Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

LARANGAN MEMBUNUH ANAK


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Hadits I
Dosen Pengampu : Dr. A. Kamaludin, M. Ag.

Oleh :
Mas Dedeh
SEMESTER II B
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AL-AZAMI CIANJUR
2021-2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah untuk mata kuliah Hadits I yang berjudulkan “Larangan Membunuh Anak” ini.
Makalah ini berisi pembahasan mengenai Larangan Membunuh Anak. Tak lupa, kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. A. Kamaludin, M. Ag. selaku dosen mata kuliah
Hadits I, yang telah membimbing saya dalam pembelajaran mata kuliah ini, juga kepada
semua rekan-rekan yang telah memberikan dukungan kepada saya dalam menyelesaikan
makalah ini.
Harapan terdalam saya,semoga penyusunan makalah ini bias bermanfaat bagi kita
semua serta menja ditambahan informasi mengenai “Larangan Membunuh Anak” bagi para
pembaca.
Saya menyadari jika dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, dengan hati yangterbuka kritik serta saran yang konstruktif guna
kesempurnaan makalah ini. Demikian makalah ini saya susun, apabila ada kata-kata yang
kurang berkenan dan banyakter dapat kekurangan, saya memohon maaf yang sebesar-
besarnya. Semoga bermanfaat. Aamiin.

Cianjur,12 april
2022

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................
BAB I..........................................................................................................................................................
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................................
1.3 Tujuan masalah..................................................................................................................................
BAB II.........................................................................................................................................................
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................
2.1 Pengertian Pembunuhan...................................................................................................................
2.2 Macam – macam pembunuhan :.......................................................................................................
2.3 Dasar Hukum Larangan Membunuh Anak dan Keharamannya.........................................................
2.4 Had Pembunuhan..............................................................................................................................
2.5 Hikmah diberlakukannya qishash...................................................................................................
BAB III......................................................................................................................................................
PENUTUP.................................................................................................................................................
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................
3.2 Saran................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya, Islam telah melarang kaum Muslim melakukan pembunuhan tanpa ada
alasan yang dibenarkan oleh syariat. Keharaman pembunuhan telah ditetapkan berdasarkan
al-Quran dan sunnah.
Adapun sunnah, dituturkan bahwasanya Nabi saw ditanya tentang dosa besar, kemudian
beliau menjawab :

“Menyekutukan Allah, durhaka kepada dua orang tua, membunuh jiwa, serta kesaksian
palsu..”[HR. Imam Bukhari]

“Telah bersabda Rasulullah saw, “Tidaklah halal darah seorang muslim yang telah
bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Aku [Mohammad] adalah utusan Allah, kecuali
karena salah satu dari tiga hal ini, “Lelaki yang telah beristeri yang berzina, jiwa dengan
jiwa (qishash atas pembunuhan), murtad dari agamanya sehingga memisahkan diri dari
jama’ah.” [HR. Imam Bukhari dan Muslim]..
Adapun, jika seseorang tidak berlibat dalam pemukulan secara langsung, maka, hal ini
perlu dilihat. Jika ia berposisi sebagai orang yang memudahkan terjadinya pembunuhan,
seperti menghentikan pihak yang hendak dibunuh, lalu orang tersebut dibunuh oleh pelaku
pembunuhan, atau menyerahkan korban kepada pelaku pembunuhan, ataupun yang lain-lain,
maka orang tersebut tidak dianggap sebagai pihak yang turut bersekutu dalam pembunuhan,
akan tetapi hanya disebut sebagai pihak yang turut membantu pembunuhan. Oleh karena itu,
orang semacam ini tidak dibunuh, akan tetapi hanya dipenjara saja. Imam Daruquthniy
mengeluarkan hadits dari Ibnu ‘Umar dari Nabi saw, beliau bersabda, “Jika seorang laki-laki
menghentikan seorang pria, kemudian pria tersebut dibunuh oleh laki-laki yang lain, maka
orang yang membunuh tadi harus dibunuh, sedangkan laki-laki yang menghentikannya tadi
dipenjara.” Hadits ini merupakan penjelasan, bahwa orang yang membantu dan menolong
[pembunuh] tidak dibunuh, akan tetapi hanya dipenjara. Namun demikian, ia bisa dipenjara
dalam tempo yang sangat lama, bisa sampai 30 tahun. ‘Ali bin Thalib berpendapat, agar
orang tersebut dipenjara sampai mati. Diriwayatkan oleh Imam Syafi’I dari ‘Ali bin Thalib,

1
bahwa beliau ra telah menetapkan hukuman bagi seorang laki-laki yang melakukan
pembunuhan dengan sengaja, dan orang yang menghentikan (mencegat korban). Ali berkata,
“Pembunuhnya dibunuh, sedangkan yang lain dijebloskan di penjara sampai mati.”
 

