Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FiQIH JINAYAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok

Mata Kuliah Fiqih IV

Disusun Oleh : Kelompok 1

Aftina Syahriyah [2112.2281]

Andini Nidia Putri [2112.2283]

Asri Atikah [2112.2285]

Hervina Anggun. S [2112.2292]

Sekar Melati [2112.2301]

Dosen Pengampu : Drs. H.A. Suhrowardi, M.Si

SEMESTER IV.2

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-MASTHURIYYAH

SUKABUMI

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurah
limpahkan kepada Rosululloh SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami
mampu menyelesaikan tugas ini guna untuk memenuhi tugas kelompok yang
tentang "FIQIH JINAYAH”.

Dalam penyusunan Makalah ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi, baik
itu yang datang dari kami maupun yang datang dari luar. Namun kami menyadari
bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah berkat bantuan kecerdasan serta
nikmat sehat dari Allah sehingga kendala-kendala tersebut dapat teratasi.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Kami sadar bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi baiknya penulisan dimasa yang
akan datang.

Sukabumi, 7 Febuari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN. ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN. ...................................................................................... 3

A. Pengertian Fiqih Jinayah ........................................................................... 3


B. Dasar dan Tujuan Fiqih Jinayah . ............................................................... 5
C. Unsur – Unsur Fiqih Jinayah . ................................................................. 10

BAB III PENUTUP. ............................................................................................ 11

A. Kesimpulan . ............................................................................................. 11
B. Saran ......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA. ......................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam agama yang benar dan sempurna yang harus memiliki
ketentuan hukum yang harus ditaati, berdasarkan nash-nash Al-Quran dan
Al-Hadis untuk mencapai keridhoan Allah SWT. Islam adalah agama yang
adil yang mana setiap hal yang dilakukan pasti ada pertanggung
jawabannya. Termasuk ketentuan hukum yang berlaku, baik dalam
kehidupan beragama, kehidupan pribadi dan kehidupan masyarakat, yang
tidak terlepas dari bidang pembangunan, ekonomi, sosial budaya dan
bidang-bidang lainnya. Hukum islam merupakan salah satu bidang studi
islam yang paling dikenal dalam masyarakat hal ini terkait langsung dengan
kehidupan masyarakat. Dari sejak lahir sampai dengan meninggal dunia,
manusia selalu berhubungan dengan Hukum Islam. Jinayah merupakan
tinjauan hukum pidana yang diatur dalam ajaran syariat-syariat Islam yang
bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadis serta pendapat – pendapat para
kalangan ulama.
Berbicara tentang kehidupan manusia tidak terlepas dari masalah-
masalah yang selalu di hadapi manusia dalam menjalin kehidupan
bermasyarakat terutama kebutuhan ekonomi. Terkadang kehidupan
bermasyarakat tidak seperti yang diharapkan, dan tidak menutup
kemungkinan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk
mencapai kehidupan yang sejahtera melakukan tindakan kejahatan atau
perbuatan yang tidak terpuji dan melawan hukum yang dapat merugikan
orang banyak.
Berdasarkan latar belakang di atas, menarik penyusun untuk
mengupas lebih lanjut mengenai materi fiqh Jinayat, untuk membantu
masyarakat atau mahasiswa dalam mengimplementasikan nya di kehidupan
sehari-hari, agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tertuju pada tindak
kejahatan atau perbuatan yang tidak terpuji.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Fiqih Jinayah ?
2. Apa Dasar dan Tujuan Fiqih Jinayah ?
3. Apa Unsur- Unsur Fiqih Jinanyah ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Fiqih Jinayah
2. Untuk Mengetahui Dasar dan Tujuan Fiqih Jinayah
3. Untuk Mengetahui Unsur – Unsur Fiqih Jinayah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FIQIH JINAYAH

Fiqih jinayah terdiri dari dua kata, yaitu fiqih dan jinayah. Fiqih
)‫ ) الفقه‬secara bahasa berasal dari lafal ( ‫ ) فقها – يفقه – فقه‬faqiha yafqahu
faqhan yang berarti fahmun amiq (‫ ) فهم عميق‬atau paham secara mendalam.
Ia lebih dari sekedar mengerti dan paham . Pengertian fiqih secara
mendalam yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf adalah sebagai
berikut :

‫الفقه هو العلم با اال حكام ا لشر عية ا لعملية ا لمكتسب من ادلتها‬

“Fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum Syara’ praktis yang digali dari
dalil-dalil yang terperinci.” [ Khallaf,tt ]

Adapun jinayah menurut bahasa (etimologi) adalah merupakan


bentuk verbal noun (Masdar) dari kata ( ‫ جنا ية‬- ‫ ) جنى – يجنى‬Jana yajni
jinayatan yang berarti berbuat dosa (jarimah) atau salah biasa diartikan :

‫ما يفعله اال نسا ن من ا لتعدي الذي يستحق به ا لعقا ب فى الدنيا اوفى اال اخرة‬

“Perbuatan jahat yang dilakukan manusia yang diancam hukuman di dunia


maupun di akhirat.”

