Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FIQH JINAYAH SIYASAH

(JARIMAH PEMBUNUHAN DAN QISHOS)


Diajukan umtuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqh Jinayah Siyasah
Dosen Pengampu : Drs. H Zaenal arifin M. Pd. I

Disusun Oleh :

- Rina Nur Halifah (201942024)


- Salsa Jean Tania Natasya (201942072)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


2020-2021

Sekolah Tinggi Agama Islam Shalahuddin Al - Ayyubi


Jl. Jihad Papanggo 1, Sunter Jaya, RT.4/RW.2, Papanggo, Tj. Priok, DKI Jakarta,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14340
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT , karena dengan rahmat dan karunia-
nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini sampai dengan
selesai. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih terhadap Bapak Dosen Pengampu yang sudah
memberikan banyak sekali ilmu kepada kami selaku Mahasiswa, serta tak luput juga rasa
terimakasih kami kepada para rekan-rekan sekalian yang telah memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis sangat berharap agar makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bagi kami para penyusun merasa sangat menyadari bahwa masih banyak-nya
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karna keterbatasan-nya pengetahuan serta
pengalaman kami. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca .

Jakarta, 10 April 2021


Contents
BAB I________________________________________________________________________________4
PENDAHULUAN_______________________________________________________________________4
A. Latar Belakang__________________________________________________________________4
B. Rumusan Masalah_________________________________________________________________4
C. Metode Pemecahan Masalah________________________________________________________4
BAB II________________________________________________________________________________5
PEMBAHASAN________________________________________________________________________5
A. Pengertian Jarimah_______________________________________________________________5
B. Alat bukti dan sanksi qishas__________________________________________________________7
C. Qishos___________________________________________________________________________9
D. Hapuskan sanksi qishos____________________________________________________________10
BAB III______________________________________________________________________________12
PENUTUP___________________________________________________________________________12
Kesimpulan________________________________________________________________________12
Saran_____________________________________________________________________________12
DAFTAR PUSAKA___________________________________________________________________13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian Qishash (Pembunuhan) Di dalam hukum pidana Islam perbuatan yang


dilarang oleh syara‟ biasa disebut dengan jarimah , sedangkan hukumannya disebut
dengan uqubah . Jarimah ditinjau dari segi hukumannya terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu jarimah hudud, jarimah qishas dan diyat serta jarimah ta‟zir. 57 Jarimah hudud
merupakan jarimah yang diancam dengan hukuman had, sedangkan jarimah qishas dan
diyat merupakan jarimah yang diancam dengan hukuman qishas atau diyat, dan jarimah
ta‟zir merupakan jarimah yang diancam dengan hukuman ta‟zir . Perbedaan dari ketiga
jarimah itu adalah jika hukuman had merupakan hak Allah sepenuhnya sedangkan
qishas dan diyat serta ta‟zir merupakan hak individu ( hak manusia ). Jarimah
pembunuhan termasuk kedalam jarimah qisas dan diyat karena terdapat hak individu
disamping hak Allah SWT.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini yaitu :
1. Pengertian dan Unsur-unsur-nya
2. Alat bukti dan Sanksi
3. Qishos
4. Sanksi qishos
5. Hapusnya sanksi qishos

C. Metode Pemecahan Masalah

Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui studi literatur/metode kajian


pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa referensi buku atau dari referensi
lainnya yang merujuk pada permasalahan yang dibahas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jarimah
Pembunuhan dalam Bahasa Indonesia diartikan dengan proses perbuatan atau cara
membunuh. Dalam Bahasa Arab, pembunuhan disebut “al-qatlu” yang artinya mematikan.
Dalam istilah pembunuhan didefinisikan oleh Wahbah Zuhaili yang mengutip pendapat
Syarbini Khatib, sebagai berikut:

ِ ‫لن ْف َ ُم ْز ِه ُق أ ُل ُه َو ْال‬
َ َ‫ف ْع ُل الْ اَل‬
‫ق ْت‬ ِ ‫س ِى ْالقَا‬
َّ ِ‫ت ُل ل‬

“Pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa seseorang.”