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pembunuhan?


2. Sebutkan macam-macam pembunuhan?
3.Apa saja dalil-dalil Larangan membunuh anak dan keharamannya ?
4. Apa sanksi bagi orang yang melakukan pembunuhan?

1.3 Tujuan masalah

1. Memahami pengertian pembunuhan


2. Mengetahui macam-macam pembunuhan
3. Mengetahui dalil-dalil larangan membunuh anak dan keharamannya
4. Mengetahui sanksi bagi mereka yang melakukan pembunuhan
 

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pembunuhan

Pembunuhan adalah tindakan yang dilakukan manusia untuk menghilangkan nyawa,


atau hilangnya nyawa manusia akibat tindakan manusia lainnya, baik disengaja atau tidak,
baik menggunakan alat atau tidak.
 

2.2 Macam – macam pembunuhan :

a. Pembunuhan Disengaja
Pembunuhan Disengaja adalah pembunuhan yang dilakukan seseorang dengan suatu alat.
Pembunuhan ini biasanya terencana.
b. Pembunuhan Seperti Disengaja
Pembunuhan seperti disengaja adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang secara
sengaja dengan sesuatu yang biasanya tidak akan menyebabkan kematian, tetapi ternyata
menyebabkan kematiannya.
c. Pembunuhan tidak Disengaja
Pembunuhan tidak disengaja adalah pembunuhan yang terjadi tanpa menyengaja
perbuatan itu dan tanpa menyengaja orang tertentu, atau tanpa ada niat untuk melakukan
salah satunya.
 

2.3 Dasar Hukum Larangan Membunuh Anak dan Keharamannya

Membunuh adalah dosa besar. Karenanya Allah dan Rasulnya melarang dengan tegas
perbuatan tersebut.
Surah Al-Isra: 33
Firman Allah swt. :

3
Artinya : Dan janganlah kalian membunuh jiwa-jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang
siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan
kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli warisnya itu melampaui batas dalam
membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.

1. Dalil tentang larangan membunuh anak

Surat Al-isra ayat 31

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang
akan memberi rizqi kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka
adalah suatu dosa yang besar. [al-Isrâ’/17:31]

Penjelasan ayat di atas Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla -lah yang memberi keluasan
rizqi kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya sebagai ujian baginya, apakah dia
mensyukurinya atau bahkan mengkufurinya? Dia juga yang menyempitkan rizqi bagi siapa
saja yang dikehendaki-Nya, sebagai cobaan pula baginya, apakah dia bersabar atau tidak? itu
semua merupakan pengetahuan dan kebijaksanaan Allah Azza wa Jalla atas hamba-Nya.
Jika kita sudah mengetahui bahwa kaya dan miskin itu adalah ujian dari Allah Azza wa
Jalla semata, maka bukankah dibalik ujian tersebut terdapat hikmah dan pahala yang besar?
Terutama jika seorang hamba lulus dalam ujian tersebut? Pasti dia akan mendapatkan
balasan yang besar dan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya. Oleh karena itu, hendaknya
seorang hamba tetap bersyukur dan bersabar dalam keadaan bagaimanapun dengan tetap
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Di antara larangan Allah Azza wa Jalla atas hambanya adalah membunuh anak-
anaknya karena takut kemiskinan. Allah Azza wa Jalla melarang hal tersebut di dalam ayat
ini karena kebiasaan bangsa Arab di zaman jahiliyah adalah membunuh anak-anak mereka
karena takut miskin dan aib. Kemudian Allah Azza wa Jalla menjelaskan bahwa yang
menanggung dan memberi rizqi anak-anak mereka juga rizqi mereka adalah Allah Azza wa
Jalla semata[1] , (sudah jelas kiranya bahwa) bukanlah mereka yang memberi rizqi kepada
anak-anak mereka, (akan tetapi Allah Azza wa Jalla -lah yang memberi rizki) bahkan
(sebenarnya) mereka sendiri pun tidak mampu untuk memberi rizki kepada diri mereka
sendiri. Maka, tidak pantas bagi mereka merasa keberatan (untuk membiarkan anak-anak
mereka hidup bersama mereka).[2]
Perbandingan ayat di atas dengan ayat yang semisalnya di dalam ayat yang lain Allah
Azza wa Jalla berfirman:

4
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena sebab kemiskinan. Kamilah yang
akan memberikan rizqi kepadamu dan juga kepada mereka. [al-An’âm/6:151]
Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menyebutkan (karena sebab kemiskinan). Hal
ini menunjukkan bahwa orang tua dari anak tersebut dalam keadaan miskin, maka dari itu
Allah Azza wa Jalla mendahulukan penyebutan orang tua dari pada anaknya di dalam
firmannya sebagai kabar gembira bagi orang tua yang miskin,
bahwasanya kemiskinan itu akan diangkat oleh Allah Azza wa Jalla dengan memberi rizki
kepada mereka dan kepada anak-anak mereka (sehingga mereka dilarang membunuh
anaknya karena sebab kemiskinan tersebut).
Sedangkan di dalam ayat sebelumnya disebutkan (karena takut
terjatuh di dalam kemiskinan), ini menunjukkan bahwa orang tua dari anak tersebut dalam
keadaan mampu dan kaya, kemudian alasan membunuh anaknya adalah karena takut terjatuh
ke dalam kemiskinan. Maka dari itu Allah Azza wa Jalla mendahulukan penyebutan anak
mereka dahulu kemudian para orang tua di dalam firmannya sebagai
penjelasan bagi mereka, bahwasanya yang memberi rizki anak-anak mereka adalah Allah
Azza wa Jalla semata, bukan mereka.
Jadi, kedua ayat ini memiliki dua makna yang berbeda, yaitu:
1. Orang tua dilarang membunuh anaknya meskipun dia dalam keadaan miskin.
2. Orang tua yang kaya yang takut miskin dilarang pula membunuh anaknya karena
sebab itu.
3. Kasih sayang Allah azza wa zalla sangat besar terhadap hamba-Nya Allah Azza wa
Jalla adalah dzat yang Maha pengasih dan Maha penyayang, dan di antara perwujudan kasih
sayang-Nya terhadap hamba-Nya terlihat pada ayat di atas. Allah Azza wa Jalla melarang
para orang tua membunuh anak mereka dengan alasan apapun kecuali yang telah dibenarkan
syari’at.
4. Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa kasih sayang
Allah Azza wa Jalla terhadap hamba-Nya melebihi kasih sayang orang tua terhadap
anaknya. Karena itu, Allah Azza wa Jalla melarang orang tua membunuh anaknya,
sebagaimana Dia juga mewasiatkan kepada orang tua untuk memberikan bagian harta
warisannya kepada anaknya.
5. Hal ini juga sebagaimana disebutkan pada hadits berikut