Sebagian fuqaha mengatakan arti jinayah adalah :

‫اسم لما يجنيه المرء من شروما اكتسبه‬

“Nama bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang
diusahakan.”

Secara terminologi kata jinayah mempunyai beberapa pengertian


seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Qudamah :

‫هي كل فعل عدوان عل نفس أو ما ل‬

“Semua perbuatan permusuhan/serangan (‘udwanan) terhadap jiwa atau


harta.” [ Qudamah,tt ]

3
Imam as-Sarakhsi dari ulama Hanafiyah di dalam Al-mabsuth
mengartikan, al-jinayah adalah sebutan untuk perbuatan yang diharamkan
secara syar’i yang terjadi pada harta atau jiwa.

Menurut Imam Abdul Qadir Al Audah :

‫فا لجناية اسم لفعل محرم شرعا سواء وقع الفعل على نفس أو ما ل او غير ذلك‬

“Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’
baik perbuatan itu jiwa, harta dan lainnya.” [ Audah,tt ]

Apabila kedua kata digabungkan maka pengertian fiqih jinayah


adalah ilmu tentang hukum syara' yang berkaitan dengan masalah perbuatan
yang dilarang (jarimah) dan hukumannya, yang diambil dari dalil-dalil yang
terperinci.

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa objek pembahasan


fiqih jinayah secara garis besar adalah jarimah (delik, tindak pidana) dan
uqubah (hukumannya).

Pengertian jarimah menurut bahasa, jarimah berasal dari kata ( ‫) جرم‬


yang sinonimnya )‫ )كسب و قطع‬artinya : berusaha dan memotong. Hanya saja
pengertian usaha disini khusus untuk usaha yang tidak baik atau usaha yang
dibenci oleh manusia. [ Zahrah,tt ]

Menurut istilah, Imam Al Mawardi mengemukakan sebagai berikut :

‫الجراء م محظورات شرعية زجرهللا تعالى عنها بعد اوتعزير‬

" Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, yang


diancam dengan hukuman had atau ta’dzir.” [ Al-Mawardi, 1973 ]

Sedangkan kata uqubah berasal dari kata aqabah yang menunjukkan


adanya perbuatan yang mendahului uqubah yaitu jinayah.

Pengertian hukuman menurut ulama fiqih adalah sebagai berikut :

‫العقوبة هي جزاء وضعه الشارع للردع عن أر تكاب ما نهي عنه وترك ما أمر به‬

4
“Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan syara’ sebagai konsekuensi
dari pelanggaran terhadap larangan dan pengabaian terhadap perintah .”

Pengertian ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Abdul


Qadir Audah yaitu :

‫العقوبة هي جزاء المقرر لمصلحة الجماعة على عصيا ن امرالشارع‬

“Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan


masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara’.”
[ Audah,tt ]

B. DASAR DAN TUJUAN FIQIH JINAYAH


1. Dasar - Dasar Fiqh Jinayah

Hukum Pidana Islam adalah bagian dari hukum Islam. jumurul


fuqaha‟ sudah sepakat sumber-sumber hukum islam pada umumnya ada 4,
yakni al-Qur‟an, hadits, Ijmak, Qiyas dan hukum tersebut wajib diikuti.
Apabila tidak terdapat hukum suatu peristiwa dalam Al-Qur‟an baru di cari
dalam hadist dan seterusnya prosesnya seperti itu dalam mencari hukum.
Adapun masih ada beberapa sumber yang lain tetapi masih banyak
diperselisikan tentang mengikat dan tidak nya, seperti: Ikhtisan, Ijtihad,
Maslahat Mursalah, Urf, Sadduz zari‟ah, maka hukum pidana Islam pun
bersumber dari sumber-sumber tersebut. Adapun dasar - dasar Hukum
pidana dalam Al-Quran:

Q.S. Al-Isra‟: 32

َ ‫س ۤا َاء‬
‫س ِّبيْلا‬ َ ‫الز ٰنىا اِّنَّها كَانَا فَاحِّ شَةااۗ َو‬
ِّ ‫َو َال تَ ْق َر ُبوا‬

Artinya : "Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu
perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk."