Pembunuhan secara terminilogi sebagaimana yang dinyatakan oleh Abdur Qodir


Audah yaitu perbuatan seseorang yang menghilangkan kehidupan yang berarti
menghilangkan jiwa anak adam oleh perbuatan anak adam yang lain. Menurut Amir
Syarifuddin pembunuhan adalah tindakan menghilangkan nyawa orang lain dan perbuatan
yang dilarang oleh Allah dan Nabi karena merusak salah satu sendi kehidupan.
a. Definisi lain lain dari pembunuhan adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh seseorang
dan atau beberapa orang yang mengakibatkan seseorang atau beberapa orang
meninggal dunia. Sedangkan Ulama Fikih menjelaskan bahwa pembunuhan adalah
perbuatan manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Dari definisi diatas
dapat kita simpulkan bahwa unsur-unsur dalam tindak pidana pembunuhan dalam
hukum Islam adalah Menghilangkan nyawa seseorang.
b. Adanya perbuatan baik itu aktif maupun pasif.
Maksud dari aktif disini adalah perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan sehingga
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Misalnya menususuk seseorang dengan
pisau. Maksud dari perbuatan pasif adalah tidak adanya perbuatan atau tingkah laku
yang dilakukan tetapi tidak berbuat itu maka hilangla nyawa seseorang.
Dilakukan oleh orang lain, karna jika dilakukan oleh diri sendiri maka itu dinamakan
dengan bunuh diri meskipun dilarang oleh syara’ tetapi tidak ada ancaman hukuman di
dalamnya. Karena pelaku sudah tiada.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembunuhan adalah perbuatan


seseorang terhadap orang lain yang mengakibatkan hilangnya nyawa, baik perbuatan tersebut
dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Jinayat terhadp jiwa atau pelanggaran
terhadap seseorang dengan menghilangkan nyawa merupakan hal yang sangat dilarang oleh
Allah Taala.

Apalagi pelanggaran tersebut dilakukan secara sadar dan sengaja, serta yang dibunuh itu
adala seorang mukmin, maka Allah memberikan ancaman berupa kutukan dan azhab dari Allah
yang sangat besar, yaitu siksa api neraka Jahannam bagi pelakunya. Membunuh merupakan
kejahatan yang sangat serius karna perbuatan itu merupakan perkara yang pertama kali
disidangkan pada hari kiamat.membunuh termasuk salah satu dosa besar yang berada dalam
jajaran teratas dosa-dosa besar. Imam Dzahabi dalam Al Kabair menetapkan membunuh sebagai
dosa besar yang menduduki peringkat kedua setelah syirik, dari sebanyak 70 dosa besar yang ia
sebutkan. Orang boleh mencabut hak hidup seseorang dengan lima hal berikut:

a. Hukum balas (qishash) yang dikenakan bagi penjahat pembunuhan dengan sengaja.
b. Dalam perang mempertahankan diri (jihad) melawan musuh Islam. Merupakan hal yang
wajar bahwa ada beberapa pejuang terbunuh.
c. Hukuman mati bagi para pengkhianat yang berusaha menggulingkan pemerntahan
Islam.
d. Lelaki dan perempuan yang sudah menikah namun melakukan zina
e. Orang-orang yang merampok/ membegal (hirobah).

Tindak pidana pembunuhan merupakan hal yang sangat mengerikan sehingga setelah
dihukum Hadd pun, si pelaku akan disiksa di dalam neraka. Dimurkai dan dilaknat oleh Allah
SWT. Tidak hanya kehidupan manusia yang disucikan tetapi juga semua kehidupan. Bahkan
dalam penyembelihan hewan pun harus membaca “ bismillah, allahuakbar”. Jangankan
membunuh nyawa orang lain, bahkan mencabut nyawa diri sendiri pun tidak ada menjadi hak
kita dalam syariat Islam.