5
Baca Juga  Sumpah Iblis Untuk Menyesatkan Manusia Dari Umar bin Khattâb
Radhiyallahu anhu berkata, “Telah datang tawanan perang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, tiba-tiba ada seorang perempuan di antara tawanan itu (mencari anaknya untuk
disusuinya karena) air susunya telah memenuhi teteknya, kemudian ia menemukan anaknya
di antara para tawanan, lalu diambilnya anak tersebut dan diletakkan di atas perutnya dan
disusuinya. Maka Nabi bersabda kepada kami, “Bagaimana menurut kalian, apakah
mungkin seorang ibu ini melemparkan anaknya ke dalam api? Kami menjawab,”Tidak
mungkin karena dia mampu untuk tidak melemparkannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,”Sungguh kasih sayang Allah Azza wa Jalla terhadap hamba-Nya melebihi
kasih sayang seorang ibu ini terhadap anaknya. [HR.Bukhâri dan Muslim]
6. Membunuh anak kandung adalah dosa besar. Membunuh anak sendiri dengan cara
apapun termasuk dosa besar. Baik membunuhnya itu setelah si anak dilahirkan ke dunia ini
ataupun masih di dalam kandungan ibunya dengan cara aborsi atau yang lainnya. Pelakunya
mendapat ancaman adzab yang pedih dari Allah Azza wa Jalla . Pada akhir ayat di atas
ْ ‫انَ ِخ‬MM‫إن قَ ْتلَهُ ْم َك‬
Allah Azza wa Jalla berfirman: ‫يرًا‬MMِ‫ط ًءا َكب‬ َّ Sesungguhnya membunuh mereka
adalah suatu dosa yang besar [al-An`âm/6:151] Allah Azza wa Jalla menjelaskan bahwa
membunuh anak kandung termasuk dosa besar, karena rasa kasih sayang dari hati hilang dan
itu merupakan kezaliman yang besar terhadap anak mereka yang tidak bersalah dan berdosa.
7.Syaikh Syingqîth rahimahullah berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah menjelaskan makna dari (penggalan ayat di atas), bahwa ketika beliau ditanya oleh
`Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu ,” Dosa apakah yang paling besar? Beliau
menjawab,”Jika kamu mengadakan tandingan bagi Allah Azza wa Jalla , padahal Dia-lah
yang menciptakanmu. Dia bertanya lagi,”Kemudian apalagi?” Beliau menjawab,”Jika kamu
membunuh anakmu karena takut (tidak bisa) memberi makan kepada mereka. Dia bertanya
lagi,”Kemudian apalagi?” Beliau menjawab,”Jika kamu berzina dengan istri tetanggamu”,
kemudian beliau membaca ayat yang artinya: “Dan orang-orang yang tidak menyembah
tuhan yang lain beserta Allah Azza wa Jalla dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa
yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosanya.
9. Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa membunuh anak kandung dengan tanpa
sebab yang syar’i termasuk dosa besar. Syaikh Sa’di rahimahullah berkata, “Jika mereka
dilarang membunuh anak mereka karena sebab kemiskinan, maka membunuh anak mereka
dengan tanpa ada sebab apapun atau membunuh anak orang lain lebih dilarang lagi.
10. Apakah ‘azl termasuk yang dilarang ? Para Ulama berbeda pendapat mengenai ‘azl
ini, ada yang berpendapat haram, ada juga yang berpendapat makrûh dan ada pula yang
berpendapat mubâh. Imam al-Quthûbi rahimahullah berkata, “Orang yang berpendapat
bahwa ‘azl itu dilarang berdalil dengan ayat di atas, karena al-Wa’du (mengubur atau
membunuh anak) adalah menghilangkan sesuatu yang ada dan keturunannya, sedangkan ‘azl

6
adalah upaya mencegah cikal bakal keturunan, maka sama halnya dengan al-Wa’du
(mengubur atau membunuh keturunan). Kemudian beliau juga berkata, akan tetapi bedanya
adalah membunuh anak itu lebih besar dosanya dari pada ‘azl, oleh karena itu sebagian
Ulama kami (madzhab mâliki) berkata,”Bisa difahami dari sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam(pada hadits Judzâmah Radhiyallahu anhu) : ‫ك ْال َوْأ ُد ْالخَ فِ ِّي‬
َ ِ‫ َذل‬Azl itu termasuk
mengubur (anak) secara sembunyi” Bahwasanya hukum ‘azl adalah makrûh bukan haram,
dan ini adalah pendapat sebagian para sahabat dan selainnya.
11. Kemudian yang mengatakan ‘azl itu mubah (boleh) adalah pendapat sebagian para
sahabat juga para tâbi`în dan para fuqahâ’.
12. Pendapat ini adalah pendapat yang kuat. Wallâhu a’lam. Berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Jâbir Radhiyallahu anhu berkata:

Bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamdan
berkata; sesungguhnya aku mempunyai budak perempuan, dia sebagai pembantu dan
pemberiku minum, dan aku ingin menggauli dia, akan tetapi aku benci kalau dia hamil,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab;”Lakukanlah ’azl jika kamu
menghendakinya, maka Allah Azza wa Jalla akan mentakdirkan bagi si budak perempuanmu
(Hamil atau tidaknya) [HR.Muslim].
13.Baca Juga  Syari'at Adalah Amanah Begitu juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam:

