Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH FIQIH

JINAYAT & HIKMAHNYA

Disusun Oleh:
Qaila Azura
Fathiya Muthmainnah
Siti Fadira
Syah Nabil Ummam Ali
Surya Darma Agung

Kelompok 1 / Kelas XI-1


Guru Pembimbing : Ust. Harisman Nasution S.Pd.I

MAN 3 LANGKAT
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga tugas makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa
shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata pelajaran Fiqih. Kami ucapkan
terima kasih kepada semua anggota yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah
membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah memberikan arahan
serta bimbingannya sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas makalah ini sehingga
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan
kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga materi dari makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita.

Indonesia, 30 Juli 2023


Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jinayah atau lengkapnya Fiqh Jinayah merupakan satu bagian dari bahsan fiqh. kalau fiqh
adalah ketentuan yang berdasarkan wahyu Allah dan bersifat amaliah (operasional) yang mengatur
kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah dan sesama manusia, maka fiqh jinayah secara
khusus mengatur tentang pencegahan tindak kejahatan yang dilakukan manusia dan sanksi hukuman
yang berkenan dengan kejahatan itu.

Tujuan umum dari ketentuan yang di tetapkan Allah itu adalah mendatangkan kemaslahatan untuk
manusia, baik mewujudkan keuntungan dan menfaat bagi manusia, maupun menghindarkan
kerusakan dan kemudaratan dari manusia. Dalam hubungan ini Allah menghendaki terlepasnya
manusia dari segala bentuk kerusakan. Hal ini di penjelas oleh hadist Nabi yang mengatkan

“Tidak boleh terjadi kerusakan terhadap manusia dan tidak boleh manusia melakukan perusakan
terhadap orang lain”.

Fiqh jinayah ini berbicara tentang bentuk-bentuk tindakan kejahatan yang dilarang Allah manusia
melakukannya dan oleh karenanya ia berdosa kepada Allah dan akibat dari dosa itu akan dirasakannya
azab Allah di akhirat. Dalam rangka mempertakut manusia melakukan kejahatan yang dilarang Allah
itu, Allah menetapkan sanksi atau ancaman hukuman atas setiap pelanggaran terhadap larangan Allah
itu. Sanksi hukuman itu dalam bahasa fiqh disebut ‘uqabat. Dengan begitu setiap bahasan
tentang jinayat diiringi dengan bahasan tentang ‘uqabat. Dalam istilah umum biasa dirangkum dalam
‘hukum pidana’.
Setiap tindakan disebut jahat atau kejahatan bila tindakan itu merusak sandi-sandi kehidupan
manusia. Ada lima hal yang mesti ada pada manusia yang tidak sempurna manusia bila satu
diantaranya luput yaitu : agama, jiwa, akal, harta, keturunan (sebagian ulama memasukkan pula harga
diri dalam bentuk terakhir ini). Kelimanya disebut daruriat yang lima. Manusia di perintahkan untuk
mewujudkan dan melindungi kelima unsur kehidupan manusia itu. Sebaliknya, manusia dilarang
melakukan sesuatu yang menyebabkan rusaknya lima hal tersebut. Hal-hal apa saja yang manusia
tidak boleh254 merusak pada dasarnya merujuk kepada lima hal tersebut. Adapun kejahatan yang
dinyatakan Allah dan Nabi-Nya sanksinya adalah : murtad, pembunuhan, penganiayaan, pencurian,
perampokan, perzinaan, tuduhan perzinaan tampa bukti, minum-minuman keras, makar dan
pemberontakan. Sedangkan kejahatan lain yang secara jelas tidak disebutkan sanksinya oleh Allah
dan Nabi diserahkan kepada ijtihat ulama dan diterapkan aturan dan ketentuannya oleh penguasa,
seperti perjudian, penipuan, dan lainya.
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Jinayat
Secara etimologis (lughah) “jinayah”, berarti : perbuatan terlarang, dan “jarimah”, berarti
: perbuatan dosa. Secara termologis (ishtilah) “jinayah” atau “jarimah’, adalah
sebagaimananya dikemukakan Imam Al-Mawardi :

“Jarimah adalah segala larangan syarak yang diancam hukuman had atau ta’zir’.
Dengan demikian, jinayah atau jarimah adalah perbuatan yang mengancam keselamatan
jiwa.
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya mengatakan jinayah adalah kata
jinayah berasal dari bahasa Arab, yang merupakan jamak dari kata jinayah diambil dari
jinaaya yang berarti memetik. Dalam bahsa, kata janaitus tsamara bermaksud mengambil
buah-buahan. Jinaa’alaa qawmihii jinaayatan bermaksud ‘a melakukan tindakan kejahatan
tehadap kaumnya, dan harta benda.
Adapun kata jinayah menurut syariat Islam ialah segala tindakan yang dilarang oleh
hukum syariat untuk dilakukan; setiap perbuatan yang dilarang oleh syariat harus dihindari,
karena perbuatan itu akan menimbulkan bahaya terhadap agama, jiwa, akal, harga diri, dan
harta benda.