Q.S. An-Nur: 4

‫ش ٰ َهدَةا‬ ‫ص ٰنَ ِّا‬


َ ‫ت ث ُ َّام لَ ْام يَأْت ُواا ِّبأ َ ْربَعَ ِّاة شُ َهدَا َاء فَٱجْ ِّلدُوهُ ْام ثَ ٰ َمنِّينَا َج ْلدَةا َو َال تَ ْقبَلُواا لَ ُه ْام‬ َ ْ‫َوٱلَّذِّينَا ي َْر ُمونَا ٱ ْل ُمح‬
‫سقُونَا‬ ِّ َ‫أَبَدااۚ َوأُو ٰلَئِّكَا هُ ُام ٱ ْل ٰف‬

5
Artinya : “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera,
dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-
lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik”.

Ayat di atas menjelaskan tentang larangan Qadahf (menuduh berzina).

2. Tujuan Fiqih Jinayah

Kalau kita pelajari dengan seksama ketetapan Allah SWT dan


ketentuan Rasul-Nya yang terdapat di dalam alQur‟an dan kitab-kitab hadits
yang sahih, kita segera dapat mengetahui tujuan hukum Islam. Secara umum
sering dirumuskan bahwa tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan hidup
manusia di dunia dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala)
yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudarat, yaitu yang
tidak berguna bagi hidup dan kehidupan.

Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup


manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan social. Kemaslahatan
itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia ini saja tetapi juga untuk
kehidupan yang kekal di akhirat kelak. Abu Ishaq ashShabiti merumuskan
lima tujuan hukum Islam, yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan,
dan harta, yang (kemudian) disepakati oleh ilmuan hukum Islam itu di
dalam kepustakaan disebut al-maqasid al-khamsah atau almaqasid al-
syari‟ah (tujuan-tujuan hukum Islam).

Pemeliharaan agama merupakan tujuan pertama hukum Islam.


Sebabnya adalah karena agama merupakan pedoman hidup manusia, dan di
dalam agama Islam selain komponen-komponen akidah yang merupakan
pegangan hidup setiap Muslim serta akhlak yang merupakan sikap hidup
seorang muslim, terdapat juga syari‟at yang merupakan jalan hidup seorang
muslim baik dalam berhubungan dengan Tuhannya maupun dalam
berhubungan dengn manusia lain dan benda dalam masyarakat. Karena
itulah maka hukum Islam wajib melindungi agama yang dianut oleh

6
seseorang dan menjamin kemerdekaan setiap orang untuk beribadah
menurut keyakinan (agamanya).

Pemeliharaan jiwa merupakan tujuan kedua dalam hukum Islam.


Karena itu hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan
mempertahankan kehidupannya. Untuk itu hukum Islam melarang
membunuh, hal tersebut termaktub dalam firman Allah SWT Q.S. al-Isra‟
ayat 33.

‫ف فِّى‬ ‫َق َو َمنْا قُتِّ َال َم ْظلُ ْوما فَقَ ْاد َجعَ ْلنَا ل َِّولِّيِّها سُ ْل ٰطنا فَ َا‬
‫ل يُس ِّْر ْا‬ ‫ّللا ا َّاِّل بِّا ْلح ۗ ِّا‬ ‫س الَّت ْا‬
‫ِّي ح ََّر َام ُٰا‬ ‫َو َال تَ ْقتُلُوا النَّ ْف َا‬
‫ا ْلقَتْ ۗ ِّال اِّنَّها كَانَا َم ْنص ُْورا‬

Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah


(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan
Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah
memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli
waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia
adalah orang yang mendapat pertolongan”. (Q.S. al-Isra‟: 33) .

Sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi


berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan
kemaslahatan hidupnya.

Pemeliharaan akal sangan dipentingkan oleh hukum Islam, karena


dengan mempergunakan akalnya, manusia dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tanpa akal, manusia tidak mungkin pula
menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam. Oleh karena itu, pemeliharaan
akal menjadi salah satu tujuan hukum Islam. Penggunaan akal itu harus
diarahkan pada hal-hal atau sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan
hidup manusia, tidak untuk hal-hal yang merugikan kehidupan manusia.
Dan untuk memelihara akal itulah maka hukum Islam melarang orang
meminum setiap minuman yang memabukkan yang disebut dengan istilah
khamr dalam Q.S. al-Maidah ayat 90.

