Anda di halaman 1dari 32

lOMoARcPSD|1497899

Downloaded by Jamal Udin (kitajeng10@gmail.com)


lOMoARcPSD|14978996

MAKALAH
JINAYAT

Dosen Pengampu:
Drs. H. Abdul Mutholib

Disusun oleh:
Asih Herawati (14012100080)
Cahya Tri Ichwana (14012100082)
Gina Patia (14012100092)
Neneng Sifa (14012100112)
Iip Miftahurrohman (14012100047)
Hasan Siddiq (14012100026)
Wahyu Rizki (14012100025)
Johannes Maruli (14012100109)
Humaedi (14012100089)

Pendidikan Agama II
Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Bina Bangsa 2022
lOMoARcPSD|14978996

KATA
PENGANTAR

Penulis megucapkan segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan segenap kekuatan dan kesanggupan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang “Jinayat” dalam rangka Melengkapi Tugas Mata
Kuliah Pendidikan Agama II.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada dosen mata kuliah Pendidikan Agama II dan teman-teman yang telah
membantu dan mendukung sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari makalah ini tidak luput dari berbagai kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan
perbaikan makalah ini. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Serang, Juni 2022


Penulis,

i
lOMoARcPSD|14978996
lOMoARcPSD|14978996

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BABI PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Jinayat serta Dasar Hukumnya
2.2 Macam-macam Jinayat
2.3 Penggolongan Pembunuhan dalam Jinayat
2.4 Syarat-syarat Wajib Qishash
2.5 Diyat (Denda) dan Ketentuannya
2.6 Hukum Dakwaan Pembunuhan dengan Tidak Ada Saksi
2.7 Kafarat Membunuh Orang dan Hukumnya
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

ii
lOMoARcPSD|14978996

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum pidana menurut syariat islam merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan setiap muslim dimanapun ia berada. Syariat islam
merupakan hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syariat
islam merupakan bagian ibadah kepada Allah SWT. Namun dalam kenyataannya,
masih banyak umat islam yang belum tahu dan paham tentang apa dan bagaimana
hukum pidana islam itu, serta bagaimana keetentuan-ketentuan hukum tersebut
seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Indonesia adalah negara demokrasi yang begitu menjujung tinggi Hak Asasi
Manusia (HAM) dimana realitas agama masyarakatnya bersifat heterogen
meskipun mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Namun disisi lain,
sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Baqarah: 208, ada perintah bagi setiap
muslim untuk melaksanakan ajaran Islam secara kaffah yang di dalamnya
mengatur juga tentang Hukum Pidana Islam (HPI) sehingga memunculkan gerakan-
gerakan untuk membentuk KUHP Islam yang berbasis syari’at Islam. Adanya
ancaman hukuman atas tindak kejahatan adalah untuk melindungi manusia dari
kebinasaan terhadap lima hal yang mutlak pada manusia, yaitu: agama, jiwa, akal,
harta, dan keturunana atau harga diri. Jiwa manusia dan darahnya adalah perkara
yang sangat dijaga dalam syari’at Islam. Demikian juga kegunaan dan fungsi
anggota tubuh pun tak lepas dari penjagaan syari’at. Semua ini untuk
kemaslahatan manusia dan kelangsungan hidup mereka, sebagaimana firman Allah
Azza wa Jalla:
“Dan dalam qishâsh itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa” (Al Baqarah/2: 179)
Secara bahasa jinayah berasal dari kata ‘janaa dzanba yajniihi jinaayatan’
yang berarti melakukan dosa. Menurut istilah syar’i, kata jinayah berarti
menganiaya badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash atau
membayar denda. Tujuan disyari’atkannya adalah dalam rangka untuk
memelihara akal, jiwa, harta dan keturunan. Ruang lingkupnya meliputi berbagai

1
lOMoARcPSD|14978996
lOMoARcPSD|14978996

tindak kejahatan kriminal, seperti : pencurian, perzinahan homoseksual, minum


khamar, membunuh dan sebagainya, memberi jaminan dan perlindungan hukum
kepada korban, pelapor, saksi, masyarakat, tersangka dan terdakwa secara
seimbang sesuai ajaran Islam serta mengupayakan agar mereka yang pernah
melakukan perbuatan jinayat bertaubat sungguh-sungguh dan tidak mengulangi
perbuatannya lagi. Jinayat secara garis besar dibedakan menjadi dua kategori,
yaitu: Jinayat terhadapa jiwa, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan
menghilangkan nyawa, baik sengaja maupun tidak sengaja dan Jinayat terhadap
organ tubuh, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan merusak salah satu
organ tubuhnya, atau melukai salah satu badannya, baik sengaja maupun tidak
sengaja.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Jinayat serta dasar hukumnya?

2. Apa saja macam-macam Jinayat?

3. Apa saja pembagian 3 cara pembunuhan?

4. Apa saja syarat-syarat wajib Qisas (hukum bunuh)?

5. Apa yang dimaksud dengan Diyat (denda) dan ketentuannya?

6. Bagaimana hukum dakwaan pembunuhan dengan tidak ada saksi?

7. Apa pengertian kafarat membunuh orang dan bagaimana hukumannya?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui pengertian Jinayat (hukum pidana Islam) dan dasar
hukumnya dalam Islam.
2. Untuk mengetahui macam-macam Jinayat.