Tidak diwajibkan atasmu untuk meninggalkannya (‘azl), (karena) tidak ada makhluk
yang bernyawa yang (diinginkan Allah Azza wa Jalla ) keberadaannya di muka bumi ini
sampai hari kiamat, kecuali dia akan ada. [HR.Bukhâri]
14. Kedua Hadits di atas dan yang semakna menunjukkan bahwa hukum ‘azl adalah
mubâh (boleh)
15. Sedangkan pada hadits Judzâmah Radhiyallahu anhu di atas, yang menyebutkan
bahwa ‘azl itu wa’dun khafi adalah bantahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
terhadap orang yahudi yang mengatakan bahwa ‘azl adalah wa’dus shugra, karena penamaan
mereka ini mengandung arti wa’dun dzâhir (pembunuhan yang sebenarnya) meskipun kecil.

7
Jadi, penyebutan Rasulullah ‘azl sebagai wa’dun khafi tidak sama hukumnya dengan wa’dun
dzâhir. Maka hukum wa’dun khafi adalah mubah sedangkan hukum wa’dun dzâhir adalah
haram. Penyebutan itu juga sebagai bantahan atas keyakinan mereka bahwa ‘azl adalah
penentu tidak terjadinya kehamilan. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjelaskan bahwasanya jika Allah Azza wa Jalla menghendaki terjadinya kehamilan
meskipun dengan ‘azl, maka kehamilan itu akan terjadi. Jika Allah Azza wa Jalla tidak
menghendaki, maka kehamilan itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ‘azl itu bukanlah
wa’dun hakîki (pembunuhan yang sebenarnya) oleh karena itu disebut sebagai wa’dun khafi

PELAJARAN DARI AYAT


1. Diharamkan membunuh anak yang sudah lahir maupun yang masih di dalam
kandungan ibunya.
2. Membunuh anak kandung sendiri karena malu atau takut miskin adalah termasuk
dosa besar apalagi membunuhnya tanpa ada alasan, atau bahkan membunuh anak orang lain,
maka hal ini sangat dilarang.
3. Kasih sayang Allah Azza wa Jalla terhadap hamba-Nya melebihi kasih sayang orang
tua terhadap anaknya.
4. Terdapat kabar gembira bagi orang tua yang miskin maupun yang takut miskin,
bahwasanya Allah Azza wa Jalla yang memberi rizki mereka semua, maka hendaknya
mereka tetap bersabar dan tidak membunuh anak kandung mereka.
5.Hukum‘azl adalah boleh. 

2.4 Had Pembunuhan

Had adalah hukuman atau sangksi. Had pembunuhan iru ada berbagai macam :
a. Had untuk pembunuhan disengaja
Had untuk pembunuhan disengaja ini harus dengan membayar denda (kifarat) atau
qishash, yaitu hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun
pengrusakan anggota badan seseorang dengan sengaja. Adapun dasar hukum yang
berkenaan dengan qishash ini Allah swt. berfirman :

“ Diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh” (Q.S. al-
Baqarah : 178)
 
   Dari Abu Hurairah ra. Nabi saw . Bersabda :
“ Barang siapa yang keluarganya dibunuh, maka ia mempunyai dua pilihan : menuntut
diyat atau membalasnya (dengan qishash)”
b. Had untuk pembunuhan seperti disengaja

