Anda di halaman 1dari 18

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (JARIMAH AL-QOTL)

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Pidana Islam

Dibawah Bimbingan: Drs. H. Ayi Sofian, M. Si.

Di susun oleh:

1. Imas Nurdini (1203010065)


2. Indra nugraha (1203010170)
3. Indriyanti priyantini (1203010066)
4. Irfan muhammad ihsanuddin (1203010067)
5. Izzuma tasya rismayanti (1203010068)

HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, taufik,
hidayah dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul “Tindak Pidana Pembunuhan (Jarimah Al-Qotl)” dengan hadirnya makalah ini
dapat memberikan informasi bagi para pembaca tentang tata cara penyusunan karangan ilmiah
yang baik dan benar.
Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam yang diamanatkan oleh pak Drs. H. Ayi Sofian, M. Si. Makalah ini kami buat
berdasarkan buku penunjang yang di miliki dan untuk mempermudahnya kami juga menyertai
berhubungan dengan kemajuan kedepan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
ini banyak sekali kekurangannya baik dalam cara penulisan maupun dalam isi.
Oleh karna itu kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.  Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat, khususnya bagi penulis yang membuat dan umumnya bagi yang membaca
makalah ini. Aamiin

Bandung, 18 november 2021

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii

i
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar belakang...............................................................................................................................1
B. Rumusan masalah..........................................................................................................................2
C. Tujuan masalah.............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan (Jarimah Al-Qotl).....................................................3
2. Dasar Hukum Pembunuhan.........................................................................................................5
3. Macam-macam Pembunuhan.......................................................................................................6
4. Sanksi hukum Bagi Jarimah Pembunuhan.................................................................................8
BAB III.....................................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................................14
A. Kesimpulan..................................................................................................................................14
B. Saran.............................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam merupakan suatu agama yang disampaikan oleh nabi-nabi berdasarkan wahyu
Allah yang disempurnakan dan diakhiri dengan wahyuAllah pada nabi Muhammad sebagai
nabi dan rasul terakhir.1 Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi
bagian dari agama islam. Secara umum sering dirumuskan bahwa tujuan hukum Islam adalah
kebahagiaan hidup manusia didunia ini dan akhirat nanti, dengan jalan mengambil (segala)
yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudharat, yaitu yang tidak berguna bagi
hidup dan kehidupan Hukum pidana Islam merupakan syari’at Allah yang mengandung
kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqih jinayah. Fiqih jinayah
adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang
dilakukan oleh orang mukallaf, sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang
terperinci dari Al-Qur’an dan hadits.2 Tujuan hukum pidana Islam tidak dapat terlepas dari
tujuh syari’at Islam secara umum, karena hukum pidana Islam merupakan bagian dari
syari’at Islam. Syari’at Islam secara umum bertujuan untuk mengamankan lima hal-hal
mendasar dalam kehidupan umat manusia. Lima hal tersebut adalah aspek agama, aspek akal,
aspek jiwa, aspek harta benda dan aspek keturunan. Kelima hal ini dikenal dengan istilah
lima perkara pokok (ḍaruriyah al-khamsah), yaitu memelihara agama (ḥifẓu al-din),
memelihara akal (ḥifẓu al-„aql), memelihara jiwa (ḥifẓu al-nafs), memelihara harta benda
(ḥifẓu al-maal), dan memelihara keturunan (ḥifẓu al-nasl).3 Tujuan pokok penjatuhan
hukuman dalam syari’at Islam ada dua macam, yaitu pencegahan (al-zajru) dan pengajaran
atau pendidikan (altahżib). Pencegahan ialah menahan pelaku agar tidak melakukan,
mengulangi perbuatan jarimah atau agar ia tidak terus menerus melakukannya. Jarimah ialah
larangan-larangan Syara’ yang diancamkan oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zir.

1
Syaidus Syahar, 1983, Asas-asas Hukum Islam, Bandung; Penerbit Alumni, hal. 6.
2
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hlm. 1
3
Muchammad Ichsan dan Endrio Susila, Hukum Pidana Islam : Sebuah Alternatif, (Yogyakarta: Lab Hukum UMY,
2006), hlm.20.