3. Untuk mengetahui 3 cara apa saja penggolongan pembunuhan.

4. Untuk mengetahui syarat-syarat wajib Qisas (hukum membunuh)

5. Untuk mengetahui pengertian Diyat (denda) beserta ketentuannya.

6. Untuk mengetahui hukum dakwaan pembunuhan apabila tidak ada saksi

7. Untuk mengetahui pengertian kafarat membunuh orang dan bagumana hukumanya

2
lOMoARcPSD|14978996
lOMoARcPSD|14978996

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Jinayat serta Dasar Hukumnya

Hukum Pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayat atau
jarimah. Jinayat dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak
pidana. Secara etimologi jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah
diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Secara terminologi kata jinayat
mempunyai beberapa pengertian, seperti yang diungkapkan oleh Abd al Qodir
Awdah bahwa jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan
itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya.
Menurut A. Jazuli, pada dasarnya pengertian dari istilah Jinayah mengacu
kepada hasil perbuatan seseorang. Biasanya pengertian tersebut terbatas pada
perbuatan yang dilarang. Di kalangan fuqoha’, perkataan Jinayat berarti perbuatan
perbuatan yang dilarang oleh syara’. Meskipun demikian, pada umunya fuqoha’
menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan perbuatan yang terlarang
menurut syara’. Meskipun demikian, pada umumnya fuqoha’ menggunakan
istilah tersebut hanya untuk perbuatan. Istilah lain yang sepadan dengan istilah
jinayat adalah jarimah, yaitu larangan larangan syara’ yang diancam Allah dengan
hukuman had atau ta’zir. Ta’zir adalah hukuman yang dijatuhkan atas dasar
kebijaksanaan hakim karena tidak terdapat dalam Al - Quran dan Hadis
sedangkan Had adalah segala ketentuan, batasan dan mekanisme penerapan
hukuman yang sudah ada dalam Nash yaitu Al Qur’an dan hadis.
Menurut H. Sulaiman Rasjid dalam bukunya yaitu Fiqh Islam yang dimaksud
dengan jinayat meliputi beberapa hokum, yaitu membunuh orang, melukai,
memotong anggota tubuh, dan menghilangkan manfaat badan, misalnya
menghilangkan salah satu pancaindera.
Membunuh orang adalah dosa besar selain dari ingkar karena kejinya
perbuatan itu, juga untuk menjaga keselamatan dan ketentraman umum, Allah
yang Maha Adil dan Maha Mengetahui memberikan balasan yang layak
(setimpal) dengan kesalahan yang besar itu, yaitu hukuman berat di dunia atau
dimasukkan ke dalam neraka di akhirat nanti.

3
lOMoARcPSD|14978996

Firman Allah SWT :

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja maka


balasannya ialah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”
[an-Nisâ’/4:93]

“Hai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan
orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapatkan
pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan
cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada
yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah
suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksaan yang pedih”
[Al – Baqarah 2:178]

Bagi yang membunuh tergantung tiga macam hak : (a) Hak Allah, (b) Hak
Ahli Waris, (c) Hak yang Dibunuh. Apabila ia bertobat dan menyerahkan diri
kepada ahli waris (Keluarga yang Dibunuh), dia terlepas dari hak Allah dan Hak
Ahli Waris, baik mereka melakukan qisas atau mereka mengampuninya, dengan
membayar diyat (denda) ataupun tidak. Sesudah itu tinggal hak yang dibunuh,
nanti akan diganti oleh Allah di Akhirat dengan kebaikan
Sebagian fuqoha menggunakan kata jinayat untuk perbuatan yang berkaitan
dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai dan lain sebagainya.
Dengan demikian istilah fiqh jinayat sama dengan hukum pidana. Dengan kata
lain jinayat atau jarimah adalah tindak pidana dalam ajaran Islam, yaitu bentuk-
bentuk perbuatan jahat yang berkaitan dengan jiwa manusia atau anggota tubuh
(pembunuhan dan perlukaan).
Dasar Hukum Jinayat
Dalam islam dijelaskan berbagai norma atau aturan yang harus ditaati oleh
setiap mukalaf, hal itu tercantum dalam sumber fundamental islam termasuk juga
mengenai perkara jarimah atau tindak pidana dalam islam. Berikut ini merupakan

4
lOMoARcPSD|14978996

beberapa dalil tentang Hukum Pidana Islam dan kewajiban untuk menaati hukum
Allah SWT :
1) Q.S Al-Baqarah : 179

“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-
orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”
2) Q.S Al-Maidah : 49

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa


yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka .
dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak
memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah),
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan
musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”
3) Q.S An-Nisa : 65

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga


mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu

5
lOMoARcPSD|14978996
lOMoARcPSD|14978996

keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima


dengan sepenuhnya”