Dasar Hukum Pembunuhan Sebenarnya banyak sekali firman Allah yang melarang perbuatan
membunuh, baik dengan ucapan yang jelas-jelas melarang membunuh dengan ucapan “jangan
membunuh” atau ucapan “ tidak boleh membunuh” umpanya dalam sebuah firman Allah Surat
Al-An’am ayat 151:

Surah Al-An’am ayat 151

َّ ‫ق ِالْ َّال ب ِ ِس الَّتِي َح َّر َم هلالُ إ ْوا‬


‫الن ْف َوا َل تَ ْقتُ ُل‬

”Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan sesuatu (sebab) yang benar...” (QS. Al-An’am: 151)

Dari larangan Allah yang jelas dan ditegaskan lagi dalam ayat diatas dapat di simpulkan bahwa
pembunuhan secara tidak hak itu adalah haram. Alasan keharaman itu adalah karna
pembunuhan itu merusak sendi kehidupan yang setiap orang dituntut untuk menjaganya.
Unsur-Unsur Jarimah

Suatu perbuatan dianggap sebagai tindak pidana apabila unsurunsurnya telah terpenuhi. Abdul
Qadir Audah mengemukakan bahwa unsur-unsur umum jarimah ada tiga macam

a. Unsur Formal yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang perbuatan dan mengancamnya
dengan hukuman. Dalam unsur ini terdapat lima masalah pokok :
1. Asas legalitas dalam hukum pidana Islam.
2. Sumber-sumber aturan-aturan pidana Islam.
3. Masa berlakunya aturan-aturan pidana Islam.
4. Lingkungan berlakunya aturan-aturan pidana Islam
5. Asas pelaku atau terhadap siapa berlakunya aturan-aturan hukum pidana Islam.

b. Material yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan nyata
(positif) maupun sikap yg berbuat (negatif) yang bersifat melawan hukum. Unsur materiil ini
mencakup antara lain:
1. Jarimah yang belum selesai atau percobaan.
2. Turut serta melakukan jarimah.

c. Unsur Moral yaitu bahwa pelaku adalah orang yang mukallaf, yakni orang yang dapat
dimintai pertanggung jawaban atas tindak pidana yang dilakukan. Pemahasan mengenai
unsur pertanggung jawaban ini berkisar dua masalah pokok:
1. Pertanggungjawaban pidana.
2. Hapusnya pertanggungjawaban pidana.

B. Alat bukti dan sanksi qishas


1. Alat Bukti Qasamah
Qasamah adalah sumpah yang diulang-ulang di dalam dakwaan
(tuntutan) pembunuhan, yang dilakukan oleh wali (keluarga si
terbunuh) untuk membuktikan pembunuhan atas tersangka, atau
dilakukan oleh tersangka untuk membuktikan bahwa ia tidak
melakukan pembunuhan.
2. Alat Bukti Kesaksian
Kesaksian dalam Hukum Acara Perdata Islam dikenal dengan
sebutan as syahadah, menurut bahasa antara lain artinya;
a. Pernyataan atau pemberitaan yang asli.
b. Ucapan yang keluar dari pengetahuan yang diperoleh dengan
penyaksian langsung.
Mengetahui secara pasti, mengalami dan melihatnya. Seperti perkataan, saya menyaksikan
sesuatu artinya saya mengalami serta melihat sendiri sesuatu itu maka saya ini sebagai saksi.

Sedangkan menurut syara‟ kesaksian adalah pemberitaan yang pasti yaitu ucapan yang keluar
yang diperoleh dengan penyaksian langsung atau dengan penyaksian langsung atau dari
pengetahuan yang di peroleh dari orang lain karena beritanya telah tersebar.

Seseorang yang hendak melakukan kesaksian menurut abdul karim zaidan harus dapat
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Dewasa
2) Berakal
3) Mengetahui apa yang disaksikan
4) Beragama islam
5) Adil
6) Saksi itu harus dapat melihat
7) Saksi itu harus dapat berbicara.
8) Alat Bukti Petunjuk (Qarinah)

Qarinah secara bahasa diambil dari kata “muqaranah yang berarti mushohabah
(pengertian/petunjuk) secara istilah qarinah diartikan dengan:

“tanda-tanda yang merupakan hasil kesimpulan dalam menangani

beberapa kasus melalui ijtihad”.