‫ع َم ِّال الش َّۡي ٰط ِّا‬


ۡ َ‫ن ف‬
‫اجتَ ِّن ُب ۡو ُاه‬ ‫ال ۡز َل ُام ِّر ۡجسا ِّم ۡا‬
َ ‫ن‬ ‫ال ۡنص ُا‬
َ ۡ ‫َاب َو‬ ‫ٰۤيا َ ُّيهَا الَّذ ِّۡينَا ٰا َمنُ ۡۤوا اِّنَّ َما ۡالخَمۡ ُار َو ۡال َم ۡيس ُا‬
َ ۡ ‫ِّر َو‬
‫لَعَلَّكُمۡا ت ُۡف ِّلح ُۡونَا‬

7
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.
(Q.S. al-Maidah : 90).

Pemeliharaan keturunan, agar kemudian darah dapat dijaga dan


kelanjutan umat manusia dapat diteruskan, merupakan tujuan keempat
hukum Islam. Hal ini tercermin dalam hubungan darah yang menjadi syarat
untuk mendapat saling mewarisi. Q.S. an-Nisa‟ : ayat 11.

‫ن فَلَهُنَّا ثُلُثَا َما ت ََركَااۚ َوا ِّۡنا‬ ‫ق ۡاثنَت َۡي ِّا‬


‫ساءا فَ ۡو َا‬ ‫ناۚ فَا ۡا‬
َ ِّ‫ِّن كُنَّا ن‬ ُ ۡ ‫ِّى اَ ۡو َل ِّدكُمۡااۖ لِّلذَّك ِّاَر مِّ ۡث ُال حَظِّا‬
‫ال ۡنثَي َۡي ِّا‬ ‫ّللا ف ۡۤا‬
‫يُ ۡو ِّص ۡيكُ ُام ُٰا‬
‫ِّن كَانَا لَها َولَدااۚ فَا ۡا‬
‫ِّن لَّمۡا‬ ‫ُس مِّ َّما ت ََركَا ا ۡا‬
‫سد ُا‬ ُّ ‫فاؕ َو َِّال ب ََو ۡي ِّاه ِّلك ِّاُل َواحِّ دا ِّم ۡن ُاه َما ال‬
‫ِّص ُا‬ ۡ ‫ت َواحِّ دَةا فَلَهَا الن‬ ‫كَانَ ۡا‬
ۤ ‫ُن لَّها َولَدا َّو َو ِّرثَ ۤاه اَب َٰوهُا فَ ِّلُ ِّم ِّاه الثُّلُ ُا‬
‫ى بِّه َۤاا‬ ‫ُس مِّ ۡا‬
‫ن ب َۡع ِّاد َو ِّصيَّةا ي ُّۡو ِّص ۡا‬ ‫سد ُا‬ ُّ ‫ِّن كَانَا لَ اه ا ِّۡخ َوةا فَ ِّلُ ِّم ِّاه ال‬‫ثاؕ فَا ۡا‬ ‫يَك ۡا‬
‫عل ِّۡيما‬
َ ‫ّللا كَانَا‬ ِّ ٰ ‫ب لَـكُمۡا نَ ۡفعااؕ فَ ِّر ۡيضَةا ِّمنَا‬
‫ّللاُُا اِّنَّا َٰا‬ ‫اَ ۡاو د َۡينااؕ ٰابَا ُؤكُمۡا َواَۡابنَا ُؤكُمۡااۚ َال ت َۡد ُر ۡونَا اَيُّهُمۡا اَ ۡق َر ُا‬
‫َحك ِّۡيما‬

Artinya : “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)


anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia
memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal
tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapanya (saja),
Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat
yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang)
orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini
adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana. “ (Q.S. an-Nisa‟ : 11).

8
Hukum kekeluargaan kewarisan Islam adalah hukumhukum yang
secara khusus diciptakan Allah SWT untuk memelihara kemurnian darah
dan kemaslahatan keturunan. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa
dalam al-Qur‟an, ayat-ayat hukum mengenai kedua bagian hukum Islam ini
diatur lebih rinci dan pasti dibandingkan dengan ayat-ayat hukum lainna.
Maksudnya adalah agar pemeliharaan dan kelanjutan keturunan dapat
berlangsung dengan sebaikbaiknya.

Pemeliharaan harta adalah tujuan kelima hukum Islam. Menurut


ajaran Islam, harta adalah pemberian Tuhan kepada manusia, agar manusia
dapat mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya. Oleh
karena itu, hukum Islam melindungi hak manusia untuk memperoleh harta
dengan cara-cara yang halal dan sah serta melindungi kepentingan harta
seseorang, masyarakat dan Negara, misalnya dari penipuan Q.S. an-Nisa‟
ayat 29.