A. Pembunuhan
1. Pengertian
Pembunuhan secara bahasa adalah menghilangkan nyawa seseorang. Sedangkan
secara istilah pembunuh adalah perbuatan manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa
seseorang baik dengan sengaja atau tidak sengaja, baik dengan alat yang mematikan ataupun
dengan alat yang tidak mematikan. Sejalan dengan pendapat ulama bahwa, pembunuhan
merupakan suatu perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang dan itu
dibenarkan dalam islam.

2. Macam-Macam Pembunuhan

Pembunuhan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pembunuhan seng aja,
pembunuhan seperti sengaja, dan pembunuhan tersalah.

a. Pembunuhan sengaja yaitu pembunuhan yang telah direncanakan dengan


menggunakan alat yang mematikan, baik yang melukai atau memberatkan (mutsaqal).
Dikatakan pembunuhan sengaja apabila ada niat dari pelaku sebelumnya dengan
menggunakan alat atau senjata yang mematikan. Si pembunuh termasuk orang yang
baligh dan yang dibunuh (korban) adalah orang yang baik.
b. Pembunuhan seperti sengaja yaitu pembunuhan yang dilakukan seseorang tanpa niat
membunuh dan menggunakan alat yang biasanya tidak mematikan, namun menyebabkan
hilangnya nyawa seseorang.

c. Pembunuhan tersalah yaitu pembunuhan yang terjadi karena salah satu dari tiga
kemungkinan. Pertama; perbuatan tanpa maksud melakukan kejahatan tetapi mengakibatkan
kematian seseorang. kedua; perbuatan yang mempunyai niat membunuh, namun ternyata
orang tersebut tidak boleh dibunuh, ketiga; perbuatan yang pelakunya tidak bermaksud jahat,
tetapi akibat kelalaiannya dapat menyebabkan kematian seseorang.

3. Hikmah Larangan Membunuh

Islam menerapkan hukuman bagi pelaku pembunuhan tiada lain untuk memelihara
kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelaku tindak pembunuhan diancam dengan
hukuman yang setimpal sesuai perbuatannya. Di antara dalil yang menjelaskan tentang
hukuman bagi pembunuh adalah:

• Firman Allah ta’ala dalam surat an-Nisa ayat 93 yang artinya: “Dan barang siapa
membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka jahannam, ia
kekal di dalamnya, dan Allah murka kepadanya, mengutuknya, dan menyediakan adzab yang
besar baginya.”(Q.S. anNisa’: 93)

• Sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Pembunuhan sengaja (hukumannya) adalah qishash,
kecuali jika wali korban memaaϔkan.”(H.R. Abu Dawud)

Penerapan hukuman yang berat bagi pembunuh dimaksudkan agar tak seorang pun
melakukan tindakan kejahatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.

B. Penganiayaan

1. Pengertian
Penganiayaan yang dimaksud di sini adalah perbuatan pidana (tindak kejahatan),
yang berupa melukai, merusak atau menghilangkan fungsi anggota tubuh.

2. Macam-macam penganiayaan
Penganiayaan dibagi menjadi dua macam yaitu penganiayaan berat dan
penganiayaan ringan. Pertama; penganiayaan berat yaitu perbuatan melukai atau
merusak bagian badan yang menyebabkan hilangnya manfaat atau fungsi anggota
badan tersebut, seperti memukul tangan sampai patah, merusak mata sampai buta
dan lain sebagainya. Kedua; Penganiayaan ringan yaitu perbuatan melukai bagian
badan yang tidak sampai merusak atau menghilangkan fungsinya melainkan
hanya menimbulkan cacat ringan seperti melukai hingga menyebabkan luka
ringan.
3. Dasar Hukuman Tindak Penganiaayaan
Perbuatan menganiaya orang lain tanpa alasan yang dibenarkan dalam Islam
dilarang. Larangan berbuat aniaya ini sama dengan larangan membunuh orang
lain tanpa dasar. Allah berϐirman dalam surat surat al-Maidah ayat 45 yang
artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat)
bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan
hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukapun ada
qishashnya.” (Q.S. alMaidah: 45).

C. Qishash

1. Pengertian
Qishash berasal dari kata yang artinya memotong atau berasal dari kata yang
artinya mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si penjahat sebagai pembalasan
atas perbuatannya. Menurut syara’ qishash ialah hukuman balasan yang
seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun perusakan atau penghilangan
fungsi anggota tubuh orang lain yang dilakukan dengan sengaja.