1
Salah satu bentuk dari jarimah ialah pembunuhan. Pembunuhan merupakan suatu tindakan
yang menghilangkan nyawa atau mematikan.
Melihat dari latar belakang masalah tersebut diatas penulis dalam makalah ini akan
mengkaji lebih dalam lagi mengenai Jarimah Al-Qotl atau Tindak Pidana Pembunuhan.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tindak pidana pembunuhan?
2. Bagaiamanakah dasar hukum pidana pembunuhan?
3. Ada berapa macam tindak pidana pembunuhan?
4. Apa saja sanksi yang ditegakan mengenai tindak pidana pembunuhan?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan tindak pidana pembunuhan.
2. Untuk mengetahui dasar hukum pindana pembunuhan.
3. Untuk mengetahui macam macam tindak pidana pembunuhan.
4. Untuk mengetahui sanksi yang ditegakan mengenai tindak pidana pembunuhan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan (Jarimah Al-Qotl)


Pembunuhan dalam Bahasa Indonesia diartikan dengan proses perbuatan atau cara
membunuh. Dalam Bahasa Arab, pembunuhan disebut “al-qatlu” yang artinya mematikan.
Dalam istilah pembunuhan didefinisikan oleh Wahbah Zuhaili yang mengutip pendapat Syarbini
Khatib, sebagai berikut: 4

‫س‬ ِ َ‫ق أ‬
ِ ‫ى ا ْلقَاتِ ُل لِلنَّ ْف‬ ُ ‫ل ا ْل ُم ْز ِه‬Jُ ‫اَلَقَ ْتل ُه َو ا ْلفِ ْع‬

“Pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa seseorang.”

Pembunuhan secara terminilogi sebagaimana yang dinyatakan oleh Abdur Qodir Audah
yaitu perbuatan seseorang yang menghilangkan kehidupan yang berarti menghilangkan jiwa anak
adam oleh perbuatan anak adam yang lain. Menurut Amir Syarifuddin pembunuhan adalah
tindakan menghilangkan nyawa orang lain dan perbuatan yang dilarang oleh Allah dan Nabi
karena merusak salah satu sendi kehidupan.

Dalam hukum pidana Islam istilah isytirāk fi al-qatl (delik penyertaan pembunuhan) yaitu
bersama-sama keterlibatan dalam suatu jarimah. Pengertian isytirāk fi al-qatl atau bersama-sama
berbuat suatu jarimah adalah bersama-sama menghendaki dan bersama-sama melakukan
permulaan pelaksanaan peristiwa pidana, demikian juga hasil dari pada perbuatan samasama
dikehendaki. Sedangkan Pengertian turut serta berbuat atas sesuatu jarimah mungkin terjadi
tanpa menghendaki atau bersama-sama menghendaki hasil dari pada tindak pidana atau
perbuatan yang dimaksud.5
Dari definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa unsur-unsur dalam tindak pidana
pembunuhan dalam hukum Islam adalah:
a. Menghilangkan nyawa seseorang.
4
Azwar Nurhadi, Skripsi, Pembunuhan Menurut Padangan Islam, (Makasar: 2002), hal, 21.
5
Haliman, Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), hlm. 225.

3
b. Adanya perbuatan baik itu aktif maupun pasif. Maksud dari aktif disini adalah perbuatan
atau tingkah laku yang dilakukan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
Misalnya menususuk seseorang dengan pisau. Maksud dari perbuatan pasif adalah tidak
adanya perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan tetapi tidak berbuat itu maka hilangla
nyawa seseorang.
c. Dilakukan oleh orang lain, karna jika dilakukan oleh diri sendiri maka itu dinamakan
dengan bunuh diri meskipun dilarang oleh syara’ tetapi tidak ada ancaman hukuman di
dalamnya. Karena pelaku sudah tiada.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembunuhan adalah perbuatan seseorang
terhadap orang lain yang mengakibatkan hilangnya nyawa, baik perbuatan tersebut dilakukan
dengan sengaja maupun tidak sengaja. Jinayat terhadp jiwa atau pelanggaran terhadap seseorang
dengan menghilangkan nyawa merupakan hal yang sangat dilarang oleh Allah Ta’ala.

