurut syara’. Meskipun demikian, pada umumnya fuqoha’ menggunakan
istilah tersebut hanya untuk perbuatan. Istilah lain yang sepadan dengan istilah
jinayat adalah jarimah, yaitu larangan larangan syara’ yang diancam Allah dengan
hukuman had atau ta’zir. Ta’zir adalah hukuman yang dijatuhkan atas dasar
kebijaksanaan hakim karena tidak terdapat dalam Al - Quran dan Hadis
sedangkan Had adalah segala ketentuan, batasan dan mekanisme penerapan
hukuman yang sudah ada dalam Nash yaitu Al Qur’an dan hadis.
Menurut H. Sulaiman Rasjid dalam bukunya yaitu Fiqh Islam yang dimaksud
dengan jinayat meliputi beberapa hokum, yaitu membunuh orang, melukai,
memotong anggota tubuh, dan menghilangkan manfaat badan, misalnya
menghilangkan salah satu pancaindera.
Membunuh orang adalah dosa besar selain dari ingkar karena kejinya
perbuatan itu, juga untuk menjaga keselamatan dan ketentraman umum, Allah
yang Maha Adil dan Maha Mengetahui memberikan balasan yang layak
(setimpal) dengan kesalahan yang besar itu, yaitu hukuman berat di dunia atau
dimasukkan ke dalam neraka di akhirat nanti.
3
lOMoARcPSD|14978996
“Hai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan
orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapatkan
pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan
cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada
yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah
suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksaan yang pedih”
[Al – Baqarah 2:178]
Bagi yang membunuh tergantung tiga macam hak : (a) Hak Allah, (b) Hak
Ahli Waris, (c) Hak yang Dibunuh. Apabila ia bertobat dan menyerahkan diri
kepada ahli waris (Keluarga yang Dibunuh), dia terlepas dari hak Allah dan Hak
Ahli Waris, baik mereka melakukan qisas atau mereka mengampuninya, dengan
membayar diyat (denda) ataupun tidak. Sesudah itu tinggal hak yang dibunuh,
nanti akan diganti oleh Allah di Akhirat dengan kebaikan
Sebagian fuqoha menggunakan kata jinayat untuk perbuatan yang berkaitan
dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai dan lain sebagainya.
Dengan demikian istilah fiqh jinayat sama dengan hukum pidana. Dengan kata
lain jinayat atau jarimah adalah tindak pidana dalam ajaran Islam, yaitu bentuk-
bentuk perbuatan jahat yang berkaitan dengan jiwa manusia atau anggota tubuh
(pembunuhan dan perlukaan).
Dasar Hukum Jinayat
Dalam islam dijelaskan berbagai norma atau aturan yang harus ditaati oleh
setiap mukalaf, hal itu tercantum dalam sumber fundamental islam termasuk juga
mengenai perkara jarimah atau tindak pidana dalam islam. Berikut ini merupakan
4
lOMoARcPSD|14978996
beberapa dalil tentang Hukum Pidana Islam dan kewajiban untuk menaati hukum
Allah SWT :
1) Q.S Al-Baqarah : 179
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-
orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”
2) Q.S Al-Maidah : 49
5
lOMoARcPSD|14978996
lOMoARcPSD|14978996
6
lOMoARcPSD|14978996
7
lOMoARcPSD|14978996
“Tidak dihalalkan membunuh seorang jiwa yang muslim kecuali dengan salah
satu dari tiga alasan : kufur setelah beriman, berzina setelah menikah, dan
membunuh jiwa dengan tanpa hak secara zalim dan aniaya. (HR. Al-Turmidziy
dan al-Nasai, dengan sanad sahih).
Pembunuhan ada 3 cara, yaitu :
a) Pembunuhan sengaja
Yaitu dilakukan oleh yang membunuh guna membunuh orang yang
dibunuhnya itu dengan alat yang biasanya dapat digunakan untuk membunuh
orang. Contoh : membunuh dengan cara menembak, melukai dengan benda tajam,
dengan diracun. Pembunuh diqishash dengan syarat si pelaku adalah baligh,
berakal sehat, disengaja dan yang dibunuhnya orang baik. Hukum ini wajib di-
qisas. Berarti dia wajib dibunuh pula, kecuali apabila dimaafkan oleh ahli waris
yang terbunuh dengan membayar diyat (denda) atau dimaafkan sama sekali.