Tanda -tanda tersebut yang dapat menimbulkan keyakinan. Qarinah-qarinah terbagi menjadi
dua yaitu;

a) Qarinah Qarinah yaitu qarinah yang ditentukan oleh undang-


undang.
b) Qarinah Qodloiyyah yaitu qarinah yang merupakan hasil
kesimpulan hakim setelah memeriksa perkara. menurut Ibnu
Qayyim Al jauziyyah bahwa Nabi Muhammad SAW dan sahabat-
sahabat yang datang sesudahnya telah mempertimbangkan qarinah-
qarinah dalam keputusan hukum yang dijatuhkanya.

Qarinah dijadikanya bukti sebagai bukti persangkaan sebagaimana

mempertimbangkan qarinah-qarinah dalam perkara barang temuan

yang bertuan. Keterangan orang yang mengaku sebagai pemiliknya


dengan mengidentifikasikan ciri-ciri khusus barang yang di sengketakan itu, dijadikan sebagai
bukti dan indikasi-indikasi kebenaran gugatan, bahwa barang itu kepunyaanya.

C. Qishos
Qishash diambil dari kata Qhassa (َّ‫ ) قَص‬yang berarti “mengikuti/menelusuri” sebagaimana
tersebut dalam firman Allah ta’ala,

ِ َ‫فَارْ تَ َّدا َعلَى آَث‬


َ َ‫ار ِه َما ق‬
‫صصًا‬

َ َ‫ )ق‬jejak mereka semula.” (QS. Al-Kahfi: 64)


“Lalu keduanya kembali, mengikuti (‫صصًا‬

Makna etimologi ini memiliki keterkaitan dengan pengertian terminologi qishash; karena
korban (atau wali korban) mengikuti jejak pelaku hingga meng-qishashnya (melalui tangan
pihak berwenang). Qishash juga diserap dari kata Al-qhassh (ّ‫ ) القَص‬yang berarti memotong,
seperti (‫ ) قَصَّ ال َشعْر‬atau “memotong rambut”. Makna ini juga memiliki keterkaitan dengan
pengertian terminologi qishash; karena korban/wali korban menelusuri jejak pelaku hingga
membunuh atau melukainya (dengan hukuman potong) sebagaimana yang pelaku lakukan.
Qishash juga bisa berarti (‫ )ال ُم َسا َواة‬atau “persamaan”.

Sedangkan menurut arti Terminologi Qishash

Qishash ialah:

‫أَ ْن يُ ْف َع َل بِاْل َجانِي ِم ْثل َما فَ َع َل بِ ْال َمجْ نِ ْي َعلَ ْي ِه‬

“Tindakan yang dilakukan terhadap pelaku, sebagaimana yang telah pelaku lakukan terhadap
korban”

Qishash ialah hukuman dalam syariat Islam atas manusia yang sengaja menghilangkan jiwa
(membunuh) atau melukai anggota tubuh manusia lainnya. Jika pelaku membunuh, makan dia
dibunuh, jika dia melukai, maka dia dilukai, setelah terpenuhi syarat-syarat ketat yang telah
ditetapkan oleh agama Islam, melalui tangan pihak yang berwenang (pemerintah).

Qishash adalah sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku pidana menyangkut pelanggaran


kehormatan terhadap jiwa dan jasmani seseorang. bahasa Indonesia ditulis dengan kisas yang
berarti balas, kalau mengisas berati menjalankan kisas, menuntut balas atas suatu pembunuhan
dan sebagainya.