2.2 Macam-macam Jinayat


Para ulama membagi Jinayat atau jarimah berdasarkan aspek berat dan
ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh Al-Qur’an atau Al-Hadist,
atas dasar ini mereka membagi menjadi 3 macam yaitu :
a) Jarimah Hudud
Menurut bahasa adalah menahan (menghukum), sedangkan menurut istilah
hudud berarti sanksi bagi orang yang melanggar hukum syara’ dengan cara
didera/dipukul atau dilempari dengan batu hingga mati (rajam). Sanksi tersebut
dapat pula berupa dipotong tanga sebelah atau kedua-duanya atau kaki dan
tangan keduanya, tergantung kepada kesalahan yang dilakukan. Hukum had ini
merupakan hukuman yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi
setiap hukum. Jarimah Hudud ini dalam beberapa kasus dijelaskan dalam Q.S
An-Nur : 2, Q.S Al-Maidah : 33 dan 38 tentang pezinaan, qadzaf (menuduh
berbuat zina), meminum khamar, pencurian, perampokan, pemberontakan dan
murtad.
b) Jarimah Qishash/Diyat
Hukum qishash adalah pembalasan yang setimpal atas pelanggaran yang
bersifat pengerusakan badan atau menghilangkan jiwa. Diyat adalah denda
yang wajib dikeluarkan baik berupa barang maupun uang oleh seseorang yang
terkena hukum diyat sebab membunuh atau melukai seseorang karena ada
pengampunan, keringanan hukuman dan hal lain. Pembunuhan yang terjadi
bisa dikarenakan pembunuhan dengan tidak sengaja atau pembunuhan karena
kesalahan (khoto’). Hal ini dijelaskan dalam Q.S An-Nisa: 92 tentang
pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan tersalah.
c) Jarimah Ta’zir
Hukum ta’zir adalah hukuman atas pelanggaran yang tidak ditetapkan
hukumannya dalam Al-Qur’an dan Hadist yang bentuknya sebagai hukuman
ringan. Menurut hukum islam, pelaksanaan hukum ta’zir diserahkan
sepenuhnya kepada hakim Islam. Hukum ta’zir diperuntukkan bagi seseorang
yang tidak atau belum memenuhi syarat untuk dihukum had atau tidak

6
lOMoARcPSD|14978996

memenuhi syarat membayar diyat sebagai hukum ringan untuk menebus


dosanya akibat dari perbuatannya. Ta’zir ini dibagi menjadi 3 yaitu :
 Jarimah hudud atau qishash/diyat yang syubhat atau tidak memenuhi
syarat namun sudah merupakan maksiat misalnya, percobaan pencurian,
percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga dan pencurian
aliran listrik.
 Jarimah-jarimah yang ditentukan Al-Qur’an dan Al-Hadist namun tidak
ditentukan sanksinya, misalnya penghinaan, saksi palsu, tidak
melaksanakan amanat dan menghina agama.
 Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh ulul amri untuk kemaslahatan
umum. Dalam hal ini, nilai ajaran islam dijadikan pertimbangan penentuan
kemaslahatan umum.

2.3 Penggolongan Pembunuhan dalam Jinayat


Bentuk perbuatan Jinayat berdasarkan cara melakukannya ada berbagai
macam, antara lain: pembunuhan, minuman keras (Khamr), zina, qadzaf
(menuduh orang berbuat zina), mencuri, berbuat kekacuan. Tetapi yang akan
dibahas secara khusus adalah pembunuhan.
Pembunuhan adalah suatu perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa
seseorang, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Pembunuhan biasanya
memiliki motif yang berbeda, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela
diri dan sebagainya. Dasar hukumnya sebagaimana firman Allah SWT dalam
Surat al-Isra ayat 33 :

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunhnya,


melainkan dengan suatu alasan yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara
zalim, maka sesungguhnya kami telah memberikan kuasa kepada ahli warisnya,
tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya
ia adalah orang yang mendapat pertolongan. (QS. Al-Isra,17:33).

Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda:

7
lOMoARcPSD|14978996

“Tidak dihalalkan membunuh seorang jiwa yang muslim kecuali dengan salah
satu dari tiga alasan : kufur setelah beriman, berzina setelah menikah, dan
membunuh jiwa dengan tanpa hak secara zalim dan aniaya. (HR. Al-Turmidziy
dan al-Nasai, dengan sanad sahih).
Pembunuhan ada 3 cara, yaitu :
a) Pembunuhan sengaja
Yaitu dilakukan oleh yang membunuh guna membunuh orang yang
dibunuhnya itu dengan alat yang biasanya dapat digunakan untuk membunuh
orang. Contoh : membunuh dengan cara menembak, melukai dengan benda tajam,
dengan diracun. Pembunuh diqishash dengan syarat si pelaku adalah baligh,
berakal sehat, disengaja dan yang dibunuhnya orang baik. Hukum ini wajib di-
qisas. Berarti dia wajib dibunuh pula, kecuali apabila dimaafkan oleh ahli waris
yang terbunuh dengan membayar diyat (denda) atau dimaafkan sama sekali.
Allah memberikan hukuman yang begitu berat guna menjaga keselamatan
dan ketentraman umum. Memang hukuman terhadap orang yang salah terutama
adalah untuk menakut – nakuti masyarakat, agar jangan terjadi lagi perbuatan
yang buas itu umat manusia akan hidup sentosa, aman, dan tentram sehingga
membuahkan kemakmuran.
Allah SWT berfirman :

“Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang
– orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” (Al – Baqarah : 179)

b) Pembunuhan seperti sengaja


Yaitu sengaja memukul orang, tetapi dengan alat yang enteng (biasanya tidak
untuk membunuh orang) misalnya dengan cemeti, kemudian orang itu mati
dengan cemeti itu. Contoh: memukul seseorang dengan sapu lidi, kemudian mati,
membakar petasan dan melukai orang di sekitarya, Menakut-nakuti seseorang
lOMoARcPSD|14978996

8
lOMoARcPSD|14978996

yang menyebabkan orang tersebut meninggal karena jantungan atau kaget. Pembunuh
tidak diqishash, tapi ia kena diyat atau dengan syarat si pelaku adalah baligh, berakal
sehat, tidak berniat dan yang dibunuhnya orang baik.
Dalam hal ini tidak wajib pula qisas, hanya diwajibkan membayar diyat
(denda) yang berat atas keluarga yang membunuh, di angsur 3 tahun.
c) Pembunuhan tersalah
adalah pembunuhan yang tidak ditujukan pada seseorang, namun ia mati
karena perbuatannya. Jenis pembunuhan ini, ada 3 kemungkinan:
 Perbuatannya tanpa maksud melakukan kejahatan tapi mengakibatkan
kematian seseorang. Dalam hukum kesalahan ini disebut salah sasaran (error
in concrieto). Contohnya: seorang polisi ingin menembak pencuri namun
tidak sengaja tembakannya salah sasaran mengenai orang lain sehingga
tewas.
 Perbuatannya ada niat untuk membunuh, namun ternyata orang yang
terbunuh tidak boleh dibunuh. Kesalahan terbebut dalam hukum disebut
kesalahan maksud (error in objecto). Contohnya seorang tentara menembak
seseorang yang dikira musuh, ternyata teman sendiri yang melakukan misi
penyamaran
 Perbuatan yang tidak bermaksud jahat, namun menyebabkan kematian oran
lain. Contohnya seseorang petugas kebersihan yang sedang memotong
ranting pohon karena kelalaiannya ranting pohon jatuh dan menimpa seorang
pengendara yang lewat sehingga meninggal dunia.
Tuntutan bagi pembunuh, terdiri dari:
 Jika pembunuhan sengaja, maka pelaku terkena qishash atau dibunuh juga
jika tidak dimaafkan. Namun jika dimaafkan, maka ia terkena diyat
mughallazhah (denda berat). Di samping itu ia juga terkena hukum
tambahan, jika ia keluarga terputus hak waris dan wasiatnya.
Adapun dendanya berupa harta yang senilai dengan 100 ekor unta dibayar
(tunai). Firman Allah SWT:

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaaja, maka


balasannya adalah neraka jahanam kekal ia di dalamnya, dan Allah marah

9
lOMoARcPSD|14978996

kepadanya dan mengutuknya dan menyediakan adzab yang besar baginya.” (QS.
Al-Nisa,4:92)
 Jika pembunuhannya seperti disengaja, maka tidak terkena qishash, hanya
ia wajib membayar diyat (denda) diangsur selama 3 tahun dan kifarah
hukuman penggantinya adalah berpuasa selama dua bulan atau
memerdekakan seorang budak (hamba sahaya).
 Jika pembunuhan karena kesalahan, maka diyat wajib membayar denda
ringan (diyat mukhaffafah) dengan mengangsur 100 ekor unta dalam jangka
waktu 3 tahun.
 Tuntunan denda pun diwajibkan bagi mereka yang melukai atau memotong
anggota tubuh, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Anggota yang berpasangan dan atau hidung atau lidah dengan dendaan
100 ekor unta.
b. Salah satu anggota yang berpasangan dengan dendaan setengah diyat,
yakni 50 ekor unta.
c. Melukai kepala sampai botak atau badan sampai perut. Dendaannya
adalah sepertiga diyat atau kira-kira 33 ekor unta.
d. Melukai sampai terkelupas kulit di atas tulang, dengan dendaan 15 ekor
unta.
e. Melukai sampai putusnya jari-jari tangan atau kaki, dengan dendaan 10
ekor unta.
f. Mengakibatkan patah/terkelupas gigi, dengan dendaan 5 ekor unta untuk
satu gigi.
Hikmah dilarangnya pembunuhan, antara lain:
 Menjaga harkat, martabat dan penghargaan terhadap jiwa manusia itu sendiri;
 Terciptanya kehidupan yang aman, damai dan tenteram;
 Efek jera, artinya pelaku akan berpikir tentang sanksi yang akan diterima

2.4 Syarat-syarat Wajib Qishash


Hukum qisas adalah salah satu bagian dari hukum pidana Islam atau biasa
diistilahkan dengan fiqh al-jinayah. Hukum pidana Islam adalah segala ketentuan
hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh

10
lOMoARcPSD|14978996
lOMoARcPSD|14978996

manusia khususnya mukallaf yang merupakan hasil dari pemahaman atas dalil-
dalil hukum yang terinci di dalam al-Qur‟an dan hadis. Qisas yang berasal dari
bahasa Arab al-qisās (yaf’ala bil-fā’il misla mā fa’ala) yang berarti melakukan
seperti apa yang telah dilakukan pelakunya. Secara istilah, qishash adalah
memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya. Menurut Abdul
Mujieb dan Ibrahim Unais mendefinisikan qishash sebagai hukuman kepada
pelaku kejahatan persis seperti apa yang dilakukannya. Jika perbuatan yang
dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa yang lain (membunuh), maka
hukuman yang setimpal adalah dibunuh atau hukuman mati.
Ruang lingkup hukum qisas dibatasi oleh para fuqaha hanya pada tindak
pidana atau kejahatan yang berhubungan dengan jiwa (pembunuhan) dan badan
(penganiayaan), atau biasa diistilahkan dengan al-nafs wa al-jarahah (nyawa dan
luka), sebagaimana tertuang dalam surah al-Baqarah: 178 yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar
(diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa
yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan
dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertakwa”
Serta dalam sunah Rasulullah SAW di antaranya adalah “… Siapa yang
membunuh dengan sengaja, maka dibalas dengan membunuh (pelaku)nya…”
(HR. Abu Dawud). Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda: bahwa di
antara orang-orang yang boleh dibunuh adalah seseorang yang melakukan
pembunuhan (HR. Ahmad). Atas dasar ayat-ayat dan hadits di atas, ulama fikih
sepakat mengatakan bahwa hukuman terhadap pelaku pembunuhan dengan
sengaja adalah qisas.
Syarat-syarat berlakunya qisas, antara lain:
Ulama fikih mengemukakan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku

11
lOMoARcPSD|14978996

pembunuhan yang akan dikenai hukuman qisas. Syarat-syarat yang dimaksud


adalah sebagai berikut:
1. Pelaku seorang mukalaf (balig atau berakal) Oleh sebab itu, kisas tidak dapat
dilaksanakan pada anak kecil atau orang gila. Adapun terhadap orang yang
membunuh dalam keadaan mabuk, ulama mazhab yang empat berpendapat
bahwa jika orang yang mabuk itu melakukan pembunuhan sengaja, maka ia
tetap dikenai qisas; tidak ada pengaruh keadaan mabuknya tersebut terhadap
tindak pembunuhan yang dilakukannya;
2. Pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja;
3. Unsur kesengajaan dalam pembunuhan tidak diragukan;
4. Menurut ulama Mazhab Hanafi, pelaku pembunuhan itu melakukannya
dengan kesadaran sendiri, tanpa paksaan dari orang lain. Akan tetapi, jumhur
ulama fikih menyatakan bahwa sekalipun pembunuhan itu dilakukan oleh
orang yang terpaksa di bawah ancaman, tetap dikenai hukuman qisas.

Sedangkan Syarat-syarat wajib qisas, antara lain:


1. Orang yang membunuh sudah balig dan berakal;
2. Yang membunuh bukan bapak dari yang dibunuh;
3. Orang yang dibunuh tidak kurang derajatnya dari yang dibunuh. Yang
dimaksud dengan derajat disini ialah agama dan merdeka atau tidaknya. Oleh
karenanya, bagi orang islam yang membunuh orang kafir tidak berlaku qisas.

4. Yang dibunuh adalah orang yang terpelihara darahnya, dengan Islam, atau
dengan perjanjian
Allah SWT berfirman :

12
lOMoARcPSD|14978996

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan


dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).
Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa
yang sangat pedih.” (Al –Baqarah : 178)

Rasulullah SAW bersabda :


“Orang Islam tidak dibunuh sebab dia membunuh oran kafir.” (Riwayat
Bukhari)
Tiap – tiap dua orang yang berlaku antara keduanya qisas (Hukum Bunuh),
berlaku pula antara keduanya hukum potong atau qata’, dengan syarat seperti
yang telah disebutkan pada syarat qisas, ditambah dengan syarat – syarat dibawah
ini :
1. Hendaklah nama (jenis) kedua anggota itu sama, misalnya kanan dengan
kanan, kiri dengan kiri, di bawah dengan di bawah, dan seterusnya. Oleh
karena itu, tidak dipotong kiri dengan kanan, tidak pula kaki dengan tangan,
tidak dipotong ibu jari dengan kelingking.

2. Keadaan anggota yang terpotong tidak kurang dari anggota yang akan
dipotong. Oleh sebab itu, tidak dipotong tangan yang sempurna dengan tangan
syalal (kering, tidak mempunyai kekuatan). Tiap – tiap anggota yang
terpotong dari peruasannya, berlaku padanya qisas, berate dia harus dipotong
pula. Adapun luka, tidak di qisas, tetapi jelas dapat disamakan dengan ukuran
panjang, lebar, dan dalamnya.