Dalam pasal 55 dan 56 ada lima golongan peserta tindak pidana, yaitu:

1) Yang melakukan perbuatan (Plegen, dader),


2) Yang menyuruh melakukan perbuatan (doen plegen, middelijke dader)
3) Yang turut melakukan perbuatan (medeplegen, mededader)
4) Yang membujuk supaya perbuatan dilakukan (uitlokken, uitlokker)
5) Yang membantu perbuatan (medeplichtig zijn, medeplichtige)

Membunuh merupakan kejahatan yang sangat serius karna perbuatan itu merupakan
perkara yang pertama kali disidangkan pada hari kiamat. membunuh termasuk salah satu dosa
besar yang berada dalam jajaran teratas dosa-dosa besar. Imam Dzahabi dalam Al Kabair
menetapkan membunuh sebagai dosa besar yang menduduki peringkat kedua setelah syirik, dari
sebanyak 70 dosa besar yang ia sebutkan.6

Orang boleh mencabut hak hidup seseorang dengan lima hal berikut:

a. Hukum balas (qishash) yang dikenakan bagi penjahat pembunuhan dengan sengaja.
b. Dalam perang mempertahankan diri (jihad) melawan musuh Islam. Merupakan hal yang
wajar bahwa ada beberapa pejuang terbunuh.

6
Abdurahman, Asmuni, 1974, Qaidah-Qaidah Fiqhiyyah, Jakarta; Bulan Bintang

4
c. Hukuman mati bagi para pengkhianat yang berusaha menggulingkan pemerntahan Islam.
d. Lelaki dan perempuan yang sudah menikah namun melakukan zina.
e. Orang-orang yang merampok/ membegal (hirobah).

Tindak pidana pembunuhan merupakan hal yang sangat mengerikan sehingga setelah
dihukum Hadd pun, si pelaku akan disiksa di dalam neraka. Dimurkai dan dilaknat oleh Allah
SWT. Tidak hanya kehidupan manusia yang disucikan tetapi juga semua kehidupan. Bahkan
dalam penyembelihan hewan pun harus membaca “bismillah, allahuakbar”. Jangankan
membunuh nyawa orang lain, bahkan mencabut nyawa diri sendiri pun tidak ada menjadi hak
kita dalam syariat Islam.7

2. Dasar Hukum Pembunuhan


Sebenarnya banyak sekali firman Allah yang melarang perbuatan membunuh, baik
dengan ucapan yang jelas-jelas melarang membunuh dengan ucapan “jangan membunuh” atau
ucapan “tidak boleh membunuh” sebagaimana firman Allah:
a. Surah Al-An’am ayat 151
ِ ‫َوالَ تَ ْقتُلُ ْوا النَّ ْف‬
ِّ ‫س الَّتِي َح َّر َم هللاُ إِاَّل بِا ْل َح‬
‫ق‬

”Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)


melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar...” (QS. Al-An’am: 151)
b. Q.S Al-Furqan / 25 ayat 68

ِّ ‫س الَّتِ ْي َح َّر َم هّٰللا ُ اِاَّل بِا ْل َح‬


َ ‫ق َواَل يَ ْزنُ ْو ۚنَ َو َمنْ يَّ ْف َع ْل ٰذلِكَ يَ ْل‬
‫ق اَثَا ًم‬ ‫هّٰللا‬
َ ‫َوالَّ ِذيْنَ اَل يَ ْدع ُْونَ َم َع ِ اِ ٰل ًها ٰا َخ َر َواَل يَ ْقتُلُ ْونَ النَّ ْف‬

“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar.......”