‫س ِّديْدا‬ ‫علَ ْي ِّه ۖ ْام فَ ْليَتَّقُوا َٰا‬


َ ‫ّللا َو ْليَقُ ْولُ ْوا قَ ْولا‬ َ ‫ش الَّ ِّذيْنَا لَ ْاو ت ََرك ُْوا مِّ نْا َخ ْل ِّف ِّه ْام ذُ ِّريَّةا ِّض ٰعفا َخافُ ْوا‬
‫َو ْلي َْخ َا‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S. an-Nisa‟ : 29).

Dan kejahatan lain terhadap harta orang lain. Peralihan harta


seseorang setelah meninggal dunia pun diatur secara rinci oleh hukum Islam
agar peralihan itu dapat berlangsung dengan baik dan adil berdasarkan
fungsi dan tanggung jawab seseorang dalam kehidupan rumah tangga dan
masyarakat.

9
C. UNSUR – UNSUR FIQIH JINAYAH

Di dalam hukum Islam, suatu perbuatan tidak dapat dihukum,


kecuali jika terpenuhi semua unsur-unsurnya, baik unsur umum maupun
unsur khusus. Unsur-unsur umum tersebut ialah :

1. Rukun syar’i (yang berdasarkan Syara‟) atau disebut juga unsur formal,
yaitu adanya nas Syara‟ yang jelas melarang perbuatan itu dilakukan
dan jika dilakukan akan dikenai hukuman. Nas Syara‟ ini menempati
posisi yang sangat penting sebagai azaz legalitas dalam hukum pidana
Islam, sehingga dikenal suatu prinsip la hukma li af ‟al al-uqala‟ qal
wurud an-nass (tidak ada hukum bagi perbuatan orang yang berakal
sebelum datangnya nas).
2. Rukun maddi atau disebut juga unsur material, yaitu adanya perbuatan
pidana yang dilakukan.
3. Rukun adabi yang disebut juga unsur moril, yaitu pelaku perbuatan itu
dapat diminta pertanggung jawaban hukum, seperti anak kecil, orang
gila atau orang terpaksa, tidak dapat dihukum.

Adapun unsur khusus adalah unsur-unsur tersebut berbeda-beda


sesuai dengan tindak pidananya. Unsur yang terkandung di dalam pencurian
tidak sama dengan unsur yang terkandung di dalam perzinahan.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fiqih jinayah terdiri dari dua kata yaitu fiqih yang artinya paham
secara memdalam dan jinayah artinya berbuat dosa. Jadi, apabila kedua kata
digabungkan maka pengertian fiqih jinayah adalah ilmu tentang hukum
syara' yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang (jarimah)
dan hukumannya, yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.

Dasar-dasar hukum jinayah (hukum pidana) pada al-qur’an terdapat


pada surah al-isra ayat 32 dan surah Nur ayat 4. Terdapat fiqih jinayah atau
tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di
akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan
mencegah atau menolak yang mudarat, yaitu yang tidak berguna bagi hidup
dan kehidupan.

Dalam fiqih jinayah terdapat unsur – unsur, baik unsur umum dan
unsur khusus. Unsur umum yaitu, rukun syar’i (yang berdasarkan Syara‟)
atau disebut juga unsur formal, rukun maddi atau disebut juga unsur
material dan rukun adabi yang disebut juga unsur moral. Sedangkan unsur
khusus tersebut berbeda-beda sesuai dengan tindak pidananya.

B. Saran
Demikianlah makalah tentang fiqih jinayah semoga dapat
memberikan manfaat bagi pembaca. Makalah kami jauh dari kata sempurna
maka kami meminta saran untuk mengkritik makalah kami agar lebih baik
dan sempurna untuk kedepannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

A Djazuli. 1997. Fiqh Jinayah, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ahmad Wardi Muslich. 2004. Pengantar dan Azas Hukum Pidana Islam Fkih
Jinayah, Jakarta: Sinar Grafika.

Ali,Zainuddin. 2009. Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT.Sinar Grafika.

Hanafi, Ahmad. 1990. Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT.Bulan bintang,

Hasbi Ash-Shiddieqy dan Teungku Muhammad. 1999. Pengantar Ilmu Fiqih, t.k.,
Pustaka Rizki Putra.
Imaning Yusuf. 2009. Fiqih Jinayah. Palembang: Rafah Press.

Ismaul Haq. 2020. Fiqih Jinayah. Sulawesi Selatan : IAIN Parepare Nusantara
Press.

12

Anda mungkin juga menyukai