Allah memberikan hukuman yang begitu berat guna menjaga keselamatan
dan ketentraman umum. Memang hukuman terhadap orang yang salah terutama
adalah untuk menakut – nakuti masyarakat, agar jangan terjadi lagi perbuatan
yang buas itu umat manusia akan hidup sentosa, aman, dan tentram sehingga
membuahkan kemakmuran.
Allah SWT berfirman :
“Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang
– orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” (Al – Baqarah : 179)
8
lOMoARcPSD|14978996
yang menyebabkan orang tersebut meninggal karena jantungan atau kaget. Pembunuh
tidak diqishash, tapi ia kena diyat atau dengan syarat si pelaku adalah baligh, berakal
sehat, tidak berniat dan yang dibunuhnya orang baik.
Dalam hal ini tidak wajib pula qisas, hanya diwajibkan membayar diyat
(denda) yang berat atas keluarga yang membunuh, di angsur 3 tahun.
c) Pembunuhan tersalah
adalah pembunuhan yang tidak ditujukan pada seseorang, namun ia mati
karena perbuatannya. Jenis pembunuhan ini, ada 3 kemungkinan:
Perbuatannya tanpa maksud melakukan kejahatan tapi mengakibatkan
kematian seseorang. Dalam hukum kesalahan ini disebut salah sasaran (error
in concrieto). Contohnya: seorang polisi ingin menembak pencuri namun
tidak sengaja tembakannya salah sasaran mengenai orang lain sehingga
tewas.
Perbuatannya ada niat untuk membunuh, namun ternyata orang yang
terbunuh tidak boleh dibunuh. Kesalahan terbebut dalam hukum disebut
kesalahan maksud (error in objecto). Contohnya seorang tentara menembak
seseorang yang dikira musuh, ternyata teman sendiri yang melakukan misi
penyamaran
Perbuatan yang tidak bermaksud jahat, namun menyebabkan kematian oran
lain. Contohnya seseorang petugas kebersihan yang sedang memotong
ranting pohon karena kelalaiannya ranting pohon jatuh dan menimpa seorang
pengendara yang lewat sehingga meninggal dunia.
Tuntutan bagi pembunuh, terdiri dari:
Jika pembunuhan sengaja, maka pelaku terkena qishash atau dibunuh juga
jika tidak dimaafkan. Namun jika dimaafkan, maka ia terkena diyat
mughallazhah (denda berat). Di samping itu ia juga terkena hukum
tambahan, jika ia keluarga terputus hak waris dan wasiatnya.
Adapun dendanya berupa harta yang senilai dengan 100 ekor unta dibayar
(tunai). Firman Allah SWT:
9
lOMoARcPSD|14978996
kepadanya dan mengutuknya dan menyediakan adzab yang besar baginya.” (QS.
Al-Nisa,4:92)
Jika pembunuhannya seperti disengaja, maka tidak terkena qishash, hanya
ia wajib membayar diyat (denda) diangsur selama 3 tahun dan kifarah
hukuman penggantinya adalah berpuasa selama dua bulan atau
memerdekakan seorang budak (hamba sahaya).
Jika pembunuhan karena kesalahan, maka diyat wajib membayar denda
ringan (diyat mukhaffafah) dengan mengangsur 100 ekor unta dalam jangka
waktu 3 tahun.
Tuntunan denda pun diwajibkan bagi mereka yang melukai atau memotong
anggota tubuh, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Anggota yang berpasangan dan atau hidung atau lidah dengan dendaan
100 ekor unta.
b. Salah satu anggota yang berpasangan dengan dendaan setengah diyat,
yakni 50 ekor unta.
c. Melukai kepala sampai botak atau badan sampai perut. Dendaannya
adalah sepertiga diyat atau kira-kira 33 ekor unta.
d. Melukai sampai terkelupas kulit di atas tulang, dengan dendaan 15 ekor
unta.
e. Melukai sampai putusnya jari-jari tangan atau kaki, dengan dendaan 10
ekor unta.
f. Mengakibatkan patah/terkelupas gigi, dengan dendaan 5 ekor unta untuk
satu gigi.