Adapun hadits yang berkaitan dengan jarimah pembunuhan yang terdapat dalam kitab
Bulughul Maram:

“Dari Ibnu Mas’ud r.a. ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak halal darah
seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa aku

7
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta; Sinar Grafika, 2004)

5
adalah utusan Allah, kecuali terhadap salah satu dari tiga orang, yakni orang yang
pernah nikah dan berzina, pembunuh manusia, dan orang yang meninggalkan agamanya
serta memisahkan diri dari jama’ah.” (Mutafaq ‘alaih)”8

3. Macam-macam Pembunuhan
Menurut pendapat Jumhur Ulama, pembunuhan yang dilarang dibagi menjadi tiga
macam, yaitu:9

a. Pembunuhan Sengaja (Al Qatl Amd)


Pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan di mana pelaku perbuatan tersebut
sengaja melakukan suatu perbuatan dan dia menghendaki akibat dari perbuatannya, yaitu
matinya orang yang menjadi korban. Sebagai indikator dari kesengajaan untuk membunuh
tersebut dapat dilihat dari alat yang digunakan untuk membunuh. Dalam hal ini umumnya alat
yang mematikan, seperti senjata api, senjata tajam dan sebagainya.

Atau pembunuhan bisa juga diartikan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan
tujuan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan menggunakan alat yang dipandang layak
untuk membunuh. Jadi matinya korban merupakan bagian yang dikehendaki si pembuat jarimah.
Dan sanksi bagi pembunuhan berencana dalam Islam adalah qishash, yakni hukuman balasan
setimpal atas pebuatan yang dilakukan pelaku terhadap korban sama persis.

Adapun unsur-unsur dari pembunuhan sengaja adalah, sebagai berikut:

a. Korban yang dibunuh adalah manusia yanng masih hidup


b. Kematian yang terjadi adalah hasil dari perbuatan pelaku
c. Pelaku tersebut menghendaki terjadinya kematian/ adanya niat pelaku.

Sedangkan menurut As-Sayyid Sabiq, yang dimaksud pembunuhan sengaja adalah


pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang mukallaf kepada orang lain yang darahnya
terlindungi, dengan memakai alat yang pada umumnya dapat menyebabkan mati.
Sedangkan menurut Abdul Qodir Audah, pembunuhan sengaja adalah perbuatan
menghilangkan nyawa orang lain yang disertai dengan niat membunuh, artinya bahwa seseorang

8
Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Lengkap Bulughul Maram, Jakarta: Akbar, 2009, hlm. 529.
9
Eka Hartanti, Skripsi, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembunuhan Terhadap Anak, (Bandung: 2011), hal, 33.

6
dapat dikatakan sebagai pembunuh jika orang itu mempunyai kesempurnaan untuk melakukan
pembunuhan.
Jika seseorang tidak bermaksud membunuh, semata-mata hanya menyengaja menyiksa,
maka tidak dinamakan dengan pembunuhan sengaja, walaupun pada akhirnya orang itu mati. Hal
ini sama dengan pukulan yang menyebabkan mati (masuk dalam katagori syibh amd).
Menurut Imam Syafi‟i dan pendapat yang kuat dikalangan mazhab Hambali, dianggap sebagai
pembunuhan sengaja, selama ia dengan sengaja mengadakan perbuatannya dan menghendaki
pila hilangnya nyawa si korban.
Pembunuhan disengaja ada beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Membunuh seseorang dengan alat/ benda yang biasanya dapat menghilangkan nyawa
orang lain misalnya dengan senjata tajam, senjata api, atau dengan benda yang berat
dan sebagainya.
2. Membunuh orang dengan bend atau alat yang biasanya tetapi ada indikasi lain yang
umumnya bisa menyebabkan terbunuhnya seseorang, misalnya memukul dengan
tongkat secara berulang-ulang.
3. Membunuh seseorang dengan cara memperlakukan orang teersebut dengan perbuatan
yang bisa menghilangkan nyawanya. Contoh menaruh racun dimakanan, mencekik
leher, membakar dengan api, mengurung disuatu tempat tanpa diberi makan dan
minum dan sebagainya.
b. Pembunuhan Semi Sengaja (Qatl Syibh Al-Amd)
Menurut Hanabilah, pembunuhan menyerupai sengaja adalah sengaja dalam melakukan
perbuatan yang dilarang, dengan alat yang pada umumnya tidak akan mematikan, namun
kenyataannya korban mati karenanya. Maksudnya, perbuatan memang dilakukan dengan
sengaja, tetapi tidak ada niat dalam diri pelaku untuk membunuh korban.
Pengertian lain pembunuhan semi sengaja adalah tindakan seseorang secara sengaja ingin
melakukan jinayat terhadap orang lain tetapi tidak ada maksud ingin membunuhnya, yang
mengakibatkan orang itu meninggal dunia.
Apabila alat tersebut pada umumnya tidak mematikan, seperti kerikil, ranting kayu, penggaris
dan sebagainya, maka pembunuhan yang terjadi termasuk pembunuhan menyerupai sengaja.
Adapun unsur-unsur dari permbunuhan menyerupai sengaja adalah sebagai berikut:
a. Adanya perbuatan dari pelaku yang mengakibatkan kematian.