D. Hapuskan sanksi qishos

Dalam Hukum Islam hukuman pokok bagi pembunuhan sengaja

adalah qiṣāṣ apabila keluarga korban menghapus hukuman pokok ini

hukuman penggantinya adalah berupa hukuman diyāt, yaitu dengan

menbayar denda berupa seratus ekor unta yang terdiri dari 30 ekor unta

hiqqah ( umur 3-4tahun), 30 ekor unta jadzaah (umur 4-5 tahun) dan 40

unta yang sedang bunting, selain itu diyātdapat dilakukan dengan

membayar diyāt 200 ekor sapi. Atau dua ribu kambing, atau uang emas

seribu dinar, atau uang perak sebesar dua belas ribu dirham 59

.Diyātpun

seandainya bila dimaafkan dapat dihapuskan dan sebagai penggantinya,

hakim menjatuhkan hukuman ta‟zir, dalam memberikan hukuman

ta‟zirhakim diberi kebebasan untuk memilih mana yang lebih maslahat,

setelah mempertimbangkan berbagai aspek yang berkaitan dengan tindak

pidana yang dilakukan oleh pelaku. Jadi, qiṣāṣ sebagai hukuman pokok

mempunyai dua hukuman pengganti, yaitu diyātdan ta‟zir. Disamping


human pokok dan pengganti, terdapat pula hukuman tambahan untuk

pembunuhan sengaja, yaitu penghapusan hak waris dan wasiat.

Hapusnya Pertanggungjawaban Pidana Dalam Fiqih Jinayah

Pertanggungjawaban pidana dapat hapus karena hal-hal yang

bertalian dengan perbuatan atau karena hal-hal yang bertalian dengan

pelaku.Sebab-sebab yang berkaitan dengan perbuatan yang diperbolehkan

disebut asbab al–ibahah.Sedangkan sebab-sebab yang berkaitan dengan

keadaan pelaku disebut asbab raf‟i al-uqubah.Abdul Qadir Audah

: sebagaimana dikutip Ahmad Wardi Muslich menngemukakan bahwa

sebab diperolehkannya perbuatan yang terlarang terdapat enam macam

yaitu :

1) Pembelaan yang sah

2) Pendidikan dan pengajaran

3) Pengobatan

4) Permainan olahraga

5) Hapusnya jaminan keselamatan

6) Menggunakan wewenang dan melaksanakan kewajiban bagi pihak yang berwajib.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Bahwa perbuatan Jarimah Pembunuhan adalah perbuatan yang keji,dan termasuk perbuatan
haram yang di larang oleh Allah SWT juga merupakan perbuatan yang sangat di larang oleh
Allah SWT . Sehingga Allah akan memberikan hukuman yang sangat amat pedih yaitu berupa
Neraka Jahanam untuknya ,perbuatan pembunuhan juga merupakan perkara yang pertama
yang akan disidangkan pada hari kiamat nantinnya. Adanya dasar pembunuhan juga terdapat
banyak di dalam al-qur`an salah satu contohnya yaitu terdapat dalam Surah Al-An’am ayat 151

َّ ‫ق ِالْ َّال ب ِ ِس الَّتِي َح َّر َم هلالُ إ ْوا‬


‫الن ْف َوا َل تَ ْقتُ ُل‬

”Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan sesuatu (sebab) yang benar...” (QS. Al-An’am: 151).
Saran
Demikian penyelesaian makalah ini kami buat, semoga adanya makalah ini dapat membantu
rekan-rekan dan juga dapat membagikan ilmu tambahan kepada rekan sekalian. Apabila
terdapat suatu kritikan dan berupa saran kami akan sangat siap untuk menerimannya, silahkan
sampaikan kepada kami. Karna kritik dan saran sangatlah membantu bagi penyempurnaan
makalah ini. Dan kami selaku penyusun makakalah ini memohon maaf jika terdapat berbagai
kesalahan di dalam penyusunan makalah ini.

DAFTAR PUSAKA

Azwar Nurhadi, Skripsi, Pembunuhan Menurut Padangan Islam, ( Makasar: 2002), hal, 21

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hida Karya Agung, 1989, hlm. 331.

QS Al-An’am (6): 151. Mushaf Al Qur’an Terjemah,


QS Al-Kahfi : 64 . Mushaf dan Al qur`an terjemah

Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi Di Indonesia, Jakarta:
Raih Asa Sukses, 2012,hlm. 42

Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 73

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm. 229

Anda mungkin juga menyukai