13
lOMoARcPSD|14978996

2.5 Diyat (Denda) dan Ketentuannya


Kata diyat secara etimologi berasal dari kata “wadâ yadî wadyanwa diyatan”.
Sedangkan diyat secara terminologi syariat adalah harta yang wajib dibayar dan
diberikan oleh pelaku jinayat kepada korban atau walinya sebagai ganti rugi,
disebabkan jinayat yang dilakukan oleh si pelaku kepada korban. Definisi ini
mencakup diyat pembunuhan dan diyat anggota tubuh yang dicederai, sebab harta
ganti rugi ini diberikan kepada korban bila jinayatnya tidak sampai membunuhnya
dan diberikan kepada walinya bila korban terbunuh.
Diyat ada dua macam yaitu:
1. Diyat kabir (denda besar) yaitu seratus ekor onta, dengan perincian: 30 ekor
unta betina umur 3 tahun masuk empat tahun, 30 ekor unta betina umur empat
tahun masuk lima tahun, dan 40 ekor unta betina yang sudah hamil.
Diwajibkan denda berat karena:
a) sebagai ganti hukum bunuh (qisas) yang dimaafkan pada pembunuhan
yang betul-betul disengaja. Denda ini wajib dibayar tunai oleh yang
membunuh sendiri. Hal ini dilandasi hadis nabi:
“Barang siapa membunuh orang dengan sengaja, ia diserahkan kepada
keluarga yang terbunuh. Mereka boleh membunuhnya atau menarik
denda, yaitu 30 ekor unta betina umur tiga masuk empat tahun, 30 ekor
unta betina umur empat tahun masuk lima tahun, 40 ekor unta betina yang
sudah hamil” (H.R. al-Turmizi)
b) melakukan pembunuhan “semi sengaja”. Denda ini wajib dibayar oleh
keluarganya, diangsur dalam waktu selama tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun
wajib dibayar sepertiga.

2. Diyat Shaghir (denda ringan) banyaknya seratus ekor unta, tetapi dibagi lima:
20 ekor unta betina umur satu masuk dua tahun, 20 ekor unta betina umur dua
tahun masuk tiga, 20 ekor unta jantan umur dua tahun masuk tiga tahun, 20
ekor unta betina umur tiga tahun masuk empat, 20 ekor unta jantan umur empat
tahun masuk lima. Denda ini wajib dibayar keluarga yang membunuh dalam
masa tiga tahun, tiap akhir tahun dibayar sepertiganya.

14
lOMoARcPSD|14978996

Jika denda tidak dapat dibayar dengan unta, wajib dibayar dengan uang
sebanyak harga unta tersebut. Ini pendapat sebagian ulama. Ringannya denda
dipandang dari tiga segi: 1. Jumlahnya yang dibagi lima 2. Diwajibkan atas
keluarga yang bersangkutan 3. Diberi waktu tiga tahun. Berat denda
dipandang dari tiga segi juga: 1. Jumlah denda hanya dibagi tiga, sedangkan
tingkat umurnya lebih besar 2. Denda diwajibkan atas yang membunuh itu
sendiri 3. Denda wajib dibayar tunai (kalau yang terbunuh perempuan) adalah
seperdua dari denda lak-laki hal ini didasari hadis nabi: “denda perempuan
seperdua denda laki-laki” (H.R. Amr Ibni Hazm).
Denda karena “ketidaksengajaan semata-mata” adalah denda ringan. Denda
ini dijadikan denda berat dari satu segi -yaitu keadaannya- dengan salah satu dari
tiga, dan sebab dibawah ini:
a. Apabila terjadi pembunuhan di tanah Haram Mekah;
b. Apabila terjadi pembunuhan pada bulan haram (bulan Zulkaidah, Zulhijah,
Muharam dan Rajab)
c. Apabila yang terbunuh itu mahram dari yang membunuh.
Keterangannya adalah berdasarkan perbuatan para sahabat, seperti Umar dan
Ustman. Disempurnakan diyat sebagai diyat membunuh orang apabila terpotong
anggota-anggota berikut ini atau melenyapkan manfaatnya, yaitu: dua tapak
tangan, dua kaki, hidung, dua telinga, dua mata, lidah, dua bibir, kemaluan, dan
pelir, membisukan, membutakan, menghilangkan pendengaran, menghilangkan
penciuman, dan menghilangkann akal.

Jenis diyat yang ditentukan sesuai dengan kemampuan pemilik harta yang umum
baginya. Bagi orang yang memiliki emas sebesar seribu dinar, bagi pemilik perak
sebesar sepuluh ribu dirham menurut Hanafiyah dan 12 ribu dirham menurut
jumhur sedangkan bagi pemilik unta adalah sebesar seratus ekor unta. Asy-Syafi'I
berkata: tidak diambil dari orang yang memiliki emas dan perak kecuali senilai
unta.

15
lOMoARcPSD|14978996

Ringannya denda dipandang dari tiga segi :


a. Jumlahnya yang dibagi lima
b. Diwajibkan atas keluarga yang bersangkutan
c. Diberi waktu selama tiga tahun
Beratnya denda dipandang dari tiga segi juga :
a. Jumlah denda yang hanya dibagi tiga, sedangkan tingkat umurnya lebih besar
b. Denda diwajibkan atas yang membunuh itu sendiri
c. Denda Wajib dibayar tunai.
Telah diterangkan tadi bahwa denda karena “ketidaksengajaan semata – mata”
adalah denda ringan. Denda ini dijadikan denda berat dari satu segi yaitu
keadaannya dengan salah atu dari tiga, dan sebab dibawah ini :
a. Apabila terjadi pembunuhan di Tanah Haram Mekah
b. Apabila terjadi pembunuhan pada bulan haram (bulan Zulkaidah, Zulhijah,
Muharam, dan Rajab)
c. Apabila yang terbunuh itu mahram dari yang membunuh
Keteranganya adalah didasarkan perbuatan para sahabat, seperti Umar dan
Usman. Dalil ini berdasarkan pada pemeriksaan sampai kepada sepakat sahabat –
sahabat atau tidaknya. Keterangan ini diambil dari Kifayatul Akhyar.
Denda perempuan (kalu yang terbunuh adalah perempuan) adalah seperdua
dari denda laki – laki.
Rasulullah SAW bersabda :
“Denda perempuan seperdua dari denda laki – laki” (Riwayat Amr.Ibnu Hazm)
Denda orang yang beragama Yahudi atau Nasrani adalah sepertiga, dari denda
orang islam, dan denda orang yang beragama Majusi seperlimabelas dari denda
orang Islam. Keterangannya berdasarkan perbuatan para sahabat.
Disempurnakan Diyat sebagai diyat membunuh orang apabila terpotong
anggota – anggota berikut ini atau melenyapkan manfaatnya, yaitu : Dua telapak
tangan, dua kaki, hidung, dua telinga, dua mata, lidah, dua bibir, kemaluan, dua
pelir, membisukan, dan menghilangkan akal.