7
b. Adanya kesengajaan dalam melakukan perbuautan.
c. Kematian adalah akibat dari pelaku.
Contohnya seorang guru memukulkan penggaris kepada seorang muridnya, tiba-tiba
murid tersebut meninggal dunia, maka perbuatan guru tersebut dinyatakan sebagai pembunuhan
semi sengaja.
c. Pembunuhan Tidak Disegaja (Qotl Al Khata’)
Dalam pembunuhan ini, sama sekali tidak ada unsur kesengajaan untuk melakukan
perbuatan yang dilarang, dan tindak pidana pembunuhan terjadi karena kurang hati-hati atau
kelalaian dari pelaku. Atau daapat diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan seseorang dengan
tidak ada unsur kesengajaan di dalamnya namun menyebabkan kematian seseorang.
Contohnya ada seseorang yang melakukan penebang pohon kemudian pohon yang
ditebang itu tibaa-tiba tumbang dan menimpa orang yang lewat lalu meninggal maka itu disebut
dengan pembunuhan tidak sengaja. Adapun unsur-unsur pembunuhan karena kesalahan adalah,
sebagai berikut:10
a. Adanya perbuatan yang mengakibatkan matinya korban.
b. Perbuatan tersebut terjadi karena kesalahan (kelalaian) pelaku.
c. Antara perbuatan kekeliruan dan kematian korban terdapat hubungan sebab akibat.
Ketiga macam pembunuhan diatas disepakati oleh Jumhur ulama kecuali Imam Malik.
Mengenai hal ini Abdul Qodir Audah mengataka perbedaan pendapat yang mendasar bahwa
Imam Malik tidak mengenal jenis pembunuhan semi sengaja, karna menurutnya di dalam Al-
Qur’an hanya ada pembunuhan disengaja dan tersalah.

4. Sanksi hukum Bagi Jarimah Pembunuhan


Adapun pengertian qishash yang di kemukakan oleh al-jurjani yaitu mengenakan sebuah
tindakan (sanksi hukum) kepada pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan oleh pelaku
11
tersebut terhadap korban. Qishash wajib dikenakan bagi setiap pembunuh, kecuali jika
dimaafkan oleh keluarga/ wali korban.
Adapun macam macam qishash adalah sebagai berikut:
a. Qishash karna melakukan jarimah pembunuhan.
b. Qishash karna melakukan jarimah penganiayaan.
10
Hermawan, Skripsi, Tinjauan Yuridis Mengenai Pembunuhan Berencana, ( Jakarta: 2010) hal, 32.
11
M.Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: 2016) hal,4.