Hikmah dilarangnya pembunuhan, antara lain:
Menjaga harkat, martabat dan penghargaan terhadap jiwa manusia itu sendiri;
Terciptanya kehidupan yang aman, damai dan tenteram;
Efek jera, artinya pelaku akan berpikir tentang sanksi yang akan diterima
10
lOMoARcPSD|14978996
lOMoARcPSD|14978996
manusia khususnya mukallaf yang merupakan hasil dari pemahaman atas dalil-
dalil hukum yang terinci di dalam al-Qur‟an dan hadis. Qisas yang berasal dari
bahasa Arab al-qisās (yaf’ala bil-fā’il misla mā fa’ala) yang berarti melakukan
seperti apa yang telah dilakukan pelakunya. Secara istilah, qishash adalah
memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya. Menurut Abdul
Mujieb dan Ibrahim Unais mendefinisikan qishash sebagai hukuman kepada
pelaku kejahatan persis seperti apa yang dilakukannya. Jika perbuatan yang
dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa yang lain (membunuh), maka
hukuman yang setimpal adalah dibunuh atau hukuman mati.
Ruang lingkup hukum qisas dibatasi oleh para fuqaha hanya pada tindak
pidana atau kejahatan yang berhubungan dengan jiwa (pembunuhan) dan badan
(penganiayaan), atau biasa diistilahkan dengan al-nafs wa al-jarahah (nyawa dan
luka), sebagaimana tertuang dalam surah al-Baqarah: 178 yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar
(diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa
yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan
dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertakwa”
Serta dalam sunah Rasulullah SAW di antaranya adalah “… Siapa yang
membunuh dengan sengaja, maka dibalas dengan membunuh (pelaku)nya…”
(HR. Abu Dawud). Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda: bahwa di
antara orang-orang yang boleh dibunuh adalah seseorang yang melakukan
pembunuhan (HR. Ahmad). Atas dasar ayat-ayat dan hadits di atas, ulama fikih
sepakat mengatakan bahwa hukuman terhadap pelaku pembunuhan dengan
sengaja adalah qisas.
Syarat-syarat berlakunya qisas, antara lain:
Ulama fikih mengemukakan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku
11
lOMoARcPSD|14978996
4. Yang dibunuh adalah orang yang terpelihara darahnya, dengan Islam, atau
dengan perjanjian
Allah SWT berfirman :
12
lOMoARcPSD|14978996
2. Keadaan anggota yang terpotong tidak kurang dari anggota yang akan
dipotong. Oleh sebab itu, tidak dipotong tangan yang sempurna dengan tangan
syalal (kering, tidak mempunyai kekuatan). Tiap – tiap anggota yang
terpotong dari peruasannya, berlaku padanya qisas, berate dia harus dipotong
pula. Adapun luka, tidak di qisas, tetapi jelas dapat disamakan dengan ukuran
panjang, lebar, dan dalamnya.
13
lOMoARcPSD|14978996
2. Diyat Shaghir (denda ringan) banyaknya seratus ekor unta, tetapi dibagi lima:
20 ekor unta betina umur satu masuk dua tahun, 20 ekor unta betina umur dua
tahun masuk tiga, 20 ekor unta jantan umur dua tahun masuk tiga tahun, 20
ekor unta betina umur tiga tahun masuk empat, 20 ekor unta jantan umur empat
tahun masuk lima. Denda ini wajib dibayar keluarga yang membunuh dalam
masa tiga tahun, tiap akhir tahun dibayar sepertiganya.
14
lOMoARcPSD|14978996
Jika denda tidak dapat dibayar dengan unta, wajib dibayar dengan uang
sebanyak harga unta tersebut. Ini pendapat sebagian ulama. Ringannya denda
dipandang dari tiga segi: 1. Jumlahnya yang dibagi lima 2. Diwajibkan atas
keluarga yang bersangkutan 3. Diberi waktu tiga tahun. Berat denda
dipandang dari tiga segi juga: 1. Jumlah denda hanya dibagi tiga, sedangkan
tingkat umurnya lebih besar 2. Denda diwajibkan atas yang membunuh itu
sendiri 3. Denda wajib dibayar tunai (kalau yang terbunuh perempuan) adalah
seperdua dari denda lak-laki hal ini didasari hadis nabi: “denda perempuan
seperdua denda laki-laki” (H.R. Amr Ibni Hazm).