16
lOMoARcPSD|14978996

Rasulullah SAW telah berkirim surat kepada penduduk Yaman. Di antara


beberapa hukum yang bekiau terangakn dalam surat beliau itu ialah :
”Sesungguhnya hidung apabila dipotong seluruhnya dendanya satu diyat
penuh, lidah satu diyat penuh, dua bibir satu diyat penuh, dua buah pelir satu
diyat penuh, kemaluan (penis) satu diyat penuh, dan kedua biji mata satu
diyat penuh. Mengenai kaki yang satunya adalah setengah diya.” (Riwayat
Nasai)
Tiap – tiap anggota yang tidak dapat dilakukan qisas padanya tidak dapat
disamakan, wajib membayar imbuh (Pengganti Kerusakan Itu). Caranya, kita
tentukan misalnya orang itu sebagai hamba, berapa kekeruangan harganya karena
kerusakan itu. Umpamanya sebelum, mendapatkan kerusakan itu berharga
Rp1.000.000,00, sesudah dirusak (dicelakakan) hanya berharga Rp900.000,00
maka imbuhnya adalah sepersepuluh diyat.

2.6 Hukum Dakwaan Pembunuhan dengan Tidak Ada Saksi


Misalnya ada seseorang terbunuh, tetapi tidak diketahui siapa yang
membunuhnya, saksipun tidak ada. Keluarganya mendakwa soseorang sedangkan
dakwaannya itu disertai dengan qarinah (tanda-tanda) yang kuat, sampai
menimbulkan sangkaan boleh jadi dakwaannya itu benar. Untuk menguatkan
dakwaannya itu dimuka hakim, dia boleh bersumpah lima puluh kali. Sesudah
bersumpah dia berhak mengambil diyat (denda). Tetapi kalau tidak ada tanda-
tanda yang kuat, maka orang yang terdakwa itu berhak bersumpah. Hal itu
menurut aturan dakwaan yang tidak bersaksi. Adapun dakwaan yang lain dari
membunuh, tidak dapat dengan sumpah, tetapi meski ada saksi.

2.7 Kafarat Membunuh Orang dan Hukumannya


Kafarat yaitu denda yang harus dibayar karena melanggar larangan Allah atau
melanggar janji. Kafarat merupakan asal kata dari “kufir” yang artinya tertutup.
Maksudnya, tertutupnya hati seseorang hingga ia berani melakukan pelanggaran
terhadap aturan syar'i. Sedangkan secara istilah, kafarat adalah denda yang wajib
dibayarkan oleh seseorang yang telah melanggar larangan Allah tertentu.

17
lOMoARcPSD|14978996

Kafarat merupakan tanda taubat kepada Allah dan penebus dosa. Adapun macam-
macam kafarat, salah satunya adalah kafarat pembunuhan.
Kafarat Pembunuhan
Agama Islam sangat melindungi jiwa. Darah tidak boleh ditumpahkan tanpa sebab-
sebab yang dilegalkan oleh syariat. Karenanya, seorang yang membunuh orang lain
selain dihadapkan pada salah satu dari dua pilihan yaitu: diqishash atau membayar
diyat, ia juga diwajibkan membayar kafarat. Kafarat bagi pembunuh adalah
memerdekakan budak muslim. Jika ia tak mampu melakukannya maka pilihan
selanjutnya adalah berpuasa 2 bulan berturut-turut. Hal ini sebagaimana diterangkan
Allah dalam surat An-Nisa ayat 92 yang berbunyi :

“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain),
kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang
mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya
yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si
terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si
terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan
kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh)
berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan
adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An – Nisa : 92)

18
lOMoARcPSD|14978996

Telah dijelaskan bahwa pelaku pembunuhan tidak sengaja (karena keliru)


menanggung kafarat berupa pembebasan budak muslim. Apabila ia tidak
mendapatkannya, maka kewajibannya adalah berpuasa dua bulan berturut-turut.
Hal inilah yang dijelaskan dalam firman Allah, yaitu QS An – Nisa ayat 92.