8
a. Hukuman Untuk Pembunuhan Sengaja
Pembunuhan sengaja dalam syari’at Islam diancam dengan beberapa macam hukuman.
Hukuman pokok untuk pembunuhan sengaja adalah qishash, dan kifarat, sedangkan hukuman
pengganti adalah diat atau ta’zir. Dan hukuman tambahannya adalah penghapusan hak waris dan
hak wasiat.
1. Hukuman Qishash
Qishash dalam arti bahasa menelurusi jejak, pengertian ini digunakan untuk arti
hukuman, karena orang yang berhak atas qishash mengikuti dan menelusuri jejak tindak
pidana dari pelaku. Sedangkan menurut syara’, Qishash adalah
‫لجانِى بِ ِم ْث ِل فِ ْعلِ ِه‬
َ ‫ُم َجا َزاةُ ْا‬
“memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya.”
Karena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa orang lain,
maka hukuman yang setimpal adalah dibunuh atau hukuman mati.
 Dasar Hukum Qishash
 Surah Al-Baqarah ayat 179
ِ ‫ص َحيَاةٌ َيأُولِى اَاْل َ ْلبَا‬
َ‫ب لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُ ْون‬ َ ِ‫َولَ ُك ْم ِفى ا ْلق‬
ِ ‫صا‬
“Dan dalam Qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 179)
 Hadist Ibnu Abbas
‫(اخرجه ابوداود النسائ وابن ماجه‬. . . .ٌ‫ َو َمنْ قَتَ َل َع ْمدًا فَ ُه َو قَ َود‬. . . . :‫س ْو ُل هللاِ ص م‬
ُ ‫ قَا َل َر‬:‫س رض قَا َل‬
ٍ ‫َوعَنْ اِ ْب ِن َعبَا‬
)‫باسناد قوى‬.
“Dari Ibnu Abbas ra. Berkata: telah bersabda Rasulullah SAW.:”....dan barang siapa
dibunuh dengan sengaja maka ia berhak untuk menuntut qishash....” (HR. Abu Dawud
An-Nasa’ dan Ibn Majah dengan sanad yang kuat).
 Syarat- Syarat Qishash
1) Syarat Pelaku (Pembunuh)
 Mukalaf (baligh dan berakal)
 Pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja
 Pelaku harus orang yang mempunyai kebebasan
2) Syarat untuk korban (yang dibunuh)

9
 Korban harus orang yang ma’shum ad-dam (orang yang dijamin keselamatanya
oleh negara Islam).
 Korban bukan bagian dari pelaku
 Jumhur Ulama’ selain Hanafiyah mensyaratkan, hendaknya korban seimbang
dengan pelaku. Dasar keseimbangan ini adalah Islam dan merdeka.
3) Syarat untuk Perbuatan (Pembunuhan)
Hanafiyah mengemukakan bahwa hukuman Qishash bagi pelaku diisyaratkan
perbuatan yang langsung. Apabila perbuatanya tidak langsung maka hukumannya
diat. Tetapi, ulama-ulama selain Hanafiyah tidak mensyaratkan hal ini. Mereka
berpendapat bahwa pembunuhan tidak langsung juga dapat dihukumi qishash.
4) Syarat Untuk Wali (Keluarga) Korban
Hanafiyah mensyaratkan bahwa wali dari korban yang memiliki hak qishash harus
jelas diketahui.
 Pelaksanaan Hukuman Qishash
1) Mustahik ( yang berhak ) atas qishash
Pemilik hak qishash atau waliyyud dam menurut jumhur ulama, yang terdiri
Hanafiyah, Hanabilah dan sebagian Syafi’iyah adalah setiap ahli waris, baik dzawil
furudh maupun ashabah. Akan tetapi menurut Malikiyah, mustahik qishash itu
adalah ashabah yang laki-laki saja.
2) Kekuasaan Untuk Melaksanakan hukuman Qishash
Apabila mustahik sudah dewasa dan berakal sehat, ia berhak melakukan hukuman
qishash. Firman Allah:
ُ ‫س ِرف فِ ْي ْالقَ ْت ِل اِنَّهُ َكانَ َم ْن‬
. . .‫ص ْو ًرا‬ ُ ‫و َمنْ قُتِ َل َم ْظلُ ْو َما فَقَ ْد َج َع ْلنَا لِ َولِيِّ ِه‬.
ْ ُ‫س ْلطَانَا فَاَل ي‬ َ
“Dan barang siapa dibunuh secara zalim, sesungguhnya kami telah memberi
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas
dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan”
(QS. Al-isra’:33)
3) Teknik Pelaksanaan Hukuman Qishash
Menurut Hanafiyah dan Hanabilah, qishash pada jiwa harus dilaksanakan dengan
menggunakan pedang. Sedangkan menurut Malikiyah dan Syafi’iyah, orang yang
melakukan pembunuhan harus diqishash dengan alat yang sama dengan yang