2. Macam-Macam Qishash
Berdasarkan pengertian di atas maka qishash dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Qishash pembunuhan (yang merupakan hukuman bagi pembunuh).
b. Qishash anggota badan (yang merupakan hukuman bagi pelaku tindak
pidana melukai, merusak atau menghilangkan fungsi anggota badan).

3. Syarat-Syarat Qishash
a. Orang yang terbunuh terpelihara darahnya (orang yang benar-benar baik).
b. Pembunuh sudah baligh dan berakal
c. Pembunuh bukan bapak (orang tua) dari terbunuh
d. Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan orang yang membunuh, seperti
muslim dengan muslim, merdeka dengan merdeka dan hamba dengan hamba.
e. Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, dan
lain sebagainya

4. Hikmah Qishash
Hikmah yang dapat dipetik bahwa Islam menerapkan hukuman yang sangat
menjaga serta menjaga kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelaku
perbuatan pembunuhan diancam dengan qishash baik yang terkait pada al-
jinayat ‘alan nafsi (tindak pidana pembunuhan) ataupun al-jinayah ‘ala ma
dunan nafsi (tindak pidana yang berupa merusak anggota badan ataupun
menghilangkan fungsinya) akan menimbulkan banyak efek positif.

Yang terpenting diantaranya adalah :


1. Dapat memberikan pelajaran bagi kita bahwa keadilan harus ditegakkan.
Betapa tinggi nilai jiwa dan badan manusia, jiwa diganti dengan jiwa,
anggota badan juga diganti dengan anggota badan.

2. Dapat memelihara keamanan dan ketertiban. Karena dengan adanya qishash


orang akan berϐikir lebih jauh jika akan melakukan tindak pidana
pembunuhan ataupun penganiayaan. Di sinilah qishash memiliki peran penting
dalam menjauhkan manusia dari nafsu membunuh ataupun menganiaya orang
lain, hingga akhirnya manusia akan merasakan atmosfer kehidupan yang
penuh dengan keamanan, kedamaian dan ketertiban.

3. Dapat mencegah pertentangan dan permusuhan yang terjadinya


pertumpahan darah. Dalam konteks ini qishash memiliki andil besar
membantu program negara dalam usaha memberantas berbagai macam praktik
kejahatan, sehingga ketentraman dan keamanan masyarakat terjamin. Hal ini
Allah tegaskan dalam firman-Nya yang artinya: “Dan dalam qishash itu ada
jaminan (kelangsungan hidup bagimu), hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah : 179 )
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

 Secara etimologis (lughah) “jinayah”, berarti : perbuatan terlarang, dan “jarimah”,


berarti : perbuatan dosa. Secara termologis (ishtilah) “jinayah” atau “jarimah’,
adalah sebagaimananya dikemukakan Imam Al-Mawardi : “Jarimah adalah segala
larangan syarak yang diancam hukuman had atau ta’zir’.
 Syarat Jinayah
Mengingat jinayah merupakan perbuatan yang dilarang syara’, maka larangan
tersebut hanya ditunjukan kepada orang mukhalaf (baligh). Perbuatan merugikan
yang dilakukan orang gila atau anak kecil, tidak dikata gorikan
sebagai jinayah atau jarimah, mengingat mereka bukanlah orang yang dapat
memahami khithab(kewajiban) atau taklif (beban).
 Rukun jinayah
1. Adanya unsur formal (rukn al-syar’i), yaitu ketentuan nash yang
melanggarperbuetan-perbuatan tertentu yang disertai ancaman hukuman.
2. Adanya unsur material (rukn al-maddi), yaitu pelaku melakukan perbuatan
yang dilarang syara’, atau sebaliknya tidak melakukan perbuatan yang diperintahkan
syara’.
3. Adanya unsur moral (rukn al-adabi), yaitu pelaku adalah orang yang
memahami khithab atau taklif,sehingga sanksi hukuman dapat dijatuhkan atas
perbuatan yang dilakukannya.
 Jarimah Qishas
- Pembunuhan
- Pengniayaan
DAFTAR PUSTAKA

o Saleh, Hasan, 2008. Fiqh Kontemporer, Cetakan; 1, Jakarta : Rajawali Pers.


o Sabiq, Sayyid,2005. FIQIH SUNNAH, Cetakan; 1, Jakarta : Pena Pundi Aksara.
o Djazuli, 2010. ILMU FIQH Pengalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum
Islam. Cetakan; 7, Jakarta : Kencana.
o Diib, Musthafa Al-Bugha, 2009. Fiqih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-Hukum
Islam Mazhab Syafi’i.(Cetakan; 1, Solo : Media Zikir.
o Prof. H. A. Djazuli, 2010. ILMU FIQH PENGALIAN, PERKEMBANGAN, DAN
PENERAPAN HUKUM ISLAM. Cetakan; 7, Jakarta : Kencana.
o Syarifuddin, Amir, 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Cetakan; 1, Bogor : Kencana.

Anda mungkin juga menyukai