Imam Ibnu Qudamah dan yang lainnya menyampaikan bahwa pembunuhan tidak
sengaja ini tidak disebutkan dengan pengharaman dan juga tidak dengan
pembolehan, karena pembunuhan jenis ini seperti pembunuhan yang dilakukan
orang gila. Namun, jiwa yang lenyap tetap dijaga dan disucikan. Oleh karena itu,
dalam hal ini diwajibkan adanya kafarat. Prof. Dr. Syekh Shalih bin Abdillah al-
Fauzan menyatakan, “Hikmah dari pensyariatan kafarat dalam pembunuhan tidak
sengaja kembali kepada dua perkara: kesalahan tersebut tidak lepas dari
kecerobohan pelaku dan melihat pada kesucian jiwa yang hilang. Kafarat ini
diwajibkan sebanyak satu kali bagi satu peristiwa, dan bila membunuhnya si
korban secara berulang-ulang maka kafaratnya juga berulang. Oleh karenanya,
bila seseorang membunuh beberapa orang dengan tidak sengaja, maka ia pun
harus membayar beberapa kafarat sesuai dengan jumlah korban yang terbunuh.

19
lOMoARcPSD|14978996

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Jinayat meliputi beberapa hukum, yaitu membunuh orang, melukai,
memotong anggota tubuh, dan menghilangkan manfaat badan, misalnya
menghilangkan salah satu pancaindera.
Membunuh orang adalah dosa besar selain dari ingkar karena kejinya
perbuatan itu, juga untuk menjaga keselamatan dan ketentraman umum, Allah
yang Maha Adil dan Maha Mengetahui memberikan balasan yang layak
(setimpal) dengan kesalahan yang besar itu, yaitu hukuman berat di dunia atau
dimasukkan ke dalam neraka di akhirat nanti.
Terdapat tiga cara melakukan pembunihan yaitu Betul – betul disengaja,
Ketidaksengajaan semata – mata dan Seperti sengaja. Orang yang melakukan
Jinayat ini bisa di Qisas atau dikenakan Diyat.
Qisas yang berasal dari bahasa Arab al-qisās (yaf’ala bil-fā’il misla mā fa’ala)
yang berarti melakukan seperti apa yang telah dilakukan pelakunya. Secara istilah,
qishash adalah memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya.
Menurut Abdul Mujieb dan Ibrahim Unais mendefinisikan qishash sebagai
hukuman kepada pelaku kejahatan persis seperti apa yang dilakukannya. Jika
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa yang lain
(membunuh), maka hukuman yang setimpal adalah dibunuh atau hukuman mati.
Diyat secara etimologi berasal dari kata “wadâ yadî wadyanwa diyatan”.
Sedangkan diyat secara terminologi syariat adalah harta yang wajib dibayar dan
diberikan oleh pelaku jinayat kepada korban atau walinya sebagai ganti rugi,
disebabkan jinayat yang dilakukan oleh si pelaku kepada korban. Definisi ini
mencakup diyat pembunuhan dan diyat anggota tubuh yang dicederai, sebab harta
ganti rugi ini diberikan kepada korban bila jinayatnya tidak sampai membunuhnya
dan diberikan kepada walinya bila korban terbunuh.

20
lOMoARcPSD|14978996

3.2 SARAN
Jinayat adalah suatu pelanggaran terhadap badan yang didalamnya dikenakan
qisas dan diyat atau sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan atas badan atau
dengan lebih jelasnya merusak atau melukai seseorang baik orang itu cedera
begitu juga orang itu meninggal dunia.
Dalam makalah ini penulis ingin memberikan saran kepada pembaca Sebagai
umat muslim kita harus selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT agar terhidar
dari melakukan hal – hal yang termasuk dosa besar salah satunya adalah Jinayat.
Selain hukuman di Akhirat, ada hukuman di dunia yang dapat merugikan semua
pihak yang melakukan Jinayat ini baik itu dari pihak korban maupun pelaku
Jinayat.

21
lOMoARcPSD|14978996

DAFTAR PUSTAKA

https://almanhaj.or.id/2527-fikih-jinayat.html
Referensi :
1. Muhammad bin Ismâ’il Ash-Shan’âni, Subulus-Salâm al-Mûshilah Ilâ
Bulûghil-Marâm, tahqîq Muhammad Shubhi Hasan Halâf, cetakan
kedelapan tahun 1428 H, Dâr Ibnul-Jauzi, KSA 7: 231
2. Muhammad bin Shalih Ibnu Utsaimîn, asy-Syarhul-Mumti’ ‘Ala Zâdil-
Mustaqni’, cetakan pertama tahun 1428 H, Dâr Ibnul-Jauzi, KSA 14/5
3. Shâlih bin fauzân al-Fauzân, Tashîl al-Ilmâm Bi Fiqhi al-Ahâdits Min
Bulûghil-Marâm, cetakan pertama tahun 1427 H tanpa penerbit. 5/117.
4. Shâlih bin Fauzân al-Fauzân, Al-Mulakhashul-Fiqh, cetakan pertama
tahun 1423 H, Ri`âsah Idarâh al-Buhûts al-Ilmiyah wa al-Ifta`, KSA
2/461.
5. As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIII/1430H/2009M.
https://alqolam.web.id/kafarat-dan-denda-bagi-pembunuhan-tersalah-tidak-
sengaja/

Saleh, Hasan. 2008. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta.
Rajawali Pers

Wardi, Ahmad Muslich. 2004. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta.
Sinar Grafika

Al Faruk, Asadulloh. 2009. Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam. Bogor
ghalia Indonesia.

Rasjid, Sulaiman. 2011. Fiqih Islam. Bandung. Sinar baru Al-Gesindo.

Anda mungkin juga menyukai