Denda karena “ketidaksengajaan semata-mata” adalah denda ringan. Denda
ini dijadikan denda berat dari satu segi -yaitu keadaannya- dengan salah satu dari
tiga, dan sebab dibawah ini:
a. Apabila terjadi pembunuhan di tanah Haram Mekah;
b. Apabila terjadi pembunuhan pada bulan haram (bulan Zulkaidah, Zulhijah,
Muharam dan Rajab)
c. Apabila yang terbunuh itu mahram dari yang membunuh.
Keterangannya adalah berdasarkan perbuatan para sahabat, seperti Umar dan
Ustman. Disempurnakan diyat sebagai diyat membunuh orang apabila terpotong
anggota-anggota berikut ini atau melenyapkan manfaatnya, yaitu: dua tapak
tangan, dua kaki, hidung, dua telinga, dua mata, lidah, dua bibir, kemaluan, dan
pelir, membisukan, membutakan, menghilangkan pendengaran, menghilangkan
penciuman, dan menghilangkann akal.
Jenis diyat yang ditentukan sesuai dengan kemampuan pemilik harta yang umum
baginya. Bagi orang yang memiliki emas sebesar seribu dinar, bagi pemilik perak
sebesar sepuluh ribu dirham menurut Hanafiyah dan 12 ribu dirham menurut
jumhur sedangkan bagi pemilik unta adalah sebesar seratus ekor unta. Asy-Syafi'I
berkata: tidak diambil dari orang yang memiliki emas dan perak kecuali senilai
unta.
15
lOMoARcPSD|14978996
16
lOMoARcPSD|14978996
17
lOMoARcPSD|14978996
Kafarat merupakan tanda taubat kepada Allah dan penebus dosa. Adapun macam-
macam kafarat, salah satunya adalah kafarat pembunuhan.
Kafarat Pembunuhan
Agama Islam sangat melindungi jiwa. Darah tidak boleh ditumpahkan tanpa sebab-
sebab yang dilegalkan oleh syariat. Karenanya, seorang yang membunuh orang lain
selain dihadapkan pada salah satu dari dua pilihan yaitu: diqishash atau membayar
diyat, ia juga diwajibkan membayar kafarat. Kafarat bagi pembunuh adalah
memerdekakan budak muslim. Jika ia tak mampu melakukannya maka pilihan
selanjutnya adalah berpuasa 2 bulan berturut-turut. Hal ini sebagaimana diterangkan
Allah dalam surat An-Nisa ayat 92 yang berbunyi :
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain),
kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang
mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya
yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si
terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si
terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan
kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh)
berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan
adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An – Nisa : 92)
18
lOMoARcPSD|14978996
Imam Ibnu Qudamah dan yang lainnya menyampaikan bahwa pembunuhan tidak
sengaja ini tidak disebutkan dengan pengharaman dan juga tidak dengan
pembolehan, karena pembunuhan jenis ini seperti pembunuhan yang dilakukan
orang gila. Namun, jiwa yang lenyap tetap dijaga dan disucikan. Oleh karena itu,
dalam hal ini diwajibkan adanya kafarat. Prof. Dr. Syekh Shalih bin Abdillah al-
Fauzan menyatakan, “Hikmah dari pensyariatan kafarat dalam pembunuhan tidak
sengaja kembali kepada dua perkara: kesalahan tersebut tidak lepas dari
kecerobohan pelaku dan melihat pada kesucian jiwa yang hilang. Kafarat ini
diwajibkan sebanyak satu kali bagi satu peristiwa, dan bila membunuhnya si
korban secara berulang-ulang maka kafaratnya juga berulang. Oleh karenanya,
bila seseorang membunuh beberapa orang dengan tidak sengaja, maka ia pun
harus membayar beberapa kafarat sesuai dengan jumlah korban yang terbunuh.
19
lOMoARcPSD|14978996
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Jinayat meliputi beberapa hukum, yaitu membunuh orang, melukai,
memotong anggota tubuh, dan menghilangkan manfaat badan, misalnya
menghilangkan salah satu pancaindera.