10
digunakan untuk membunuh. Tapi apabila ingin menggunakan pedang
diperbolehkan. Firman Allah:
َّ ًّdJ‫صبَ ْر تُ ْم لَ ُه َو َخ ْي ٌر لًِل‬
َ‫صبِ ِريْن‬ َ ‫َواِ نْ عَاقَ ْبتُ ْم فَ َعاقِبُ ْوا بِ ِم ْث ِل َما ع ُْو قِ ْبتُ ْم بِ ِه َولَ ٍئ‬
“Dan jika kamu memberikan balasan, balaslah dengan balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu”.(QS. An-Nahl:126).
4) Hal-Hal yang Mengugurkan Hukuman Qishash
 Hilangnya obyek qishas
 Pengampunan
 Shulh (perdamaian)
 Diwarisnya hak qishahs
2. Hukuman kifarat
Menurut Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah hukuman kifarat tidak wajib
dalam pembunuhan sengaja. Sedangkan menurut Syafi’iyah, hukuman kifarat wajib
dilaksanakan dalam pembunuhan sengaja. Ketentuan ini berlaku bila korban muslim
atau kafir dzammi. Hukuman yang diterapkan adalah memerdekakan hamba sahaya.
Apabila tidak ada maka diganti dengan puasa dua bulan berturut-turut.
3. Hukuman Diat
Diat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku, karena terjadinya
tindak pidana (pembunuhan atau penganiayaan) dan diberikan kepada korban atau
walinya. Dalam pembunuhan sengaja diat merupakan hukuman pengganti.
Menurut Imam Malik, Imam Abu Hanafiah dan Imam Syafi’i diat dapat dibayar
dengan salah satu dari unta, emas dan perak. Sedangkan menurut imam Abu Yusuf,
Imam Muhammad ibn Hasan dan Imam Ahmad ibn Hanbal jenis diat ada enam, yaitu:
unta, emas, perak, sapi, kambing dan pakaian.
Adapun kadarnya, apabila unta jumlahnya seratus ekor, sapi dua ratus ekor,
kambing dua ribu ekor, uang emas seribu dinar, uang perak dua belas ribu dirham.
4. Hukuman Ta’zir
Menurut malikiyah, apabila pelaku tidak diqishahs, ia wajib dikenakan
hukuman ta’zir yaitu didera seratus kali dan diasingkan satu tahun.
5. Hukuman Tambahan

11
Hukuman tambahan berupa penghapusan hak waris dan wasiat. Hal ini
didasarkan pada hadis:
ِ ‫س لِ ْلقَاتِ ِل ِمنَ ا ْل ِم ْي َرا‬
)‫ث ش َْي ٌء (وراه النسائ والدارقطنى‬ َ ‫لَ ْي‬
“Tidak ada bagian waris sedikit pun bagi seorang pembunuh”.

b. Hukuman Pembunuhan Semi Sengaja


1. Hukuman diat
Diat pembunuhan menyerupai sengaja sama dengan diat pembunuhan sengaja,
hanya berbeda dalam hal penanggung jawab dan waktu pembayaran. Dalam
pembunuhan menyerupai sengaja diatnya dibebankan kepada keluarga dan
pembayarannya dapat diangsur selama tiga tahun.
2. Hukuman Kifarat
Kifarat dalam pembunuhan ini merupakan hukuman pokok kedua yaitu
memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Apabila tidak ada diganti dengan pausa
dua bulan berturut-turut.
3. Hukuman Ta’zir
Apabila hukuman diat gugur karena pengampunan, maka dikenakan hukuman
ta’zir. Hakim diberi kebebasan dalam menentukan jenis hukuman ta’zir sesuai dengan
perbuatan pelaku.
4. Hukuman Tambahan
Sama dengan pembunuhan sengaja, pembunuhan menyerupai sengaja juga
dikenakan hukuman tambahan yaitu penghapusan hak waris dan wasiat.