8
Hukuman atau Sanksi bagi pelaku pembunuhan seperti disengaja tidak menggunakan
qishash, tetapi mengharuskan diyat (denda berupa harta). Karena pembunuhan ini
pembunuhan seperti disengaja, maka diyatnya diperberat, berdasarkan sabda Rasulullah
saw :
“ Ketahuilah bahwa pembunuhan yang seperti disengaja –yaitu yang menggunakan
cambuk dan tongkat- (dendanya) adalah seratus ekor unta diantaranya adalah empat puluh
ekor unta yang sedang hamil”
Diayat ini wajib di tanggung oleh ‘aqilah (keluarga) karena adanya syubhat, yaitu tidak
disengaja, sehingga menyerupai pembunuhan yang tidak disengaja. Sedangkan kafarat yaitu
memerdekakan budak perempuan muslimah. Bila tidak menemukan, maka berpuasa dua
bulan berturut-turut. Allah swt. berfirman pada Q.S. an-Nisa : 92, yang artinya :
“Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena bersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan
kepad keluarganya(si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah, jika
ia (si terbunuuh) dari kaum kefir yang ada perjanjian (amai) antara mereka dan kamu, maka
(hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si
terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman”
Kafarat ini dinashkan untuk kasus pembunuhan tidak disengaja, sebagaimana tampak
pada ayat yang mulia ini. Tetapi, pendapat tentang wajibnya kafarat atas pembunuhan yang
seperti disengaja, bila dilihat dari sisi tidak adanya niat untuk membunuh.
c. Had untuk pembunuhan yang tidak disengaja
Hukuman atau sanksi bagi pelaku pembunuhan tidak disengaja adalah sebagai berikut :
a. Diwajibkan diyat dan kafarat.
Ini diwajibkan bagi siapa yang membunuh orang mukmin tanpa sengaja atau orang
kafir mu’aid (yang sedang dalam masa perjanjian damai), berdasarkan firman Allah swt. :
“Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena bersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang
diserahkan kepad keluarganya(si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
bersedekah, jika ia (si terbunuuh) dari kaum kefir yang ada perjanjian (amai) antara
mereka dan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan
kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman”
( Q.S. an-Nisa : 92)
b. Diwajibkan kafarat saja. Ini wajib atas siapa saja yang membunuh seorang mukmin yang
tinggal di Negeri kafir, atau ketika memerangi orang-orang kafir. Hal ini berdasarkan
firman Allah swt. :

“ jika ia (si terbunuuh) dari kaum kafir yang ada perjanjian (damai) antara mereka dan
kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada

9
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman” ( Q.S. an-
Nisa : 92)
 

2.5 Hikmah diberlakukannya qishash

Adapun hikmah dari diberlakukannya qishash anrata lain:


a.    Memberikan efek jera kepada menusia agar tidak melakukan kejahatan, atau pun
mempermainkan nyawa manusia.
b.    Dengan adanya hukum qishash maka manusia akan merasa takut berbuat jahat kepada
orang lain, terutama penganiayaan tubuh dan jiwa manusia. Sebab jika hal ini
dilakukannya, pasti hukuman akan diberikan kepadanya.
c.    Hukum qishash dapat melindungi jiwa dan raga manusia.
d.   Timbulnya ketertiban, keamana dan kedamaian dalam mesyarakat, sebagai bukti dari
janji Allah dalam Q.S al-Baqarah : 179.
e.    Menunjukan bahwa syariat islam iti luwes dalam menangani masalah. Seolah-olah
qishash itu kejam, tetapi apabila dikaji lagi, justru dengan diberlakukannya qishash,
keadilan dapat ditegakan dengan merata

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan diatas bahwa pembunuhan menurut pandangan islam


adalah haram semua itu telah ditetapkan berdasarkan al-Quran dan sunnah. Karena tindakan
tersebut dapat menghilangkan nyawa seseorang baik disengaja maupun tidak disengaja.
Pembunuhan yang disengaja adalah dosa besar. Karenanya Allah dan Rasulnya
melarang dengan tegas perbuatan tersebut.
 
 

3.2 Saran

Dengan mempelajari materi diatas diharapkan siswa-siswi dapat mengerti hukum dan
dosa membunuh. Allah Swt. melarang membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan oleh
syariat agama, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihuin melalui salah satu hadisnya
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak halal darah seorang muslim
yang telah bersaksi bahwa tiada ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah, terkecuali karena tiga perkara, yaitu membunuh jiwa dibalas dengan jiwa, penzina
muhsan, dan orang yang murtad dari agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah.
 
 

11
DAFTAR PUSTAKA

 
http://ambar-sifilia.blogspot.co.id/p/makalah-pembunuhan-dalam-pandangan.html
http://ibnukatsironline.blogspot.co.id/2015/06/tafsir-surat-al-isra-ayat-33.html
http://karyacombirayang.blogspot.com/2015/11/makalah-larangan-membunuh.html?m=1
https://almanhaj.or.id/3366-larangan-membunuh-anak-karena-takut-miskin.html
https://rumasyho.com/21032-bulughul-maram-akhlaq-membunuh-anak-karena-takut-miskin.html

12

Anda mungkin juga menyukai