Membunuh orang adalah dosa besar selain dari ingkar karena kejinya
perbuatan itu, juga untuk menjaga keselamatan dan ketentraman umum, Allah
yang Maha Adil dan Maha Mengetahui memberikan balasan yang layak
(setimpal) dengan kesalahan yang besar itu, yaitu hukuman berat di dunia atau
dimasukkan ke dalam neraka di akhirat nanti.
Terdapat tiga cara melakukan pembunihan yaitu Betul – betul disengaja,
Ketidaksengajaan semata – mata dan Seperti sengaja. Orang yang melakukan
Jinayat ini bisa di Qisas atau dikenakan Diyat.
Qisas yang berasal dari bahasa Arab al-qisās (yaf’ala bil-fā’il misla mā fa’ala)
yang berarti melakukan seperti apa yang telah dilakukan pelakunya. Secara istilah,
qishash adalah memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya.
Menurut Abdul Mujieb dan Ibrahim Unais mendefinisikan qishash sebagai
hukuman kepada pelaku kejahatan persis seperti apa yang dilakukannya. Jika
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa yang lain
(membunuh), maka hukuman yang setimpal adalah dibunuh atau hukuman mati.
Diyat secara etimologi berasal dari kata “wadâ yadî wadyanwa diyatan”.
Sedangkan diyat secara terminologi syariat adalah harta yang wajib dibayar dan
diberikan oleh pelaku jinayat kepada korban atau walinya sebagai ganti rugi,
disebabkan jinayat yang dilakukan oleh si pelaku kepada korban. Definisi ini
mencakup diyat pembunuhan dan diyat anggota tubuh yang dicederai, sebab harta
ganti rugi ini diberikan kepada korban bila jinayatnya tidak sampai membunuhnya
dan diberikan kepada walinya bila korban terbunuh.
20
lOMoARcPSD|14978996
3.2 SARAN
Jinayat adalah suatu pelanggaran terhadap badan yang didalamnya dikenakan
qisas dan diyat atau sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan atas badan atau
dengan lebih jelasnya merusak atau melukai seseorang baik orang itu cedera
begitu juga orang itu meninggal dunia.
Dalam makalah ini penulis ingin memberikan saran kepada pembaca Sebagai
umat muslim kita harus selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT agar terhidar
dari melakukan hal – hal yang termasuk dosa besar salah satunya adalah Jinayat.
Selain hukuman di Akhirat, ada hukuman di dunia yang dapat merugikan semua
pihak yang melakukan Jinayat ini baik itu dari pihak korban maupun pelaku
Jinayat.
21
lOMoARcPSD|14978996
DAFTAR PUSTAKA
https://almanhaj.or.id/2527-fikih-jinayat.html
Referensi :
1. Muhammad bin Ismâ’il Ash-Shan’âni, Subulus-Salâm al-Mûshilah Ilâ
Bulûghil-Marâm, tahqîq Muhammad Shubhi Hasan Halâf, cetakan
kedelapan tahun 1428 H, Dâr Ibnul-Jauzi, KSA 7: 231
2. Muhammad bin Shalih Ibnu Utsaimîn, asy-Syarhul-Mumti’ ‘Ala Zâdil-
Mustaqni’, cetakan pertama tahun 1428 H, Dâr Ibnul-Jauzi, KSA 14/5
3. Shâlih bin fauzân al-Fauzân, Tashîl al-Ilmâm Bi Fiqhi al-Ahâdits Min
Bulûghil-Marâm, cetakan pertama tahun 1427 H tanpa penerbit. 5/117.
4. Shâlih bin Fauzân al-Fauzân, Al-Mulakhashul-Fiqh, cetakan pertama
tahun 1423 H, Ri`âsah Idarâh al-Buhûts al-Ilmiyah wa al-Ifta`, KSA
2/461.
5. As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIII/1430H/2009M.
https://alqolam.web.id/kafarat-dan-denda-bagi-pembunuhan-tersalah-tidak-
sengaja/
Saleh, Hasan. 2008. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta.
Rajawali Pers
Wardi, Ahmad Muslich. 2004. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta.
Sinar Grafika
Al Faruk, Asadulloh. 2009. Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam. Bogor
ghalia Indonesia.