c. Hukuman Pembunuhanm Tidak Sengaja/Tersalah


1. Hukuman Diat
Hukuman diat dalam pembunuhan kesalahan adalah diat mukhaffafah.
Keringanan tersebut dapat dilihat dari tiga aspek:
1) Kewajiban pembayaran dibebankan kepada keluarga
2) Pembayaran diangsur selam tiga tahun
3) Komposisi diat dibagi menjadi lima kelompok
 20 ekor unta betina 1-2 tahun

12
 20 ekor unta jantan 1-2 tahun
 20 ekor unta betina 2-3 tahun
 20 ekor unta 3-4 tahun
 20 ekor unta 4-5 tahun
2. Hukuman Kifarat
Hukuman kifarat dalam pembunuhan karena kesalahan adalah hukuman pokok,
jenisnya adalah memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Apabila tidak ada maka
puasa dua bulan barturut-turut.
3. Hukuman Pengganti
Hukuman pengganti dalam pembunuhan karena kesalahan adalah puasa dua bulan
berturut-turut sebagai pengganti dari memerdekakan hamba sahaya.
4. Hukuman Tambahan
Hukuman tambahannya adalah penghapusan hak waris dan wasiat.

13
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap orang lain yang mengakibatkan
hilangnya nyawa, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.
Jinayat terhadap jiwa atau pelanggaran terhadap seseorang dengan menghilangkan nyawa
merupakan hal yang sangat dilarang oleh Allah Ta’ala. Menurut pendapat Jumhur Ulama,
pembunuhan yang dilarang dibagi menjadi tiga macam, yaitu Pembunuhan Sengaja (Al Qatl
Amd), Pembunuhan Semi Sengaja (Qatl Syibh Al-Amd) dan Pembunuhan Tidak Disegaja (Qotl
Al Khata’). Sedangkan sanksi hukum bagi jarimah pembunuhan ini terdiri dari qishash, kifarat,
diyat, ta’zir atau hukuman tambahan yaitu penghapusan hak waris dan wasiat.

B. Saran
Melalui makalah ini kami menyarankan agar pembaca tidak berhenti sampai disini saja
menggali ilmu tentang pembelajaran Hukum Pidana Islam. Kami berharap agar pembaca terus
menggali ilmu dan mengetahui problematika pada pembelajaran khususnya Tindak Pidana Islam,
mengingat peran pendidik bagi siswa sangatlah dipandang penting untuk perkembangan
pendidikan di negara indonesia tercinta ini.
Makalah ini masih banyak mempunyai kekurangan dalam hal-hal penyajiannya maka dari
itu kita harus giat belajar agar dapat menjadi lebih baik lagi. Segala saran yang bersifat
membangun kami sangat menunggunya untuk perbaikan dari makalah ini. Akhir kata kami
ucapkan terimakasih.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. ( 1991). Sejarah Umat Islam Indonesia. Majelis Ulama Indonesia.

Ali, Z. (2007). Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Armansyah, Y. (t.thn.). Dinamika Perkembangan Islam Politik di Nusantara.

Haliman. (1971). Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah . Jakarta: Bulan
Bintang.

Irfan, M. (2016). Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah.

Karim, A. (2005). Islam dan Kemerdekaan Indonesia. Yogyakarta: Nuansa Aksara,.

Muslich, D. H. (2004). Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Nurhadi, A. (2002). Pembunuhan Menurut Islam. Makasar: cet. ke-3.

Santoso, T. (2003). Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Susila, M. I. (2006). Hukum Pidana Islam : Sebuah Alternatif. Yogyakarta: Lab Hukum UMY.

Syahar, S. (1983). Asas-asas Hukum Islam. Bandung: Penerbit Alumni.

15

Anda mungkin juga menyukai